Anda di halaman 1dari 26

BAB 6

PERSEDIAAN : PENGERTIAN, PENCATATAN, DAN


PENGUKURAN DENGAN PENDEKATAN BIAYA

C. PENGERTIAN PERSEDIAAN
Persediaan adalah aset menurut PSAK no.14:
1) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
2) Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut
3) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau
pemberian jasa.
Persediaan termasuk kategori aset lancar. Bagi perusahaan dagang, persediaan adalah
persediaan barang jadi yang memang ditujukan untuk dijual. Sehingga itu cocok untuk
definisi no.1 diatas. Hal ini dilihat dari siklus operasi dari perusahaan dagang. Yaitu membeli
persediaan untuk dijual kembali.
Gambar 6.1
PERSEDIAAN DI PERUSAHAAN DAGANG

Persediaan barang jadi Persediaan barang jadi

DIBELI DIJUAL

Siklus operasi untuk perusahaan manufaktur adalah dengan membeli bahan baku atau bahan
mentah. Bahan baku dengan tenaga kerja langsung dan biaya operasional pabrik kemudian
diolah. Selama pengolahan itulah yang dinamakan barang dalam proses. Bila barang dalam
proses itu sudah jadi, maka menjadi persediaan barang jadi. Sehingga dari pengertian diatas,
persediaan untuk perusahaan manufaktur ada di ketiga pengertian diatas yaitu :
1. Bahan baku
2. Barang dalam proses
3. Barang jadi
Gambar 6.2
PERSEDIAAN DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR

Tenaga kerja
langsung

Bahan baku Barang dalam proses Barang jadi

Biaya operasional
pabrik

Selain jenis-jenis persediaan diatas, pengakuan kepemilikan persediaan dapat dilihat dari
berbagai situasi dibawah ini. Berikut penjelasannya.

1. BARANG DALAM PERJALANAN


Persediaan dijual bisa saja tidak langsung dimiliki oleh pembeli saat itu juga, yang
mana akan memakan waktu sampai bisa berhari-hari. Persediaan inilah yang disebut barang
dalam perjalanan. Dalam hal ini menimbulkan pertanyaan, barang ini menjadi kepunyaan
siapa, apakah pembeli atau penjual. Untuk itu biasanya digunakanlah istilah FOB ( free on
board) shipping point dan FOB destination. Bila memakai aturan FOB shipping point atau
FOB tempat pengiriman adalah begitu persediaan itu sudah dikirim keluar dari gudang, maka
persediaan itu bukan lagi menjadi milik penjual. Sedangkan aturan FOB destination atau
FOB tempat tujuan, maka pada saat persediaan itu sampai di tempat tujuan, maka persediaan
itu bukan lagi milik penjual. Artinya selama persediaan itu keluar dari gudang dan masih
perjalanan sampai ke tempat tujuan, maka persediaan itu masih milik penjual.

2. BARANG KONSINYASI
Barang konsinyasi (consignment goods) adalah barang titipan. Biasanya ada di
industri retail. Prosesnya adalah penjual sebagai consignor menitipkan barangnya untuk
dijual kepada pihak lain (consignee). Pada saat penjual melepaskan barang untuk dititipkan,
barang titipan itu masih diakui sebagai milik penjual. Kemudian pihak lain itu menjual
barang titipan itu. Bila telah terjual, consignee mengabarkan atau memberi notifikasi kepada
consignor. Pada saat pemberian notifikasi inilah, baru penjual mengakui adanya penjualan.
Hal ini memerlukan waktu yang mungkin bisa berhari-hari, berminggu-minggu atau bahkan
bulanan. Selama belum ada notifikasi dari consignee, maka consignor tidak bisa mengakui
sebagai penjualan dan tidak bisa mengurangi persediaan.

D. METODE PENCATATAN PERSEDIAAN


Pada saat pembelian persediaan, terkadang ada potongan harga dan juga pembelian
retur. Pembelian retur terjadi bila ketika kita beli persediaan, ternyata ada persediaan yang
rusak, sehingga persediaan itu dikembalikan. Sedangkan potongan harga bisa didapat bila
memang penjual mau memberikan potongan harga. Baik pembelian retur dan potongan harga
akan mengurangi pembelian. Berikut jurnalnya.

Pembelian Pembelian xxx


Hutang usaha xxx

Potongan harga Hutang Usaha xxx


Potongan harga pembelian xxx

Pembelian retur Hutang Usaha xxx


Pembelian retur xxx

Dalam pencatatan persediaan ada dua metode yang digunakan yaitu sistem periodical
dan sistem perpetual. Berikut penjelasannya.

1. SISTEM PERIODIKAL
Dalam sistem periodikal, persediaan yang dibeli tidak dicatat sebagai persediaan, hanya
dicatat sebagai pembelian. Hal ini berlangsung selama satu bulan. Sehingga pada saat itu
dijual, dicatat sebagai penjualan. Pada saat akhir bulan, barulah diperiksa ke gudang untuk
dilakukan pemeriksaan secara fisik berapa jumlah persediaan yang tertinggal. Di akhir bulan
ini, baru dihitung harga pokok penjualan. Penghitungan harga pokok penjualan untuk
perusahaan dagang adalah sebagai berikut :
Persediaan awal xxx
Pembelian xxx
(-) Potongan harga (xxx)
Pembelian retur (xxx)
(+) Pembelian bersih xxx
(+) Biaya angkut masuk xxx
Tersedia untuk dijual xxx
(-) Persediaan akhir (xxx)
Harga Pokok Penjualan xxx

Berikut jurnalnya.
Transaksi Jurnal
Pembelian Pembelian xxx

Kas / Hutang Usaha xxx

Penjualan Kas / Piutang Usaha xxx

Penjualan xxx

Akhir periode Persediaan akhir xxx

Harga Pokok Penjualan xxx

Pembelian xxx

Persediaan awal xxx

Sistem ini cocok untuk perusahaan dagang yang mempunyai persediaan barang jadi yang
tidak banyak.

