NOMOR 187C/DIR-RSE/SK/II/2016
TENTANG
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR KAJIAN
UNTUK ALAT ATAU BAHAN OBAT BARU
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang :
a. bahwa Pimpinan menggunakan proses untuk melakukan kajian dan menyetujui, sebelum
digunakan dalam asuhan pasien, prosedur, teknologi, peralatan (sediaan) farmasi yang
masih dianggap dalam tahap uji coba;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333 tahun 1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
4. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor : 0014/YFSE/SK/I/2014;
5. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor : 0010/1317/YFSE/SK-DIR/RSEB/V/2014 tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG KEBIJAKAN DAN
PROSEDUR, PEMILIHAN, PENETAPAN, DAN
MONITORING KONTRAK MANAJERIAL DAN KONTRAK
KLINIS RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
Pada tanggal 01 Februari 2016
DIREKTUR RUMAH SAKIT ST. ELISABETH BATAM,
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit St Elisabeth
Batam
Nomor 187C/DIR-RSE/SK/II/2016
Tanggal 01 Februari 2016
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR KAJIAN UNTUK ALAT ATAU BAHAN OBAT BARU
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
TENTANG
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PEMILIHAN,PENETAPAN,DAN MONITORING
KONTRAK KLINIS DAN KONTRAK MANAJERIAL
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang :
c. bahwa Pimpinan bertanggung jawab terhadap kontrak kerja pelayanan klinik dan
manajemen;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat :
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333 tahun 1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
9. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor : 0014/YFSE/SK/I/2014;
10. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor : 0010/1317/YFSE/SK-DIR/RSEB/V/2014 tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG KEBIJAKAN DAN
PROSEDUR, PEMILIHAN, PENETAPAN, DAN
MONITORING KONTRAK MANAJERIAL DAN KONTRAK
KLINIS RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
Pada tanggal 01 Februari 2016
DIREKTUR RUMAH SAKIT ST. ELISABETH BATAM,
TENTANG
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN REGULASI
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang :
e. bahwa Seorang manajer senior atau direktur bertanggung jawab untuk menjalankan
rumah sakit dan mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat :
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333 tahun 1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
14. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor : 0014/YFSE/SK/I/2014;
15. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor : 0010/1317/YFSE/SK-DIR/RSEB/V/2014 tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG KEBIJAKAN DAN
PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN REGULASI
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
Pada tanggal 01 Februari 2016
DIREKTUR RUMAH SAKIT ST. ELISABETH BATAM,
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa dalam pelaksanaan kegiatan di Rumah Sakit dapat menimbulkan
gangguan keselamatan dan kesehatan terhadap pegawai, pasien dan
pengunjung serta lingkungan sekitar sehingga perlu dilaksanakan upaya
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
2. bahwa setiap pegawai harus memiliki derajat kesehatan yang optimal dalam
melaksanakan pekerjaannya.
3. bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth, maka dipandang perlu untuk
memberlakukan Buku Pedoman Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit Santa Elisabeth sebagai acuan dalam pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Mengingat :
1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. Peraturan Menteri tenaga Kerja RI Nomor 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor YM.02.04.3.5.5830 tentang Izin
Penyelenggaraan Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 876 tahun 2001 tentang Pedoman
Teknis Dampak Kesehatan Lingkungan.
8. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84 tahun 2002 Kawasan Tanpa Asap
Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1105/MenKes/SK/IX/2007 tentang
Pedoman Penanganan MedisKorban Massal Akibat Bencana Kimia.
11. Peraturan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 24/Prt/M/2008 tentang
Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung.
12. Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
13. Standar Akreditasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
BUKU PEDOMAN PANITIA KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3) RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa dalam pelaksanaan kegiatan di Rumah Sakit dapat menimbulkan
gangguan keselamatan dan kesehatan terhadap pegawai, pasien dan
pengunjung sehingga perlu dilaksanakan upaya perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
2. bahwa setiap pegawai harus memiliki derajat kesehatan yang optimal dalam
melaksanakan pekerjaannya.
3. bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam, maka dipandang perlu untuk
menetapkan kebijakan pelaksanaan pelayanan K3 di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam.
Mengingat :
1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
5. Peraturan Menteri tenaga Kerja RI Nomor 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : YM.02.04.3.5.5380 tentang Izin
Penyelenggaraan Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 472/Menkes/V/1996 tentang
pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah B3.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 986/Menkes/XI/1992 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
10. Standar Akreditasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
SANTAELISABETH BATAM TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PANITIA
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
Kedua : Memberlakukan/ menetapkan Kebijakan Pelaksanaan
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam yang meliputi aspek :
a. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.
b. Kewaspadaan Bencana dan Keadaan Darurat.
c. Kesehatan Lingkungan Kerja.
d. Kesehatan Kerja.
Ditetapkan di : Batam
Pada Tanggal : 01 Februari 2016
DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
TENTANG
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO
Ditetapkan di : Batam
Pada Tanggal : 01 Februari 2016
DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
TENTANG
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa Komite Keperawatan merupakan suatu wadah staf keperawatan
profesional yang bersifat non struktural yang mempunyai peranan penting
dalam pelaksanaan operasional Rumah Sakit;
2. bahwa Komite Keperawatan sebagai Pengarah (Steering) dalam pelaksanaan
profesi pelayanan keperawatan di Rumah Sakit;
3. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dalam Surat Keputusan Direktur yang jelas.
Mengingat :
I. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/SLK/VI/2002 tentang
Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws);
II. Permenkes Nomor 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit di
Rumah Sakit;
Memperhatikan :
1. Hasil Rapat Direksi Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam dengan Yayasan;
2. Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff By Laws) Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Pembentukan Kepengurusan Komite Keperawatan Rumah
Sakit Santa Elisabeth Batam, dengan susunan pengurus
seperti terlampir dalam Surat Keputusan ini;
Ditetapkan di BATAM
Lampiran
Keputusan Direktur RS St Elisabeth Batam
Nomor : 007/DIR-RSE/SK/II/2016
Tanggal : 01 Februari 2016
TENTANG
Mengingat :
1. Undang-unang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang Standart Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit;
3. Keputusan Menteri Kesehtan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang standart Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
Memutuskan
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
BATAM TENTANG FORMULARIUM OBAT RUMAH SAKIT
TAHUN 2016.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat;
2. bahwa masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan
pengunjung di rumah sakit dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi atau infeksi
nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh di rumah sakit;
3. bahwa untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan,
pendidikan dan pelatihan, serta monitoring dan evaluasi;
4. bahwa untuk penerapan PPI perlu dibentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (KPPI) dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Batam;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 012 tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270 tahun 2007 tentang Pedoman
Managerial PPI di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya;
6. SE Dirjen. Bina Pelayanan Medis Nomor. HK.03.01/III/3744/08 tentang
Pembentukan Komite PPI Rumah Sakit dan Tim PPI Rumah Sakit
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBENTUKAN
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (KPPI) DAN TIM PPI RUMAH SAKIT
SANTA ELISABETH BATAM
Ditetapkan di BATAM
Lampiran
Keputusan Direktur RS St Elisabeth Batam
Nomor : 05A/DIR-RSE/SK/II/2016
Tanggal : 01 Februari 2016
TENTANG
Menimbang :
5. bahwa perlu adanya seorang Infection And Prevention Control Nurse yang
akan bertugas dalam memimpin Unit tersebut dan mengembangkan model-
model pembinaan pegawai Rumah Sakit untuk kemajuan Rumah Sakit
terutama dalam hal peningkatan kualitas karyawan Rumah Sakit
Mengingat :
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PENGANGKATAN
SAUDARI MARIA FRANSISKA SEBAGAI
INFECTION AND PREVENTION CONTROL NURSE
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
PEMBENTUKAN KOMITE KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT(KKPRS)
DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang:
a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu keselamatan pasien di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam diperlukan adanya suatu Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
b. bahwa Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit menuju profesional, efisien dan efektif;
c. untuk itu perlu dibuat Surat Keputusan pembentukan Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
b. Keputusan Menteri Kesehatan N0. 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit;
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/ 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /MENKES/PER/III 2008 tentang Rekam Medis;
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 /MENKES/PER/III 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Medik;
f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/III 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
BATAM TENTANG PEMBENTUKAN KOMITE KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT (KKPRS) DI RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau
ulang apabila ada kekeliruan dalam peraturan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
PEMBERLAKUAN STANDART ASUHAN KEPERAWATAN (SAK)
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang:
d. bahwa untuk melaksanakan pelayanan masing-masing unit kerja Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam harus mengacu pada Asuhan Keperawatan yang ada , maka perlu
dibuat Standart Asuhan Keperawatan (SAK) Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
e. bahwa untuk itu perlu dibuat Surat Keputusan Pemberlakuan Standart Asuhan Keperawatan
Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat:
g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
h. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN STANDART ASUHAN
KEPERAWATAN RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau
Ulang apabila ada kekeliruan dalam peraturan ini akan diadakan
Perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN POLA KETENAGAAN DI RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM
Menimbang:
f. bahwa untuk menata ketenagaan perlu diberlakukan pedoman pola ketenagaan
Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
g. bahwa untuk itu perlu dibuat Surat Keputusan Pemberlakuan Pedoman Pemberlakuaan Pola
Ketenagaan Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat:
i. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
j. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
PEDOMAN POLA KETENAGAAN DI RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau
Ulang apabila ada kekeliruan dalam peraturan ini akan diadakan
Perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN TBC DENGAN STRATEGI
DOTS DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang:
h. bahwa untuk membantu proses penyembuhan pasien Tuberkulosis maka perlu dibuat
Buku Pedoman Pelayanan TBC Dengan Strategi DOTS Di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam;
i. bahwa untuk itu perlu dibuat Surat Keputusan Pemberlakuan Pedoman Pelayanan
TBC Dengan Strategi DOTS Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat:
k. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
l. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor : 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis;
m. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatana;
n. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit
Menular;
o. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 Tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis;
p. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
PEDOMAN PELAYANAN TBC DENGAN STRATEGI DOTS DI
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau
Ulang apabila ada kekeliruan dalam peraturan ini akan diadakan
Perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PASIEN
TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang:
a. bahwa untuk membantu proses penyembuhan pasien Tuberkulosis maka perlu
dilaksanakan rujukan pasien tuberkulosis;
b. bahwa untuk itu perlu dibuat Surat Keputusan Pemberlakuan Panduan Pelaksaan
Rujukan Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
b. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor : 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis;
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 290/MENKES/PER/III?2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
d. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
e. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PASIEN
TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
BATAM
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau
Ulang apabila ada kekeliruan dalam peraturan ini akan diadakan
Perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa perlu adanya dokter case manager di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Batam;
2. bahwa untuk hal tersebut diatas perlu dibuat surat keputusan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit;
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
4. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor :0014/YFSE/SK/I/2014 tentang Struktur Organisasi Rumah Sakit
Santa Elisabeth Batam;
5. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Fransiskanes Santa Elisabeth
Nomor : 0010/1317/YFSE/SK-DIR/RSEB/VI/2014 tentang Penunjukan
Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PENGANGKATAN
DOKTER FEDRIK IVANDER SEBAGAI DOKTER
CASE MANAGER DI RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
wajib melakukan Inisiasi Menyusu Dini terhadap bayi baru lahir kepada
ibunya paling singkat selama 1(satu) jam;
2. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu di buat Surat Keputusan
tentang Inisiasi Menyusu Dini pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 Tentang Pemberian
Air Susu Eksklusif;
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 450/MENKES/SK/IV/ tahun 2004
tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERIAN AIR
SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF PADA BAYI DI RUMAH
SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Menimbang:
c. bahwa untuk melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, perlu menetapkan Keputusan
Direktur tentang Pemberlakuan Panduan Assesment Pasien di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam;
d. bahwa itu perlu dibuat Surat Keputusan Pemberlakuan Panduan Assesment Pasien di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam;
Mengingat:
f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
g. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor : 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis;
h. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 290/MENKES/PER/III?2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
i. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
j. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
KESATU: KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
PANDUAN ASSESMENT PASIEN DI RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM
KEDUA : Pemberlakuan Panduan Assesment Pasien di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam sebagaimana tercantum dalam diktum pertama
selengkapnya dalam lampiran keputusan ini
KETIGA: Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau ulang
apabila ada kekeliruan dalam peraturan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit St Elisabeth
Batam
Nomor 293/DIR-RSE/SK/IV/2016
Tanggal 01 April 2016
PANDUAN ASESSMENT PASIEN TERINTEGRASI
DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
BAB I
DEFINISI
A. LATAR BELAKANG
Pengkajian/assessment terintegrasi merupakan awal dari sebuah proses asuhan pasien. Proses
asuhan pasien tersebut dilakukan untuk pemberian asuhan terintegrasi kepada pasien. Dalam
pengkajian terintegrasi seluruh profesional pemberi asuhan dituntut untuk melakukan suatu
upaya pengumpulan data terkait dengan kondisi kesehatan pasien. Data tersebut merupakan
dasar bagi seorang profesional pemberi asuhan dalam melakukan asuhan terintegrasi. Oleh
karena itu kevalidan sebuah data hasil pengkajian sangat menentukan mutu hasil asuhan
terintegrasi.
