Anda di halaman 1dari 127

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT)


DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN 2008

Skripsi
Oleh :
Sholeh Wibawa
K 5404056

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2010

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT)

DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO


TAHUN 2008

SKRIPSI

Disusun Oleh :
Sholeh Wibawa
K 5404056

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan


Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2010

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji


Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Wakino, M.S Rahning Utomowati, S.Si


NIP. 19521103 197603 1 003 NIP. 19671114 199903 2 001

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : ...……………………….


Tanggal : ....………………………

Tim Penguji Skripsi:


Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si ………………………….....…..

Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si, M.Si …………………………….......

Anggota I : Drs. Wakino, M.S …………………………….......

Anggota II : Rahning Utomowati, Ssi ….……………....……………..

Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,

commit
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, to user
M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Sholeh Wibawa. PEMETAAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG


TUNAI (BLT) DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN 2008. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Sebelas Maret, Mei 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Persebaran penerima
BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. (2) Karakteristik
penerima BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. (3)
Efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Tahun
2008.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif geografis dengan analisis
peta dan analisis tabel. Populasi adalah penerima BLT sebanyak 3.927 KK dan
sampel yang digunakan adalah 161 responden untuk mengetahui karakteristik
sosial ekonomi dan 35 responden untuk mengetahui efektivitas penyaluran BLT.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi. Data
yang diperoleh, kemudian diolah dan diklasifikasikan untuk dapat dianalisis
sebarannya. Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti adalah karakteristik sosial
ekonomi yang tercantum pada Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK /
dan PCL yang terdiri dari luas lantai setiap anggota keluarga, jenis lantai
bangunan, jenis dinding, fasilitas buang air besar, sumber penerangan, sumber air
minum, bahan bakar untuk memasak, kemampuan mengkonsumsi protein hewani,
kemampuan membeli pakaian, konsumsi makanan, kemampuan berobat, sumber
dan penghasilan kepala keluarga, tingkat pendidikan, dan kepemilikan barang
berharga atau modal. Efektivitas penyaluran BLT berdasarkan analisis dari data
karakteristik penerima BLT. Efektivitas penyaluran BLT diketahui dari
perbandingan jumlah penerima BLT berdasarkan kriteria penerima BLT dan
kecukupan jumlah kalori.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) persebaran penerima
BLT di Kecamatan Gatak termasuk dalam kategori rendah. Banyak sedikitnya
jumlah penerima BLT di setiap desa berdasarkan jumlah keluarga miskin dan
jumlah keluarga (jumlah KK) yang dimiliki setiap desa. Jumlah KK yang besar
pada akan berpengaruh pada jumlah keluarga miskin yang terdapat pada desa
tersebut. (2) berdasarkan karakteristik sosial ekonomi penerima BLT di
Kecamatan Gatak tahun 2008 terdapat 19 keluarga miskin (18,63 %), 67 keluarga
hampir miskin (41.61 %), dan 64 keluarga tidak miskin (39,75 %) (3) efektivitas
penyaluran BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 kurang efektif.
.

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Sholeh Wibawa. DIRECT CASH ASSISTANCE (BLT) RECEIVER


MAPPING IN DISTRICT GATAK REGENCY OF SUKOHARJO IN 2008.
Thesis. Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University,
2010.
The purposes of this research are to know: (1) distribution of BLT receiver
in Sub district Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008. (2) characteristic of BLT
receiver in Subdistrict Gatak, Regency of Sokoharjo in 2008. (3) and the
effectiveness of BLT distributions in Sub district Gatak, Regency of Sokoharjo in
2008.
This research uses the geographical descriptive method with map and
tables analysis. BLT population is 3.927 of family leader, 161 respondents as
characteristic of BLT receiver sample and 35 respondents as effectivveness of
BLT distribution sample. Technigue sampling use puposive sampling technique
and the data collecting technique is used interview and observation. The received
data can be manner and to be classified to get distribution analysis. Social
economic characteristic that is researched is the social economic characteristic
which is available in field execution guidance of KSK/PKSK/and PCL that
consist of the wide floor type of each family, type of building floor, type of wall,
toilet facility, light source, mineral water source, fuels for cook, the ability to
consume animal protein, to buy clothes, ability to consume food, ability to buy
medicine, the source of family leader income, education stratification, luxurious
stuff ownership. Effectiveness of BLT distribution known from comparison the
BLT receiver based on criteria of BLT receiver and sufficiency of calorie.
Based on this result can be conclude: (1) distribution of BLT receiver in
Subdistrict Gatak included in low category, less or many BLT receiver in each
village based on the poor family number and family number in every villages, (2)
based on social economic characteristic of BLT receiver in Subdistrict Gatak in
2008 obtained 19 poor family (18,63 %), 67 near poor family (41,61 %), and 64
not poor family (39,75 %). (3) Effectiveness of BLT receiver in Subdistrict Gatak
in 2008 is not effective.

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“Alloh tidak akan membebankan suatu beban, kecuali sesuai dengan


kesanggupannya”.
(QS. Al Baqoroh : 286)

“Yang bisa kita lakukan sebagai manusia ialah mencoba dan tidak takut
untuk melangkah, karena tidak semua hal akan datang menghampiri
kita”
(Anonim)

“Semua itu indah bila kita mensyukuri….”


(Penulis)

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Dengan ucapan syukur Allhamdulillah


karya ini kupersembahkan untuk:
 Bapak dan Ibuku yang tercinta.
 Adik-adikku yang aku sayangi.
 Seseorang yang selalu mendukungku.
 Sahabat Geografi ’04.
 Almamater.

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
Banyak hambatan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat
bimbingan, petunjuk, bantuan, dan saran-saran yang bermanfaat dari berbagai
pihak sehingga tugas ini dapat selesai dengan baik. Dalam kesempatan ini dengan
rasa syukur, hormat dan bahagia disampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
mengkomunikasikan dengan pihak luar UNS.
2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian
dalam rangka penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan
izin untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Wakino, M.S, selaku Pembimbing I yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Rahning Utomowati, S.Si, selaku Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Ibu Dosen Program Studi Geografi atas bimbingan dan bekal ilmu
yang telah diberikan selama belajar.
7. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin penelitian.
8. Camat Gatak beserta jajarannya, Kepala Desa di Kecamtan Gatak dan
jajarannya, dan warga Kecamatan Gatak yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9. Sahabatku Arief, Sukma, Habib, Eka, Linda, Prawita, dan seluruh anak
geografi angkatan 04, Thank’s for all. Terima kasih atas bantuan, motivasi
dan kerjasamanya selama ini.
10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.
Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
mendapatkan imbalan yang sepadan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun
demi sempurnanya skripsi ini sangat diharapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Amiin.

Surakarta, Mei 2010


Penulis

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. v
HALAMAN ABSTRACT .............................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR PETA .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 7
1. Pemetaan ..................................................................................... 7
2. Kemiskinan ................................................................................. 12
3. Bantuan Langsung Tunai (BLT) ................................................. 20
4. Efektivitas Penyaluran BLT ........................................................ 23
B. Penelitian Yang Relevan ..................................................................... 24
C. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 29
commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 32


A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 32
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................................ 33
C. Sumber Data ........................................................................................ 33
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ............................................. 35
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 38
F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 30
G. Prosedur Penelitian .............................................................................. 42
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 44
A. Deskripsi Hasil Penelitian ................................................................... 44
1. Letak ........................................................................................... 44
2. Luas ............................................................................................ 44
3. Penggunaan Lahan ...................................................................... 46
4. Keadaan Penduduk ...................................................................... 50
a. Jumlah dan Persebaran Penduduk ........................................ 50
b. Kepadatan Penduduk ............................................................ 51
c. Komposisi Penduduk ............................................................ 49
5. Penduduk Miskin dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak ....... 56
B. Deskripsi Hasil Penelitian ................................................................... 62
1. Persebaran Penerima BLT .......................................................... 62
2. Karakteristik Penerima BLT ....................................................... 73
a. Luas Lantai Setiap Anggota Keluarga .................................. 73
b. Jenis Lantai Bangunan .......................................................... 74
c. Jenis Dinding ........................................................................ 75
d. Fasilitas Bauang Air Besar ................................................... 76
e. Sumber Penerangan .............................................................. 77
f. Sumber Air Minum .............................................................. 78
g. Bahan Bakar Memasak ......................................................... 79
h. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani ...................... 80
i. Kemampuan Membeli pakaian ............................................. 81
commit
j. Konsumsi Makanan to user
.............................................................. 82

