Skenario
EDEMA
Seorang laki-laki, umur 60 tahun berobat ke dokter dengan keluhan perut membesar dan
tungkai bawah sejak 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites pada
abdomen dan edema pada kedua tungkai bawah. Dokter menyatakan pasien mengalami
kelebihan cairan tubuh. Pemeriksaan laboratorium : kadar protein albumin di dalam plasma
darah 2,0 g/l (normal > 3,5 g/l). Keadaan ini menyebabkan gangguan tekanan koloid osmotik
dan tekanan hidrostatik di dalam tubuh.
B. Langkah 1
a. Identifikasi Masalah
Asites : kondisi dimana terjadi akumulasi cairan di perut.
Tekanan koloid osmotik : tekanan yang berpengaruh pada albumin.
Albumin : protein utama pada plasma yang berpengaruhi pada tekanan onkotik
atau osmotik koloid.
Tekanan hidrostatik : tekananan yang berada pada pembuluh darah
Abdomen : perut
Edema : kondisi dimana terjadi penambahan jumlah cairan di dalam ruang
jaringan interstisial.
b. Brain Storming
1. Apa fungsi protein albumin dalam plasma darah?
2. Apa penyebab tungkai bawah bengkak (edema) dan asites?
3. Apa gejala edema & asites?
4. Apa pengaruh rendahnya protein albumin?
5. Apa jenis-jenis edema?
6. Apa pengaruh tekanan koloid osmotik & hidrostatik?
7. Bagaimana cara menangani edema?
8. Bagaimana mekanisme edema?
c. Analisis Masalah
1. Protein albumin dalam plasma darah berfungsi untuk menjaga keseimbangan
cairan di tiap-tiap ruangan itu.
2. Penyebab edema : kadar protein albumin dalam darah rendah.
Penyebab asites : infeksi bakteri, penderita sirosis, penderita perikarditis
kontriktif.
3. Untuk gejala :
Edema :
Pembengkakan di beberapa bagian tubuh
Pembengakakn langsung di jaringan bawah kulit
Kalau bagian bengkak ditekan akan berbekas dan untuk kembali seperti
semula membutuhkan waktu yang lama.
Asites :
Sendawa
Lelah
Mual
Berat badan menurun
Perut kembung
Sesak nafas
4. Albumin berpengaruh pada keseimbangan cairan, kalau albumin rendah maka
akan terjadi gangguan keseimbangan cairan.
5. Jenis-jenis edema :
Berdasarkan lokasi anatomisnya :
Edema generalisata, biasanya terjadi karena tekanan osmotik koloid
rendah akibat kadar albumin rendah.
Edema lokalisata, terjadi pada salah satu bagian tertentu.
Berdasarkan tempat akumulasinya :
Edema intraseluler, non pitting edema.
Edema ekstraseluler, pitting edema.
6. Kalau pada penderita edema, tekanan osmotik koloidnya menurun sementara
untuk tekanna hidrostatiknya meningkat.
7. Cara menangani edema & asites :
Mengurangi asupan Natrium.
Memakai obat diuretik.
Diet rendah garam.
Menjauhkan diri dari alkohol.
Transplantasi hati, untuk yang penderita sirosis.
8. Awalnya albumin pada darah rendah, sehingga tekanan onkotik (osmotik koloid)
rendah dan tekanan hidrostatiknya menjadi tinggi. Tergantung pada lokasi
terjadinya edema.
d. Hipotesa Sementara
Pada pasien yang menderita penyakit sirosis, gagal ginjal, hipoproteinemia
maupun gagal jantung kongestif menyebabkan albumin plasma rendah sehingga
tekanan osmotik koloid pada plasma rendah yang juga mengakibatkan tekanan
hidrostatik menjadi tinggi. Dengan adanya tekanan osmotik koloidnya rendah dan
tekanan hidrostatiknya tinggi, menjadikan cairan terdorong keluar dari intravaskuler
menuju interstisial yang jika terjadi obstruksi vena maupun limfatik akan terjadi
pembengkakan yang disebut dengan Edema. Edema mempunyai bentuk khusus
seperti Asites yang terjadi di rongga peritoneal, dan asites ini mempunyai gejala
seperti sendawa, kembung, berat badan menurun, lelah, mual, dan sesak nafas. Edema
ini dibedakan berdasarkan letak anatomisnya yang meliputi edema generalisata
(secara menyeluruh) dan edema lokalisata (lokal atau satu), dan juga berdasarkan
tempat akumulasinya yaitu edema intraselular (non pitting) dan edema extraselular
(pitting). Penanganan pada edema ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi
asupan Natrium, memakai obat diuretik, diet rendah garam, enjauhkan diri dari
alkohol, dan transplantasi hati bagi yang terkena edema dengan penyebab sirosis hati.