Mutu pelayanan terintegrasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam menjadi salah satu
perhatian bagi rumah sakit untuk selalu ditingkatkan. Mengingat sebagian besar SDM di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam adalah Perawat, maka menjadi sangat penting bagi
Rumah Sakit untuk memperhatikan mutu layanan keperawatan di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Batam
Data kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam pada tiga bulan
terakhir (Januari – Maret 2016) menunjukkan grafik penurunan. Walaupun angka kepuasan
tersebut masih diatas angka 80 %, namun ada kemungkinan angka kepuasan tersebut dapat
menurun pada bulan – bulan berikutnya. Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam merasa perlu
melakukan upaya untuk meningkatkan angka kepuasan pasien rawat inap karena sebagian
besar proses terintegrasi dilakukan di rawat inap.
Peningkatan mutu asuhan terintegrasi di RS Santa Elisabeth Batam dapat dimulai dari
menyediakan acuan bagi profesional pemberi asuhan dalam melakukan asuhan terintegrasi,
salah satunya yaitu pada proses Pengkajian/assessment terintegrasi. Upaya RS Santa
Elisabeth Batam yang akan dilakukan yaitu dengan membuat panduan pengkajian terintegrasi
bagi profesional pemberi asuhan RS Santa Elisabeth Batam
B. TUJUAN
Tujuan umum dari panduan ini adalah untuk meningkatkan mutu asuhan terintegrasi di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam
Hanya mereka yang diizinkan dengan lisensi,sesuai undang – undang dan peraturan yang
berlaku,atau sertifikasi,yang dapat melakukan asessmen,yaitu petugas yang kompeten
yang melakukan asessmen pasien dan asessmen ulang ditetapkan oleh rumah sakit dan
tanggung jawabnya di tetapkan secara tertulis
Asessmen terintegrasi di unit gawat darurat dilaksanakan oleh petugas yang kompeten.
Dalam arti profesional pemberi asuhan yang sudah memiliki Surat tanda registrasi
(STR) dan minimal lulusan Akademi Perawat (D3 Keperawatan).
Mempunyai kewenangan sebagai berikut :
1) Mengambil tindakan kegawat daruratan untuk penyelamatan mutu pelayanan
gawat darurat.
2) Bekerja sama dengan pihak lain yang kompeten untuk upaya peningkatan mutu
dan pengembangan bagian UGD atas persetujuan direktur.
3) Mengusulkan perubahan standar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pasien
maupun keluarga.
b. Asessmen Terintegrasi rawat inap
Asessmen terintegrasi rawat inap dilaksanakan oleh mereka yang kompeten dalam arti
Perawat lulusan minimal D3 Keperawatan dan memiliki surat tanda registrasi (STR) .
D. P.ENGKAJIAN TERINTEGRASI
Pengkajian terintegrasi merupakan tahap awal proses asuhan pasien dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengkajian terintegrasi
merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan terintegrasi sesuai dengan kebutuhan
individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting
untuk merumuskan suatu diagnosa terintegrasi dan dalam memberikan asuhan terintegrasi
sesuai dengan respon individu.
Dalam pengkajian terintegrasi, dikenal dua jenis data pengkajian, yaitu data dasar dan data
fokus.
1. Data Dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan pasien,
kemampuan pasien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri,dan hasil
konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Pengkajian Keperawatan tidak sama dengan pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan
pada keadaan patologis, sedangkan pengkajian keperawatan ditujukan pada respon pasien
terhadap masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia. Misalnya dapatkah pasien melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga fokus
pengkajian pasien adalah respon pasien yang nyata maupun potensial terhadap masalah-
masalah aktifitas harian.
F. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawtan dan
kesehatan pasien.
Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses asuhan pasien. Dari informasi
yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi pasien.
Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan,
merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-
masalah pasien.
Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama
pasien dirawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang untuk
menambah / melengkapi data (re-assessment).
G. TIPE DATA
1. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh
profesional pemberi asuhan, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status
kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan,
frustrasi, mual, perasaan malu.
2. Data Objektif
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.
Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat
kesadaran.
H. KARAKTERISTIK DATA
1. Lengkap
Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah pasien yang
adekuat. Misalnya pasien tidak mau makan selama 3 hari. Profesional pemberi asuhan
harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah pasien tersebut dengan menanyakan
hal-hal sebagai berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau
disengaja? Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis?
Bagaimana respon pasien mengapa tidak mau makan.
2. Akurat dan nyata
Untuk menghindari kesalahan, maka profesional pemberi asuhan harus berpikir secara
akurat dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat,
diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data
yang mungkin meragukan. Apabila profesional pemberi asuhan merasa kurang jelas
atau kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka profesional
pemberi asuhan harus berkonsultasi dengan profesional pemberi asuhan yang lebih
mengerti. Misalnya, pada observasi : “pasien selalu diam dan sering menutup
mukanya dengan kedua tangannya. Profesional pemberi asuhan berusaha mengajak
pasien berkomunikasi, tetapi pasien selalu diam dan tidak menjawab pertanyaan
profesional pemberi asuhan. Selama sehari pasien tidak mau makan makanan yang
diberikan”, jika keadaan pasien tersebut ditulis oleh profesional pemberi asuhan
bahwa pasien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku pasien
dan bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan
kondisi pasien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat
pengkajian.
3. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang
harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi. Kondisi seperti
ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tapi singkat dan jelas.
Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah pasien, yang merupakan
data fokus terhadap masalah pasien dan sesuai dengan situasi khusus.
H. SUMBER DATA
Pasien adalah sumber utama data (primer) dan profesional pemberi asuhan dapat
menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan pasien.
Orang terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau istri, anak,
teman pasien, jika pasien mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi
atau kesadaran yang menurun, misalnya pasien bayi atau anak-anak, atau pasien
dalam kondisi tidak sadar.
2. Riwayat penyakit
3. Konsultasi
Jika pasien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat harus
meminta informasi kepada profesional pemberi asuhan yang telah merawat pasien
sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan terintegrasi yang telah diberikan.
6. Kepustakaan.
RUANG LINGKUP
Panduan ini dibuat sebagai acuan profesional pemberi asuhan di RS Santa Elisabeth Batam
dalam melakukan pengkajian pasien terintegrasi.
BAB III
TATA LAKSANA
Ketika pasien diterima di rumah sakit untuk pelayanan/pengobatan rawat inap atau rawat
jalan, perlu dilakukan asessmen lengkap untuk menetapkan alasan kenapa pasien perlu datang
berobat ke rumah sakit. Pada tahap ini, rumah sakit membutuhkan informasi khusus dan
prosedur untuk mendapat informasi, tergantung pada kebutuhan pasien dan jenis pelayanan
yang harus diberikan (contoh rawat inap atau rawat jalan). Asessmen pasien harus dilakukan
dengan efektif dan terus menerus baik di rawat jalan maupun di rawat inap untuk
menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan
kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan terencana,
termasuk ketika kondisi pasien berubah.Untuk mendapatkan data asessmen pasien yang benar
maka dilakukan asessmen informasi minimal.Informasi minimal tersebut berbeda
kedalamannya dalam mengkaji antara rawat inap dan rawat jalan.Setiap informasi yang
teridentifikasi dan diberikan kepada pasien didokumentasikan dalam rekam medis.
Asesmen informasi yang harus diperoleh dari pasien rawat jalan meliputi : data umum
pasien dan data medis seperti kondisi pasien,umur dan kebutuhan kesehatannya. Asesmen
informasi yang harus diperoleh dari pasien rawat inap meliputi : data umum pasien, tata tertib
rumah sakit, Hak dan kewajiban pasien dan keluarga, tarif profesional pemberi
asuhan,Informasi petugas yang merawat pasien, Informasi tentang catatan perkembangan
pasien, Informasi waktu konsultasi, Discharge Planning dan fasilitas ruangan.setiap informasi
yang diperoleh didokumentasikan dalam rekam medis
Asessmen pasien rawat jalan minimal meliputi kondisi pasien, umur, kebutuhan
kesehatannya. Asessmen pasien poli spesialis dilakukan oleh dokter spesialis, asessmen
pasien UGD dan poli umum dilakukan oleh dokter umum, asessmen pasien poli gigi
dilakukan oleh dokter gigi. Asessmen pasien rawat inap minimal keadaan fisik, psikologis,
sosial, riwayat kesehatan pasien, riwayat penyakit keluarga dan hasil pemeriksaan penunjang
sebelumnya.
Asessmen awal dari seorang pasien,rawat jalan atau rawat inap,sangat penting untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan untuk memulai proses pelayanan.
Asessmen awal terintegrasi dan medis dilaksanakan dalam waktu 24 jam pertama sejak
rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien dan tersedia untuk digunakan bagi mereka
yang memberikan pelayanan kepada pasien. Bila kondisi pasien mengharuskan, maka
asessmen awal medis dan terintegrasi dilaksanakan dan tersedia lebih dini/cepat. Jadi, untuk
pasien gawat darurat, asessmen harus segera dilakukan dan untuk kelompok pasien tertentu
(misal gangguan pernafasan, atau pasien dengan penurunan kesadaran) harus dinilai lebih
cepat dari 24 jam.
Untuk asessmen medis yang dilakukan tidak boleh lebih dari 30 hari sebelum dirawat inap,
maka setiap perubahan penting dari kondisi pasien harus dicatat dalam rekam medis sejak
asessmen pada saat masuk rawat inap.Proses memperbaharui dan atau pemeriksaan ulang ini
dapat dilakukan seseorang yang kompeten.
Pasien dilakukan asessmen ulang untuk menentukan respon mereka terhadap pengobatan dan
pasien dilakukan asessmen ulang untuk perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan
pasien.
Profesional pemberi asuhan gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial
di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah terintegrasi pasien dalam lingkup
kegawatdaruratan. Untuk pasien gawat darurat,asessmen terintegrasi berdasarkan kebutuhan
dan kondisinya. Asessmen awal terintegrasi pada pasien emergensi harus didasarkan pada
kebutuhan dan keadaannya. Pengkajian merupakan pendekatan sistemik untuk
mengidentifikasi masalah terintegrasi gawat darurat. Data dapat diperoleh secara primer
(pasien) maupun sekunder (keluarga, tim kesehatan lainnya). Proses pengkajian dibagi dalam
dua bagian yaitu pengkajian primer dan pengkajian sekunder.
1. Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah actual atau risiko tinggi
dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk
mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
D : Disability
2. Pengkajian Skunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing dan circulation yang
ditentukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
objektif dan subjektif dari riwayat terintegrasi (riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala
sampai kaki.
a. Data subjektif, yang terdiri dari: keluhan pasien dan riwayat penyakit pasien.
b. Data objektif, yang terdiri dari: keadaan umum pasien, skala nyeri yang dirasakan
pasien, data tanda-tanda vital, tinggi badan dan berat badan pasien, serta
dokumentasi waktu pengkajian, nama dan tanda tangan perawat dan dokter yang
melakukan pengkajian.
Pengkajian terintegrasi di rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Batamdilakukan pada
semua pasien baru. Pengkajian dilakukan secara berkelanjutan dalam rangkaian proses
asuhan terintegrasi. Pengkajian terintegrasi di rawat inap dilakukan melalui wawancara
langsung kepada pasien atau keluarga untuk memperoleh data subjektif. Sedangkan data
objektif diperoleh dari pemeriksaan fisik dan dari hasil pemeriksaan diagnostik.
1. Identitas Pasien
Data identitas pasien didapatkan melalui wawancara kepada pasien langsung atau
keluarga pasien. Selain dari hasil wawancara profesional pemberi asuhan juga dapat
melihat data identitas pasien pada kartu identitas atau dokumen lain yang dapat dipercaya.
Data identitas pasien ini meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,
dan alamat rumah pasien. Selain data diri pasien, perlu juga informasi tentang orang yang
bertanggung jawab terhadap pembiayaan pasien (keluarga atau orang terdekat).
2. Riwayat Kesehatan
Data riwayat kesehatan didapat melalui proses wawancara dengan pasien langsung atau
dengan keluarga. Data riwayat kesehatan ini meliputi keluhan utama, riwayat penyakit
dahulu, dan riwayat penyakit keluarga.
Pengkajian fisik terintegrasi dilakukan melalui observasi langsung keadaan pasien atau
inspeksi, auskultasi atau mendengarkan, Palpasi atau meraba dengan tangan pada bagian
organ tubuh tertentu, serta Perkusi atau ketukan/pukulan dengan menggunakan jari tangan
di daerah-daerah tertentu pada organ tubuh pasien. Pada prinsipnya pengkajian fisik ini
adalah menemukan data – data kondisi yang abnormal pada keadaan fisik pasien.