2.SISTEM PERPETUAL
Pencatatan persediaan dengan sistem perpetual, adalah dengan mencatat pembelian
persediaan sebagai persediaan di sisi debet. Pada saat dijual, selain dicatat sebagai penjualan,
dicatat juga persediaan di sisi kredit, dengan harga pokok penjualan di sisi debet. Sistem ini
memerlukan buku pembantu persediaan. Sehingga setiap saat dapat mengetahui berapa saldo
persediaan dan harga pokok penjualan. Pada akhir periode, selain dengan memeriksa
persediaan secara fisik dengan membandingkan buku pembantu persediaan, tidak perlu lagi
membuat jurnal penyesuaian dalam menentukan harga pokok penjualan. Berikut contoh buku
pembantu persediaan.
Gambar 6.3 : Buku Pembantu Persediaan
Pembelian Penjualan Saldo
Kuantitas @ Jumlah Kuantitas @ Jumlah Kuantitas @ Jumlah
Tgl
(Rp.) (Rp.) (Rp.)

Buku pembantu persediaan membantu perusahaan agar dapat mengetahui setiap saat saldo
akhir persediaan baik dalam jumlah dan harga, juga harga pokok penjualan. Saldo akhir
persediaan dapat dilihat di kolom saldo. Sedangkan harga pokok penjualan dapat dilihat di
kolom penjualan. Walau begitu, tetap juga harus dilakukan pemeriksaan persediaan secara
fisik di gudang. Waktunya bisa kapan saja tidak hanya akhir bulan. Berikut jurnalnya.

Transaksi Jurnal
Pembelian Pembelian xxx
Kas / Hutang Usaha xxx

Penjualan Kas / Piutang Usaha xxx


Penjualan xxx

Harga Pokok Penjualan xxx


Persediaan xxx

Akhir periode Tidak perlu dibuat jurnal

Ilustrasi 6.1 Saldo awal persediaan 500 unit @Rp.3.500


Pembelian 250 unit @Rp. 3.500
Penjualan 150 unit @Rp.5.500
Diminta :
a. Buatlah jurnal dari transaksi diatas dengan metode periodikal dan perpetual
b. Buatlah jurnal untuk akhir periode dengan metode periodikal dan perpetual
Transaksi Periodikal Perpetual
Saldo awal tidak ada jurnal, nilai persediaan (500 tidak ada jurnal, nilai persediaan
x 3.500) = Rp. 1.750.000 (500 x 3.500) = Rp. 1.750.000

Pembelian Pembelian 875.000 Persediaan 875.000


Kas 875.000 Kas 875.000
( 250 x 3.500)

Penjualan Kas 825.000 Kas 825.000


Penjualan 825.000 Penjualan 825.000
( 150 x 5.500)
Harga Pokok Penjualan 525.000
Persediaan 525.000
( 150 x 3.500)

Akhir Persediaan akhir 2.100.000 Tidak ada jurnal


periode Harga Pokok penjualan 525.000
Pembelian 875.000
Persediaan awal 1.750.000

E. PENGUKURAN PERSEDIAAN DENGAN METODE BIAYA


Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih
rendah. Berarti pengukuran persediaan itu ada 2 yaitu metode biaya dan metode nilai realisasi
neto. Disini akan dibahas mengenai pengukuran metode biaya. Sedangkan untuk nilai
realisasi neto akan dibahas di bab berikutnya. Berikut penjelasannya.

1. BIAYA PERSEDIAAN
Biaya persediaan dari PSAK no.14 harus meliputi biaya pembelian, biaya konversi
dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Berikut bila dilihat dari 2 industri.
a. Untuk perusahaan dagang yang termasuk biaya persediaan adalah biaya pembelian.
Biaya pembelian adalah meliputi harga pembelian,bea impor, dan pajak lainnya (selain
dari pajak yang kemudian dapat dipulihkan kembali dari dinas pajak), biaya transportasi,
biaya penangangan, dan biaya lainnya yang dapat diatribusikan secara langsung pada
pembelian dikurangi diskonto, rabat dan subsidi. Hal ini juga dinamakan biaya produk.
Yang dimaksud juga dengan biaya transportasi adalah biaya angkut masuk. Sehingga
biaya angkut keluar bukan termasuk biaya pembelian, malainkan diakui sebagai beban.
Ilustrasi 6.2 PT ABC mengimpor excavator dari Jepang. Harga belinya Rp.150.000.000
per excavator. PT ABC mendapat potongan harga 2%. Bea impornya adalah
Rp.15.000.000 per excavator. Biaya transportasinya adalah Rp.5.000.000 per excavator.
Sehingga biaya untuk 1 excavator adalah sebagai berikut :
Pembelian Rp.150.000.000
Potongan harga (2% x 150.000.000) (3.000.000)
Bea impor 15.000.000
Biaya transportasi 5.000.000
Biaya excavator Rp. 167.000.000