C. Langkah 2 : Belajar Mandiri
D. Langkah 3 : Learning Objective
1. Memahami dan Menjelaskan Sirkulasi Darah Kapiler
1.1. Definisi
Kapiler adalah tempat pertukaran anatara darah dan jaringan, memiliki
percabangan yang luas sehingga terjangkau ke semua sel. Kapiler merupakan
saluran mikroskopik untuk pertukaran nutrient dan zat sisa diantara darah dan
jaringan. Dindingnya bersifat semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.
1.2. Fungsi
Fungsi kapiler adalah untuk pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida,
nutrien, cairan, dan produk sampah antara darah dan cairan jaringan di sekeliling
sel. Dinding kapiler ini bertindak atau berfungsi sebagai membran yang cukup
permeabel. Air lewat dengan bebas melalui membran dan demikian juga molekul
yang berat molekulnya dibawah 5000.
1.3. Struktur
1.4. Sirkulasi
a) Definisi sirkulasi kapiler darah
Sistem sirkulasi adalah sistem transpor yang menghantarkan oksigen
dan berbagai zat yang diabsorbsi dari traktus gastrointestina menuju ke
jaringan serta melibatkan karbondioksida ke paru dan hasil metabolisme lain
menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan
mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang mengatur fungsi sel. setiap
pembuluh halus yang menghubungkan aneriol dan venol membentuk suatu
jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya berkerja sebagai
membran semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.
e) Sistem Limfatik
Fungsi system limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein
yang difiltrasi kapiler ke system sirkulasi. System limfatik didisain hanya 1
jalan, yaitu dari jaringan ke system sirkulasi. Ujung pembuluh limf (kapiler
limf) berada dekat kapiler darah. Penyumbatan pembuluh limfa dapat
menyebabkan edema.
3.2. Penyebab
Secara umum penyebab edema :
Retensi air, dimana disebabkan oleh peningkatan kadar ADH yang disekresi
oleh hipofisis posterior didalam hipotalamus.
Retensi Natrium, dimana dipengaruhi oleh aktivitas renin-angiostensin-
aldosteron yang erat kaitannya dengan baroreseptor di arteri aferen
glomerulus ginjal, aktivitas ANP (atrial natriuretic peptide) yang erat
hubungannya dengan baroreseptor di atrium dan ventrikel jantung, aktivitas
saraf simpatis ADH yang erat kaitannya dengan baroreseptor di sinus-
karotikus, osmoreseptor hipotalamus.
Penurunan tekanan osmotik koloid, pada dasarnya tekanan osmotik koloid
mempertahankan atau mendorong cairan ke dalam agar tetap berada di
intravaskular. Tekanan osmotik koloid ini dipertahankan oleh protein
albumin, bila protein plasma atau albumin dalam darah menurun kadar
plasma darah akan berkurang sehingga memungkinkan gerakan ke dalam
jaringan. Ini akan menimbulkan akumulasi cairan dalam jaringan dengan
penurunan volume di intravaskular.
Peningkatan tekanan hidrostatik, penyebab utama tekanan hidrostatik
kapiler adalah karena tekanan osmotik yang menurun, sehingga cairan yang
berada di intravaskular akan mendorong keluar intravaskular ke interstisium.
Obstruksi saluran limfe, terjadi karena kelebihan cairan yang difiltrasi
keluar di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke intravaskular.