Data – data yang didapatkan dalam pengkajian fisik ini antara lain, meliputi:
Meliputi tingkat kesadaran pasien yang dinilai dengan menentukan skor GCS yang
mencakup penilaian reaksi mata pasien, reaksi motorik pasien terhadap rangsang yang
diberikan, serta reaksi verbal pasien. Selain itu juga data mengenai tanda – tanda vital
pasien yang mencakup tekanan darah, jumlah tekanan nadi pasien permenit, jumlah
respirasi permenit, suhu tubuh pasien dalam derajat celcius, serta skala nyeri pasien
yang diukur menggunakan skala nyeri yang sesuai. Selain data diatas juga perlu dikaji
data tinggi badan dan berat badan pasien.
b. Organ kepala
Pengkajian fisik pada daerah kepala dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Data
yang didapat adalah untuk mengetahui bentuk kepala, dan atau ada tidaknya
hematoma atau luka di kepala pasien.
c. Rambut
Pengkajian fisik pada rambut dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Data yang
didapatkan adalah meliputi keadan rambut, kelembaban, kekuatan rambut (mudah
rontok atau tidak).
d. Wajah
Pengkajian fisik pada wajah dilakukan dengan cara inspeksi dan wawancara. Data
yang didapatkan adalah meliputi kesimetrisan bentuk wajah, adakah bell palsy, atau
data adakah kelainan congenital.
e. Mata
Pengkajian fisik pada mata dilakukan melaui inspeksi. Data yang didapatkan adalah
meliputi keadan sclera (anemis atau tidak), adakah konjungtivitis serta adakah
gangguan penglihatan.
f. Telinga
Pengkajian fisik pada telinga dilakukan dengan cara inspeksi dan wawancara. Data
yang didapatkan adalah meliputi adakah cairan atau corpal, apakah terasa berdengung,
adakah nyeri, serta adakah gangguan pendengaran.
g. Hidung
Pengkajian fisik pada hidung dilakukan dengan inspeksi. Data yang didapatkan adalah
kesimetrisan, serta adakah epistaksis.
h. Mulut
Pengkajian fisik pada mulut dilakukan dengan cara inspeksi. Data yang didapatkan
adalah kesimetrisan, warna bibir, kelembaban, serta adakah kelainan congenital.
i. Gigi
Pengkajian fisik pada gigi dilakukan dengan cara inspeksi dan wawancara. Data yang
didapatkan adalah ada tidaknya caries, adakah yang berlubang, serta gigi palsu.
j. Lidah
Pengkajian fisik pada lidah dilakukan dengan cara inspeksi. Data yang didapatkan
adalah kelembaban, serta kebersihan.
k. Tenggorokan
Pengkajian fisik pada tenggorokan dilakukan dengan cara inspeksi dan wawancara.
Data yang didapatkan antara lain adakah peradangan, adakah rasa nyeri saat menelan,
serta keadaan tonsil.
l. Leher
Pengkajian fisik pada leher dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Data yang
didapatkan antara lain adakah pembesaran tiroid, pembesaran vena jugularis, serta
adakah keterbatasan gerak.
m. Dada
Pengkajian fisik pada dada dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Data yang
didapatkan antara lain kesimetrisan, retraksi dada, dan lain-lain.
n. Respirasi
Pengkajian fisik pada sistem respirasi dilakukan dengan cara wawancara, observasi,
inspeksi, dan auskultasi. Data yang didapatkan antara lain suara nafas, keadaan jalan
nafas, adakah rasa nyeri saat bernafas, adakah luka tracheostomy, adakah alat bantu
nafas, dan lain-lain.
o. Jantung
Pengkajian fisik pada jantung dilakukan dengan wawancara, palpasi, auskultasi. Data
yang didapatkan antara lain adakah nyeri dada, irama jantung, dan suara jantung.
p. Integumen
Pengkajian fisik pada integument dilakukan dengan cara observasi, inspeksi, dan
palpasi. Data yang didapatkan antara lain adakah fistula, turgor, adakah memar,
adakah luka, dan lain sebagainya.
q. Abdomen
Pengkajian fisik pada abdomen dilakukan dengan cara wawancara, inspeksi, palpasi
dan auskultasi. Data yang didapatkan antara lain adakah nyeri dada, adakah acites,
adakah luka, dan lain sebagainya.
r. Ekstremitas
Pengkajian fisik pada ekstremitas dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. Data yang
didapatkan antara lain adakah edema, adakah kontraktur, adakah paralisis, dan lain
sebagainya.
s. Genetalia
Pengkajian fisik pada genetalia dilakukan dengan cara wawancara dan inspeksi. Data
yang didapatkan antara lain kebersihan, adakah keputihan dan lain sebagainya.
4. Review Persistem
a. Pola aktivitas
Pengkajian pola aktivitas dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung.
Data pasien yang diperlukan adalah meliputi kemampuan pasien dalam beraktivitas
mandiri, adakah alat bantu gerak, serta kemampuan dalam pemenuhan ADL.
b. Proteksi
Pengkajian sistem proteksi diri pasien meliputi status mental, sistem penglihatan, dan
sistem pendengaran. Data tentang status mental pasien antara lain adakah pasien
mengalami disorientasi, agitasi, letargi, apakah perilaku pasien kooperatif, dan lain
sebagainya. Sedangkan data sistem penglihatan antara lain adakah kebutaan,
penggunaan alat bantu penglihatan dan lain sebagainya. Data sistem pendengaran
antara lain adakah pasien mengalami gangguan pendengaran, adakah nyeri, serta alat
bantu pendengaran.
c. Nutrisi
Pengkajian yang berkaitan dengan nutrisi antara lain meliputi data – data tentang
masalah nutrisi, adakah gangguan dalam pemenuhan nutrisi, adakah penurunan berat
badan, adakah masalah pencernaan, serta riwayat kemoterapi.
d. Eliminasi
Data pengkajian sistem eliminasi pasien meliputi adakah konstipasi, adakah luka
kolostomy, ileostomy, frekuensi BAB dan konsistensi, adakah retensi urin, hematuria,
terpasang kateter urin, serta volume urin.
e. Seksual / Reproduksi
Data pengkajian sistem reproduksi antara lain meliputi adakah masalah prostat,
penggunaan alat kontrasepsi, adakah kelainan reproduksi, serta apakah pasien sedang
hamil.
f. Kenyamanan
Kenyamanan dalam hal ini adalah berkaitan dengan nyeri yang dirasakan pasien. Data
pengkajian nyeri meliputi lokasi nyeri, skala (0 – 10), durasi, factor pencetus, kualitas
nyeri, pola nyeri yang dirasakan, serta apakah perasaan nyeri mempengaruhi aktivitas
pasien.
Data pengkajian sistem sosial dan kebutuhan spiritual meliputi jenis pekerjaan pasien,
kegiatan sosial kemasyarakatan, kebutuhan ibadah, kemampuan beribadah, halangan
beribadah, serta potensial kebutuhan bimbingan ibadah. Data pengkajian sistem
soasial yaitu Pengumpulan informasi sosial pasien tidak dimaksudkan untuk
mengelompokkan pasien namun karena konteks sosial, budaya, keluarga, dan
ekonomi pasien merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap penyakit dan pengobatan. Dalam hal ini anggota keluarga dapat sangat
menolong untuk memahami keinginan dan preferensi pasien dengan memperhatikan
keterangan yang telah diberikan dan Asessmen faktor ekonomis dinilai sebagai
bagian dari asessmen sosial jika pasien membiayai dirinya sendiri dan dinilai secara
terpisah (melibatkan penanggungjawab biaya) bila pasien tidak bertanggungjawab
atau hanya bertanggung jawab terhadap sebagian dari biaya profesional pemberi
asuhan dengan memperhatikan keterangan yang telah diberikan.
i. Gangguan jiwa/Psikologis
a. Riwayat prenatal
Data pengkajian riwayat prenatal meliputi lama kehamilan, serta adakah komplikasi
selama kehamilan.
b. Riwayat persalinan
Data riwayat persalinan meliputi apakah pasien dilahirkan melalui operasi sesar atau
persalinan normal, serta adakah penyulit persalinan.
c. Riwayat post natal
Data riwayat post natal meliputi apakah dilahirkan dengan premature, atau pasca
dirawat di icu.
d. Riwayat imunisasi
Data riwayat imunisasi meliputi apakah pasien diimunisasi lengkap sesuai jadwal,
serta data jenis imunisasi yang belum didapat.
Data riwayat tumbuh kembang meliputi dilahirkan pada umur kehamilan berapa
bulan, pernah dirawat atau tidak, lingkar kepala saat lahir, berat badan saat lahir,
tinggi badan saat lahir, mendapatkan ASI sampai umur berapa tahun, umur mulai
mendapatkan makanan tambahan, adakah kelainan congenital.
DOKUMENTASI
Data yang dituliskan dalam dokumentasi assesmen terintegrasi adalah data yang didapat
saat melakukan assesmen. Apabila ada data yang tidak terkaji maka tidak perlu dituliskan
dalam lembar dokumentasi. Dapat diberi keterangan bahwa data tidak terkaji. Dalam
penulisan dokumentasi harus jelas dan dapat dibaca oleh orang lain. Karena jika tulisan
kurang jelas ada kemungkinan dapat menimbulkan perbedaan penafsiran.
Pada keadaan gawat darurat apabila tidak ada waktu untuk mencatat riwayat kesehatan
dan pemeriksaan fisik yang lengkap dari seorang pasien gawat darurat yang perlu dioperasi,
dibuat catatan pada diagnosis praoperatif sebelum tindakan dilaksanakan.
Pendokumentasian hasil assesmen terintegrasi dilakukan dalam lembar rekam medis pasien.
Disusun sesuai dengan urutan dokumentasi asuhan terintegrasi.
BAB V
1. Pelaksanaan Asessmen terintegrasi pada semua pasien Rumah Sakit Santa Elisabeth
Batam
PENUTUP
Panduan assesmen terintegrasi merupakan acuan bagi profesional pemberi asuhan dalam
melakukan assesmen terintegrasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Panduan ini
bertujuan menyeragamkan profesional pemberi asuhan dalam melakukan assesmen dan
dokumentasi terintegrasi. Tujuan umumnya adalah untuk meningkatkan mutu asuhan
terintegrasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam
Semoga panduan ini bermanfaat bagi profesional pemberi asuhan khususnya dan bagi pasien
serta meningkatkan mutu asuhan terintegrasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam
Ditetapkan di BATAM
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit St Elisabeth
Batam
Nomor 193/DIR-RSE/SK/IV/2016
Tanggal 01 April 2016
BAB I
DEFINISI
A. LATAR BELAKANG
Ilmu kedokteran dikenal dengan art and science dalam mendiagnosis pasien. Tidak bisa
dipungkiri dengan banyaknya dokter yang berasal dari berbagai fakultas kedokteran
menyebabkan munculnya variasi teknik dalam melakukan pemeriksaan dan penentuan
terapinya. Oleh karena itu perlu panduan untuk melakukan assesmen pasien sehingga
didapatkan keseragaman dalam melakukan pemeriksaan pasien.
B. TUJUAN
Sebagai acuan dalam melakukan assesmen terhadap pasien.
C. SASARAN
Semua pasien di rumah sakit Santa Elisabeth Batam
D. DEFENISI
1. Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya memeriksa dan mengobati
penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.
2. Asesmen adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
penatalaksanaan terhadap pasien. Untuk itu diperlukan data sebagai informasi yang
dapat diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan melalui prosedur dan alat
penilaian yang sesuai dengan indikator yang akan dinilai.
3. Anamnesis adalah proses penggalian informasi antara dokter dengan pasien dan atau
keluarga dimulai dari identifikasi pasien, keluhan utama,riwayat penyakit
sekarang,riwayat penyakit dahulu,riwayat penyakit keluarga dan sebagainya guna
menegakkan diagnosis.
4. Keluhan utama adalah keluhan pasien sehingga pasien datang ke rumah sakit atau
pelayanan kesehatan lainnya.
5. Riwayat penyakit sekarang adalah kumpulan gejala yang sedang dialami pasien yang
dapat melengkapi dan menjelaskan keluhan utama.
6. Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah diderita oleh pasien.
7. Riwayat penyakit keluarga adalah jenis penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang lain.
8. Pemeriksaan fisik adalah prosespemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk memperoleh data yang sistematis
dan komprehensif,memastikan/membuktikan hasil anamnesis sehingga diperoleh
penilaian klinis.
Metoda pemeriksaan fisik meliputi :
a. Inspeksi yaitupemeriksaan pasien dengan menggunakan indera
penglihatan,pendengaran dan penciumanuntuk mendeteksi karateristik normal
atau tanda fisik yang signifikan.
b. Palpasi yaitu pemeriksaan dengan indra peraba/ tangan terhadap tanda fisik
termasuk posisi,ukuran,kekenyalan,kekasaran,tekstur dan mobilitas.
c. Perkusi yaitu pengetukan permukaan tubuh dengan ujung-ujung jari guna
mengevaluasi ukurandensitas,batasan dan konsistensi organ tubuh dan
menemukan adanya cairan di dalam organ tubuh.
d. Auskultasi yaitu tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-
macam organ dan jaringan tubuh.
