Anda di halaman 1dari 14

A.

Skenario
EDEMA
Seorang laki-laki, umur 60 tahun berobat ke dokter dengan keluhan perut membesar dan
tungkai bawah sejak 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites pada
abdomen dan edema pada kedua tungkai bawah. Dokter menyatakan pasien mengalami
kelebihan cairan tubuh. Pemeriksaan laboratorium : kadar protein albumin di dalam plasma
darah 2,0 g/l (normal > 3,5 g/l). Keadaan ini menyebabkan gangguan tekanan koloid osmotik
dan tekanan hidrostatik di dalam tubuh.
B. Langkah 1
a. Identifikasi Masalah
 Asites : kondisi dimana terjadi akumulasi cairan di perut.
 Tekanan koloid osmotik : tekanan yang berpengaruh pada albumin.
 Albumin : protein utama pada plasma yang berpengaruhi pada tekanan onkotik
atau osmotik koloid.
 Tekanan hidrostatik : tekananan yang berada pada pembuluh darah
 Abdomen : perut
 Edema : kondisi dimana terjadi penambahan jumlah cairan di dalam ruang
jaringan interstisial.

b. Brain Storming
1. Apa fungsi protein albumin dalam plasma darah?
2. Apa penyebab tungkai bawah bengkak (edema) dan asites?
3. Apa gejala edema & asites?
4. Apa pengaruh rendahnya protein albumin?
5. Apa jenis-jenis edema?
6. Apa pengaruh tekanan koloid osmotik & hidrostatik?
7. Bagaimana cara menangani edema?
8. Bagaimana mekanisme edema?

c. Analisis Masalah
1. Protein albumin dalam plasma darah berfungsi untuk menjaga keseimbangan
cairan di tiap-tiap ruangan itu.
2. Penyebab edema : kadar protein albumin dalam darah rendah.
Penyebab asites : infeksi bakteri, penderita sirosis, penderita perikarditis
kontriktif.
3. Untuk gejala :
 Edema :
 Pembengkakan di beberapa bagian tubuh
 Pembengakakn langsung di jaringan bawah kulit
 Kalau bagian bengkak ditekan akan berbekas dan untuk kembali seperti
semula membutuhkan waktu yang lama.
 Asites :
 Sendawa
 Lelah
 Mual
 Berat badan menurun
 Perut kembung
 Sesak nafas
4. Albumin berpengaruh pada keseimbangan cairan, kalau albumin rendah maka
akan terjadi gangguan keseimbangan cairan.
5. Jenis-jenis edema :
 Berdasarkan lokasi anatomisnya :
 Edema generalisata, biasanya terjadi karena tekanan osmotik koloid
rendah akibat kadar albumin rendah.
 Edema lokalisata, terjadi pada salah satu bagian tertentu.
 Berdasarkan tempat akumulasinya :
 Edema intraseluler, non pitting edema.
 Edema ekstraseluler, pitting edema.
6. Kalau pada penderita edema, tekanan osmotik koloidnya menurun sementara
untuk tekanna hidrostatiknya meningkat.
7. Cara menangani edema & asites :
 Mengurangi asupan Natrium.
 Memakai obat diuretik.
 Diet rendah garam.
 Menjauhkan diri dari alkohol.
 Transplantasi hati, untuk yang penderita sirosis.
8. Awalnya albumin pada darah rendah, sehingga tekanan onkotik (osmotik koloid)
rendah dan tekanan hidrostatiknya menjadi tinggi. Tergantung pada lokasi
terjadinya edema.

