Absen 22
XII IPS 3
b. Novel sejarah adalah novel yang didalamnya menjelaskan dan menceritakan tentang
fakta kejadian masa lalu yang menjadi asal-muasal atau latar belakang terjadinya
sesuatu yang memiliki nilai kesejarahan, bisa bersifat naratif atau deskriptif. Novel
sejarah termasuk dalam teks naratif jika disajikan dengan menggunakan urutan
peristiwa dan urutan waktu. Namun, jika novel sejarah disajikan secara simbolisasi
verbal, novel tergolong ke dalam teks deskriptif.
1. Teks sejarah adalah teks yang dituntut Cerita di dalam novel sejarah dapat saja
harus sesuai dengan hal-hal yang menggambarkan sesuatu yang tidak
memang pernah ada atau terjadi di masa pernah ada atau terjadi. Kesemuanya
lalu. bersumber pada rekaan.
3. Teks sejarah ditulis oleh sejarawan Novel sejarah ditulis oleh novelis
4. Hubungan antar fakta satu dengan yang Faktor perekayasaan pengaranglah yang
lainnya perlu direkonstruksi, setidaknya mewujudkan cerita sebagai suatu
melibatkan topografis atau kronologinya. kebulatan atau koherensi, dan sekali-kali
Sejarawan perlu menunjukan bahwa ada relevansinya dengan situasi sejarah.
yang ada sekarang dan di sini dapat
dilacak eksistensinya di masa lampau.
Hal itu berguna sebagai bukti atau saksi
dari apa yang direkonstruksi mengenai
kejadian di masa lampau
5. Teks sejarah dapat berdasar pada data Novel sejarah dapat bersumber dari
hasil riset yang nyata dan valid sesuai imajinasi penulis, wawancara, dan kisah
dengan fakta yang sudah ada sebelumnya yang memiliki
relevansi dengan sejarah
6. Sejarawan yang menulis teks sejarah Novelis atau pengarang yang menulis
sangat terikat pada fakta tentang apa, novel sejarah tidak terikat pada fakta-fakta
siapa, kapan, dan di mana tentang sejarah mengenai apa, siapa, kapan, dan
sejarah itu. di mana. Kesemuanya dapat berupa fiksi
tanpa ada kaitannya dengan fakta sejarah
tertentu. Begitu pula mengenai
peristiwa-peristiwanya, tidak diperlukan
bukti, berkas, atau saksi.
b. Nilai Budaya
Nilai yang berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan serta pola pikir dalam
kehidupan masyarakat. Biasanya nilai ini dapat diketahui dengan penggambaran adat
istiadat, bahasa dan gaya bicara tokoh yang mencerminkan bahasa tertentu dan
kebiasaan yang berlaku pada tempat para tokoh.
c. Nilai Agama
Nilai yang berkaitan dengan ajaran atau aturan agama dan bersumber pada nilai-nilai
agama. Nilai agama berhubungan dengan norma-norma agama. Biasanya nilai ini dapat
diketahui dengan simbol agama tertentu, kutipan atau dalil dari suatu kitab suci, dan
penggambaran nilai-nilai kehidupan yang dilandasi ajaran agama yang bersifat
universal.
d. Nilai Sosial
Nilai yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lain dan tata
pergaulan antara individu dalam masyarakat. Biasanya nilai ini dapat diketahui dengan
penggambaran hubungan antar tokoh.
e. Nilai Estetis
Nilai yang berkaitan dengan keindahan, baik keindahan struktur pembangun cerita, fakta
cerita, maupun teknik penyajian cerita. Novel sejarah memiliki nilai estetis yang berupa
cerita yang indah tentang tokoh maupun peristiwa sejarah dan juga dapat memberikan
kepuasan pada pembacanya.
6. Unsur kebahasaan dalam cerita novel sejarah ( jelaskan ) dan buat kalimat
masing masing satu
a. Menggunakan banyak kalimat atau kata yang bermakna lampau
Kata dan kalimat yang sifatnya lampau ini biasanya digunakan dalam novel sejarah
untuk menguatkan gambaran serta konteks latar waktu dan latar tempat terjadinya cerita
dalam novel. Kalimat bermakna lampau adalah kalimat yang digunakan untuk
menyatakan peristiwa pada masa lampau. Kalimat bermakna lampau ditandai dengan
adanya nomina waktu lampau seperti dahulu dan kemarin.
Contoh kalimat:
Pada zaman dahulu, orang membuat api dengan cara menggosokkan dua buah
batu hingga keluar percikan api.
Contoh kalimat:
Setelah juara gulat itu pergi Sang Adipati bangkit dan berjalan tenang-tenang
masuk ke kadipaten
Contoh kalimat:
Melihat itu, tak seorang pun yang menolak karena semua berpikir Patih Daha
Gajah Mada memang mampu dan layak berada di tempat yang sekarang ia pegang.
Contoh kalimat:
Di depan Ratu Biksuni Gayatri yang berdiri, Sri Gitarja duduk bersimpuh. Emban
tua itu melanjutkan tugasnya, kali ini untuk Sekar Kedaton Dyah Wiyat yang terlihat lebih
tegar dari kakaknya, atau boleh jadi merupakan penampakan dari isi hatinya yang tidak
bisa menerima dengan tulus pernikahan itu. Ketika para Ibu Ratu menangis yang
menulari siapa pun untuk menangis, Dyah Wiyat sama sekali tidak menitikkan air mata.
Manakala menatap segenap wajah yang hadir di ruangan itu, yang hadir dan melekat di
benaknya justru wajah Rakrian Tanca. Ayunan tangan Gajah Mada yang menggenggam
keris ke dada prajurit tampan itu masih terbayang melekat di kelopak matanya.
Contoh kalimat:
Riung Samudera menyatakan bahwa ia masih bingung dengan semua
penjelasan Kendit Galih tentang masalah itu.
Contoh kalimat:
1) “Ampun, Gusti Adipati, patik takut maka patik bakar.” “Surat apa, Nyi Gede, lontar
ataukah kertas?”
2) *Lon... lon... lon... kertas barangkali, Gusti, patik tak tahu namanya. Bukan
lontar.”
g. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh,
tempat, atau suasana.
Kata sifat adalah kata yang menerangkan nomina (kata benda) dalam sebuah kalimat.
Dengan adanya kata sifat yang menerangkan nomina dalam novel sejarah, maka kata
tersebut maknanya akan menjadi lebih spesifik dalam menggambarkan tokoh, tempat,
atau suasana cerita.
Contoh kalimat:
Gajah Mada mempersiapkan diri sebelum berbicara dan menebar pandangan
mata menyapu wajah semua pimpinan prajurit, pimpinan dari satuan masing-masing.
Dari apa yang terjadi itu terlihat betapa besar wibawa Gajah Mada, bahkan beberapa
prajurit harus mengakui wibawa yang dimiliki Gajah Mada jauh lebih besar dari wibawa
Jayanegara. Sri Jayanegara masih bisa diajak bercanda, tetapi tidak dengan Patih Daha
Gajah Mada, sang pemilik wajah yang amat beku itu.