9. Keadaan umum pasien adalah kesan pertama secara umum saat pertama kali melihat
pasien yang meliputi keadaan pasien sakit termasuk fasial dan posisi pasien,kesadaran
dan status gizi.
10. Kesadaran pasien adalah kondisi kemampuan /reaksi pasien terhadap respon yang
diberikan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
11. Pemeriksaan tanda vital adalah suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem
tubuh yang meliputi :
a. Pengukuran suhu tubuh yang mencerminkan keseimbangan antara panas dan
kehilangan panas dan diukur dalam satuan panas yaitu derajat.
b. Pengukuran nadi adalah menghitung jumlah denyut gelombang darah yang berasal
dari kontraksi ventrikel kiri jantung dalam satu menit.
c. Pengukuran respirasi adalah jumlah frekuensi pernapasan yang terdiri dari proses
inpirasi dan ekspirasi yang diukur dalam satu menit.
d. Pengukuran tensi adalah mengukur tekanan darah yang berasal dari pengukuran
sistole dan diastole.
e. Pengukuran berat badan adalah mengukur berat badan pasien dengan timbangan
dengan menggunakan satuan kg untuk pasien anak dan dewasa dan satuan gram
untuk neonatal.
12. Diagnosis kerja adalah diagnosis yang paling mungkin sesuai dengan hasil
pemeriksaan.
13. Diagnosis banding adalah diagnosis dari beberapa penyakit yang mempunyai tanda
dan gejala yang hampir sama.
14. Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan seseorang yang sedang sakit.
15. Pemeriksaan tambahan adalah pemeriksaan medis yang diperlukan untuk melengkapi
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis.
16. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter,dokter gigi atau dokter hewan
yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada
apoteker untuk membuat dan menyerahkan obat kepada pasien.
17. Diit adalah pengaturan pola makan baik ukuran,porsi dan kandungan gizinya.
18. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan medis kepada pasien untuk tujuan
pengamatan,diagnosis,pengobatan,rehabilitasi dan pelayanan lain tanpa
mengharuskan pasien itu rawat inap.
19. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan medis kepada pasien untuk tujuan
pengamatan,diagnosis,pengobatan,rehabilitasi dan pelayanan lain yang mengharuskan
pasien untuk menginap dalam jangka waktu tertentu.
20. Konsultasi adalah melaporkan dan atau meminta pertimbangan tentang layanan
kesehatan yang bertujuan mencari penyebab timbulnya penyakit dan menentukan cara
pengobatannya.
21. Dokter penanggungjawab pelayanan(DPJP) adalah dokter yang memberikan
pelayanan kepada pasien secara paripurna.
22. Rawat bersama adalah tindakan perawatan pasien yang terdiri lebih dari satu DPJP
sesuai dengan kondisi penyakit pasien.
23. Alih rawat adalah tindakan pengalihan DPJP karena penyakit pasien tidak sesuai
dengan kompetensi DPJP.
24. Merujuk adalah tindakan mengirim pasien ke fasilitas rumah sakit yang lebih lengkap
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan lebih lanjut.
25. Discharge planing adalah proses keluarnya pasien dari rumah sakit baik atas perintah
dokter maupun atas permintaan pasien atau keluarga pasien.
26. Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas
pasien, hasil pemeriksaan,pengobatan yang telah diberikan,serta tindakan dan
pelayanan lain yang sudah diberikan oleh dokter.
27. Inform consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarga
terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter.
E. SUMBERDAYA MANUSIA
Kredensialing dan pemberian kewenangan
Hanya mereka yang diizinkan dengan lisensi,sesuai undang – undang dan peraturan yang
berlaku atau sertifikasi yang dapat melakukan asesmen yaitu petugas yang kompeten
yang melakukan asesmen pasien dan asesmen ulang ditetapkan rumah sakit serta
tanggungjawabnya ditetapkan secara tertulis.
1. Staf medis
a. Unit Gawat Darurat
Asesmen gawat darurat dilaksanakan oleh petugas yang kompeten dalam arti dokter
umum lulusan S1 Kedokteran yang memiliki STR dan sertifikat kegawat daruratan
Mempunyai uraian tugas sebagai berikut :
BAB II
RUANG LINGKUP
Proses asesmen pasien berlangsung secara terus menerus dan digunakan pada sebagian besar
unit kerja rawat jalan dan rawat inap. Asesmen pasien terdiri dari 3 proses utama :
BAB III
TATA LAKSANA
Asesmen pasien harus dilakukan dengan efektif dan terus menerus baik di rawat jalan
maupun di rawat inap untuk menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang harus
segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau
pelayanan terencana, termasuk ketika kondisi pasien berubah. Asesmen pasien minimal
memperhatikan kondisi pasien, umur, kebutuhan kesehatan dan permintaan kebutuhan
kesehatannya.Untuk mendapatkan data asesmen pasien yang benar maka dilakukan asesmen
informasi minimal.Informasi minimal tersebut berbeda kedalamannya dalam mengkaji
antara rawat inap dan rawat jalan.Setiap informasi yang teridentifikasi dan diberikan kepada
pasien didokumentasikan dalam rekam medis.Asesmen pasien rawat jalan minimal meliputi
kondisi pasien, umur, kebutuhan kesehatan, dan permintaan. Asesmen pasien poli spesialis
dilakukan oleh dokter spesialis, asesmen pasien UGD dan poli umum dilakukan oleh dokter
umum, asesmen pasien poli gigi dilakukan oleh dokter gigi.Asesmen pasien rawat jalan
minimal data umum,keadaan fisik, dan riwayat penyakit (sekarang,dahulu dan
keluarga).Asesmen pasien rawat inap minimal keadaan fisik, psikologis, sosial, riwayat
kesehatan pasien, riwayat penyakit keluarga dan hasil pemeriksaan penunjang sebelumnya.
Asesmen Awal
Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
dini/cepat sesuai kondisi pasien.kerangka waktu yang benar untuk melaksanakan asesmen
harus ditetapkan untuk semua jenis pelayanan yaitu 24 jam dan asesmen diselesaikan dalam
kerangka waktu yang telah ditetapkan rumah sakit. untuk asesmen kurang dari 30 hari,setiap
perubahan kondisi pasien yang signifikan asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada
saat rawat inap.temuan dari semua asesmen diluar rumah sakit dan harus dinilai ulang dan
diverifikasi pada saat pasien masuk rawat inap untuk memperbaharui atau mengulang bagian
– bagian dari asesmen medis yang sudah lebih dari 30 hari.
Asesmen Ulang
Asesmen ulang oleh para praktisi pelayanan kesehatan adalah kunci untuk memahami apakah
keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif.pasien dilakukan asesmen ulang untuk
menentukan respon mereka terhadap pengobatan,pasien dilakukan asesmen ulang untuk
perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan pasien dan pasien dilakuakn asesmen
ulang dalam interval sesuai dengan kondisi pasien dan bilamana terjadi perubahan yang
signifikan pada kondisi mereka,rencana asuhan ,kebutuhan individual atau sesuai kebijakan
rumah sakit.
Dokter DPJP melakukan asesmen ulang sekurang – kurangnya setiap hari,termasuk akhir
minggu ,selama fase akut dari perawatan dan pengobatanya.untuk pasien non akut sesuai
keadaan dan tipe pasien atau populasi pasien,dimana asesmen oleh dokter bisa kurang dari
sekali sehari dan menetapkan interval minimum untuk jadwal asesemen ulang bagi kasus
seperti ini sesuai kebijakan rumah sakit.asesemn ulang didokumentasikan dalam rekam medis
pasien.
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara
seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui
tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.
1. Tujuan Anamnesis
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan
yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat
maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan
tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis.
Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan
hanya dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk
membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang
pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak
nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan
hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk
membangun hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan
dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.
2. Jenis Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau
Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab
semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis
terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang
sesungguhnya dia rasakan. Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis
dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk
menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk
menceritakan permasalahannya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain ini disebut
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis
dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis.
Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan cukup nyaman
bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan suasana mendukung.
Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa
diinterogasi.
b.Penampilan dokter
Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan meningkatkan
kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi dan bersih akan lebih baik
dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga seorang dokter yang tampak
ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak,
ketus dan tegang.
Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu atau data
pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup kemungkinan
kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga kesalahan kartu data,
misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B, atau mungkin saja ada 2 pasien
dengan nama yang sama persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan,
diagnosis dan terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali
berguna untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.
Pada saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien dapat
dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita dengan
bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus memotong, tetapi arahkan
bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila diperlukan ajukan pertanyaan-
pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih detail dari keluhannya.
Jaga agar jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur kemana mana.
g.Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti
Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang dapat
dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada padanannya dalam bahasa
Indonesia atau sulit dimengerti, berika penjelasan atau deskripsi dari istilah tersebut.
f.Buat catatan
Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang dokter
melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang
panjang.
h.Perhatikan pasiennya
Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak gerik
pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis, apakah dalam
posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau menahan sakit, apakah
tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-
putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa
cemas atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula
perilakunya yang demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung
masalah dan situasinya kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat)
untuk mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter (heteroanamnesis), tetapi
kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun kecuali pasien dan dokternya. Bila
pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat dilanjutkan pada hari-hari
berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih terbuka.
Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke dokter dengan begitu banyak
keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter untuk memilah-
milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang hanya keluh
kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana yang merupakan
keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan mengada-ada.
Apabila benar-benar pasien mempunyai banyak keluhan harus dipertimbangkan
apakah semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau kebetulan pada saat
tersebut ada beberapa penyakit yang sekaligus dideritanya.
Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang
mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai.
Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis. Seorang
dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar
anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan perawat atau petugas kesehatan
lainnya untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis.
Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena
intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau penjelasan
dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu melakukan anamnesis atau
memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana agar dapat dimengerti
pasiennya.
c. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa/psikologis
Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan dengan
penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat kacau,
setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru di dalam jawaban-
jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk menegakkan
diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam
melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
d. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan
Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam keadaan
marah dan cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan semua
dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan keluarga atau orang lain atas
masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada pasien-pasien
yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang dideritanya.
Sebagai seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan sejawat
dokter lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang dokter juga tidak boleh
terpancing dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi dan
menjadi takut untuk melakukan anamnesis dan membuat diagnosis yang benar.
6. Sistematika Anamnesis
Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang baku
sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang dokter
tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini
juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya.
a. Nama pasien
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias
b. Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
c. Umur
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk
menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk
memperkirakankemungkinanpenyakit yang diderita, beberapa penyakit khas untuk umur
tertentu.
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Perkawinan
g. Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan)
seorang pasien menurut agamanya.
h.Suku bangsa
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat sehingga
mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis. Tidak jarang pasien
datang dengan beberapa keluhan sekaligus, sehingga seorang dokter harus jeli dan
cermat untuk menentukan keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya. Pada tahap
ini sebaiknya seorang dokter sudah mulai memikirkan beberapa kemungkinan diagnosis
banding yang berhubungan dengan keluhan utama tersebut. Pemikiran ini akan
membantu dalam mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya.
Pertanyaan diarahkan untuk makin menguatkan diagnosis yang dipikirkan atau
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis banding.
6. Riwayat Kebiasaan/Sosial
Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan dapat menjadi penyebab
penyakit yang kini diderita pasien tersebut. Biasakan untuk selalu menanyakan apakah
pasien mempunyai kebiasaan merokok atau minum alkohol. Tanyakan sudah berapa
lama dan berapa banyak pasien melakukan kebiasaan tersebut. Pada masa kini bila
berhadapan dengan pasien usia remaja atau dewasa muda harus juga ditanyakan ada atau
tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba, ekstasi dan lain-lain.
7. Anamnesis Sistem
Anamnesis sistem adalah semacam review dimana seorang dokter secara singkat dan
sistematis menanyakan keluhan-keluhan lain yang mungkin ada dan belum disebutkan
oleh pasien. Keluhan ini mungkin saja tidak berhubugan dengan penyakit yang sekarang
diderita tapi mungkin juga merupakan informasi berharga yang terlewatkan. Bila
diperlukan dapat juga ditanyakan tentang riwayat kehamilan ibu,riwayat
kelahiran,riwayat makanan,riwayat pekerjaan dan riwayat imunisasi.
8. Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari anamnesis
yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa
diagnosis tunggal atau diagnosis banding dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang
dibuat haruslah logis dan sesuai dengan keluhan utama pasien. Bila menjumpai kasus
yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah
dengan membuat daftar masalah atau keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat
digunakan untuk memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang akan
dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat dibuat suatu diagnosis kerja yang lebih
terarah.