d. Hipotesa Sementara
Pada pasien yang menderita penyakit sirosis, gagal ginjal, hipoproteinemia
maupun gagal jantung kongestif menyebabkan albumin plasma rendah sehingga
tekanan osmotik koloid pada plasma rendah yang juga mengakibatkan tekanan
hidrostatik menjadi tinggi. Dengan adanya tekanan osmotik koloidnya rendah dan
tekanan hidrostatiknya tinggi, menjadikan cairan terdorong keluar dari intravaskuler
menuju interstisial yang jika terjadi obstruksi vena maupun limfatik akan terjadi
pembengkakan yang disebut dengan Edema. Edema mempunyai bentuk khusus
seperti Asites yang terjadi di rongga peritoneal, dan asites ini mempunyai gejala
seperti sendawa, kembung, berat badan menurun, lelah, mual, dan sesak nafas. Edema
ini dibedakan berdasarkan letak anatomisnya yang meliputi edema generalisata
(secara menyeluruh) dan edema lokalisata (lokal atau satu), dan juga berdasarkan
tempat akumulasinya yaitu edema intraselular (non pitting) dan edema extraselular
(pitting). Penanganan pada edema ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi
asupan Natrium, memakai obat diuretik, diet rendah garam, enjauhkan diri dari
alkohol, dan transplantasi hati bagi yang terkena edema dengan penyebab sirosis hati.
C. Langkah 2 : Belajar Mandiri
D. Langkah 3 : Learning Objective
1. Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Darah Kapiler
1.1. Definisi
Kapiler adalah tempat pertukaran anatara darah dan jaringan, memiliki
percabangan yang luas sehingga terjangkau ke semua sel. Kapiler merupakan
saluran mikroskopik untuk pertukaran nutrient dan zat sisa diantara darah dan
jaringan. Dindingnya bersifat semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

1.2. Fungsi
Fungsi kapiler adalah untuk pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida,
nutrien, cairan, dan produk sampah antara darah dan cairan jaringan di sekeliling
sel. Dinding kapiler ini bertindak atau berfungsi sebagai membran yang cukup
permeabel. Air lewat dengan bebas melalui membran dan demikian juga molekul
yang berat molekulnya dibawah 5000.

1.3. Struktur

Pada rangkaian mesentrium, darah memasuki kapiler melalui arteriol dan


meninggalkan arteri melalui venula. Darah yang berasal dari arteriol akan
memasuki metarteriol atau arteriol terminalis dan yang mempunyai struktur
pertengahan antara arteriol dan kapiler. Sesudah meninggalkan metarteriol , darah
memasuki kapiler yang berukuran besar disebut saluran istimewa dan yang
berukuran kecil disebut kapiler murni. Sesudah melalui kapiler, darah kembali ke
dalam sistemik melalui venula.
Arteriol sangat berotot dan diameternya dapat berubah beberapa kali lipat.
Metarteriol tidak mempunyai lapisan otot yang bersambungan, namun mempunyai
serat-serat otot polos yang mengelilingi pembuluh darah pada titik-titik yang
bersambungan.
Pada titik dimana kapiler murni berasal dari metarteriol, serat otot polos
mengelilingi kapiler yang disebut dengan Sfingter prekapiler yang dapat
membuka dan menutup jalan masuk ke kapiler.
Venula ukurannya jauh lebih besar daripada arteriol tapi lapisan ototnya
lebih lemah.
Ada 3 Jenis utama kapiler darah, yaitu meliputi :
 Kapiler utama, Bayak dijumpai pada jaringan termasuk otot
paru,susundan saraf pusat dan kulit. Sitoplasma sel endotel
menebal di tempat yang berinti dan menipis di bagian lainnya.
 Kapiler bertingkat, Kapiler bertingkat dijumpai pada mukosa
usus,glomerulus,ginjal dan pancreas. Sitoplasma tipis dan tempat
pori-pori.
 Kapiler sinusidal, Kapiler sinusidal mempunyai garis tengah,lumen
lebih besar dari normal.