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

k. Kemampuan Berobat ............................................................ 83


l. Sumber dan Penghasilan Kepala Keluarga .......................... 85
m. Tingkat Pendidikan ............................................................... 87
n. Barang Berharga atau Modal ................................................ 88
3. Efektivitas Penyaluran BLT ........................................................ 92
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................ 103
A. Kesimpulan ......................................................................................... 103
B. Implikasi .............................................................................................. 103
C. Saran .................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 106
LAMPIRAN

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Contoh Simbol Piktoral, Geometrik, dan Huruf ............................ 11
Tabel 2. Penelitian yang Relevan. ............................................................... 26
Tabel 3. Tahap Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 31
Tabel 4. Persebaran Sampel Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008..................................................................................... 36
Tabel 5. Pembagian Luas Kecamatan Gatak .............................................. 42
Tabel 6. Penggunaan Lahan di Kecamamatan Gatak .................................. 47
Tabel 7. Jumlah dan Distribusi Penduduk di Kecamatan Gatak Tahun 2007 50
Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Gatak tahun 2007 ................ 51
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di
Kecamatan Gatak Tahun 2007 ....................................................... 54
Tabel 10. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ......................................................................... 56
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan
Gatak Tahun 2007 ......................................................................... 59
Tabel 12. Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2007 ............. 63
Tabel 13. Jumlah Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 66
Tabel 14. Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ......................................................................... 72
Tabel 15. Jenis lantai yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 .................................................................................... 75
Tabel 16. Jenis Dinding yang Digunakan Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ......................................................................... 76
Tabel 17. Kepemilikan Fasilitas Buang Air Besar Penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008 ...................................................... 77
Tabel 18. Sumber Penerangan Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008..................................................................................... 78
commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 19. Sumber Air minum Penerima BLT di Kecamatan Gatak


Tahun 2008 .................................................................................... 79
Tabel 20. Bahan bakar unutk Memasak Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 .................................................................................... 80
Tabel 21. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani (dalam 1 minggu)
Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 ......................... 81
Tabel 22. Kemampuan Membeli Pakaian (dalam 1 minggu) Penerima BLT
di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .................................................. 79
Tabel 23. Kemampuan Makan (dalam 1 hari) Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 .......................................................................... 83
Tabel 24. Kemampuan Berobat Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 .................................................................................... 84
Tabel 25. Jenis mata Pencaharian Kepala Keluarga Penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008 ....................................................... 85
Tabel 26. Penghasilan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 .................................................................................... 86
Tabel 27. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 .......................................................................... 87
Tabel 28. Barang Berharga dan Barang Modal yang Dimilki Penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008 ....................................................... 88
Tabel 29. Skor Karakteristik Sosial Ekonomi RTS BLT .............................. 89
Tabel 30. Klasifikasi Keluarga Miskin Sesuai RTS-BLT di Kecamatan Gatak
Tahun 2008 .................................................................................... 90
Tabel 31. Klasifikasi RTS-BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 .............. 93
Tabel 32. Jumlah Penerima BLT yang Layak Menerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008. ......................................................................... 97
Tabel 33. Perhitungan Jumlah Kalori dengan Nilai Tukar Rupiah ................. 101
Tabel 34. Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Jumlah Kalori ...... 102
Tabel 35. Perbandingan Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan Kriteria Penerima
BLT dan Kecukupan Jumlah Kalori ............................................. 103
commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PETA

Halaman
Peta 1. Persebaran Sampel Kecamatan Gatak Tahun 2008 ........................ 37
Peta 2 Administrasi Kecamatan Gatak ...................................................... 45
Peta 3. Penggunaan Lahan Kecamatan Gatak Tahun 2008 ........................ 49
Peta 4. Kepadatan Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2010 ..................... 53
Peta 5. Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2008 ...... 57
Peta 6. Matapencaharian Penduduk Kecamatan Gatak Tahun 2008 .......... 60
Peta 7. Persebaran Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2008 ......... 65
Peta 8. Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 67
Peta 9. Perbandingan Jumlah Kepala Keluarga dan Penerima BLT
Kecamatan Gatak Tahun 2008 ........................................................ 71
Peta 10. Persebaran Kelas Sosial Ekonomi Penerima BLT Kecamatan
Gatak Tahun 2008 ........................................................................... 91
Peta 11. Kelayakan Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 95
Peta 12. Kesesuaian Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 ............. 96
Peta 13. Rekomendasi Pendataan Ulang Penduduk Miskin Kecamatan Gatak
Tahun 2008 ..................................................................................... 105

commit to user

xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran .............................................. 31
Gambar 2. Penggunaan Lahan Sawah di Kecamatan Gatak ........................... ..48
Gambar 3. Alur Pembuatan Peta Perbandingan Jumlah KK dan Penerima
BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008.............................................. 70

commit to user

xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Ijin Menyusun Skripsi


Lampiran 2. Ijin Penyusunan Skripsi
Lampiran 3. Permohonan Ijin Research / Try Out
Lampiran 4. Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 5. Surat Rekomendasi Survey / Riset dari Badan Kesatuan Bangsa
Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Sukoharjo
Lampiran 6. Surat Rekomendasi Survey / Riset dari Kecamatan Gatak
Lampiran 7. Daftar Nama Responden
Lampiran 8. Lembar Wawancara dan Observasi
Lampiran 9. Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 10. Perhitungan Luas Lantai per Anggota Keluarga
Lampiran 11. Klasifikasi Sosial Ekonomi Penerima BLT
Lampiran 12. Lembar Wawancara (data tambahan)
Lampiran 13. Daftar Nama, Jumlah Pemasukan dan Pengeluaran Responden
Lampiran 14. Penghitungan Pendapatan Per Orang Per Bulan
Lampiran 15. Perbandingan Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan
Kriteria Penerima BLT dan Jumlah Kalori
Lampiran 16. Perhitungan Kepadatan Penduduk Tahun 2010

commit to user

xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun semakin meningkat. Di Jawa


Tengah pada bulan Juli 2005 tercatat 6.533.500 jiwa (20,49 %) penduduk miskin
sedangkan pada bulan Juli 2007 tercatat 6.556.000 jiwa penduduk miskin
(http://jateng.bps.go.id/, 28 Agustus 2008). Selama periode Juli 2005 – Maret
2007 terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 22.500 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut tersebar di daerah pedesaan
(16.000 jiwa) dan daerah perkotaan (6.500 jiwa). Persentase penduduk miskin
antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah, dalam dua tahun
tersebut sebagian besar penduduk miskin berada di daerah pedesaan.
Kemiskinan merupakan masalah yang sering terjadi di masyarakat dalam
sebuah Negara. Sebab-sebab kemiskinan menurut Rais (1995: 146) adalah:
1. Kesempatan kerja. Seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan dia tidak
memiliki penghasilan dan jika seseorang bekerja tidak penuh baik dalam
ukuran hari, minggu, atau bulan atau tahun bisa disebut dengan gejala
setengah menganggur.
2. Upah gaji dibawah minimum. Seseorang bisa memiliki pekerjaan tertentu
tetapi jika upahnya dibawah standar sementara pengeluarannya relatif tinggi
maka orang tersebut bisa digolongkan sebagai orang miskin.
3. Produktivitas kerja yang rendah, pada umumnya kemiskinan terjadi di sektor
pertanian karena produktivitasnya yang masih rendah.
4. Ketiadaan asset, di bidang pertanian kemiskinan terjadi karena petani tidak
memiliki lahan atau kesempatan untuk mengolah lahan. Petani yang tidak
memiliki lahan bisa digolongkan miskin dengan pendapatan yang lebih kecil
dari pemilik lahan.
5. Diskriminasi, kemiskinan juga bisa disebabkan oleh diskriminasi antara
commit to user
penghasilan laki-laki dengan penghasilan perempuan.

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

6. Tekanan harga, pendapatan yang rendah bukan hanya disebabkan oleh


rendahnya produktifitas melainkan juga karena tekanan harga, terutama
berlaku pada petani kecil dan pengrajin dalam industri rumah tangga.