Setelah dilakukan anamnesis lengkap maka dokter akan melanjutkan proses asesmen
pasien dengan melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi:
a. Keadaan umum pasienuntuk menilai kesan umum pasien yang meliputi keadaan sakit
termasuk fasial dan posisi pasien,kesadaran dan status gizi yang dapat dilihat melalui
postur tubuh .
b. Memeriksa tanda vital meliputi :
1) Suhu tubuh
Pengukuran suhu tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan
hilangnya panas tubuh ke lingkungan.
Ada dua macam suhu tubuh :
- Suhu Inti : adalah suhu Jaringan dalam tubuh (rongga abdomen dan rongga
pelvik), suhu ini relatif konstan.
- Suhu permukaan : adalah suhu permukaan tubuh (kulit, subkutan, dan lemak),
suhu ini naik dan turun merespon terhadap lingkungan.
Suhu tubuh diperiksa dengan termometer badan, dan dapat berupa termometer air
raksa atau termometer elektrik. pemeriksaan dapat dilakukan pada mulut, aksila atau
rektum. pengukuran suhu melalui mulut biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih
tepat dibandingkan melalui rektum, tetapi termometer air raksa dengan kaca tidak
layak dipakai untuk mulut pada penderita yang tidak sadar, gelisah, atau tidak dapat
menutup mulutnya.
Pemeriksaan secara rektum biasanya memberikan hasil pemeriksaan yang lebih
tinggi sebesar 0,4-0,5 derajat dibandingkan lewat mulut. Suhu tubuh normal : 36,6
derajat celcius - 37,2 derajat celcius. Pada cuaca yang panas dapat meningkatkan
hingga 0,5 derajat celcius suhu normal. Suhu aksila 0,5 derajat celcius lebih rendah
dari suhu mulut.
Jenis Suhu
Hiperpireksia (>41,6 derajat celcius)
Hiportermia (<35 derajat celcius)
Nilai normal
12 tahun 37 98,6
Dewasa 36 96,8
a. Denyut Nadi
Nadi adalah sensasi denyutan seperti gelombang yang dapat dirasakan/dipalpasi di arteri
perifer, terjadi karena gerakan atau aliran darah ketika kontraksi jantung.Jantung bekerja
memompa darah ke sirkulasi tubuh (oleh ventrikel kiri) dan paru (oleh ventrikel kanan).
Melalui ventrikel kiri, disemburkan darah ke aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di
seluruh tubuh, sebagai akibatnya, timbul suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat
pada arteri dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi. Jadi, dengan menghitung denyut
nadi dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam satu menit.Lokasi pemeriksaan
denyut nadi dapat di lakukan di a.femoralis, a.poplitea, a.tibialis posterior, a.dorsalis
pedis, a.radialis, dan lain-lain. Prinsipnya, pulsasi arteri dapat diraba jika arteri tersebut
memiliki dasar yang keras. Dalam praktek sehari-hari, pemeriksaan pulsasi a.radialis
paling sering di lakukan
a. Tegangan Nadi
b. Isi Nadi
Isi Nadi tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan keadaan pembuluh
darah.
c. Gelombang Nadi
d. Frekuensi
e. Irama
b. Tekanan Darah
Tekanan darah pada arteri bervariasi sesuai dengan siklus jantung, yaitu memuncak
pada waktu sistole dan sedikit menurun pada waktu diastole. Pada saat ventrikel
berkontraksi, darah akan dipompa ke seluruh tubuh, hal ini disebut tekanan darah
sistole, dan pada saat ventrikel rileks darah dari atrium masuk ke ventrikel, tekanan
aliran darah pada waktu ventrikel sedang rileks tersebut disebut tekanan darah
diastole. Tingginya tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
aktivitas fisik, keadaan emosi, rasa sakit, suhu sekitar, pengunaan kopi, tembakau,
dll.
c. Pernapasan
Bernapas adalah suatu tindakan yang tidak disadari, diatur oleh batang otak dan
dilakukan dengan bantuan otot-otot pernapasan. pada waktu inspirasi, diafragma dan
otot-otot interkostalis berkontraksi memperluas rongga toraks dan memekarkan paru-
paru. Dinding dada akan bergerak ke atas, ke depan, dan ke lateral, sedangkan
diafragma bergerak ke bawah. setelah inspirasi berhenti, paru-paru akan mengkerut,
diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada akan kembali ke posisi semula.
Cara pemeriksaan
1. tempatkan satu telapak tangan pasien diatas dada
2. Rasakan gerakan napas dengan memegang tangan pasien atau dengan melihat gerakan
dada/ tangan yang naik turun. Gerakan naik (inhalasi) dan turun (ekhalasi) dihitung 1
frekuensi napas
3. Hitung frekuensi napas selama satu menit
4. informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status
b. Frekuensi
1. Normal : 16-24 kali/menit (tetapi ada juga referensi yang menyatakan 12-20
kali/menit).
2. Polipnea (takipnu) : Pernapasan cepat.
3. Oligopnea (bradipnu) : Pernapasan yang lebih lambat.
c. Kedalaman Pernapasan
1. Pernapasan normal
2. Pernapasan dangkal
INSPEKSI
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi
pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai
pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun
kesan pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai atau tidak
menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya menjauhi
mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi.
PALPASI
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua
pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui
inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga
tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran,
bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan
apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat
teraba.
Palpasi juga efektif untuk menilai keadaan cairan pada ruang tubuh. Pemeriksa yang ahli
akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi.
Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk
palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan,
sehingga akan meningkatkan kemampuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh.
Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian punggung
(dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling
efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau memegang. Struktur individu
dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetahui
posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat digunakan untuk
mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul secara abnormal.
PERKUSI
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan
dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di
bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan
sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya
tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Terdapat lima macam perkusi seperti
yang tercantum di bawah ini :
1. Pekak : mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak
lama kualitas seperti petir (hati)
2. Redup : mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas datar
(otot).
3. Sonor : mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema
(paru normal).
4. Timpani : mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas
seperti drum (lambung).
5. hipersonor : mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan
(empisema paru)
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru) akan
menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat
(misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan
pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi
akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter
untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan
digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari
gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai
selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini.
Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari
tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang
lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang Kini, jari pasif
(plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya
agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter,
mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangealproksimal.
Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara.
Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan. Perkusi
langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian
mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks
posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan,
plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan
dari tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk
menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
AUSKULTASI
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viseraabdomen. Umumnya, auskultasi adalah
teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar
saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh toraks dan
visera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular.
Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas
(timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah
(suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara.
Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan
bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan
demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang
mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang
penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus
diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.
3. Pemeriksaan Rambut
a. Inspeksi dan Palpasi :
Penyebaran: bau, rontok ,warna.
Distribusi: merata atau tidak, adakah alopesia, daerah penyebaran
Quality: Hirsutisme ( pertumbuhan rambut melebihi normal ) pada sindrom chasing,
polycistik ovari’i, dan akromrgali, penurunan jumlah dan pertumbuhan rambut
seperti pada penderita hipotiroitisme ( alopesia ). Warna, putih sebelum waktunya
terjadi pada penderita anemia pernisiosa, merah dan mudah rontok pada malnutrisi.
4. Pemeriksaan Kuku
a.Inspeksi dan palpasi
Warna ,bentuk, kebersihan
Bagian –bagian kuku :
1) Matrik/ akar kuku : tempat lempeng kuku tumbuh
2) Lempeng kuku
3) Dasar kuku : berdekatan dengan lempeng kuku
4) Jaringan peringeal : terdiri dari ephonicium, perionicium
3. Pemeriksaan Telinga
a. Inspeksi dan palpasi
Amati bagian teliga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri tekan, adakah
peradangan, penumpukan serumen.
Dengan otoskop periksa amati, warna, bentuk, transparansi, perdarahan, dan perforasi.
Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi ( adakah pembengkokan
atau tidak )
6. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien, Warna dan kondisi wajah klien, struktur
wajah klien, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.
7. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf / kurus ditemukan pada orang dengan
gizi jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada klen obesitas, adakah
peradangan ,jaringan parut, perubahan warna, dan massa
b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada
saat klien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada aorang kurus
c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak. Tekanan vena diukur dari titik nol di
atrium kanan. Karena sulit mendapatkan titik ini pada pemeriksaan fisik maka
digantikan dengan tanda yang stabil yaitu angulus sternalis. Baik dalam posisi
tegak atau berbaring, angulus sternalis kira-kira terletak 5 cm diatas atrium kanan.
Tekanan diukur dengan cara lakukan pembendungan pada supraclavikula
kemudian tekan pada ujung proximal vena jugularis sambil melepaskan
bendungan pada supraclavikula, ukurlah jarak vertical permukaan atas kolom
darah terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di bawah
bidang horisontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah : JVP = 5 – a Cm,
( bila di bawah bidang horizontal ) JVP = 5 – a CmHg ( bila di atas bidang
horizontal), normalnya JVP = 5 – 2 CmHg
Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan memasukan
cateter pada vena ,tekanan normal CVP = 5 – 15 CmHg
Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid
dan posisi trakea
b. Palpasi
Adakah sekret dari putting, adakah nyri tekan, dan kekenyalan.
1. Garis midsternalis : garis yang ditarik dari garis tengah sternal ke bawah
2. Garis midclavikula : garis yang ditarik dari pertegahan clavikula ke bawah
3. Garis mid aksilaris : Garis yang ditarik dari pertengahan axilla ke bawah
4. Garis mid spinalis : garris yang ditarik dari pertengahan spinal ke bawah
5. Garis mid skapula : Garis yang ditarik dari pertengahan scapula ke bawah
a. Inspeksi
Bentuk torak, kesimetrisan, keadaan kulit.
b. Palpasi
Pemeriksaan taktil / vokal fremitus ;membandingkan getaran dinding torak antara
kanan dan kiri, dengan cara menempelkan kedua telapak tangan pemeriksa pada
punggung klien danklien diminta mengucapkan kata tujuh puluh tujuh, telapak
tangan digeser ke bawah dan bandingkan getarannya, normalnya getaran antara
kanan dan kiri teraba sama.
c. Perkusi
Menempelkan jari tengah pemeriksa pada interkostal klien dan mengetuk dengan
jari tangan yang satunya, normalnya suara dinding torak saat diperkusi adalah
sonor. Hipersonor menandakan adanya pemadatan jaringan paru atau prnimbunan
cairan dalam dinding torak ( pnemotorak )
d. Auskultasi
1. Suara nafas
Vesikuler : terdengar di seluruh lapang paru dengan intensitas suara rendah
,lembut dan bersih.
Bronkial : di atas manubrium sterni, suara tinggi, keras dan bersih
Bronkovesikuler : Interkostal 1 dan 2, dan antara skapula, intensitas sedang dan
bersih
Trakeal : di atas trakea pada leher, intensitas sangat tinggi ,keras dan bersih
2. Suara Ucapan
Anjurkan klien mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang, dengan
stetoskop dengarkan pada area torak, normalnya intensitas suara kanan dan kiri
sama.
3. Suara tambahan
Rales : Suara yang terdengar akibat exudat lengket saat inspirasi
Pleural tricion rab : terdengar kasar seperti gosokan amplas akibat peradangan
pleura terdengar sepanjang pernafasan lebih jelas pada antero lateral
bawah dinding torak
E. PEMERIKSAAN JANTUNG
a. Inspeksi
Amati ictus cordis : denyutan dinding torak akibat pukulan ventrikel kiri pada dinding
torak, normalnya pada ICS V Mid clavikula kiriselebar 1 Cm, sulit ditemukan pada
klien yang gemuk.
b. Palpasi
Adanya pulsasi pada dinding torak, normalnya pulsasi tidak ada :
c. Perkusi
Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar,
batas-batas jantung normal adalah :
d. Auskultasi
Dengarkan BJ I pada ICS IV linea sternalis kiri BJ I Tricuspidalis,
dan pada ICS V Mid Clavicula / Apeks BJ I bicuspidalis terdengar LUB lebih keras
akibat penutupan katub mitral da tricuspidalis.
Dengarkan BJ II pada ICS II linea sternalis kanan BJ II Aorta, dan ICS II atai III linea
sternalis kiri BJ II aorta , terdengar DUB akibat penutupankatup aorta dan pulmonal.
Dengarkan BJ III ( kalau ada ) terdengar di daerah mitral, pada awal diastolic terdengar
LUB-DUB-EE, BJ III terdengar normal pada anak-anak,dewasa muda dan orang
hamil. Bila ada BJ III pada orang dewasa yang disertai dengan oedema/dipsneu berarti
abnormal. BJ III pada klien decompensasi cordis disebut Gallop Rhythm, yang terjadi
akibat getaran karena derasnya pengisian ventrikel kiri dari atrium kiri dari ruang
sempit ke ruang yang lebih lebar.