1.4. Sirkulasi
a) Definisi sirkulasi kapiler darah
Sistem sirkulasi adalah sistem transpor yang menghantarkan oksigen
dan berbagai zat yang diabsorbsi dari traktus gastrointestina menuju ke
jaringan serta melibatkan karbondioksida ke paru dan hasil metabolisme lain
menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan
mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang mengatur fungsi sel. setiap
pembuluh halus yang menghubungkan aneriol dan venol membentuk suatu
jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya berkerja sebagai
membran semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

b) Bagian fungsional dari sirkulasi


 Arteri berfungsi untuk mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke
jaringan, dinding arteri kuat dan darah mengalir kuat di arteri.
 Kapiler berfungsi untuk pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit,
hormon, dan bahan lainnya antara darah dan cairan interstisial.
 Vena berfungsi untuk saluran darah dari jaringan kembali ke jantung.
Dindingnya sangat tipis, punya otot, dan dapat menampung darah sesuai
kebutuhan.
Pori - pori kapiler pada beberapa organ mempunyai sifat khusus :
 Di dalam otak yaitu sel endotel kapiler sangat rapat, jadi hanya molekul
yang sangat kecil yang dapat masuk / keluar dari jaringan otak.
 Di dalam hati yaitu celah antara sel endotel kapiler lebar terbuka
sehingga hampir semua zat yang larut dalam plasma dapat lewat dari
darah masuk ke hati.
 Di dalam berkas glomerulus ginjal yaitu terdapat fenestra ( lubang ) yang
langsung menembus bagian tengah sel endotel sehingga banyak zat yang
dapat di filtrasi melewati glomerulus tanpa harus melewati celah di antara
sel endotelia.

c) Mekanisme pertukaran cairan dalam kapiler darah


Pertukaran zat antara darah dan jaringan melalui dinding kapiler terdiri dari 2
tahap:
1) Difusi pasif
Dinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut
berpindah melalui proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka.
Gradien konsentrasi adalah perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang
berdampingan. Difusi zat terlarut terus berlangsung independen hingga
tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara darah dan sel di sekitarnya.
2) Bulk flow
Merupakan suatu volume cairan bebas protein yang tersaring ke
luar kapiler, bercampur dengan cairan interstisium disekitarnya, dan
kemudian direabsorpsi. Bulk flow sangat penting untuk mengatur
distribusi CES antara plasma dan cairan interstisium. Proses ini disebut
bulk flow karena berbagai konstituen cairan berpindah bersama sama
sebagai satu kesatuan.
 Tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan diluar sehingga cairan
terdorong keluar melalui pori-pori tersebut dalam suatu proses
yang disebut ultrafiltrasi
 Tekanan yang mengarah ke dalam melebihi tekanan keluar,
terjadi perpindahan netto cairan dari kompartemen interstitium ke
dalam kapiler melalui pori-pori, yang disebut dengan reabsorpsi.

Bulk flow dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan


tekanan osmotik koloid antara plasma dan cairan interstitium. 4 gaya
yang mempengaruhi perpindahan cairan menembus dinding kapiler
adalah :
 Tekanan darah kapiler
 Tekanan osmotik koloid
 Tekanan hidrostatik cairan interstisium
 Tekanan osmotik koloid cairan interstisium

d) Aliran darah dalam kapiler


Mengalir secara intermiten yang mengalir dan berhenti setiap
beberapa detik atau menit. Penyebab timbulnya gerakan ini adalah
vasomotion, yang berarti kontraksi intermiten pada metarteriol dan sfingter
prekapiler. Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan
pentutupan kapiler adalah konsentrasi oksigen dalam jaringan. Bila jumlah
pemakaian oksigen besar, aliran darah yang intermiten akan makin sering
terjadi dan lamanya waktu aliran lebih lama sehingga dapat membawa lebih
bnayak oksigen.

e) Sistem Limfatik
Fungsi system limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein
yang difiltrasi kapiler ke system sirkulasi. System limfatik didisain hanya 1
jalan, yaitu dari jaringan ke system sirkulasi. Ujung pembuluh limf (kapiler
limf) berada dekat kapiler darah. Penyumbatan pembuluh limfa dapat
menyebabkan edema.