b. Untuk perusahaan manufaktur yang termasuk biaya persediaan adalah biaya pembelian
seperti tertera di poin a dan biaya konversi. Biaya konversi adalah biaya yang
berhubungan langsung dengan produk barang jadi yang dihasilkan. Biaya ini adalah biaya
yang menjadi komponen harga pokok produk yaitu : tenaga kerja langsung, persediaan
bahan baku dan biaya operasional pabrik. Tenaga kerja langsung dan persediaan bahan
baku adalah termasuk biaya variabel. Sedangkan dalam biaya operasional pabrik terdapat
dua jenis biaya yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel dapat diatribusikan
langsung ke produk. Sedangkan untuk biaya tetap, harus dialokasikan sesuai dengan
jumlah kapasitas maksimal produk yang bisa dihasilkan.
Ilustrasi 6.3 Untuk membuat 1 meja, diperlukan kayu sebanyak 2 kg @Rp.150.000,
tenaga kerja langsung 10 jam @Rp. 20.000, biaya operasional pabrik variabel
@Rp.50.000 dan biaya operasional tetap Rp. 20.000.000 untuk produksi 200 kursi.
Sehingga biaya produk untuk 1 meja adalah :

Kayu (2 x Rp.150.000) Rp. 300.000


Tenaga kerja langsung (10 x Rp.20.000) 200.000
BOP variabel 50.000
BOP tetap( Rp.20.000.000 : 200) 100.000
Biaya produk 1 meja Rp. 650.000

2. RUMUS BIAYA
Menurut PSAK no.14, biaya persediaan untuk item yang biasanya tidak dapat diganti
dengan barang lain (not ordinary interchangeable) dan barang atau jasa yang dihasilkan dan
dipisahkan untuk proyek tertentu harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi spesifik
terhadap biayanya masing masing. Biaya persediaan, kecuali identifikasi khusus, harus
dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau
ratarata tertimbang.
Dari paragraph diatas dapat disimpulkan menurut PSAK 14, rumus biaya untuk
persediaan yang dipakai adalah :
1. Identifikasi khusus
2. Masuk pertama keluar pertama ( first in first out)
3. Rata-rata tertimbang (weighted average).

2.1 Identifikasi Khusus


Identifikasi khusus adalah mengidentifikasikan jumlah persediaan yang dijual dan
jumlah persediaan yang ada dimiliki. Biaya unit spesifik yang terjual dialokasikan ke harga
pokok penjualan dan biaya unit yang dimiliki dialokasikan ke persediaan akhir.
Metode ini bisa digunakan bila dapat dipisahkan pembelian yang berbeda. Metode ini
juga bisa digunakan bila jumlah persediaannya tidak banyak dan itemnya dapat dengan
mudah dibedakan.

Ilustrasi 6.4 Persediaan akhir di PT Mobil OK terdiri dari 150 unit mobil,
dimana pembeliannya tanggal 7 Oktober 50 unit, 12 Oktober 75 unit dan 17
Oktober 25 unit. Berikut pengerjaannya.

Tanggal Jumlah Harga per satuan(Rp.) Total (Rp.)


7 Okt 50 80.000.000 4.000.000.000
12 Okt 75 90.000.000 6.750.000.000
17 Okt 25 95.000.000 2.375.000.000
Persediaan akhir 150 13.125.000.000

Persediaan yang tersedia untuk dijual 25.000.000.000


(-) Persediaan akhir 13.125.000.000
Harga Pokok penjualan 11.825.000.000

2.2 Masuk Pertama Keluar Pertama


Metode masuk pertama keluar pertama (first in first out) atau lebih dikenal dengan
FIFO adalah persediaan yang dibeli pertama adalah persediaan yang pertama sekali dijual.
Kelebihan dari metode ini adalah nilai persediaan akhir adalah sama dengan biaya terkini.
Kekurangannya adalah metode ini gagal dalam mencocokkan biaya kini dengan pendapatan
terkini di laporan laba rugi. Perusahaan membebankan biaya lama dengan pendapatan terkini
akan mengakibatkan distorsi dari laba kotor dan laba bersih. Selain itu, bila tidak
mendokumentasikan dengan baik, perusahaan bisa salah menetapkan harga jual terhadap
persediaan yang dijual.

Ilustrasi 6.5 : Berikut transaksi pembelian dan penjualan dari PT ABC.


Transaksi Jumlah Harga persatuan (Rp,) Total (Rp.)
Saldo awal 1 November 200 35.000 7.000.000
Pembelian 9 November 40 37.000 1.480.000
Penjualan 28 November 215 60.000 12.900.000
Diminta: Hitunglah nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan tanggal 30 November
dengan metode pencatatan periodikal dan perpetual dengan rumus biaya FIFO

Pembelian Penjualan Saldo


T
Kua @ Jumlah Kua @ Jumlah Kua @ Jumlah
g
n (Rp.) n (Rp.) n
l
titas titas titas (Rp.)

1 200 35.000 7.000.000


9 40 37.000 1.480.000 200 35.000 7.000.000
40 37.000 1.480.000
2 200 35.000 7.000.000 25 37.000 925.000
8 15 37.000 555.000

Metode Periodikal

Tanggal Jumlah Total (Rp.)


1 Nov 200 7.000.000
9 Nov 40 1.480.000
Tersedia untuk dijual 240 8.480.000

Penjualan 200 (@35.000) 7.000.000


15 (@37.000) 555.000

Persediaan akhir 25 (@37.000) 925.000

Persediaan awal 7.000.000


Pembelian
Metode Perpetual 1.480.000
Persediaan akhir ( 925.000)
Harga Pokok Penjualan 7.555.000
2.3 Rata-Rata Tertimbang

Metode rata-rata tertimbang adalah metode menentukan nilai persediaan dengan harga
rata-rata dari jumlah produk yang dibeli. Metode ini lebih praktis untuk diterapkan. Metode
ini juga tidak memanipulasi laba.