Dengarkan adanya suara murmur, suara tambahan pada fase sistolik, diastolic akibat
dari getaran jantung atau pembuluh darah karena arus turbulensi darah.
2 : Terdengar lemah
3 : Agak keras
4 : Keras
5 : Sangat keras
a. Inspeksi
Bentuk abdomen : Membusung, atau datar
Amati adanya bayangan pembuluh darah vena, kalau terlihat pada bagian atas
abdomen dan mengalir ke bagian yang lebih atas berarti ada obstruksi vena porta
hepatica, kalau tampak pada bagian bawah abdomen menuju ke atas berarti ada
obstruksi pada vena cava inferior, normalnya bila terlihat pembuluh darah pada
abdomen berasal dari bagian tengah menuju ke atas atau ke bawah, dan tidak terlihat
terlalu menonjol.
a. Gambaran normal
b. Gambaran Hipertensi portal
c. Gambaran obstruksi vena cava inferior
b. Auskultasi
Untuk mengetahui peristaltik usus atau bising usus. Catat frekuensinya dalam satu
menit, normalnya 5 – 35 kali per menit, bunyi peristaltik yang panjang dan keras
disebut Borborygmi biasanya terjadi pada klien gastroenteritis, dan bila sangat lambat
(meteorismus) pada klien ileus paralitik.
c. Palpasi
Menanyakan pada klien bagian mana yang mengalami nyeri.
Palpasi Hepar :
Atur posisi pasien telentang dan kaki ditekuk. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan
klien, dan meletakan tangan di bawah arcus costai 12, pada saat isnpirasi lakukan
palpasi dan diskripsikan ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak pembesaran (jika
ada berapa jari dari arkus kosta), perabaan keras atau lunak, permukaan halus atau
berbenjol-benjol, tepi hepar tumpul atau tajam. Normalnya hepar tidak teraba.
Palpasi Lien :
Posisi pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner dari midklavikula kiri
ke arkus kosta melalui umbilikus dan berakhir pada spina iliaka anterior superior
(SIAS), kemudian garis dari arkus kosta ke SIAS di bagi delapan. Dengan Bimanual
lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri tekan terletak pada garis Scuffner ke berapa ?
( menunjukan pembesaran lien )
Palpasi Appendik :
Posisi pasien tetap telentang, Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc.
Burney yaitu dengan cara menarik garis bayangan dari umbilicus ke SIAS dan bagi
menjadi 3 bagian. Tekan pada sepertiga luar titik Mc Burney : Bila ada nyeri tekan
,nyeri lepas dan nyeri menjalar kontralateral berarti ada peradangan pada appendik.
Perkusi dari bagian lateral ke medial, perubahan suara dari timpani ke dullnes
merupakan batas cairan acites
Shifting Dullnes, dengan perubahan posisi miring kanan / miring ke kiri, adanya
cairan asites akan mengalir sesuai dengan gravitasi, dengan hasil perkusi sisi lateral
lebih pekak/ dullness
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah timpani.
Palpasi Ginjal :
Dengan bimanual tangan kiri mengangkat ginjal ke anterior pada area lumbal
posterior, tangan kanan diletakan pada bawah arcus costae, kemudian lakukan palpasi
dan diskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk dan ukuran.
G. PEMERIKSAAN GENITALIA
1. Genitalia Pria
a. Inspeksi :
Amati penyebaran dan kebersihan rambut pubis
b. Palpasi
Penis : adakah nyeri tekan, benjolan, cairan yang keluar
Skrotum dan testis : Adakah beniolan, nyeri tekan, ukuran penis, testis normalnya
teraba elastis, licin dan tidak ada benjolan.
1) Hidrokel : akumulasi cairan serosa diantara selaput viseral dan parietal pada
tunika vaginalis.
2) Skrotal Hernia : Hernia dalam skrotum
3) Spermatokel : kista epididimis terbentuk karena, adanya obstruksi pada
tubulus/ saluran sperma.
4) Epididimal Mass / Nodulariti : Disebabkan adanya neoplasma benign atau
maligna, sifilis ,atau tuberkulosis.
5) Epididimitis : Inflamasi atau infeksi oleh E. coli, Gonorrhoe, atau
Mycobacterium tuberculosis.
6) Torsi pada saluran sperma : Axil rotasi atau vuvulus pada saluran sperma
diakibatkan infark pada testis.
7) Tumor testiskular : tumor pada testis penyebabnya multipel sifatnya biasanya
tidak nyeri.
Amati daerah inguinal dan femoral, adakah pembengkakan. Sebelum palpasi, Anjurkan klien
berdiri dengan sebelah kaki, dengan sisi yang akan diperiksa agak ditekuk.Masukan jari
telunjuk ke dalam kulit scrotum dan dorong ke atas cincin inguina eksternal. Bila cincin
membesar suruh klien mengejan atau batuk, dengan cara ini hernia inguinalis akan teraba.
Pelayanan medis di rumah sakit meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap, hal tersebut
dapat diterangkan sebagai berikut :
Pelayanan pasien rawat jalan dapat dilayani di poliklinik dan UGD. Proses asesmen
pasien rawat jalan dimulai dengan proses identifikasi pasien oleh petugas yaitu
mencocokkan buku rekam medis dengan pasien yang akan dilayani. Proses selanjutnya
adalah dokter melakukan anamnesis mulai dari keluhan utama hingga didapatkan
kesimpulan anamnesis. Saat memulai pemeriksaan pasien,dokter harus mencantumkan
tanggal dan jam pelayanan diberikan.Proses berikutnya adalah pemeriksaan tanda vital
oleh petugas. Proses ini dapat dilakukan bersamaan dengan anamnesis oleh dokter. Hasil
pemeriksaan pengukuran tanda vital dilaporkan kepada dokter dan dicatat dalam rekam
medis pasien dengan lengkap dan benar. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik oleh
dokter secara urut mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki sesuai penjelasan diatas.
Semua hasil pemeriksaan fisik baik yang normal maupun yang patologis dicatat dengan
lengkap sesuai dengan lembar pasien status rawat jalan.
Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis dilakukan apabila dokter belum dapat
menegakkan diagnosis kerja. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Dokter harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan
penunjang tersebut dan meminta persetujuan pasien atau pendamping pasien. Persetujuan
/informed consentuntuk pemeriksaan penunjang dapat disampaikan secara lisan
sedangkan untuk penolakan pemeriksaan penunjang harus tertulis. Apabila pemeriksaan
penunjang telah dilakukan dan sudah ada hasil maka dokter wajib menjelaskan hasil
pemeriksaan tersebut kepada pasien dan atau pendamping pasien dengan jelas. Semua
hasil pemeriksaan penunjang didokumentasikan dengan rapi dalam rekam pasien.
Dari hasil anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila ada maka
dokter dapat menentukan diagnosis kerja yang dapat disertai diagnosis banding atau
diagnosis akhir sehingga dapat ditentukan rencana asuhan medis pasien yang dapat
berupa pelayanan rawat jalan dengan medikamentosa,dirujuk atau rawat inap. Semua
asuhan medis pasien didokumentasikan dengan lengkap dengan diberi tanda tangan,nama
terang serta jam selesai pelayanan terhadap pasien tersebut.
Proses asesmen pasien rawat inap dimulai semenjak pasien mendapat pelayanan di poli atau
UGD dimana pasien harus mendapatkan pelayanan kesehatan lebih lanjut. Sebagai dasar
asesmen di rawat inap adalah pengantar rawat inap yang telah diisi oleh dokter yang
menangani di poli atau UGD. Dokter ruangan akan melakukan reasesmen terhadap pasien
tersebut dan melaporkan kepada DPJP yang sudah ditentukan dari awal. Penentuan DPJP
dapat berdasarkan pada permintaan pasien,jadwal konsulen dan rujukan sesuai nama(by
name).temuan dari semua asesmen diluar rumah sakit harus dinilai ulang dan diverifikasi 24
pertama sejak rawat inap atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien.pasien dilakukan
asesmen ulang untuk menentukan respon mereka terhadap pengobatan dan pasien dilakukan
untuk perencanaan pengobatan lanjutan atau pemulangan pasien.
Pasien dilakukan asesmen ulang dalam interval sesuai dengan kondisi pasien dan
bilamana terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi mereka,rencana asuhan dan
kebutuhan individual.
Untuk penulisan asesmen dengan menggunakan metoda S O A P dengan penjelasan:
S (subjektif) yaitu berisi data yang didapatkan dari anamnesis pasien yang berisi
keluhan dan riwayat penyakit.
O (obyektif) yaitu berisi data hasil pemeriksaan fisik termasuk tanda vital dan hasil
pemeriksaan penunjang.
A (asesmen) yaitu kesimpulan dari data subyektif dan obyektif berupa diagnosis kerja
yang dapat dilengkapi dengan diagnosis banding. Asessmen juga dapat berupa diagnosis
akhir.
P (planning) yaitu asuhan medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap
pasien,dapat berupa terapi medikamentosa dan penentuan diit, pemeriksaan penunjang
atau tindakan medis. Planning ini dapat merupakan hasil konsultasi antara dokter bangsal
kepada DPJP.
Semua hasil pemeriksaan dan hasil konsultasi wajib dituliskan dengan rinci, jelas dan
tepat di catatan perkembangan pasien dalam rekam medis dan dilenglapi dengan
tandatangan dan nama terang. Untuk proses konsultasi antara dokter ruangan dan DPJP
mengacu pada Panduan Komunikasi Efektif.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Semua hasil asesmen medis didokumentasikan dalam lembar rekam medis yang
sesuai
2. Monitoring pelaksanaan asesmen medis dari sisi kuantitatif dengan menilai
kelengkapan penulisan catatan medis (KLPCM) yang dilakukan oleh bagian rekam
medis yang sudah diatur dalam BPPRM. Bagian rekam medis akan melakukan review
rekam medis secara periodik yang akan dihadiri oleh dokter,perawat,bidan dan
petugas rekam medis untuk membahas ketidaklengkapan penulisan catatan medis.
3. Sedangkan monitoring asesmen medis dari sisi kualitas dengan dilakukannya audit
medis secara berkala minimal 3 kali dalam setahun untuk menilai pelaksanaan
Standar Pelayanan Medis.
4. Untuk monitoring harga obat di poliklinik umum dilakukan oleh bagian farmasi
dengan mengambil sampel resep dalam jumlah tertentu dan dianalisa. Hasil analisa
akan dilaporkan kepada direktur.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
Menimbang :
3. bahwa Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi karena
mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
bayi;
4. bahwa untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal
ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan dapat
dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun;
5. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu ditetapkan pemberian ASI
eksklusif dengan Keputusan Direktur.
Mengingat :
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 Tentang Pemberian
Air Susu Eksklusif;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 450/MENKES/SK/IV/ tahun 2004
tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERIAN AIR
SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF PADA BAYI DI RUMAH
SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Kedua : Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pada Bayi di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Batam sejak bayi lahir sampai dengan
berusia 6 (enam) bulan dan di anjurkan dilanjutkan sampai
anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan
tambahan yang sesuai.
Ketiga : Surat Keputusan ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa pemulangan merupakan proses perencanaan sistemik yang
dipersiapkan bagi pasien untuk meninggalkan instansi perawatan dan untuk
mempertahankan kontinuitas perawatan untuk itu diperlukan panduan;
2. bahwa untuk itu perlu di buat Surat Keputusan Pemberlakuan Panduan
Pemulangan Pasien di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
2. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor : 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 290/MENKES/PER/III?2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
PANDUAN PEMULANGAN PASIEN RUMAH SAKIT
SANTA ELISABETH BATAM
Ditetapkan di BATAM
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit St Elisabeth
Batam
Nomor 291/DIR-RSE/SK/IV/2016
Tanggal 01 April 2016
PANDUAN PEMULANGAN PASIEN
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan dalam pemulangan pasien merupakan pelayanan penting diantara
pelayanan lain di rumah sakit yang wajib diberikan secara optimal guna meningkatkan
pelayanan yang memuaskan pasien. Pemulangan pasien terkadang menjadi permasalahan
yang menjadikan keinginan pasien berlawanan dengan perintah atau advis dokter yang
merawat. Ketidakefektifan komunikasi atau komunikasi yang kurang dan panduan yang
belum lengkap atau benar membuat pelayanan pemulangan pasien mendapat kendala atau
masalah.
Supaya perencanaan pemulangan pasien berhasil dengan baik, kepulangan pasien
tidak mengalami hambatan dan keadaan pasien secara terus-menerus terpantau, sehingga
pasien telah berhasil mendapatkan perawatan yang di harapkan serta untuk mencapai tingkat
kesehatan yang lebih baik sebelum pasien mendapatkan ijin pulang atau pelayanan
kepulangan maka perlu dibuat panduan pemulangan pasien sebagai acuan untuk petugas
rawat inap dalam melakukan pelayanan kepulangan pasien. Selain itu supaya pasien
mendapatkan kejelasan mengenai kapan pasien mendapatkan kepastian waktu pulang yang
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien serta keinginan atau hak pasien atas hak pulang.
Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam memiliki komitmen tinggi dalam mewujudkan
kepuasan dalam pelayanan pasien. Hal ini dituangkan dalam panduan pemulangan pasien
yang dibuat sebagai acuan staf Rumah Sakit dalam mengelola kepulangan atau pemulangan
pasien.
B. Pengertian
Pemulangan merupakan proses perencanaan sistematik yang dipersiapkan bagi pasien
untuk meninggalkan instansi perawatan (rumah sakit) dan untuk mempertahankan kontinuitas
perawatan. Dalam pelaksanaan proses perencanaan sistematik tersebut perawat memiliki
peranan penting. (http://www.rsob-online.net/informasi/pengertian-umum Potter & perry
proses penerimaan dan pemulangan pasien, 2005).
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menertibkan kepulangan pasien dengan waktu yang tepat dan disesuaikan
dengan keadaan pasien sekaligus keinginan pasien ataupun yang disebut hak pasien .
2. Tujuan khusus
Agar pasien paham tentang waktu dan keadaan yang seperti apa pasien
mendapatkan ijin pulang.
Agar tidak terjadi persepsi pada pasien dipersulit pulang
Agar petugas dapat melayani pelayanan kepulangan pasien secara benar.
Agar pelayanan dalam pemulangan pasien dapat dilakukan sesuai dengan macam-
macam dari pemulangan pasien sendiri yang pada macamnya memuat langkah-
langkah yang berbeda sesuai dengan prosedur yang benar oleh petugas.
D. Sasaran
Semua pasien di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam dan petugas jaga.
BAB II
RUANG LINGKUP
BAB III
TATA LAKSANA
D. Pengisian atau kelengkapan status oleh petugas jaga (dokter spesialis, dokter umum,
perawat) untuk pasien BLPL
a. Saat dokter spesialis atau dokter umum menyatakan BLPL pada pasien dilembar
perjalanan dokter, dokter spesialis ataupun dokter umum yang pada saat itu
memulangkan (atas persetujuan dokter spesialis) harus melengkapi lembar
ringkasan masuk dan keluar dan resume keluar dokter. Pengisian lembar tersebut
dilakukan setelah dokter spesialis atau dokter umum yang pada saat itu
memulangkan. Resume pasien pulang berisi alasan pasien dirawat, diagnosis dan
penyakit penyertanya, temuan fisik yang didapat dari pemeriksaan, obat-obat yang
dibawa pulang, keadaan atau status pasien pada saat diperolehkan pulang, dan
instruksi untuk tindak lanjut pengobatan, misalkan instruksi kontrol atau kembali
periksa.
b. Petugas (perawat) melengkapi status pasien baik resume pulang yang harus diisi
pada saat pasien dinyatakan pulang dan semua yang ada pada status pasien saat
masih ada yang belum terisi lengkap.
c. Pelengkapan dari status pasien tersebut dilakukan 1x24 jam setelah pasien tersebut
dinyatakan pulang. Sebaiknya memang pengisianya harus dilakukan begitu saat
pasien dinyatakan pulang agar menghindari status yang diambil oleh petugas RM.
2. Prosedur Pemulangan Pasien Pulang Paksa atau Atas Permintaan Pasien (APS)
Pasien pulang paksa atau atas permintaan pasien (APS) yaitu pemulangan
pasien yang dilakukan karena permintaan pasien atau keluarga pasien walaupun
tidak adanya persetujuan dari pihak dokter yang merawat (dokter spesialis).
Pemulangan pasien ini dilakukan dengan pertimbangan atas hak pasien yang tidak
boleh dihalangi oleh siapapun. Baik dari pihak RS ataupun dokter spesialis.
Karena pasien mempunyai hak memutuskan sendiri apakah mau dirawat atau
tidak, sampai kapan dirawat, dan dimana dirawat.
Pasien APS mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Pasien memaksa untuk tetap pulang sesuai keinginan pasien yang memang
menjadi hak pasien.
b. Pasien tetap memaksa pulang dengan penjelasan sebab-akibat yang
kemungkinan terjadi.
c. Bersedia mengisi lembar APS yang harus ditandatangani dengan materai.
Pemulangan pasien pulang paksa atau atas permintaan pasien ini dibagi dalam 2
kategori, yaitu :
a. APS pulang (kerumah)
Pemulangan pasien APS pulang (kerumah) yaitu pemulangan pasien atas dasar
permintaan pasien atau keinginan pasien untuk pulang dengan pertimbangan dari
pasien itu sendiri walaupun tanpa persetujuan dokter spesialis. Pasien
mendapatkan ijin pulang dengan melengkapi surat pernyataan APS yang harus
diisi langsung oleh pasien atau keluarga ataupun yang bertanggungjawab atas
pasien tersebut. Pasien dengan APS (ke rumah) dengan keadaan apapun harus
dilepas semua peralatan medis yang terpasang walaupun keadaan dari pasien
tersebut tidak memungkinkan untuk dilepas atau masih membutuhkan. Pasien
yang pulang dengan APS harus terbebas dari peralatan apapun yang dipasang atau
diberikan dirumah sakit. Pada pasien APS, pemulangan pasien ini tanpa harus
dilakukan pendampingan oleh tenaga medis,misal perawat, karena pada pasien
APS sudah bukan menjadi tanggungjawab dari rumah sakit apabila terjadi hal-hal
diluar harapan dan keinginan pasien ataupun keluarga saat nanti diperjalanan
ataupun saat nanti pasien sudah sampai dirumah.
Pengisian atau kelengkapan status oleh petugas jaga (dokter spesialis, dokter
umum, perawat) untuk pasien APS :
b. Dokter spesialis atau dokter jaga melengkapi ringkasan masuk dan ringkasan
keluar serta resume pulang (dokter). Dapat dilakukan oleh dokter spesialis
atau dokter jaga pada saat bersangkutan.
c. Petugas (perawat) melengkapi status pasien baik resume pulang yang harus
diisi pada saat pasien dinyatakan pulang dan semua yang ada pada status
pasien saat masih ada yang belum terisi lengkap. Bedanya untuk pengisian
resume pasien APS dan BLPL dari keterangan status pulang (atas ijin,
melarikan diri, dirujuk, meninggal)
d. Pelengkapan dari status pasien tersebut dilakukan 1x24 jam setelah pasien
tersebut dinyatakan pulang. Sebaiknya pengisianya harus dilakukan begitu
saat pasien dinyatakan pulang agar menghindari status yang diambil oleh
petugas RM.
3. Prosedur Pemulangan Pasien meninggal
Pemulangan pasien meninggal yaitu pemulangan pasien dengan
keadaan pasien yang tidak lagi bernyawa atau telah meninggal. Pemulangan
pasien meninggal ini dilakukan karena pasien telah meninggal di rumah sakit
karena keadaan pasien yang tidak dapat lagi diselamatkan oleh petugas tim
rumah sakit. Pemulangan pasien meninggal dapat dilakukan setelah pasien
benar-benar dinyatakan telah meninggal oleh petugas yang disertai dengan
bukti hasil dari pemeriksaan medis, misal hasil EKG yang telah flat atau
menunjukan bahwa pasien telah meninggal. Atau bisa juga atas dasar
pengkajian yang dilakukan oleh petugas, misal pasien telah henti nafas,tidak
lagi teraba nadi karotis,henti jantung dan adanya tanda-tanda kematian klinis,
yaitu batang otak telah membiru, pupil membesar,dll. Setelah adanya
pengkajian tersebut dan petugas atau dokter telah menyatakan bahwa pasien
meninggal, dan petugas telah menuliskan surat kematian, maka pasien sudah
jelas dinyatakan meninggal dan dapat dilakukan pelayanan pemulangan pasien
yang meninggal. Pada pasien yang telah dinyatakan meninggal pemulanganya
harus menunggu terlebih dahulu minimal 2 jam setelah pasien tersebut
dinyatakan meninggal. Pasien harus ditempatkan dimana tidak berada dengan
pasien lain, untuk menghindari kontak langsung dengan pasien lain atau
membuat ketakutan atau mengganggu pasien lain. Pasien yang telah
meninggal untuk menunggu waktu 2 jam sebelum dapat dibawa pulang, dapat
ditempatkan di kamar jenazah. Apabila saat itu dikamar jenazah sedang ada
jenazah lain dan sementara kapasitas kamar jenazah hanya 1 jenazah, maka
dapat ditempatkan diruang lain walupun itu bukan ruang jenazah, asalkan
ruang tersendiri dimana ruang tersebut tidak berada disatu ruang dengan
pasien lain. Saat pasien meninggal harus menunggu waktu 2 jam sesuai
prosedur, setelah surat kematian sudah dibuat oleh petugas, petugas juga harus
membuatkan surat rincian biaya yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh
keluarga. Surat kematian diberikan kepada keluarga pasien jika keluarga
pasien telah menyelesaikan biaya rumah sakit. Pasien yang meninggal dapat
diantar kepulanganya setelah 2 jam terlebih dahulu di rumah sakit dan dapat
diantar kepulanganya dengan ambulans rumah sakit serta diantar oleh petugas
rumah sakit (hucare). Bisa juga bagi keluarga yang menghendaki dengan
kendaraan sendiri, keluarga dapat membawanya dengan kendaraan pribadi
tetapi petugas tidak perlu mengantarnya. Apabila keluarga tidak mau
menunggu dahulu 2 jam sebelum diperbolehkan untuk dipulangkan, petugas
tetap terlebih dahulu memotivasi keluarga dan menjelaskan kepada keluarga
mengapa harus menunggu 2 jam sesuai prosedur rumah sakit. Apabila
keluarga tetap menolak setelah dijelaskan, petugas tetap tidak diperbolehkan
melarangnya, tetapi keluarga dari pasien meninggal harus tanda tangan
terlebih dahulu dengan materai pada lembar penolakan atau pernyataan yang
menyatakan bahwa keluarga tidak mau menunggu 2 jam sesuai prosedur
walaupun sudah dijelaskan dan petugas sudah memotivasi. Apabila nanti
terdapat hal-hal yang tidak diinginkan, maka hal tersebut sudah bukan menjadi
tanggungjawab petugas ataupun rumah sakit,melainkan tanggungjawab
keluarga. Apabila keluarga pasien sudah menyelesaikan biaya administrasi
rumah sakit, selain surat kematian yang diberikan keluarga, petugas harus
memberikan semua hasil pemeriksaan penunjang seperti hasil laboratorium
ataupun rontgen.
Alur dan tahapan pemulangan pasien meninggal
2. Adanya pernyataan dari dokter spesialis atau dokter jaga bahwa pasien sudah
meninggal dengan didokumentasikan di lembar perjalanan dokter spesialis dan
surat kematian
3. Telah dijelaskan kepada keluarga yang dapat dilakukan oleh dokter spesialis
atau keluarga
4. Pelepasan alat-alat medis yang terpasang pada pasien dan petugas
menyempurnakan posisi jenazah.
5. Telah dibuatkanya surat perincian biaya yang harus diserahkan kepada
keluarga dan keluarga menyelesaikanya
6. Pasien meninggal harus menunggu waktu 2 jam sebelum dibawa pulang pada
ruang jenazah atau ruang tertentu atau rumag tersendir diman tidak
ditempatkan pada ruangan yang bersamaan dengan pasien rawat inap lainya.
7. Untuk keluarga yang tidak menyetujui untuk menunggu 2 jam, dan tetap
menginginkan dibawa pulang sebelum 2 jam, maka keluarga dapat
dipulangkan dengan keluarga tanda tangan dan mengisi pernyataan bahwa
bersedia menanggung kemungkinan resiko yang terjadi apabila dibawa
pulang sebelum waktu yang telah ditetapkan. Petugas harus menjelaskan
terlebih dahulu.