2. Memahami dan Menjelaskan Kelebihan Cairan Tubuh


2.1. Faktor-faktor yang memengaruhi
ETIOLOGI KELEBIHAN VOLUME CAIRAN EKSTRASEL

FAKTOR AKIBAT KONDISI KLINIS


Tekanan hidrostatik Darah yang terhambat kembali ke Gagal jantung
plasma kapiler vena dapat menyebabkan Gagal ginjal
meningkat peningkatan tekanan kapiler. Obstruksi vena
Akibatnya cairan akan banyak Kehamilan
masuk kedalam
jaringan → edema
Tekanan osmotik Konsentrasi plasma protein Malnutrisi
koloid plasma berkurang → tekanan osmotik Diare kronik
menurun koloid plasma menurun → air Luka bakar
berpindah dari plasma masuk ke Sindroma nefrotik
dalam jaringan → edema Sirosis

Permeabilitas Peningkatan permeabilitas kapiler Infeksi bakteri


kapiler meningkat menyebabkan terjadinya Reaksi alergi
kebocoran membran kapiler Luka bakar
sehingga protein dapat berpindah Penyakit ginjal akut :
dari kapiler masuk ke ruang nefriris
interstitial
Retensi Natrium Ginjal mengatur ion natrium di Gagal jantung
meningkat cairan ekstrasel oleh. Fungsi Gagal ginjal
ginjal dipengaruhi oleh aliran Sirosis hati
darah yang masuk. Bila aliran Trauma (fraktur, operasi,
darah tidak adekuat akan terjadi luka bakar)
retensi natrium dan air → edema Peningkatan produksi
hormon kortikoadrenal :
(aldosteron, kortison,
hidrokortison)
Drainase limfatik Drainase limfatik berfungsi untuk Obstruksi limfatik
menurun mencegah kembalinya protein ke (kanker sistem limfatik)
sirkulasi. Bila terjadi gangguan
limfatik maka protein akan masuk
ke sirkulasi, akibatnya tekanan
koloid osmotik plasma akan
menurun → edema

Faktor-faktor penentu terhadap terjadinya kelebihan cairan :

1. Perubahan hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan


intravaskular ke dalam jaringan interstisium
Hemodinamik dipengaruhi oleh :
a. Permeabilitas kapiler
b. Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam
intersisium
c. Selisih tekanan onkotik dalam plasma dengan tekanan onktik dalam
intersisium.

2. Retensi natrium di ginjal


Retensi natrium dipengaruhi oleh :
a. Sistem renin angiotensin-aldosteron
b. Aktifitas ANP
c. Aktifitas saraf simpatis
d. Osmoreseptor di hipotalamus

2.2. Tekanan Hidrostatik dan Tekanan Osmotik Koloid


Sekitar sepertiga cairan yang berada di dalam tubuh terdiri dari cairan
ekstraseluler. Kompartemen ekstraseluler terdiri dari intravaskular dan interstitial.
Normalnya, volume plasma mewakili 25% cairan ekstraseluler. Hukum yang
mengatur antara cairan interstitial dan intravaskular adalah tekanan starling. Pada
keadaan ini (edema), tekanan osmotik koloid di intravaskular lebih rendah
dibandingkan dengan tekanan hidrostatik, sehingga cairan yang berada di
intravaskular akan keluar ke interstitium. Karena sifat dasar dari tekanan
hidrostatik adalah mendorong cairan keluar intravaskular menuju ke interstitium,
sedangkan tekanan osmotik koloid adalah mempertahankan ke dalam agar tetap
berada di intravaskular. Jika cairan pada intravaskular keluar ke interstitium maka
cairan akan berdifusi dari ruang intravaskularke interstitium menuju ke ujung
arteriola kapiler. Untuk mengembalikannya ke intravaskular kembali maka
melalui pembuluh limfa, cairan akan dikembalikan dari ujung vena kapiler ke
intravaskular.

2.3. Metabolisme Air


Pengaturan metabolisme air dipengaruhi oleh pengeluaran ADH dari
kelenjar hipofisis posterior sebagai respons terhadap perubahan osmolaritas
serum. Perubahan osmolaritas plasma/serum menyebabkan pengeluaran ADH ke
dalam sirkulasi. ADH menyebabkan penurunan pengeluaran urine karena
reabsorbsi lebih banyak air dengan filtrat glomerulus sewaktu air melewati tubulu.
Peningkatan osmolaritas juga menyebabkan peningkatan rasa haus sehingga
asupan air meningkat. Peningkatan reabsorbsi air dan asupan air menyebabkan
penurunan osmolaritas plasma. Apabila terjadi penurunan osmolaritas plasma,
maka ekskresi urin meningkat.