Meningkatnya permeabilitas kapiler, akan mengakibatkan protein plasma
keluar dari kapiler sehingga tekanan koloid osmotik darah akan menurun
dan tekanan hidrostatiknya akan meningkat.
Meningkatnya tekanan darah kapiler, tekanan darah kapiler akan meningkat
jika volume darah meningkat.
Albumin rendah, protein plasma dalam darah 85% berasal dari albumin. Jika
kadar albumin dalam darah rendah maka volume darah akan rendah
sehingga tekanan osmotik koloidnya juga rendah dan juga menyebabkan
tekanan hidrostatiknya meningkat. Hal ini bisa terjadi pada pendertia
hipoproteinemia berat dan hipoalbuminemia.
3.3. Gejala
Gejala terutama akan tergantung pada penyebab yang didasari. Berikut ini
mengacu pada edema umum :
Pembengkakan kulit.
Kulit dapat meregang dan mengilap.
Kulit dapat mempertahankan lesung pipit dan butuh waktu yang lama untuk
kembali seperti semula.
Bengkak dari wajah, pergelangan kaki atau mata.
Bagian tubuh yang terkena edema sakit.
Stiff sendi.
Berat badan naik.
3.4. Jenis-jenis
Jenis-jenis edema menurut lokasi anatomisnya :
Edema menyeluruh atau generalisata, disebabkan oleh penurunan tekanan
osmotik koloid pada hipoproteinema.
Edema lokal, disebabkan oleh kerusakan kapiler, konstriksi sirkulasi atau
sumbatan drainase hati atau vena.
Jenis-jenis edema menurut tempat akumulasinya :
Edema intraselular (non pitting edema), edema yang mengakibatkan
keadaan ini yaitu adanya gangguan metabolik jaringan dan tidak adanya
nutrisi sel yang kuat juga dengan adanya kelebihan jumlah elektrolit dalam
sel akan meningkatkan tekanan osmotik didalam sel sehingga menyebabkan
terjadinya pergerakan cairan dari luar ke dalam sel.
Edema ekstraselular (pitting edema), dapat terjadi karena kebocoran
abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler
dan juga karena kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan dari
interstisial ke dalam darah.
3.5. Diagnosis Banding
Sesuai dengan jenis-jenisnya, edema dibedakan dari yang menyeluruh
(generalisata) dengan edema setempat (lokalisata). Mayoritas terbesar untuk
pasien yang menderita edema menyeluruh itu menderita kelainan jantung, ginjal,
hepar atau nutrisi dalam stadium lanjut. Karena itu, diagnosis banding dilakukan
untuk mengenali atau menyingkirkan keadaan tersebut :
Edema lokalisata, yang terjadi akibat obstruksi vena atau limfatik dapat
disebabkan oleh tromboflebitis, limfangitis kronik, reseksi kelenjar limfe
regional, filariasis, dan lain-lain.
Edema pada gagal jantung, bukti adanya penyakit jantung dengan
manifestasi berupapembesaran jantung dan irama galop.
Edema pada sindroma nefrotik, ditemukan protein nuria yang mencolok
(>3.5 gram/hari), hipoalbuminemia yang berat (<2 gram/dL) dan pada
penderita hiperkolesterolemia. Sindroma ini dapat terjadi pada penderita
glomerulonefritis, glomerulosklerosis diabetik, dan reaksi hipersensivitas.
Edema pada glomerulonefritis akut dan bentuk-bentuk gagal ginjal lain,
edema yang terjadi pada glomerulonefritis yang disertai dengan hematuria,
proteinuria dan hipertensi. Edema pada penyakit ini disebabkan oleh retensi
primer dari natrium dan air oleh ginjal karena insfisiensi ginjal. Keadaan
yang berbeda dengan gagal jantung kongestif ditaindai khas oleh curah
jantung yang normal atau meningkat dan perbedaan oksigen vena-arteri.
Pasien dengan edema yang disebabkan oleh gagal ginjal sering mempunyai
tanda kongestif paru pada rontgenogram dada sebelum pembesaran jantung
tetapi biasanya tidak menjadi ortopnea. Pasien dengan gangguan fungsi
ginjal kronik dapat menjadi edema karena retensi natrium dan air di ginjal
primer.