Ilustrasi 6.6 : Berikut transaksi pembelian dan penjualan dari PT ABC.


Transaksi Jumlah Harga persatuan (Rp,) Total (Rp.)
Saldo awal 1 November 200 35.000 7.000.000
Pembelian 9 November 40 37.000 1.480.000

Penjualan 28 November 215 60.000 12.900.000

Diminta : Hitunglah nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan tanggal 30 November
dengan metode pencatatan periodikal dan perpetual dengan rumus biaya rata-rata tertimbang.
Metode Periodikal

Tanggal Jumlah Total (Rp.)


1 Nov 200 7.000.000
9 Nov 40 1.480.000
Tersedia untuk dijual 240 8.480.000

Biaya rata-rata tertimbang = 8.480.000 : 240


= Rp. 35.333 per unit

Persediaan akhir = 25 x 35.333 = 883.325

Persediaan awal 7.000.000


Pembelian 1.480.000
Persediaan akhir ( 883.325)
Harga Pokok Penjualan 7.596.675
Metode Perpetual
T Pembelian Penjualan Saldo
Kua @ Jumlah Kua @ Jumlah Kua @ Jumlah
g
n (Rp.) n (Rp.) n (Rp.)
l
titas titas titas

1 200 35.000 7.000.000


9 40 37.000 1.480.000 240 35.333 8.480.000
2 215 35.333 7.596.595 25 35.333 883.405
8

F. PENYAJIAN DI LAPORAN KEUANGAN


Berikut penyajian di laporan keuangan dengan contoh rata-rata tertimbang metode periodikal
diatas.

PT ABC
LAPORAN LABA RUGI
PERIODE NOVEMBER 2014 dlm Rp.

Penjualan 12.900.000
Persediaan awal 7.000.000
Pembelian 1.480.000
Persediaan akhir ( 883.325)
Harga Pokok Penjualan (7.596.675)
Laba Kotor 5.303.325

PT ABC
LAPORAN POSISI KEUANGAN
PER 30 NOVEMBER 2014 dlm Rp.

Asset Lancar
Persediaan 883.325

Dalam laporan posisi keuangan yang ditampilkan adalah nilai persediaan akhir. Dalam PSAK
14 penyajian persediaan adalah sebagai berikut :
a) Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam penilaian persediaan, termasuk rumus
biaya yang digunakan.
b) Total jumlah tercatat dari persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi
yang sesuai bagi entitas
c) Jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual
d) Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan.
e)
f) Jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang
diakui sebagai beban pada periode berjalan.
g) Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui sebagai
penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah sebagai beban pada periode
berjalan.
h) Kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang
diturunkan
i) Nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan kewajiban.
Semua ini disajikan di catatan atas laporan keuangan. Untuk point b, untuk perusahaan
manufaktur, harus dijelaskan jumlah dari masing-masing persediaan. Perusahaan manufaktur
mempunyai tiga jenis persediaan yaitu : bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi.
Masing-masing persediaan harus dijelaskan jumlahnya menurut klasifikasinya.

H. LATIHAN
1. Sebutkan proses bahan baku menjadi barang jadi dalam perusahaan manufaktur.

2. Berikut transaksi-transaksi di bawah ini.


 Tanggal 30 Agustus 2015, PT A menjual barang Rp. 1.500.000
 Tanggal 31 Agustus 2015, PT A mengeluarkan barang dari gudang untuk dikirim.
 Tanggal 1 September 2015, barangnya sampai di tujuan.
Diminta :
a. Buatlah jurnal transaksi diatas, dengan menggunakan metode perpetual, bila
pengakuannya adalah :
o FOB Shipping point
o FOB destination
b. Bagaimana penyajian nilai persediaan per tanggal 31 Agustus 2015, bila
pengakuannya adalah :
 FOB Shipping point
 FOB destination
3. Apa perbedaan biaya persediaan bagi perusahaan dagang dengan perusahaan
manufaktur?

4. PT ABC mengimpor excavator dari Jepang. Harga belinya Rp.250.000.000 per


excavator. PT ABC mendapat potongan harga 1%. Bea impornya adalah Rp.15.000.000
per excavator. PPn Bm adalah Rp.20.000.000 per excavator. Biaya transportasinya
adalah Rp.5.000.000 per excavator. Diminta hitunglah biaya persediaan untuk 1
excavator.

5. PT Lagu berusaha dalam dagang piano. Berikut transaksinya.


 Tanggal 2 Oktober membeli 3 piano dengan harga @Rp.20.000.000
 Tanggal 10 Oktober membeli 5 piano dengan harga @Rp.22.00.000
 Tanggal 20 Oktober membeli 3 piano dengan harga @Rp.24.000.000
 Tanggal 25 Oktober membeli 4 piano dengan harga @Rp.25.000.000.
Selama bulan Oktober, PT Lagu telah menjual piano sebagai berikut :
 2 piano yang dibeli tanggal 2 Oktober
 3 piano yang dibeli tanggal 10 Oktober
 1 piano yang dibeli tanggal 20 Oktober
Diminta :
a. Hitunglah harga pokok penjualan untuk bulan Oktober 2015 ini, dengan
menggunakan metode identifikasi khusus.
b. Hitunglah nilai persediaan akhir per 31 Oktober 2015

6. Tanggal 5 September 2015, perusahaan membeli persediaan 100 unit dengan @Rp.
15.000 dengan kredit. Terdapat syarat 1/10, n/30 dari penjual. Pada tanggal 14
September, perusahaan membayar 40% dari yang dibeli. Tanggal 1 Oktober 2015,
perusahaan melunasinya. Diminta : buatlah jurnal dari transaksi-transaksi diatas, dengan
menggunakan metode periodikal dan perpetual.