3. Memahami dan Menjelaskan Edema dan Asites


3.1. Definisi
Edema adalah suatu indikator utama adanya penyakit serius yang ditandai
dengan akumulasi cairan di jaringan interstisium secara berlebihan akibat
penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan pembuluh limfe.
Sementara untuk Asites adalah bentuk edema khusus yang mengacu pada
penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga peritoneal.

3.2. Penyebab
Secara umum penyebab edema :
 Retensi air, dimana disebabkan oleh peningkatan kadar ADH yang disekresi
oleh hipofisis posterior didalam hipotalamus.
 Retensi Natrium, dimana dipengaruhi oleh aktivitas renin-angiostensin-
aldosteron yang erat kaitannya dengan baroreseptor di arteri aferen
glomerulus ginjal, aktivitas ANP (atrial natriuretic peptide) yang erat
hubungannya dengan baroreseptor di atrium dan ventrikel jantung, aktivitas
saraf simpatis ADH yang erat kaitannya dengan baroreseptor di sinus-
karotikus, osmoreseptor hipotalamus.
 Penurunan tekanan osmotik koloid, pada dasarnya tekanan osmotik koloid
mempertahankan atau mendorong cairan ke dalam agar tetap berada di
intravaskular. Tekanan osmotik koloid ini dipertahankan oleh protein
albumin, bila protein plasma atau albumin dalam darah menurun kadar
plasma darah akan berkurang sehingga memungkinkan gerakan ke dalam
jaringan. Ini akan menimbulkan akumulasi cairan dalam jaringan dengan
penurunan volume di intravaskular.
 Peningkatan tekanan hidrostatik, penyebab utama tekanan hidrostatik
kapiler adalah karena tekanan osmotik yang menurun, sehingga cairan yang
berada di intravaskular akan mendorong keluar intravaskular ke interstisium.
 Obstruksi saluran limfe, terjadi karena kelebihan cairan yang difiltrasi
keluar di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke intravaskular.
 Meningkatnya permeabilitas kapiler, akan mengakibatkan protein plasma
keluar dari kapiler sehingga tekanan koloid osmotik darah akan menurun
dan tekanan hidrostatiknya akan meningkat.
 Meningkatnya tekanan darah kapiler, tekanan darah kapiler akan meningkat
jika volume darah meningkat.
 Albumin rendah, protein plasma dalam darah 85% berasal dari albumin. Jika
kadar albumin dalam darah rendah maka volume darah akan rendah
sehingga tekanan osmotik koloidnya juga rendah dan juga menyebabkan
tekanan hidrostatiknya meningkat. Hal ini bisa terjadi pada pendertia
hipoproteinemia berat dan hipoalbuminemia.

3.3. Gejala
Gejala terutama akan tergantung pada penyebab yang didasari. Berikut ini
mengacu pada edema umum :
 Pembengkakan kulit.
 Kulit dapat meregang dan mengilap.
 Kulit dapat mempertahankan lesung pipit dan butuh waktu yang lama untuk
kembali seperti semula.
 Bengkak dari wajah, pergelangan kaki atau mata.
 Bagian tubuh yang terkena edema sakit.
 Stiff sendi.
 Berat badan naik.