8. Pelepasan gelang saat jenazah akan dibawa pulang
E. Discharge Planning
Discharge planning atau rencana pemulangan pasien adalah merupakan suatu
proses pembelajaran yang melibatkan pasien dan keluarga dirumah untuk
meningkatkan pemahaman pasien dalam mempercepat penyembuhan dan perawatan
dirumah serta menghindari komplikasi dengan pembatasan aktifitas dan memberikan
lingkungan yang aman bagi klien dirumah, keteraturan dalam pemakaian obat pulang,
aturan makan atau diit pasien terkait dengan penyakit pasien tersebut, waktu kontrol
meliputi (hari, tanggal, waktu, dan anjuran untuk konfirmasi ulang terlebih dahulu
sebelum waktu kontrol, untuk menghindari perubahan jadwal yang tidak
diperkirakan), keadaan mendesak dimana pasien harus segera dbawa kembali ke
rumah sakit tanpa menunggu waktu kontrol sesuai yang telah ditetapkan. Discharge
planing dapat dimulai segera setelah pasien diterima sebagai pasien rawat inap dan
dilaksanakan dengan memberikan kejelasan yang jelas kepada pasien atau keluarga
tentang tujuan diatas dan dijelaskan dengan cara komunikasi yang mudah diterima,
bisa dilakukan baik oleh dokter spesialis langsung, dokter umum ataupun petugas
jaga. Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan
multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam
memberi layanan kesehatan kepada pasien. Discharge planning pada pasien pulang
dilakukan oleh petugas jaga pada saat itu, dilakukan antara petugas dengan keluarga
pasien ataupun antara petugas dengan pasienya langsung. Dilakukan saat keluarga
ataupun pasienya sendiri menyerahkan surat bebas administrasi yang telah dicap oleh
kasir kepada petugas dan pada saat keluarga atau pasien membawa obat-obat pulang
yang sudah diambil di farmasi. Discharge planning yang telah dilakukan oleh petugas,
harus dibuktikan dengan lembar discharge planning yang ditandatangani oleh petugas
jaga dan pasien atau keluarga yang mewakili sebagai bukti tertulis bahwa petugas
telah memberikan discharge planning dan pasien atau keluarga telah menerima
penjelasan dari petugas. Bagi pasien atau keluarga yang menolak diberikan discharge
planning harus menandatangani lembar penolakan yang berisi pernyataan menolak
menerima nasehat medis. Pasien berhak menolak pemberian informai ataupun
tindakan dari rumah sakit sesuai dengan hak dan kewajiban pasien yang telah
tercantum.
Perencanaan pada pasien dengan pemulangan kritis harus memiliki kriteria
identifikasi sebagai berikut, antara lain karena umur, kesulitan mobilitas/ gerak,
kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan yang berkelanjutan atau bantuan dalam
aktivitas hidup sehari – hari.
BAB IV
DOKUMENTASI
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera
atau penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan
perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang
singkat;
2. bahwa untuk itu di perlukan pelayanan pasien tahap terminal di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Batam;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 290/MENKES/PER/III?2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
5. SK PB IDI nomor 336/PBIDI/a.4/1988 tentang Kematian Batang Otak
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP
TERMINAL RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
BATAM
Ditetapkan di BATAM
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit St Elisabeth
Batam
Nomor 290/DIR-RSE/SK/IV/2016
Tanggal 01 April 2016
BAB I
DEFINISI
A. DEFINISI
1. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan
teknologi kesehatan terkini tak mungkinlagi dapatdilakukan perbaikan sehingga
akan menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat.
Pengaplikasianterapi untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan
berefek dan memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
2. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama
makin memburuk.
3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
4. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
ireversibel.
5. Mati Biologisadalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti
oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam
atau hari.
6. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
7. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalahalatyang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasiuntuk mempertahankan oksigenasi.
8. Withholding life supportadalah penundaan bantuan hidup.
9. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup.
10. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan
penghentian bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan
hidup (Witholding life support).
11. Informed Consentdalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent)
atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa
paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup (informed) tentang
kedokteran yang dimaksud.
12. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
13. Perawatan Paliatifadalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mempertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.
B. TUJUAN
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk dilayani
dengan penuhhormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus sadar akan uniknya
kebutuhan pasiendalam keadaan akhir kehidupannya. Perhatian terhadap kenyamanan dan
martabat pasienmengarahkan semua aspek asuhan selama stadium akhir hidup.Asuhan akhir
kehidupan yangdiberikan rumah sakit termasuk:
a) Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga;
b) Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ;
c) Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya;
d) Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan;
e) Memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari pasien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang
unik padaakhir hidupnya. Rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir kehidupan,
berdasarkan evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yangdiberikan.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Aspek Keperawatan
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulaidari titik yang
aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampaidiputuskan meninggal dunia atau mati.
Seseorang dinyatakan meninggal/ mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian
sistemik ataukematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan
otakmerupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yangireversibel,
selanjutnya organ-organ lain akan mati.
Responpasien dalamkondisi terminal sangat individualtergantungkondisifisik,
psikologis, sosial yang dialami, sehinggadampak
yangditimbulkanpadatiapindividujugaberbeda.Halinimempengaruhitingkatkebutuhandasar
yangditunjukanolehpasienterminal.MenurutElisabeth Kübler-Ross, M.D.,ada 5fasemenjelang
kematian, yaitu :
a. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parahdan diatidak
dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran danbahkanmungkin mengingkarinya.
Penyangkalan ini merupakanmekanispertahanan yang acapkali ditemukan pada hampir
setiap pasienpadasaatpertama mendengar berita mengejutkan tentang keadaandirinya.
b. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa iaakan meninggal.
Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematianmemang sudah dekat. Tetapi
kesadaran ini seringkali disertai denganmunculnya ketakutan dan kemarahan.
Kemarahan ini seringkalidiekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan
padapelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya pemberi pelayanantidak
menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari frustasiyang dialaminya.
Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian,bukan argumentasi-argumentasi
dari orang-orang yangtersinggung olehkarena kemarahannya.
c. Bargaining ( fase tawar menawar )
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidupsedikit lebih lama
lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisamenjanjikan macam-macam hal kepada
Tuhan, "Tuhan, kalau Engkaumenyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu,
maka aku akanmempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."
d. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderitamerasa putus
asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
e. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataanyang ia alami.
Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu merekaakan dapat menerima kenyataan,
bahwa kematian sudah dekat. Merekamulai kehilangan kegairahan untuk
berkomunikasi dan tidak tertarik lagidengan berita dan persoalan-persoalan di
sekitarnya.
Pasien dalam kondisi terminalakanmengalamiberbagaimasalahbaikfisik,psikologis,
maupun sosio-spiritual, antara lain:
1) Problem oksigenisasi; nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi sekret, nadi ireguler.
2) Problem eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik,
kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi,
inkontinensiafekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca
Colon), retensiurin, inkopntinensiaurinterjadiakibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguriterjadiseiring penurunan intake cairan atau
kondisi penyakit mis gagal ginjal
3) Problem nutrisidancairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltik menurun,
distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
4) Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
5) Problem sensori; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurunpenglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi
menurun.
6) Problem nyeri; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan
7) Problem kulit dan mobilitas; sering kali tirah baring lama menimbulkan masalah pada
kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
8) Masalah psikologis; pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
responemosi, perasaaan marah dan putus asa.
2. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death.Perawatan
paliatif menyangkutpsikologis, spiritualis, fisik, keadaan sosial.Terkait hal ini, memberikan
pemahaman bagi keluarga dan pasien sangatpenting agar keluarga mengerti betul bahwa
pasien tidak akan sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang
diakhirkehidupan pasien tersebut.
3. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang inimendefinisikan
kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantungmungkin masih berdenyut dan
ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep
mati batang otak (MBO)sebagai pengganti MO dalam penentuan mati.Dengan meningkatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteranmaka banyak pilihan pengobatan yang
berguna memberi bantuan hidupterhadap pasien tahap terminal. Pilihan
iniseringkalimenimbulkan dilematerutama bagi keluarga pasien karena mereka menyadari
bahwa tindakantersebut bukan upaya penyembuhan dan hanyaakan menambah
penderitaanpasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai intervensimedis
(misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasiendengan harapan bahwa
pasien akan meninggal akibat penyakit yangmendasarinya.
Ketika keluarga/ wali meminta doktermenghentikan bantuan hidup(withdrowing life
support)ataumenunda bantuanhidup(withholding lifesupport)terhadappasien tersebut, maka
dokterharus menghormatipilihantersebut. Pada situasi tersebut, doktermemilikilegalitas
dimata hukumdengansyaratsebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan
hidupdilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada keluargapasien tentang
kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusankeluarga/ wali tertulis dalam informed
consent.
BAB III
TATA LAKSANA
1. Aspek Keperawatan
1.1. Asesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasienmenjelang ajal danmengintervensidengan
melakukan asesmen yang tepat sebagaiberikut:
a. Asesmen tingkat pemahaman pasien & keluarga :
1) Closed Awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan
segera sembuh.
2) Mutual Pretense:keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi, kadang-kadang keluarga menghindari percakapan
tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
3) Open Awareness: keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan
tidak merasa keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit
dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ
b. Asesmen faktor fisik pasien
Padakondisi terminal ataumenjelangajal, pasiendihadapkanpadaberbagaimasalah
menurunnyafisik,perawatharusmampumengenaliperubahan fisik yang
terjadipadapasienterminal meliputi:
1) Pernapasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,stridor,
crackles, dll
c) Apakah terjadi sesak napas
d) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan
jenisnya
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
2) Kardiovaskuler ( blood )
a) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan
pucat
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba,
hilang timbul atau tidak teraba
d) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada domana lokasinya
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam
CmH2O
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
g) Lain – lain bila ada
3) Persyarafan ( brain )
a) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan
kesadaran pasien
b) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan
e) Lain – lain bila ada
4) Perkemihan ( blader )
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter
d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana
warnanya, bagaimana baunya
5) ` Pencernaan ( bowel )
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau
e) Apakah ada mual atau muntah
f) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,
bagaimana konsistensi,warna dan bau dari feses
6) Muskuloskeletal / intergumen
a) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat atau
hiperpigmentasi
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya
2. Aspek Medis
2.1 Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit
yangserius,makabeberapaintervensi medisdapat memperpanjang hiduppasien,
sebagai berikut:
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yangmengalami henti
napas atau henti jantung. RJPO diindikasikanuntuk pasien yang tidak bernapas dan
tidak menunjukan tanda-tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam
medisnya.
b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator,ditujukan untuk keadaan tertentu karenapenyakityang
berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan
makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan
feeding tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut
2) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara
langsung ke dalam pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga
kebutuhan nutrisi pasien.
d. Tindakan Dialisis
Tindakan dialisisdiberikan pada pasien terminal yangmengalamipenurunan
fungsi ginjal, baik yang akut maupunyangkronikdengan LFG < 15 mL/menit. Pada
keadaan ini fungsi ginjalsudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin
dalamtubuh yang disebut sebagai uremia.
e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih
tinggidibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling seringditemukan pada
saluran pernapasan, salurankemih,peredarandarah, atau daerah trauma/operasi.
Infeksitersebut menyebabkanpeningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan
masaperawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebabmeningkatnya risiko
infeksi ini bersifat multifaktorial,meliputipenurunan fungsi imun, gangguan fungsi
barrierusus,penggunaan antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaanpreparat
darah, atau dari alat kesehatan yang digunakan (sepertiventilator).
Pasienmenderitapenyakit terminal denganprognose
yangburukhendaknyadiinformasikanlebihdiniuntukmenolakataumenerimabiladilaku
kanresusitasimaupun ventilator.
TENTANG
Menimbang :
6. bahwa untuk menjaga keparihan penyusunan berkas RM aktif, memudahkan
dalam retrieval berkas Aktif, menjaga informasi medis yang aktif dan
mengurangi beban kerja petugas dalam penanganan berkas Aktif dan Non
Aktif maka perlu adanya peretensian dan pemusnahan berkas Rekam Medis;
Mengingat :
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
6. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor : 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 290/MENKES/PER/III?2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG RETENSI DAN
PEMUSNAHAN BERKAS REKAM MEDIS RUMAH
SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
Ditetapkan di BATAM
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok
masyarakat agar dapat mandiri dalam mempercepat proses penyembuhan ,
meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan, dan
mengembakan upaya kesehatan maka perlu dibentuk Tim Promosi Kesehatan
Rumah Sakit ;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
2. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor : 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 290/MENKES/PER/III?2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM PEMBENTUKAN TIM
PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM
Ditetapkan di BATAM
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit St Elisabeth
Batam
Nomor 278/DIR-RSE/SK/IV/2016
Tanggal 01 April 2016
TENTANG
Menimbang :
1. bahwa dalam upaya menungkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Santa
Elisabeth khususnya pelayanan di Rekam Medis maka perlu dibentuk suatu
Komite Rekam Medis;
2. bahwa pembentukan Komite Rekam Medis tersebut merupakan tuntutan yang
harus dipenuhi rumah sakit untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan
Rekam Medis dalam melakukan pelayanannya kepada pasien;
3. untuk itu dipandang perlu dibuat suatu surat kepetusan untuk pembentukan
Komite Rekam medi tersebut;
Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
2. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor : 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 290/MENKES/PER/III?2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBENTUKAN
KOMITE REKAM MEDIS RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM.
Ditetapkan di BATAM
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit St Elisabeth
Batam
Nomor 177/DIR-RSE/SK/IV/2016
Tanggal 01 April 2016
TENTANG
Menimbang :
4. bahwa perlu adanya Ejaan Alphabeth di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam
untuk memudahkan dalam menyampaikan informasi/pesan di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Batam;
Mengingat :
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631 tahun 2005 tentang Pedoman
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM TENTANG PEMBERLAKUAN
EJAAN ALPHABETH RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH BATAM.
Ditetapkan di BATAM