7. Tanggal 3 Agustus 2015, perusahaan membeli persediaan 500 unit dengan @Rp.30.000
dengan kredit. Pada tanggal 5 Agustus 2015, perusahaan mengembalikan 100 persediaan
yang rusak.
Diminta : buatlah jurnal dari transaksi-transaksi diatas, dengan menggunakan metode
periodikal dan perpetual.

8. Berikut transaksi-transaksi di bulan Oktober 2015.


 Persediaan awal 25 unit @Rp.30.000
 Pembelian tanggal 4 Oktober 125 unit @Rp.35.000
 Pembelian tanggal 7 Oktober 150 unit @Rp. 37.500
 Penjualan tanggal 10 Oktober 75 unit @Rp.55.000
 Pembelian tanggal 15 Oktober 50 unit @Rp.38.000
 Penjualan tanggal 20 Oktober 100 unit @Rp. 57.000
 Pembelian tanggal 25 Oktober 55 unit @Rp.36.000
 Penjualan tanggal 28 Oktober 65 unit @Rp. 58.000
Diminta dengan menggunakan masuk pertama keluar pertama (MPKP) :
a. Buatlah jurnal dengan metode periodikal
b. Buatlah jurnal dengan metode perpetual
c. Buatlah penyajian di laporan laba rugi untuk Oktober 2015
d. Buatlah penyajian di laporan posisi keuangan per 31 Oktober 2015.

9. Soal dan pertanyaan yang sama dari no.8 diatas, bila menghitung dengan rata-rata
tertimbang.
BAB 7
PERSEDIAAN : NILAI REALISASI NETO, METODE LABA
KOTOR DAN METODE ECERAN

C. NILAI REALISASI NETO


Menurut PSAK 14 nilai realisasi neto (net realizable value) adalah estimasi harga jual
dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang
diperlukan untuk membuat penjualan. Persediaan itu dicatat dengan metode biaya. Tapi nilai
persediaan bisa turun karena berbagai sebab. Misalnya : persediaan yang rusak, sudah
kadaluwarsa, tingkat harga yang berubah, turunnya permintaan. Apapun hal yang
menyebabkan nilai persediaan turun, menyebabkan perusahaan juga harus menurunkan nilai
persediaan dibawah harga perolehan. Sehingga metode nilai realisasi neto bisa diterapkan bila
nilai persediaan jatuh dibawah harga perolehan persediaan.
Dalam menentukan nilai mana yang lebih rendah antara biaya dengan nilai realisasi
neto, harus diperbandingkan dulu nilai antara ke 2 nilai diatas. Kemudian ditentukan mana
nilai yang lebih rendah. Nilai yang lebih rendah itulah yang menjadi nilai persediaan.
Dalam PSAK 14, persediaan yang nilai persediaannya diturunkan menjadi nilai
realisasi neto hanya tepat digunakan untuk persediaan berdasarkan item by item. Penurunan
nilai menjadi nilai realisasi neto tidak boleh diterapkan oleh kelompok persediaan, seperti
barang jadi, bahan baku dan barang dalam proses. Tidak boleh juga diterapkan bila
berdasarkan letak geografis, atau secara total keseluruhan.
Ilustrasi 7.1

Disajikan dalam Rp. Nilai terendah antara Biaya dengan


Nilai Realisasi Neto

Biaya NRN Item Usaha Total


Toko A
Komputer 1 3.000.000 1.500.000 1.500.000
Komputer 2 2.500.000 3.000.000 2.500.000
Subtotal 5.500.000 4.500.000 4.000.000 4.500.000

Toko B
Komputer 3 4.000.000 2.000.000 2.000.000
Komputer 4 3.500.000 3.900.000 3.500.000
Komputer 5 4.500.000 5.000.000 4.500.000
12.000.000 10.900.000 10.000.000 10.900.000

Total 17.500.000 15.400.000 12.400.000


14.000.00 1 15.400.000 15.400.000
Dari ilustrasi diatas, maka nilai persediaan yang dilaporkan adalah berdasarkan item yaitu
Rp.14.000.000.
Dengan adanya perubahan nilai persediaan dari Rp.17.500.000 menjadi
Rp.14.000.000, terjadi penurunan nilai persediaan sebesar Rp.3.500.000. Untuk itu harus
dibuat jurnal penyesuaian agar nilai persediaan menjadi Rp.14.000.000. Ada 2 metode untuk
mencatat jurnal penyesuaian ini yaitu : metode harga pokok penjualan dan metode rugi.
Berikut jurnalnya.