3.4. Jenis-jenis
Jenis-jenis edema menurut lokasi anatomisnya :
 Edema menyeluruh atau generalisata, disebabkan oleh penurunan tekanan
osmotik koloid pada hipoproteinema.
 Edema lokal, disebabkan oleh kerusakan kapiler, konstriksi sirkulasi atau
sumbatan drainase hati atau vena.
Jenis-jenis edema menurut tempat akumulasinya :
 Edema intraselular (non pitting edema), edema yang mengakibatkan
keadaan ini yaitu adanya gangguan metabolik jaringan dan tidak adanya
nutrisi sel yang kuat juga dengan adanya kelebihan jumlah elektrolit dalam
sel akan meningkatkan tekanan osmotik didalam sel sehingga menyebabkan
terjadinya pergerakan cairan dari luar ke dalam sel.
 Edema ekstraselular (pitting edema), dapat terjadi karena kebocoran
abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler
dan juga karena kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan dari
interstisial ke dalam darah.
3.5. Diagnosis Banding
Sesuai dengan jenis-jenisnya, edema dibedakan dari yang menyeluruh
(generalisata) dengan edema setempat (lokalisata). Mayoritas terbesar untuk
pasien yang menderita edema menyeluruh itu menderita kelainan jantung, ginjal,
hepar atau nutrisi dalam stadium lanjut. Karena itu, diagnosis banding dilakukan
untuk mengenali atau menyingkirkan keadaan tersebut :
 Edema lokalisata, yang terjadi akibat obstruksi vena atau limfatik dapat
disebabkan oleh tromboflebitis, limfangitis kronik, reseksi kelenjar limfe
regional, filariasis, dan lain-lain.
 Edema pada gagal jantung, bukti adanya penyakit jantung dengan
manifestasi berupapembesaran jantung dan irama galop.
 Edema pada sindroma nefrotik, ditemukan protein nuria yang mencolok
(>3.5 gram/hari), hipoalbuminemia yang berat (<2 gram/dL) dan pada
penderita hiperkolesterolemia. Sindroma ini dapat terjadi pada penderita
glomerulonefritis, glomerulosklerosis diabetik, dan reaksi hipersensivitas.
 Edema pada glomerulonefritis akut dan bentuk-bentuk gagal ginjal lain,
edema yang terjadi pada glomerulonefritis yang disertai dengan hematuria,
proteinuria dan hipertensi. Edema pada penyakit ini disebabkan oleh retensi
primer dari natrium dan air oleh ginjal karena insfisiensi ginjal. Keadaan
yang berbeda dengan gagal jantung kongestif ditaindai khas oleh curah
jantung yang normal atau meningkat dan perbedaan oksigen vena-arteri.
Pasien dengan edema yang disebabkan oleh gagal ginjal sering mempunyai
tanda kongestif paru pada rontgenogram dada sebelum pembesaran jantung
tetapi biasanya tidak menjadi ortopnea. Pasien dengan gangguan fungsi
ginjal kronik dapat menjadi edema karena retensi natrium dan air di ginjal
primer.
 Edema pada sirosis, bukti klinis edema pada sirosis adalah asites yang
menunjukan penyakit hati (terlihatnya pembuluh-pembuluh vena kolateral,
ikterus, dan spider angioma) gejala asites yang timbul acapkali resisten
terhadap pengobatan karena penimbunan cairan ini terjadi akibat kombinasi
antara drainase limfatik hepatik, hipertensi portal dan hipoalbuminemia.
Selanjutnya, penumpukan yang dapat diukur dari cairan asites yang
meningkat di intraabdominal dan menghambat venous return dari
ekstremitas bawah.
 Edema akibat malnutrisi, kekurangan diet dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan hipoproteinemia dan edema. Gejala dapat diperberat dengan
terjadinya penyakit jantung yang juga berasal dari beriberi yang juga berasal
dari keadaan malnutrisi. Edema akibat malnutrisi ini akan cepet pulih jika
penderita diberi makanan yang memadai sehingga jumlah asupan garam
yang ditelan dapat meningkat.

3.6. Pendekatan pasien edema


Jika edema terjadi secara lokal (lokalisata) maka dipusatkan pada
penyebabnya. Edema lokal ini mencakup keadaan hidrotoraks, asites atau juga
keduanya. Hidrotoraks atau asites ini dapat terjadi dapat terjadi karena obstruksi
vena atau limfatik setempat.
Jika edema terjadi menyeluruh (generalisata) maka yang harus diperiksa
dari pasien adalah kadar albuminnya, menentukan apa pasien ini hipoalbuminemia
atau tidak. Selanjutnya pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu pemeriksaan
urinalis yang bertujuan untuk mengevaluasi apakan pasien tersebut sirosis atau
malnutrisi berat atau sindroma nefrotik. Jika pasien tidak terjadi hipoproteinemia,
dokter harus menunjukan kegagalan jantung kongestif.