Edema pada sirosis, bukti klinis edema pada sirosis adalah asites yang
menunjukan penyakit hati (terlihatnya pembuluh-pembuluh vena kolateral,
ikterus, dan spider angioma) gejala asites yang timbul acapkali resisten
terhadap pengobatan karena penimbunan cairan ini terjadi akibat kombinasi
antara drainase limfatik hepatik, hipertensi portal dan hipoalbuminemia.
Selanjutnya, penumpukan yang dapat diukur dari cairan asites yang
meningkat di intraabdominal dan menghambat venous return dari
ekstremitas bawah.
Edema akibat malnutrisi, kekurangan diet dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan hipoproteinemia dan edema. Gejala dapat diperberat dengan
terjadinya penyakit jantung yang juga berasal dari beriberi yang juga berasal
dari keadaan malnutrisi. Edema akibat malnutrisi ini akan cepet pulih jika
penderita diberi makanan yang memadai sehingga jumlah asupan garam
yang ditelan dapat meningkat.
3.7. Penanganan
Penanganan untuk edema ini bisa dilakukan :
Tirah baring total
Dianjurkan menggunakan stocking yang menekan, terutama untuk
pasien lansia.
Berikan tambahan kalium
Diet rendah garam dan batasi cairan.
Pada kasus-kasus refrakter, atau terjadi kekurangan volume
intravaskular atau oliguria, berikan albumin intravena.
Perbaikan nutrisi, berikan makanan tinggi kalori dan rendah garam. Protein
yang diberikan sebesar 50-60 g/hari ditambah kehilangan dari urin.
Pencegahan infeksi berikan antibiotik profilaksis terutama untuk golongan
pneumokokus.
Pemberian diuretik :
Loop diuretik, dapat diberikan per oral atau intravena.
Furosemid :
40-120 mg (1-2 kali sehari), masa kerja pendek, poten, efektif pada
laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah.
Bumetanide :
0,5-2 mg (1-2 kali sehari), digunakan bila alergi terhadap furosemid.
Asam etakrinat :
50-200 mg (1 kali sehari), masa kerja panjang.
Bekerja di tubulus distal, tidak hemat kalium (menyebabkan
hipokalemia).
Hidroklorotiazide (HCT) :
25-200 mg (1 kali sehari), bekerja bila LFG >25 ml/menit.
Clortalidone :
100 mg (1 hari atau 2 hari sekali), masa kerja panjang sampai 72 jam,
bekerja bila LFG >25 ml/menit.
Metolazone :
Masa kerja panjang, efektif pada LFG yang rendah.
Bekerja di tubulus distal, tapi hemat kalium.
Spironolakton :
25-100 mg (4 kali sehari), dapat menyebabkan hiperkalemia, asidosis,
blok aldosteron, ginekomastia, impotensi.
Amenorea :
Onset 2-3 hari, jangan bersamaan dengan ACE-inhibitor dan K.
Sebalikanya tidak digunakan pada pasien gagal ginjal.
Amiloride :
5-10 mg (1-2 kali sehari), kurang poten dibanding spironolakton, dapat
menyebabkan hiperkalemia.
Triamterene :
100 mg (2 kali sehari), kurang poten dibanding spironolakton, ES :
hiperkalemia dan pembentukan ginjal.
3.8. Laboratorium dan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita edema antara lain :
Bentuk paru-paru seperti kodok,abdomen cembung dan sedikit tegang
Varesis di dekat usus
Varesis di dekat tungkai bawah
Edema timbal karena hipoalbuminemia
Perubahan sirkulasi distensi abdomen
Timpani pada puncak asites
Fluid wave
Shifting dullness
Pudle sing
Foto thorax
Ultrasonografi
CT scan
Malnutrisi, sirosis
Albumin - hati, sindroma
nefrotik
Tekanan
onkotik -
Tekanan
hidrostatik +
Gagal Jantung
Curah jantung -
Filtrasi - Angiotensinogen +
Reabsorbsi +
Angiotensin +
Aldosteron +
EDEMA
DAFTAR PUSTAKA