Ilustrasi 7.2

Metode Harga Pokok Penjualan Metode Rugi

Harga Pokok Penjualan 3.500.000 Rugi karena penurunan


Persediaan 3.500.000 nilai persediaan 3.500.000
Persediaan 3.500.000

Dengan metode harga pokok penjualan, langsung mengurangi harga pokok penjualan.
Dengan memakai metode rugi, akan lebih jelas berapa kerugian yang diderita karena
terjadinya penurunan nilai. Berikut penyajiannya di laporan laba rugi, bila diketahui :
Penjualan Rp.100.000.000 dan harga pokok penjualan sebelum penyesuaian Rp.70.000.000.
Ilustrasi 7.3

Metode Harga Pokok Penjualan

Penjualan 100.000.000
Harga Pokok penjualan (setelah disesuaiakan) (73.500.000)
Laba kotor 27.500.000

Metode Rugi

Penjualan 100.000.000
Harga Pokok penjualan (70.000.000)
Laba kotor 30.000.000
Rugi karena penurunan nilai persediaan ke nilai realisasi neto (3.500.000)
27.500.000
D. METODE LABA KOTOR (GROSS PROFIT METHOD)
Bila terjadi musibah terhadap perusahaan, yang mengakibatkan seluruh persediaan
hancur atau rusak karena musibah, maka perusahaan harus cepat menghitung nilai persediaan
yang ada pada saat itu. Untuk itu menghitung persediaan dapat dengan menggunakan metode
laba kotor. Metode laba kotor ini adalah estimasi perkiraan persediaan dari persentase laba
kotor. Menghitung persentase laba kotor ini umumnya adalah berapa persen laba kotor dari
penjualan bersih. Umumnya data-data ini didapat dari laporan-laporan sebelumnya.
Rumus laba kotor adalah = Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan.
Selain itu ada juga istilah mark up on cost yaitu berapa persen nilai yang dinaikkan dari
harga pokok penjualan. Untuk itu harus diketahui dulu berapa persentase laba kotor. Berikut
rumusnya.

Laba kotor = Persentase Laba Kotor x Penjualan Bersih

Sedangkan bila dikethui markup on cost, maka harus dicari persentase laba kotor. Berikut
rumus dari Kieso dan Weygandt.

𝑃𝑒𝑟𝑐𝑒𝑛𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑢𝑝 𝑜𝑛 𝑐𝑜𝑠𝑡


Gross profit on selling price =
100%+𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑛𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑢𝑝 𝑜𝑛 𝑐𝑜𝑠𝑡

.Ilustrasi 7.4
Berikut transaksi-transaksi sampai tanggal 12 Desember 2015.
Penjualan Rp. 150.000.000
Pembelian 100.000.000
Persediaan awal 30.000.000
Hitunglah nilai persediaan akhir, bila :
a. Persentase Laba kotor 20%
b. Percentage markup on cost 50%
Berikut pengerjaannya untuk poin a
a. Tentukan penjualan bersih. Bila sudah, baru hitung laba kotor.
Laba kotor = 20% x Rp.150.000.000 = Rp.30.000.000
b. Hitung Harga Pokok Penjualan.
Harga Pokok Penjualan = Penjualan – Laba kotor = Rp.120.000.000
c. Hitung persediaan akhir dengan menggunakan format laporan laba rugi.
Penjualan Rp.150.000.000
Persediaan awal Rp.30.000.000
Pembelian 100.000.000
Tersedia untuk dijual Rp.130.000.000
Persediaan akhir
(10.000.000
Harga Pokok Penjualan (120.000.000)
Laba Kotor 30.000.000

Dari perhitungan diatas, persediaan akhir adalah Rp.10.000.000.

Berikut pengerjaan untuk poin b bila percentage mark up on cost 50%.


a. Hitung persentase laba kotor, dengan menggunakan rumus Kieso dan Weygandt.
0%
Persentase laba kotor = = 33,33%.
100%+ 0%
b. Hitung laba kotor. Laba kotor = 33,33 % * Rp.150.000.000 = Rp.50.000.000
c. Hitung harga pokok penjualan = Rp.150.000.000 – Rp.50.000.000 = Rp.100.000.000
d. Hitung persediaan akhir dengan menggunakan format laporan laba rugi.

Penjualan Rp.150.000.000
Persediaan awal Rp.30.000.000
Pembelian 100.000.000
Tersedia untuk dijual Rp.130.000.000
(30.000.00
Persediaan akhir
Harga Pokok Penjualan (100.000.000)
Laba Kotor 50.000.000

Nilai persediaan akhir dari poin b adalah Rp.30.000.000.


Metode ini sebenarnya banyak kelemahannya. Metode ini memakai perkiraan,
sehingga nilainya tidak pasti. Kemudian dengan menggunakan persentase laba kotor, yang
didapat dari laporan sebelumnya. Sehingga bila catatan persediaannya lengkap, tidak
disarankan untuk memakai metode ini.
D. METODE ECERAN (RETAIL INVENTORY METHOD)
Dalam industri eceran, akuntansi untuk persediaannya banyak tantangannya. Bila
persediaannya tidak banyak dan harganya juga mahal, umumnya memakai pencatatan dengan
sistem identifikasi khusus. Tapi bila mempunyai banyak jenis persediaan seperti supermarket,
maka menghitungnya juga menghadapi tantangan tersendiri.
Untuk itu dapat mengumpulkan persediaan dengan harga eceran. Prinsipnya adalah :
perusahaan retail membeli persediaan diakui dengan metode biaya. Kemudian persediaan itu
dijual. Harga jual itulah harga eceran. Sehingga timbul perbedaan berapa nilai persediaan
menurut biaya dan eceran. Untuk itu pengecer harus mempunyai data-data mengenai :
a. Total biaya dan nilai eceran dari persediaan yang dibeli
b. Total biaya dan nilai eceran dari barang yang tersedia untuk dijual
c. Penjualan pada periode tersebut.
Untuk menghitung metode eceran ini akan menggunakan 2 cara :
1. Metode biaya
2. Metode konvensional yang berdasarkan mana yang lebih rendah biaya atau nilai
realisasi neto (Lower of Cost or Net Realizable Value) atau yang disingkat LCNRV.
Tapi sebelum penghitungan dengan kedua metode diatas, harus juga diketahui hal-hal yang
berhubungan dengan eceran.

1. HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN ECERAN


Berikut beberapa istilah dalam konsep metode eceran.
a) Markup yaitu kenaikan harga dari harga eceran.
b) Markup cancellation yaitu kenaikan harga yang dibatalkan dari harga eceran yang sudah
dinaikkan.
c) Markdown yaitu penurunan harga dari harga eceran.
d) Markdown cancellation yaitu pembatalan penuruhan harga dari harga eceran yang sudah
diturunkan.
Dasar dari istilah-istilah diatas adalah harga eceran.Misal harga eceran persatuan adalah
Rp.10.000. Bila harga naik menjadi Rp.14.000, maka terjadi markup Rp.4.000. Seminggu
kemudian harga eceran menjadi Rp.11.500.Hal ini terjadi markup cancellation sebesar
Rp.2.500. Kemudian sebulan kemudian, karena barang ini tidak laku terjual, diturunkan lagi
harganya menjadi Rp.8.000. Berarti terjadi markup cancellation sebesar Rp.1.500 dan
markdown sebesar Rp.2.000. Karena barangnya mulai banyak peminatnya, dinaikkan lagi
harganya menjadi Rp.9.000. Inilah yang dinamakan markdown cancellation sebesar
Rp.1.000.

14.000
MU = 4.000
MUC = 2.500
11.500
MUC = 1.500
10.00
10.000
9.000 MD = 2.000
MDC = 1.000
8.000

Selain daripada itu harus juga dipertimbangkan transaksi-transaksi berikut ini :


 Biaya angkut masuk adalah bagian dari biaya
 Pembelian retur dapat merupakan bagian dari pengurangan biaya dan harga eceran.
 Potongan pembelian merupakan pengurangan dari biaya.
 Transfer antar department diperlakukan sama dengan pembelian dari tempat lain.
 Kerusakan yang normal seperti halnya kerusakan yang tidak menimbulkan pengurangan
yang material. Kerusakan ini akan diperlakukan sebagai pengurang dari penjualan.
 Penjualan retur, akan diperlakukan sebagai pengurang dari penjualan.
 Kerusakan yang tidak normal adalah kerusakan yang menimbulkan pengurangan
persediaan secara material. Untuk itu merupakan pengurangan dari sisi biaya dan eceran.
 Diskon pegawai akan diperlakukan sebagai pengurangan dari penjualan.

2. METODE BIAYA
Dalam mencari nilai persediaan akhir dengan metode biaya langkahnya adalah
sebagai berikut :
a. Mencari cost to retail ratio =

b. Mencari nilai persediaan akhir = cost to retail ratio x persediaan akhir eceran
Ilustrasi 7.5

Biaya Eceran
Persediaan awal Rp. 10.000.000 Rp.20.000.000
Pembelian bersih 400.000.000 700.000.000
Markups 65.000.000
Markups cancellations 20.000.000
Markdowns 55.000.000
Markdown cancellations 40.000.000
Penjualan bersih 500.000.000
Berikut Pengerjaannya

Biaya Eceran
Persediaan awal Rp. 10.000.000 Rp. 20.000.000
Pembelian bersih 400.000.000 700.000.000
Barang tersedia untuk dijual 410.000.000 720.000.000
+ Markups 65.000.000
-Markup cancellations (20.000.000)
Markup bersih 45.000.000
410.000.000 765.000.000
Pengurangan:
Mardowns 55.000.000
-Markdown cancellations (40.000.000)
Markdown bersih 15.000.000
410.000.000 750.000.000
410.000.000 750.000.000
Pengurangan :
Penjualan bersih 500.000.000
Nilai persediaan eceran 250.000.000
250.000.000
410.000.000
Cost to retail ratio = = 54,66%
7 0.000.000

3.Nilai persediaan
METODE akhir = 54,66% * Rp.250.000.000 = Rp.136.650.000
LCNRV
Dengan metode biaya

Perbedaan dengan metode biaya adalah cost to retail yaitu dalam menghitung cost to retail
ratio tidak mengikutsertakan markdown bersih. Berikut rumus cost to retail ratio. Sedangkan
dalam mencari persediaan akhir pada LCNRV adalah sama dengan metode biaya.
Mencari cost to retail ratio =

Dalam bisnis eceran, markup berarti terjadi kenaikan dari nilai penjualan. Markdown berarti
terjadi penurunan dalam kegunaan barang tersebut. Untuk itu dalam menghitung kira-kira
mana yang lebih rendah biaya atau nilai realisasi neto, markdown dianggap sebagai kerugian
sehingga tidak dimasukkan dalam menghitung cost to retail ratio. Sehingga cost to retail
ratio menjadi lebih rendah.
Berikut menghitung persediaan akhir dengan metode LCNRV, dengan soal yang sama.
Ilustrasi 7.6

Biaya Eceran
Persediaan awal Rp. 10.000.000 Rp. 20.000.000
Pembelian bersih 400.000.000 700.000.000
Barang tersedia untuk dijual 410.000.000 720.000.000
+ Markups 65.000.000
-Markup cancellations (20.000.000)
Markup bersih 45.000.000
410.000.000
410.000.00 765.000.000
765.000.000
Pengurangan:
Mardowns 55.000.000
-Markdown cancellations (40.000.000)
Markdown bersih 15.000.000
410.000.000 750.000.000
Pengurangan :
Penjualan bersih 500.000.000
Nilai persediaan eceran 250.000.000
250.000.000
410.000.000
Cost to retail ratio = = 53,59%
76 .000.000

Nilai persediaan akhir = 53,59% * Rp.250.000.000 = Rp.133.975.000


Dengan metode LCNRV

Bila membandingkan kedua metode diatas, terlihat bahwa nilai persediaan akhir dengan
metode LCNRV adalah lebih rendah dari metode biaya. Hal ini karena cost to retail ratio
metode LCNRV memang lebih rendah dari metode biaya.

F. LATIHAN
1. Apakah maksudnya nilai realisasi bersih?

2. Apakah gunanya menghitung nilai persediaan akhir dengan metode laba kotor?

3. Apakah perbedaan antara metode biaya dengan metode konvensional dalam menghitung
nilai persediaan akhir dengan metode eceran?
4. Berikut data-data nilai persediaan PT Sayur & Buah disajikan dalam Rp.
Biaya Nilai realisasi Bersih
Cabang 1
Bayam 300.000 250.000
Buncis 235.000 270.000
Seledri 175.000 150.000

Cabang 2
Jeruk 400.000 325.000
Apel 450.000 400.000
Durian 500.000 550.000
Diminta :
a. Tentukan nilai persediaan bersih berdasarkan item by item, cabang dan
keseluruhan.
b. Buatlah jurnal penyesuaian yang dibutuhkan.
c. Berapa nilai persediaan yang ditampilkan?

5. Apa perbedaan antara gross profit on selling price dengan mark up on cost dalam
menghitung nilai persediaan akhir dengan metode laba kotor?

Untuk soal no.6 sampai 8


Sebuah toko material terbakar tanggal 27 April 2015. Dengan menggunakan metode laba
kotor dalam menghitung persediaan akhir, diminta :
a. Hitunglah gross profit on sales
b. Nilai persediaan tanggal 27 April 2015.
c. Nilai persediaan yang terbakar.

6. Persediaan awal Rp.15.000.000


Biaya angkut masuk Rp. 750.000
Penjualan Rp.750.000.000
Pembelian Rp.600.000.000
Penjualan Retur 2% dari penjualan
Penjualan discount 3% dari penjualan
Pembelian retur 5% dari pembelian
Mark up on cost 27%
Persediaan yang tidak terbakar 12,5% dari persediaan akhir

7. Persediaan awal Rp.18.500.000


Biaya angkut masuk Rp. 525.000
Penjualan Rp.850.000.000
Pembelian Rp.650.000.000
Penjualan Retur 2% dari penjualan
Penjualan discount 4% dari penjualan
Pembelian retur 4% dari pembelian
Mark up on cost 35%
Persediaan yang tidak terbakar 8,5% dari persediaan akhir

8. Persediaan awal Rp.19.000.000


Biaya angkut masuk Rp. 475.000
Penjualan Rp.700.000.000
Pembelian Rp.450.000.000
Penjualan Retur 1% dari penjualan
Penjualan discount 3% dari penjualan
Pembelian retur 5% dari pembelian
Mark up on cost 32%
Persediaan yang tidak terbakar 15% dari persediaan akhir

Untuk soal no. 9 sampai 11


Perusahaan ini menghitung persediaan akhir dengan metode eceran. Diminta :
a. Hitunglah mark up, mark down, mark up cancellation dan mark down cancellation.
b. Hitunglah cost to retail ratio
c. Hitunglah nilai persediaan akhir dengan metode biaya
d. Hitunglah nilai persediaan akhir dengan metode konvensional
9. Penjualan Rp.250.000.000
Pembelian at cost Rp. 145.000.000 at retail Rp. 295.000.000
Pembelian retur at cost Rp. 1.450.000 at retail Rp. 2.950.000
Biaya angkut masuk Rp. 1.200.000
Kerusakan normal Rp. 2.175.000
Persediaan awal at cost Rp. 17.400.000 at retail Rp. 35.400.000

Harga jual dasar @ Rp.37.000 Persentase Jumlah barang


Mark up 12,5% 250
Mark up cancellation 9% 120
Harga jual dasar @ Rp. 42.500
Mark down 10,5% 300
Mark down cancellation 5% 150

10. Penjualan Rp.200.000.000


Pembelian at cost Rp. 175.000.000 at retail Rp. 300.000.000
Pembelian retur at cost Rp. 1.750.000 at retail Rp. 3.000.000
Biaya angkut masuk Rp. 1.200.000
Potongan pembelian Rp. 2.175.000
Persediaan awal at cost Rp. 21.000.000 at retail Rp. 36.000.000

Harga jual dasar @ Rp.34.500 Persentase Jumlah barang


Mark up 14,5% 270
Mark up cancellation 10% 120
Harga jual dasar @ Rp. 29.500
Mark down 11,5% 320
Mark down cancellation 6% 150

11. Penjualan Rp.300.000.000


Pembelian at cost Rp. 145.000.000 at retail Rp. 295.000.000
Pembelian retur at cost Rp. 1.600.000 at retail Rp. 3.000.000
Biaya angkut keluar Rp. 1.300.000
Potongan pegawai Rp. 2.500.000
Persediaan awal at cost Rp. 20.000.000 at retail Rp. 40.000.000
Harga jual dasar @ Rp.37.500 Persentase Jumlah barang
Mark up 13,5% 300
Mark up cancellation 10% 150
Harga jual dasar @ Rp. 42.500
Mark down 19,5% 200
Mark down cancellation 10% 125

Anda mungkin juga menyukai