3.7. Penanganan
Penanganan untuk edema ini bisa dilakukan :
 Tirah baring total
 Dianjurkan menggunakan stocking yang menekan, terutama untuk
pasien lansia.
 Berikan tambahan kalium
 Diet rendah garam dan batasi cairan.
 Pada kasus-kasus refrakter, atau terjadi kekurangan volume
intravaskular atau oliguria, berikan albumin intravena.
 Perbaikan nutrisi, berikan makanan tinggi kalori dan rendah garam. Protein
yang diberikan sebesar 50-60 g/hari ditambah kehilangan dari urin.
 Pencegahan infeksi berikan antibiotik profilaksis terutama untuk golongan
pneumokokus.
 Pemberian diuretik :
 Loop diuretik, dapat diberikan per oral atau intravena.
 Furosemid :
40-120 mg (1-2 kali sehari), masa kerja pendek, poten, efektif pada
laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah.
 Bumetanide :
0,5-2 mg (1-2 kali sehari), digunakan bila alergi terhadap furosemid.
 Asam etakrinat :
50-200 mg (1 kali sehari), masa kerja panjang.
 Bekerja di tubulus distal, tidak hemat kalium (menyebabkan
hipokalemia).
 Hidroklorotiazide (HCT) :
25-200 mg (1 kali sehari), bekerja bila LFG >25 ml/menit.
 Clortalidone :
100 mg (1 hari atau 2 hari sekali), masa kerja panjang sampai 72 jam,
bekerja bila LFG >25 ml/menit.
 Metolazone :
Masa kerja panjang, efektif pada LFG yang rendah.
 Bekerja di tubulus distal, tapi hemat kalium.
 Spironolakton :
25-100 mg (4 kali sehari), dapat menyebabkan hiperkalemia, asidosis,
blok aldosteron, ginekomastia, impotensi.
 Amenorea :
Onset 2-3 hari, jangan bersamaan dengan ACE-inhibitor dan K.
Sebalikanya tidak digunakan pada pasien gagal ginjal.
 Amiloride :
5-10 mg (1-2 kali sehari), kurang poten dibanding spironolakton, dapat
menyebabkan hiperkalemia.
 Triamterene :
100 mg (2 kali sehari), kurang poten dibanding spironolakton, ES :
hiperkalemia dan pembentukan ginjal.
3.8. Laboratorium dan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita edema antara lain :
 Bentuk paru-paru seperti kodok,abdomen cembung dan sedikit tegang
 Varesis di dekat usus
 Varesis di dekat tungkai bawah
 Edema timbal karena hipoalbuminemia
 Perubahan sirkulasi distensi abdomen
 Timpani pada puncak asites
 Fluid wave
 Shifting dullness
 Pudle sing
 Foto thorax
 Ultrasonografi
 CT scan

Pemeriksaan Laboratorium pada penderita edema antara lain :


 Penurunan serum osmolalitas : < 280 mOsm/kg
 Penurunan serum protein, albumin, ureum, Hb and Ht
 Peningkatan tekanan vena sentral (central vein pressure)
3.9. Mekanisme

Malnutrisi, sirosis
Albumin - hati, sindroma
nefrotik

Tekanan
onkotik -

Tekanan
hidrostatik +
Gagal Jantung

Cairan keluar dari


intravaskularke Volume plasma
interstitial -

Curah jantung -

Volume darah arteri


Vasokontriksi (tekanan darah) - ADH +

Filtrasi - Angiotensinogen +

Reabsorbsi +
Angiotensin +

Aldosteron +

Retensi Retensi Retensi air di


natrium dan air natrium di distal
distal

Volume plasma + Transudasi Volume interstitial


+

EDEMA
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai