Anda di halaman 1dari 2

Batuk adalah refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial.

Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran
napas bagian bawah. Batuk merupakan gejala tersering pada penyakit pernapasan (Wilson
dan Prince, 2012). Jenis batuk dapat dibedakan menjadi 2, yakni batuk produktif (dengan
dahak) dan batuk non-produktif (kering) (Tjay dan Raharja, 2010).
a. Batuk produktif
Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi
mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu, dsb) dan dahak dari batang tenggorokan.
Batuk ini pada hakikatnya tidak boleh ditekan oleh obat pereda. Untuk meringankan dan
mengurangi frekuensi batuk umumnya dilakukan terapi simtomatis dengan obat-obat
batuk (antitussiva), yakni zat pelunak, ekspektoransia, mukolitika dan pereda batuk.
b. Batuk non-produktif
Batuk non-produktif bersifat “kering” tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk
rejan, atau juga karena pengeluarannya memang tidak mungkin, seperti pada tumor. Bila
tidak diobati, batuk demikian akan berulang terus karena pengeluaran udara cepat pada
waktu batuk akan kembali merangsang mukosa dan farynx.
Obat batuk digunakan untuk pengobatan batuk dapat dibagi ke dalam beberapa
kelompok dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda, yaitu:
a. Antitusif dengan mekanisme: menekan reflex batuk. Contoh: dekstrometorfan, noskapin,
etilmorfin, dan kodein. Sebaiknya tidak digunakan pada batuk berdahak, dikarenakan
dahak yang tertahan pada cabang trakea bronkial dapat mengganggu dan
bisameningkatkan kejadian infeksi (Ikawati, 2016).
b. Emoliensia dengan mekanisme melunakkan mukosa yang teriritasi dan melumas
tenggorok agar tidak kering. Tujuan ini banyak digunakan pada bentuk sediaan sirup
(Thymi dan Altheae), (Infus Carrageen) dan gula-gula seperti drop (akar manis, succus
liquiritae), permen, dan pastilles hisap (memperbanyak sekresi ludah) (Linnisa, 2014).
c. Ekspektoran merupakan zat aktif seperti guaiakol, Radix Ipeca (dalam bentuk sediaan
tablet / pulvis Doveri) dan amonium klorida (dalam obat batuk hitam) yang dapat
memperbanyak produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi
kekentalannya, sehingga mempermudah pengeluarannya dengan batuk. Mekanisme
kerjanya sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran
nafas. Diperkirakan bahwa kegiatan ekspektoransia juga dapat dipicu dengan meminum
banyak air (Tjay dan Raharja, 2010).
d. Mukolitik merupakan obat yang dapat digunakan pada seseorang yang mengalami batuk

berdahak. Mukolitik dapat menurunkan viskositas mukus yang kental pada saluran napas

dengan cara memutus ikatan benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida pada

mukus sehingga mukus tidak lagi memiliki sifat-sifat alaminya (Rohman, 2015). Zat aktif

seperti asetilsistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol bekerja dengan cara merombak

dan melarutkan dahak sehingga viskositasnya dikurangi dan pengeluarannya dipermudah

(Tjay dan Raharja, 2010).

e. Zat pereda yang memiliki mekanisme berkerja secara sentral pada batuk kering yang
menggelitik. Contohnya seperti kodein, noskapin, dekstrometorphan) (Linnisa, 2014).
f. Antihistamin yang memiliki mekanisme menekan perasaan menggelitik ditenggorokan
dan memiliki efek sedative. Contoh: prometazin, oksomemazin, difenhidramin dan
diklorfeniramin (Linnisa, U.H., 2014).
Pada pasien hipertensi yang menggunakan golongan ACEI sebagai terapinya,
terkadang timbul gejala batuk kering setelah beberapa waktu menggunakannya. Sehingga
terapi pada pasien dapat ditambahkan obat batuk atau yang lebih baik adalah mengganti obat
antihipertensi pasien menjadi golongan lain, seperti golongan ARB (Angiotensi Receptor
Blocker).

Anda mungkin juga menyukai