Salah satu penyebab meningkatnya penduduk miskin adalah kenaikan


harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada tanggal 1 September 2005 pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban
APBN khususnya subsidi BBM. Kenaikan BBM tersebut menjadi salah satu
penyebab meningkatnya penduduk miskin dari tahun 2005 ke tahun 2007.
Jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 belum mengalami penurunan
tetapi harga minyak mentah mengalami peningkatan lagi. Sejak Januari sampai
Oktober 2007, harga minyak tidak pernah mengalami penurunan dalam
pergerakan bulanan. Bahkan, bila dibanding harga pada tahun 2000 yang masih
USD 27,00 per barel, harga minyak dunia pada 7 Juni 2008 sudah mencapai $
138,54 per barel (http://muttaqiena.blogspot.com, 24 September 2008). Untuk
menyelamatkan APBN dan perekonomian nasional, maka setelah melalui
pertimbangan yang seksama pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral no.16/2008 menaikkan harga premium, solar, dan minyak
tanah yang mulai berlaku pada 24 mei 2008 (www.esdm.go.id, 6 September
2008).
Dampak kenaikan harga BBM dalam negeri dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat. Masyarakat miskin dengan penghasilan rendah yang paling
merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Untuk mempertahankan kesejahteraan
masyarakat yang berpenghasilan rendah terutama masyarakat miskin pemerintah
mengadakan program kompensasi salah satunya adalah program Bantuan
Langsung Tunai (BLT).
Program BLT bersifat sementara (selama 1 tahun), diarahkan sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan serta tidak mendorong
menguatnya culture of poverty. Besarnya BLT adalah Rp. 100.000,00 per bulan
per Rumah Tangga Sasaran (RTS). Bentuk BLT adalah uang tunai yang diberikan
commit daya
dengan tujuan untuk mencegah turunnya to user
beli masyarakat miskin.
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

BLT merupakan program kompensasi jangka pendek akibat kenaikan


harga BBM. Program BLT bertujuan untuk:
1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan
ekonomi.
3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Sasaran BLT adalah rumah
tangga yang masuk dalam kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.
(www.depsos.go.id,6 September 2008).

Penerima bantuan BLT adalah rumah tangga sangat miskin, miskin, dan
hampir miskin. Dalam program BLT tahun 2008 kriteria rumah tangga miskin
yang digunakan untuk menentukan kebijakan bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS).
Kabupaten Sukoharjo termasuk ke dalam salah satu kabupaten yang
terbebani atas kenaikan harga bahan bakar minyak. Jumlah Rumah Tangga
Sasaran (RTS) di Kabupaten Sukoharjo terdapat 73.401 dari 3.157.816 yang
terdapat di Propinsi Jawa Tengah (www.kompensasi.info, 20 Oktober 2008).
Penyaluran BLT di Kabupaten Sukoharjo dilakukan secara bergilir sesuai jadwal
di 167 Balai Desa lokasi penyaluran BLT. Masing-masing warga menerima Rp.
100.000,00 setiap bulan.
Kecamatan Gatak merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Sukoharjo
yang mempunyai luas 19,45 km2 dan dihuni oleh 44.220 jiwa dengan kepadatan
penduduk rata – rata 227 jiwa/km2. Di kecamatan ini terdapat 14 desa yaitu: Desa
Blimbing: Desa Geneng, Desa Jati, Desa Kagokan, Desa Klaseman, Desa Krajan,
Desa Luwang, Desa Mayang, Desa Sanggung, Desa Sraten, Desa Tempel, Desa
Trangsan, Desa Trosemi, dan Desa Wironanggan. Berdasarkan pada data
penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 jumlah penerima BLT terdapat
3.927 KK. Jumlah ini cukup besar bila dibanding dengan kecamatan-kecamatan
lain yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Hal ini menandakan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

di Kecamatan Gatak masih banyak rumah tangga yang termasuk dalam rumah
tangga hampir miskin, miskin, dan sangat miskin.
Data RTS BLT tahun 2008 di Kecamatan Gatak hanya tersedia dalam
bentuk tabel. Data dalam bentuk tabel cukup mudah dibaca akan tetapi data itu
mempunyai kelemahan yaitu data tersebut tidak bisa memberikan gambaran
mengenai distribusi spasial. Alat bantu yang baik untuk mengetahui distribusi
spasial adalah peta. Dari peta dapat diketahui persebaran RTS BLT yang ada di
Kecamatan Gatak sehingga informasi yang ditampilkan lebih jelas dan lebih
mudah dipahami.
Penerima BLT yang ada di Kecamatan Gatak adalah keluarga yang sangat
miskin, miskin dan hampir miskin. Keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir
miskin diketahui dari karakteristik sosial ekonomi keluarga tersebut. Dalam
penyaluran BLT karakteristik yang menjadi tolak ukur dalam menentukan status
ekonomi masyarakat adalah karakteristik yang tercantum dalam Pedoman
Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL yang terdiri dari 14 kriteria.
Semua kriteria tersebut perlu diteliti apakah sesuai dengan penerima BLT
di Kecamatan Gatak. Karena setiap kriteria dalam Pedoman Pelaksanaan
Lapangan KSK / PKSK / dan PCL mempunyai nilai dalam menentukan status
ekonomi rumah tangga sasaran BLT. Setelah dilakukan penelitian mengenai
karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak maka akan dapat diketahui
efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.
Efektivitas penyaluran BLT yang dimaksud adalah apakah penyaluran
BLT sesuai dengan sasaran BLT yaitu keluarga yang sangat miskin, miskin dan
sangat miskin. Efektivitas penyaluran BLT perlu diteliti untuk mengetahui apakah
penyaluran BLT di Kecamatan Gatak sudah sesuai dengan sasaran BLT dan dapat
menjadi alat banding untuk program-program kompensasi pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan, sehingga program-program pengentasan pemerintah
dapat sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran.
Sesuai permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai persebaran penerima BLT, karakteristik penerima
BLT dan efektivitas penyaluran commit
BLT ditoKecamatan
user Gatak tahun 2008 dengan
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

judul: "Pemetaan Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kecamatan


Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008".

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008?
2. Bagaimana karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008?
3. Bagaimana efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah


sebagai berikut:
1. Mengetahui persebaran BLT di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2008.
2. Mengetahui karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008.
3. Mengetahui efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini sebagai bentuk presentasi data yang berupa angka atau
tulisan-tulisan tentang informasi persebaran penerima BLT dalam bentuk peta,
sehingga dapat digunakan sebagai studi keruangan tentang program
commit to user
pengentasan kemiskinan, khususnya di Kecamatan Gatak.
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

2. Untuk dunia pendidikan diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan


pembelajaran geografi mengenai antroposfer dan aspek kependudukan Kelas
IX IPS semester I.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Sebagai langkah penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah
yang berupa teori-teori dengan kenyataan sesungguhnya di lapangan. Dengan
demikian pemahaman tentang teori akan lebih mendalam.

b. Bagi Badan Pusat Statistik Sukoharjo


1. Dapat memberikan masukan dalam pendataan penduduk miskin di
Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo
2. Dapat menjadi acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut
mengenai program pengentasan kemiskinan di Kecamatan Gatak.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pemetaan
Peta menurut ICA (1973) dalam Sinaga (1999: 5) adalah suatu representasi
atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak, yang dipilih di
permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-
benda angkasa, dan pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil atau diskalakan. Sedangkan menurut Subagio (1996:12) peta adalah
gambaran sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang disajikan dalam
skala tertentu.
Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah
pengetahuan dan pemahaman geografi bagi pengguna peta. Dalam perencanaan
pembangunan hampir semua memerlukan peta sebelum perencanaan tersebut
memulai. Hal ini sesuai dengan fungsi peta dalam perencanaan suatu kegiatan
seperti yang dikemukakan oleh Sinaga (1999: 7) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari suatu
daerah.
2. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang
dilakukan.
3. Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan.
4. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.

Demikian pula dalam suatu kegiatan penelitian, peta berfungsi sebagai:


1. Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran tentang
daerah yang akan diteliti.
2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan data
yang ditemukan di lapangan.
3. Sebagai alat untuk melaporkancommit to user
hasil penelitian.

7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

a. Jenis-Jenis Peta
Berdasarkan sumber datanya peta dikelompokkan ke dalam dua golongan
(Subagio, 1996: 2), yaitu :
1. Peta induk.
Peta induk adalah peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan dan
dilakukan secara sistematis. Peta dasar adalah peta yang dijadikan acuan
dalam pembuatan peta lainnya, khususnya acuan untuk kerangka geometris.
2. Peta Turunan
Peta turunan adalah peta yang dibuat berdasarkan acuan peta yang sudah ada,
sehingga survei langsung ke lapangan tidak diperlukan.

Berdasarkan jenis data yang disajikan, peta dapat digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu:
1. Peta topografi,
Peta topografi merupakan gambaran sebagian kecil permukaan bumi di atas
bidang datar atau bidang yang didatarkan yang dibuat dalam skala tertentu
serta dilakukan dengan metode tertentu pula. Karena banyaknya data topografi
yang dapat disajikan di atas suatu peta, maka perlu dilakukan pemilihan data
yang akan disajikan sehingga kerumitan isi peta dapat dihindari. Dalam
pemilihan data tersebut, perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti: skala
peta yang akan dibuat, sumber data pemetaan, serta jenis data yang akan
disajikan.
2. Peta tematik,
Peta Tematik adalah peta yang hanya menyajikan data atau informasi dari
suatu konsep atau tema tertentu saja baik itu berupa data kualitatif maupun
data kuantitatif, dalam hubungannya dengan detail topografi yang spesifik,
terutama yang sesuai dengan tema peta tersebut. Yang dimaksud dengan data
kualitatif adalah data yang menyajikan unsur-unsur topografi berupa gambar
atau keterangan seperti jalan, sungai, perumahan, nama daerah, dan lain
sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang menyajikan unsur-
commitbesaran
unsur topografi yang menyatakan to user tertentu, seperti ketinggian titik,
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

nilai kontur, jumlah penduduk, dan lain sebagainya.

Berdasarkan skala peta dapat digolongkan dalam 4 kelompok


(Sinaga, 1999: 7), yaitu:
1. Skala Sangat Besar
Apabila skala peta lebih besar dari 1: 10.000. peta dengan skala ini digunakan
untuk aplikasi teknik yang membutuhkan informasi yang sangat akurat dan
sangat detail.
2. Skala Besar
Apabila skala peta lebih besar dari 1: 10.000 dan lebih kecil dari 1: 100.000.
3. Skala Sedang
Apabila skala peta lebih besar dari 1: 1000.000 dan lebih kecil dari
1: 100.000.
4. Skala Kecil
Apabila skala peta lebih kecil dari 1: 1000.000.

b. Skala Peta
Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta, globe, model relatif
atau penampang melintang dengan jarak sesungguhnya di permukaan bumi.
(Prihandito,1989: 9).
Sedangkan menurut Sinaga (1999:9) skala peta adalah perbandingan jarak
antara dua titik di peta dengan jarak horizontal kedua titik itu di permukaan bumi
(dengan satuan yang sama). Jenis-jenis skala peta sebagai berikut:
1. Skala angka / skala pecahan,
Skala angka / skala pecahan adalah skala yang dinyatakan dengan angka atau
pecahan secara langsung sesuai besaran skala.
Contoh:
Skala angka (Numeric scale) = 1: 50000
Skala pecahan (Representative fraction) = 1/50000

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

2. Skala verbal
Skala verbal adalah skala yang dinyatakan dengan menggunakan kalimat.
Contoh:
1 inchi to one miles (skala verbal) = 1: 63660 (skala numerik)
1 inchi to two miles (skala verbal) = 1: 126720 (skala numerik)

3. Skala grafis
Skala grafis adalah suatu bentuk penyajian skala peta di atas garis lurus yang
mempunyai panjang tertentu, dan pada sisi garis yang satu dituliskan panjang
garis tersebut di peta (dalam satuan cm) serta pada sisi yang lain dituliskan
panjang garis tersebut di lapangan (dalam satuan km), sehingga kedua panjang
garis tersebut mempunyai perbandingan skala.
Contoh:
0 1 2 3 km
= 1: 50000 (skala numerik)
0 1 2 3 4 5 6 cm

c. Simbol-Simbol Peta
Peta adalah suatu media komunikasi grafis, berarti informasi yang
diberikan dalam peta berupa gambar atau simbol. Dengan demikian simbol dalam
peta memegang peranan yang sangat penting. Dalam peta-peta khusus atau
tematik, simbol merupakan suatu informasi utama untuk menunjukkan tema suatu
peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan suatu gambar atau tanda yang
mempunyai makna atau arti. (Sinaga, 1999: 26)
Menurut bentuknya, simbol dibedakan menjadi:
1. Simbol titik
Simbol titik digunakan untuk menyatakan lokasi atau bentuk unsur-unsur lain
yang erat hubungannya dengan skala peta. Besarnya simbol titik dari mulai
yang kecil yang dibutuhkan untuk menunjukkan letak sebuah titik sampai
pada sebuah simbol yang dengan sengaja dibesarkan untuk menggambarkan
sebuah nilai atau ukuran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

2. Simbol garis
Simbol garis digunakan untuk mewakili unsur-unsur yang berbentuk garis
seperti sungai, jalan, batas administrasi, garis pantai dan lain sebagainya.
3. Simbol luas
Simbol luas atau ruang, digunakan untuk mewakili unsur-unsur topografi yang
berbentuk luas seperti areal permukiman, danau, daerah administrasi dan lain
sebagainya.

Menurut artinya, simbol dibedakan menjadi:


1. Simbol piktoral
Simbol piktoral adalah simbol yang melukiskan bentuk asli dari unsur yang
diwakilinya.
2. Simbol geometrik
Simbol geometrik adalah simbol abstrak yang penggambarannya tidak mirip
dengan bentuk asli dari unsur yang diwakilinya.
3. Simbol huruf
Simbol huruf adalah yang simbol yang menggunakan huruf atau angka untuk
menggambarkan obyek yang diwakili. Biasanya menggunakan huruf pertama
atau kedua dari nama obyek yang diwakilinya.

Tabel 1. Contoh Simbol Piktoral, Geometrik, dan Huruf.


Bentuk / Simbol
Ujud Piktoral Geometrik Huruf / Angka

h
Rumah makan
Rm
Rumah makan
Rumah makan

X
Titik
P
Pompa bensin
Pompa bensin
Pompa bensin

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Bandara
V
Bandara
B
Bandara

bb
Jalan Batas kabupaten
bbb bbb
bbbb
Garis

Sungai Batas desa


Batas

Sawah

Sawah Sawah
Bidang
Perkebunan

Perkebunan Perkebunan

2. Kemiskinan

a. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh
manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu
sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek
kehidupan manusia walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya bagi manusia
commit to
yang bersangkutan. Kemiskinan menurut user
Rais (1995: 9) adalah kondisi depresiasi
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan kesenjangan


adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber ekonomis yang dimiliki.

Substansi kemiskinan (Sudibyo dalam Rais 1995: 11) adalah kondisi


depresiasi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa
sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar. Sedangkan substansi kesenjangan
adalah ketidakmerataan akses terhadap sumberdaya ekonomis. Masalah
kesenjangan adalah masalah keadilan, yang berkaitan dengan masalah sosial.
Kemiskinan (Friedmann dalam Suyanto, 1995: 207) adalah ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Kemiskinan
memang merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor
ekonomi tetapi juga faktor sosial dan faktor budaya.
Menurut Suparlan (1993: 9) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu
standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang
rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan
kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong
sebagai orang miskin.
Dalam ilmu sosial pemahaman mengenai pengertian kemiskinan dilakukan
dengan menggunakan tolak ukur tertentu. Menurut Suparlan (1993: 10) tolak ukur
yang pertama adalah tingkat pendapatan per waktu kerja, dengan adanya tolak
ukur ini maka jumlah dan siapa-siapa saja yang tergolong sebagai orang miskin
dapat diketahui, untuk dijadikan sebagai kelompok sasaran yang diperangi
kemiskinannya. Tolak ukur yang kedua adalah tolak ukur kebutuhan relatif per-
keluarga yang batasannya dibuat berdasarkan kebutuhan minimal yang harus
dipenuhi sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya secara
sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercakup dalam
tolak ukur kebutuhan relatif per keluarga ini adalah: kebutuhan-kebutuhan yang
berkenan dengan biaya sewa rumah, biaya-biaya untuk memelihara kesehatan dan
commit
untuk pengobatan, biaya-biaya untuk to user
menyekolahkan anak-anak, dan biaya untuk
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

sandang yang sewajarnya dan pangan yang sederhana tetapi mencukupi dan
memadai.

b. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan


Sebab-sebab kemiskinan menurut Rais (1995: 146) adalah:
1. Kesempatan kerja. Seseorang itu tidak mempunyai pekerjaan, sehingga dia
tidak memiliki penghasilan dan jika seseorang bekerja tidak penuh baik dalam
ukuran hari, minggu, atau bulan atau tahun bisa disebut dengan gejala
setengah menganggur.
2. Upah gaji dibawah minimum. Seseorang bisa memiliki pekerjaan tertentu
tetapi jika upahnya dibawah standar sementara pengeluarannya cukup tinggi
maka orang tersebut bisa digolongkan sebagai orang miskin.
3. Produktivitas kerja yang rendah, pada umumnya kemiskinan terjadi di sektor
pertanian karena produktivitasnya yang masih rendah.
4. Ketiadaan asset, di bidang pertanian kemiskinan terjadi karena petani tidak
memiliki lahan atau kesempatan untuk mengolah lahan dia pemilikan dan
penguasaan lahan. Petani yang tidak memiliki lahan bisa digolongkan miskin
dengan pendapatan yang lebih kecil dari pemilik lahan.
5. Diskriminasi, kemiskinan juga bisa disebabkan oleh diskriminasi antara
penghasilan laki-laki dengan penghasilan perempuan.
6. Tekanan harga, pendapatan yang rendah bukan hanya disebabkan oleh
rendahnya produktifitas melainkan juga karena tekanan harga, terutama hal ini
berlaku pada petani kecil dan pengrajin dalam industri rumah tangga.

Menurut Ghose dan Griffin dalam Suyanto (1995:106) sekurang-


kurangnya ada empat faktor yang menyebabkan kemiskinan di pedesaan, faktor-
faktor tersebut adalah:
Pertama, karena adanya pemusatan pemilikan tanah yang dibarengi
dengan adanya proses fragmentasi pada arus bawah masyarakat. Jumlah penduduk
pedesaan yang terus bertambah tetapi tidak diimbangi dengan bertambahnya tanah
commit to tanah
telah menyebabkan semakin berkurangnya user yang dapat dimiliki petani kecil
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

sehingga akan terjadi yang disebut dengan shared poverty atau pembagian
kemiskinan. Di samping itu tekanan kebutuhan sehari-hari yang terus menerus
meningkat dan harga produksi pertanian yang tidak menentu menyebabkan
banyak warga desa sedikit demi sedikit terpaksa menjual lahannya untuk
menyambung hidup.
Kedua, nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya sektor
pertanian yang semakin jauh tertinggal dengan hasil produksi lainnya termasuk
kebutuhan sehari-hari warga.
Ketiga, karena lemahnya posisi masyarakat desa khususnya petani dalam
rantai perdagangan. Biasanya pihak yang dominan menentukan harga adalah pada
pedagang atau tengkulak. Mungkin saja pada saat tertentu harga jual produk
pertanian tertentu naik. Tetapi karena sudah terjerat sistem ijon atau karena lemah
posisi harga barang maka acap kali tetap harus menanggung kerugian karena
harga beli ditekan serendah-rendahnya.
Keempat, karena faktor karakter struktur sosial masyarakat pedesaan yang
terpolarisasi, warga elit desa yang secara ekonomi mapan dan memiliki akses
terhadap kekuasaan dengan mudah dapat mengambil keuntungan dari paket-paket
inovasi yang masuk. Sementara, warga desa kebanyakan yang kurang
berpendidikan dan miskin harus puas hanya sebagai penonton.

c. Karakteristik Golongan Miskin

Menurut Zelinsky (1996: 88) karakteristik penduduk dapat dikategorikan


dalam beberapa klasifikasi berdasarkan rumah tempat tinggal, tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, penggunaan lahan, dan kecukupan gizi serta perawatan kesehatan
bisa menjadi indikator peningkatan kehidupan sosial masyarakat.
Karakteristik golongan miskin menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:
13) adalah:
1. Karakteristik demografi dari penduduk miskin.
Secara umum, rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin di Indonesia
commit
adalah 5,8 orang sedangkan yang to user
bukan miskin adalah 4,5 orang. Banyaknya
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam


menentukan miskin atau ketidak-miskinan suatu rumah tangga. Bertambah
besarnya jumlah anggota rumah tangga maka bertambah besar pula
kecenderungan menjadi miskin. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
Keluarga Berencana (KB) memiliki tujuan untuk membatasi jumlah anggota
rumah tangga adalah relevan dengan upaya-upaya pengentasan kemiskinan.

2. Karakteristik ekonomi dari penduduk miskin


Karakteristik dari ekonomi rumah tangga mencakup informasi atas pekerjaan
kepala rumah tangga apakah sebagai karyawan atau sebagai pengusaha atau
bahkan sebagai keduanya. Pekerjaan kepala rumah tangga mempengaruhi
jumlah pendapatan keluarga. Pola pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan
indikator kemiskinan. Jumlah pengeluaran rumah tangga untuk pangan sangat
besar perbandingannya dengan pengeluaran bukan pangan adalah salah satu
karakteristik ekonomi penduduk miskin.

3. Karakteristik dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga.


Pekerjaan kepala rumah tangga terbagi menjadi dua jenis yaitu:
karyawan/buruh dan pengusaha/majikan. Pekerjaan dengan status
karyawan/buruh dalam istilah ini merupakan kepala rumah tangga yang
memperoleh upah atau gaji sebagai imbalan atau balas jasa dari pekerjaannya
sebagai contoh pegawai negeri, karyawan perusahaan, buruh pabrik, pembantu
rumah tangga, pengemudi dengan sistem upah atau gaji.
Kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan sebagai pengusaha misalnya
sebagai pemilik tanah, nelayan yang mempunyai atau menyewa kapal dan
lain-lain. Di perkotaan dan pedesaan seperti di Jawa dan Bali, di bagian timur
Indonesia, maupun di bagian barat Indonesia lebih banyak kepala rumah
tangga miskin yang menjadi pengusaha ketimbang yang menjadi buruh.

4. Karakteristik dari pola konsumsi rumah tangga miskin.


commit
Gambaran tentang pola konsumsi to user
makanan dan bukan makanan dari kelompok
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

komunitas (miskin dan bukan miskin), menunjukkan bahwa secara umum


porsi konsumsi makanan dari rumah tangga miskin sampai sebesar 70%
dibandingkan dengan porsi konsumsi bukan makanan yang hanya 29, 31%.
dibandingkan dengan kondisi perkotaan porsi konsumsi makanan rumah
tangga miskin lebih besar dibandingkan di pedesaan. Hal ini agak kurang
dapat dipercaya mengingat rumah tangga miskin di pedesaan harus mengambil
makanan dari tanah mereka. Penjelasan yang paling memungkinkan untuk
kondisi ini adalah kemiskinan di pedesaan sudah sedemikian buruknya dimana
keluarga miskin harus mengkonsumsi porsi yang besar dari pendapatannya
hanya untuk makan.

5. Karakteristik sosial budaya


Rata-rata orang miskin di perkotaan berpendidikan lebih tinggi daripada di
pedesaan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingkat pendapatan warga
yang tinggal di perkotaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pendapatan di pedesaan. Selain itu di perkotaan fasilitas
pendidikan lebih lengkap dan lebih memadai jika dibandingkan dengan
pedesaan.

Menurut Sayogyo dalam Suyanto, (1995:5) ada tiga tipe orang miskin,
yaitu miskin (poor), sangat miskin (very poor) dan termiskin (poorest).
Penggolongan ini berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam
setiap tahun.
Orang miskin (poor) adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan
dalam beras yakni 320 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut dianggap cukup
memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gr
protein/orang/hari).
Orang sangat miskin (very poor) berpenghasilan antara 240 kg – 320 kg
beras/orang/tahun.
Orang termiskin (poorest) berpenghasilan berkisar antara 180 kg – 240 kg
commit to user
beras/orang/tahun.
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

d. Dimensi Kemiskinan
Dimensi kemiskinan menurut Ellis G.P.R. dalam Rais (1995: 31) terdiri
dari:
1. Ekonomi
Dimensi yang paling jelas dalam kemiskinan adalah dari segi ekonomi,
dimensi ini menjelma dalam segala kebutuhan ekonomi dan dapat dihitung
dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah setiap tahunnya
tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri.

2. Sosial budaya
Dimensi kemiskinan adalah sosial dan budaya. Lapisan yang secara ekonomis
miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya
kemiskinan demi kelangsungan hidup. Budaya kemiskinan dapat diketahui
dari ketidak-berdayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

3. Struktural atau politik


Kemiskinan berdimensi struktural atau politik artinya orang yang mengalami
kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan
struktural. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki
sarana politik, tidak memiliki kekuatan politik sehingga menduduki struktur
sosial yang paling rendah.

Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut pada hakekatnya merupakan


gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam lingkup ekonomi tetapi juga
memperhatikan masalah sosial, budaya, dan politik.

e. Kriteria Keluarga Miskin, Penduduk Miskin, dan Rumah Tangga Miskin


Menurut PT Pos Indonesia, kriteria keluarga miskin, penduduk miskin,
dan rumah tangga miskin adalah sebagai berikut:
1. Kriteria keluarga miskin
commit to user
Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang/rumah tangga
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun non-


makanan.
Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam
kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya.
Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis
kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan

2. Penduduk miskin
Penduduk dikatakan sangat miskin apabila kemampuan untuk memenuhi
konsumsi makanan hanya mencapai 1900 kalori per orang per hari plus
kebutuhan dasar non-makanan, atau setara dengan Rp. 120.000,00 per
orang per bulan.
Penduduk dikatakan miskin apabila kemampuan memenuhi konsumsi
makanan hanya mencapai antara 1900 sampai 2100 kalori per orang per
hari plus kebutuhan dasar non-makanan, atau setara Rp. 150.000,00 per
orang per bulan.
Penduduk dikatakan mendekati miskin apabila kemampuan memenuhi
konsumsi makanan hanya mencapai antara 2100 sampai 2300 kalori plus
kebutuhan dasar non-makanan atau setara Rp. 175.000,00 per orang per
bulan

3. Rumah Tangga Miskin


Rumah tangga dikatakan Sangat Miskin apabila tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya sebesar 4 x Rp. 120.000,00 = Rp. 480.000,00 per
rumah tangga per bulan.
Rumah tangga dikatakan Miskin apabila kemampuan memenuhi
kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp. 150.000,00 = Rp. 600.000,00
per rumah tangga per bulan, tetapi di atas Rp. 480.000,00.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Rumah tangga dikatakan Mendekati Miskin apabila kemampuan


memenuhi kebutuhan dasarnya hanya mencapai 4 x Rp. 175.000,00 = Rp.
700.000,00 per rumah tangga per bulan, tetapi di atas Rp. 600.000,00.

3. Bantuan Langsung Tunai (BLT)


BLT menurut tim sosialisasi BLT Departemen Komunikasi dan
Informatika (Depkominfo) adalah sejumlah uang tunai yang diberikan oleh
pemerintah kepada rumah tangga yang perlu dibantu agar kesejahteraannya tidak
menurun jika harga BBM dinaikkan. (www.bappenas.go.id, 6 September 2008).
Keputusan menaikkan harga BBM dalam negeri diambil karena biaya subsidi
BBM dalam negeri meningkat sangat pesat dengan naiknya harga minyak mentah
dunia yang terus naik mencapai di atas US$ 120,00 per barel pada bulan Mei
2008.
Dasar hukum pelaksanaan program adalah Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 Tentang Pelaksanaan
Program BLT Untuk Rumah Tangga Sasaran. Rumah Tangga Sasaran (RTS)
adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat Miskin, Miskin, dan
Hampir Miskin (www.depsos.go.id, 6 September 2008).
Dampak kenaikan harga BBM dalam negeri dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat terutama masyarakat ekonomi lemah. Namun demikian pemerintah
bertekad untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan
rendah terutama masyarakat miskin melalui program kompensasi, yang berupa:
1. Peningkatan program kemiskinan yang bersifat jangka panjang seperti PNPM,
program keluarga harapan, program JAMKESNAS, program penyediaan
beasiswa, program pelayanan KB bagi PUS, Program KUR dan program lain
yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.
2. Program kompensasi jangka pendek yaitu program BLT, perluasan program
raskin, program penjualan minyak goreng bersubsidi dan program pasar beras
murah untuk buruh, PNS Gol I/II, tenaga honorer serta Tamtama TNI/Polri.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Program BLT termasuk program kompensasi jangka pendek yang bersifat


sementara, dan diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
ketergantungan serta tidak mendorong menguatnya culture of poverty. Besarnya
BLT adalah Rp 100.000,00 per bulan per rumah tangga sasaran. Bentuk uang
tunai diberikan untuk mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang
disebabkan oleh naiknya harga BBM.
Data dasar yang digunakan adalah data untuk pelaksanaan BLT tahun
2005-2006 yang telah dimutakhirkan oleh BPS. Di samping itu, PT Pos
melakukan penyesuaian sehubungan dengan adanya rumah tangga sasaran yang
berpindah alamat, meninggal dunia atau tidak mengambil uang tunai pada
program BLT 2005-2006.
Tujuan Program BLT dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat
konsumsi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai akibat adanya kebijakan
kenaikan harga BBM. Tujuan BLT adalah:
1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan
ekonomi.
3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.

Di dalam proses pelaksanaanya, warga masyarakat yang ingin


mendapatkan BLT harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh BPS.
Adapun Kriteria RTS layak BLT adalah:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal, kurang dari 8 M2 per orang
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah / bambu / kayu
murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu / rumbia / kayu berkualitas
rendah / tembok tanpa plester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah tangga
lain
commit
5. Sumber penerangan rumah tangga to menggunakan
tidak user listrik
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

6. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai / air
hujan
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang / minyak
tanah
8. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu setel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5
Ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,00 per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat SD /
hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai minimal
Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit / non kredit), emas, ternak, kapal
motor, atau barang modal lainnya.

Pembagian keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin adalah


sebagai berikut:
1. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 8 poin atau kurang, maka termasuk
dalam keluarga tidak miskin
2. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 9 poin sampai dengan 10, maka
termasuk dalam keluarga hampir miskin.
3. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 11 poin sampai dengan 12 poin, maka
termasuk dalam keluarga miskin.
4. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 13 poin atau lebih, maka termasuk
dalam keluarga sangat miskin.
( Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK / PKSK / dan PCL )

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

4. Efektivitas Penyaluran BLT


Pada dasarnya pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf
tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien,
meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan
pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara
mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan
outputnya.
Chester I. Barnard dalam Prawirosentono (1999: 27), menjelaskan bahwa
arti efektif dan efisien adalah sebagai berikut: “When a specific desired end is
attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences
of the action are more important than the attainment of the desired end and are
dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought
consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we
shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it
satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”. (Bila suatu tujuan
tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut
adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan
mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai,
sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak
efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari, tidak penting atau remeh,
maka kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan
sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efisien bila hal itu
memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau
tidak).
Dalam bahasa dan kalimat yang mudah hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa: sesuatu dikatakan efektif apabila tujuan dapat dicapai sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan.
Sesuai dengan pengertian efektivitas diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa efektivitas penyaluran BLT adalah kesesuaian antara tujuan BLT dan
realita yang tercapai oleh program BLT. Yaitu BLT yang menyasar kepada rumah
tangga sangat miskin, miskin, dancommit
hampirto user
miskin.
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

B. Penelitian yang Relevan

1. Pemetaan Penerima RASKIN ( Beras Untuk Keluarga Miskin ) Di Kecamatan


Todanan Kabupaten Blora Tahun 2005. Penulis : Yuni Sulistyawati
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora pada
tahun 2005 mengenai RASKIN. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
persebaran keluarga miskin, mengetahui persebaran penerima RASKIN di
Kecamatan Todanan Kabupaten Blora tahun 2005 dan mengetahui efektivitas
penyaluran Raskin di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora tahun 2005.
Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil
penelitiannya adalah persebaran keluarga miskin tersebar merata setiap desa
dengan jumlah 5.972 keluarga atau 37,31% dari jumlah keseluruhan keluarga
miskin di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Persebaran penerima
RASKIN tersebut merata di setiap desa. Klasifikasi persebaran penerima
RASKIN adalah kelas sangat tinggi terdapat di Desa Todanan, Desa
Ngumbul, Desa Ketileng, Desa Pelem Sengir, dan Desa Bedingin. Sedangkan
yang masuk dalam kategori sangat rendah adalah Desa Ledok, Desa Gondorio,
Desa Wukirsari, dan Desa Prigi.
Efektivitas penyaluran RASKIN di Kecamatan Todanan Kabupaten
Blora belum efektif karena tidak sesuai dengan kriteria penerima RASKIN
dan penyalurannya yang tidak sesuai dengan ketentuan penyaluran RASKIN.

2. Analisis Kemanfaatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bagi Rumah Tangga


Miskin (RTM) Tahun 2005-2006. Penulis : Tri Anggoro
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kwarasan Kabupaten Kebumen
kepada 100 responden. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi
karakteristik sosial ekonomi RTM penerima BLT bila dilihat dari segi
pendidikan, jumlah keluarga, pemanfaat BLT, durasi penggunaan dana BLT,
dan pemanfaatan dana BLT di Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen,
mengetahui pengaruh pendidikan dan jumlah keluarga terhadap kemanfaatan
BLT bagi RTM di Kecamatan commitKuwarasan
to user Kabupaten Kebumen, dan
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

mengetahui berapa besar tingkat perbedaan antara tingkat pendidikan yang


lebih rendah, jumlah keluarga yang lebih sedikit dan jumlah keluarga yang
lebih banyak terhadap kemanfaatan BLT bagi RTM di Kecamatan Kuwarasan
Kabupaten Kebumen.
Metode Penelitian yang digunakan adalah area probability sampling
dan diolah dengan metode binary logit berdasarkan tingkat signifikansi 10%
dengan alat bantu Eview’s 4.0.
Hasil penelitiannya diketahui bahwa secara individu variabel
pendidikan berpengaruh terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi
10% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0520, sedangkan variabel jumlah
keluarga secara individu berpengaruh terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat
signifikansi 1% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0067. Berdasarkan oods
ratio, untuk variabel pendidikan, perbedaan probabilitas kepala rumah tangga
yang berpendidikan lebih rendah dalam menjelaskan adanya kemanfaatan
BLT sebesar 1,27 kali dari probabilitas adanya kemanfaatan BLT bagi kepala
rumah tangga dengan pendidikan yang tinggi. Sedangkan untuk variabel
jumlah keluarga, perbedaan probabilitas rumah tangga yang jumlah anggota
keluarganya lebih sedikit dalam menjelaskan adanya kemanfaatan BLT adalah
1,37 kali dari probabilitas adanya BLT bagi rumah tangga yang mempunyai
anggota keluarga yang lebih banyak.

commit to user
Tabel 2. Penelitian yang Relevan
Metode
No Penulis Judul Tujuan Hasil Penelitian
Penelitian
1 Yuni Pemetaan 1. Mengetahui persebaran Deskriptif 1. Persebaran keluarga miskin tersebar merata setiap
Sulistyawati Penerima keluarga miskin di Kualitatif desa dengan jumlah 5.972 keluarga atau 37,31% dari
RASKIN ( Kecamatan Todanan jumlah keseluruhan keluarga miskin di Kecamatan
Beras Untuk Kabupaten Blora tahun Todanan Kabupaten Blora.
Keluarga 2005. 2. Persebaran penerima RASKIN merata di setiap desa.
Miskin ) Di 2. Mengetahui persebaran Persebaran penerima RASKIN yang masuk dalam
Kecamatan penerima RASKIN di kelas sangat tinggi terdapat di Desa Todanan, Desa
Todanan Kecamatan Todanan Ngumbul, Desa Ketileng, Desa Pelem Sengir, dan
Kabupaten Kabupaten Blora tahun Desa Bedingin. Sedangkan yang masuk dalam
Blora Tahun 2005. kategori sangat rendah adalah Desa Ledok, Desa
2005 3. Mengetahui efektivitas Gondorio, Desa Wukirsari, dan Desa Prigi.
penyaluran Raskin di 3. Efektivitas penyaluran RASKIN di Kecamatan
Kecamatan Todanan Todanan Kabupaten Blora belum efektif.
Kabupaten Blora tahun
2005.

26
26
27

2 Tri Anggoro Analisis 1. Untuk mengetahui kondisi Area Secara individu variabel pendidikan berpengaruh
Kemanfaatan karakteristik sosial Probability terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi
Bantuan ekonomi RTM penerima Sampling 10% dengan nilai probabilitas sebesar 0,0520, sedangkan
Langsung BLT bila dilihat dari segi dan diolah variabel jumlah keluarga secara individu berpengaruh
Tunai (BLT) pendidikan, jumlah dengan terhadap kemanfaatan BLT pada tingkat signifikansi 1%
Bagi Rumah keluarga, pemanfaat BLT, metode dengan nilai probabilitas sebesar 0,0067. berdasarkan
Tangga Miskin durasi penggunaan dana Binary oods ratio, untuk variabel pendidikan, perbedaan
(RTM) Tahun BLT, dan pemanfaatan Logit probabilitas kepala rumah tangga yang berpendidikan
2005-2006 dana BLT. lebih rendah dalam menjelaskan adanya kemanfaatan
2. Untuk mengetahui BLT sebesar 1,27 kali dari probabilitas adanya
pengaruh pendidikan dan kemanfaatan BLT bagi kepala rumah tangga dengan
jumlah keluarga terhadap pendidikan yang tinggi. Sedangkan untuk variabel
kemanfaatan BLT bagi jumlah keluarga, perbedaan probabilitas rumah tangga
RTM. yang jumlah anggota keluarganya lebih sedikit dalam
3. Untuk mengetahui berapa menjelaskan adanya kemanfaatan BLT adalah 1,37 kali
besar tingkat perbedaan dari probabilitas adanya BLT bagi rumah tangga yang
antara tingkat pendidikan mempunyai anggota keluarga yang lebih banyak.
yang lebih rendah, jumlah
keluarga yang lebih sedikit
dan jumlah keluarga yang
lebih banyak terhadap

27
28

kemanfaatan BLT bagi


RTM di Kecamatan
Kuwarasan Kabupaten
Kebumen.
3. Sholeh Pemetaan 1. Mengetahui persebaran Deskriptif
Wibawa Penerima BLT di Kecamatan Gatak, Geografis
Bantuan Kabupaten Sukoharjo
Langsung Tahun 2008?
Tunai (BLT) 2. Mengetahui karakteristik
di Kecamatan penerima BLT di
Gatak , Kecamatan Gatak,
Kabupaten Kabupaten Sukoharjo
Sukoharjo Tahun 2008?
Tahun 2008. 3. Mengetahui efektivitas
penyaluran BLT di
Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2008?

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

C. Kerangka Pemikiran

Kenaikan harga BBM harus dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan


APBN. Dampak dari kenaikan harga BBM sangat berpengaruh terhadap harga
barang di pasar. Masyarakat semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan karena
harga barang-barang kebutuhan semakin meningkat. Masyarakat kalangan
menengah kebawah adalah masyarakat yang paling merasakan dampak kenaikan
harga BBM. Angka kemiskinan akhirnya meningkat karena masyarakat dari
kalangan menengah kebawah tidak siap untuk menghadapi kenaikan harga BBM.
Untuk mengurangi beban masyarakat tersebut pemerintah mengeluarkan suatu
program yang bersumber dari subsidi BBM, program tersebut adalah BLT.
Penyaluran BLT pada tahun 2008 dilakukan di desa atau kelurahan kepada
keluarga misk. Pedoman untuk penentuan RTS BLT adalah berdasarkan
karakteristik sosial ekonomi keluarga. Karakteristik sosial ekonomi RTS penerima
BLT meliputi luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat,
jenis dinding tempat tinggal. fasilitas buang air besar, sumber penerangan rumah
tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak. kemampuan
mengkonsumsi protein hewani (daging / susu / ayam) dalam satu minggu,
kemampuan membeli pakaian baru dalam satu tahun, kemampuan untuk makan
dalam satu hari, kemampuan berobat di Puskesmas / Poliklinik, sumber
penghasilan kepala rumah tangga. pendidikan tertinggi kepala rumah tangga,
kepemilikan tabungan / barang yang mudah dijual.
Di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 terdapat 3.927 KK (30.45 %)
menerima BLT dari 12.898 KK. Jumlah penerima BLT pada tahun 2008 sama
dengan jumlah penerima BLT pada tahun 2005. Dari fakta tersebut menimbulkan
pertanyaan apakah jumlah keluarga miskin dalam rentang waktu selama 3 tahun di
Kecamatan Gatak tidak mengalami perubahan? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut maka di lakukan survei untuk mengatahui karakteristik penerima BLT
apakah masih sesuai dengan 14 kriteria penerima BLT dan apakah penerima BLT
benar-benar keluarga miskin.
commit to user

29
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Dari karakteristik penerima BLT sesuai kriteria penerima BLT akan


diketahui kelas sosial ekonomi penerima BLT. Untuk mengukur efektivitas
penyaluran BLT dapat dilakukan dengan membandingkan penerima BLT menurut
14 kriteria penerima BLT dan menurut kecukupan jumlah kalori.
Data RTS penerima BLT disajikan dalam bentuk peta tematik. Untuk
memudahkan analisis keruangan, data penerima BLT perlu diwujudkan dalam
bentuk peta. Melalui peta dapat diketahui persebaran penerima BLT dan
efektivitas penyalurannya. Berikut adalah gambar diagram alur
kerangka pemikiran, yaitu:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Kebutuhan
Kenaikan Masyarakat Kemiskinan
Harga BBM Meningkat
Sulit Dijangkau

Jumlah
Kepala Keluarga Program BLT

Persebaran
Persebaran Penerima BLT
Penerima BLT
Kepala Keluarga tahun 2008
Tahun 2008

Karakteristik
Penerima BLT
Perbandingan
Penerima BLT dan
Tidak Menerima BLT

Tingkat
Sosial Ekonomi

Penerima BLT Perbandingan


tahun 2005 Kelas Sosial Ekonomi
berdasarkan
Kriteria Penerima BLT dengan
Jumlah Kalori

Efektivitas Penyaluran BLT

Gambar 1: Diagram Alur Kerangka Pemikiran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo yang
terdiri dari 14 desa yaitu: Desa Blimbing, Desa Geneng, Desa Jati,
Desa Kagokan, Desa Klaseman, Desa Krajan, Desa Luwang, Desa Mayang,
Desa Sanggung, Desa Sraten, Desa Tempel, Desa Trangsan, Desa Trosemi, dan
Desa Wironanggan.

2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu lima belas bulan diawali
dari penyusunan proposal sampai penulisan laporan penelitian, mulai dari bulan
September 2008 sampai bulan November 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 3. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Bulan ke
Tahap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Penyusunan
Proposal
Penelitian
Penyusunan
Intrumen
Penelitian
Pengumpulan
Data
Analisis Data

Penulisan
Laporan
Penelitian
commit to user

32
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Metode penelitian geografi adalah tata cara kerja yang sistematis untuk
memahami obyek penelitian geografi dengan menggunakan alat dan melalui
prosedur ilmiah geografi, agar tujuan penelitian dapat tercapai.
Untuk mengetahui persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak, maka
dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif geografis yaitu menjelaskan
secara spasial persebaran penerima BLT tahun 2008 di Kecamatan Gatak. Strategi
penelitian yang digunakan adalah analisis peta dan analisis tabel dari data primer,
dan sekunder.
Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara kemudian disusun
kedalam tabel. Data sekunder berbentuk tabel dan dokumentasi yang diperoleh
dari instansi yang terkait dalam pelaksanaan program BLT. Setelah analisis data
primer dan data sekunder analisis peta dilakukan untuk mengkaji persebaran
penerima BLT.

C. Sumber Data

1. Data Primer
Data Primer diperoleh dari wawancara dan observasi tahap pertama
dilakukan kepada penerima BLT di 14 desa di Kecamatan Gatak dan wawancara
tahap kedua dilakukan kepada penerima BLT di 3 desa. Responden pada tahap
kedua adalah keluarga yang sama dengan wawancara dan observasi tahap
pertama. Pedoman wawancara disusun dengan menggunakan kuesioner (daftar
pertanyaan) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Data primer yang diperoleh dari wawancara tahap pertama adalah:
1. Identitas responden yang berupa nama dan alamat.
2. Luas lantai bangunan tempat tinggal.
3. Fasilitas buang air besar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

4. Sumber air minum.


5. Bahan bakar untuk memasak.
6. Kemampuan mengkonsumsi protein hewani (daging / susu / ayam) dalam
satu minggu.
7. Kemampuan membeli pakaian baru dalam satu tahun.
8. Kemampuan untuk makan dalam satu hari.
9. Kemampuan berobat di Puskesmas / Poliklinik
10. Sumber penghasilan kepala rumah tangga.
11. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga.
12. Kepemilikan barang berharga (tabungan, emas, sepeda motor, ternak, atau
barang modal lainnya yang bernilai lebih dari Rp. 500.000,00)
Data primer yang diperoleh dari wawancara tahap kedua adalah:
13. Identitas responden yang berupa nama dan alamat.
14. Jumlah pendapatan keluarga.
15. Jumlah anggota keluarga yang masih sekolah dan biaya yang mungkin
timbul dari kegiatan pendidikan.
16. Jumlah anggota keluarga yang memerlukan perawatan kesehatan secara
berkala dan biaya yang mungkin timbul dari perawatan kesehatan.

b. Observasi
Data primer yang diperoleh dari observasi adalah:
1. Jenis lantai bangunan tempat.
2. Jenis dinding tempat tinggal.
3. Sumber penerangan rumah tangga.

2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kantor Desa se-Kecamatan Gatak, Kantor
Kecamatan Gatak, Kantor BPS Sukoharjo. Data tersebut adalah:
a. Kantor Desa se-Kecamatan Gatak. Data yang diperoleh adalah:
1. Data penerima BLT se-Kecamatan Gatak tahun 2008.
commit to user
2. Monografi Desa tahun 2008.
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

b. Kantor Kecamatan Gatak. Data yang diperoleh adalah:


1. Data Jumlah penduduk di Kecamatan Gatak tahun 2007.
2. Data Jumlah KK di Kecamatan Gatak tahun 2007.
3. Luas Kecamatan Gatak.

c. Kantor BPS Sukoharjo. Data yang diperoleh adalah:


1. Data jumlah penerima BLT tahun 2005 di Kecamatan Gatak.

D. Populasi, Sampel, Teknik Sampling

1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penerima BLT di Kecamatan Gatak
tahun 2008. Jumlah populasi adalah 3.927 KK yang tersebar di 14 desa.

2. Sampel
Sampel terbagi menjadi 2 kelompok yaitu sampel yang pertama digunakan
untuk mengetahui karakteristik penerima BLT dan sampel yang kedua digunakan
untuk menentukan efektivitas penyaluran BLT.
Untuk mengetahui karakteristik penerima BLT sampel diambil dari 14
desa di Kecamatan Gatak sebanyak 161 orang penerima BLT. sedangkan untuk
mengetahui efektivitas penyaluran BLT sampel diambil dari 3 desa yaitu Desa
Mayang sebanyak 11 orang, Desa Klaseman sebanyak 13 orang, dan Desa Jati
sebanyak 11 orang (sampel adalah orang atau anggota keluarga yang sama dengan
sampel yang pertama). Jumlah tersebut diambil dengan pertimbangan karakteristik
penduduk di Kecamatan Gatak homogen dan data yang diperoleh sudah cukup
lengkap.
Jumlah dan nama responden dapat dilihat pada Lampiran 7 sedangkan
hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari Lampiran 7 dan Lampiran 9
persebaran sampel pada setiap desa disusun dan disederhanakan menjadi Tabel 4
seperti berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Tabel 4. Persebaran Sampel di Kecamatan Gatak Tahun 2008


Sampel
No Desa
KK %
1 Sanggung 13 8,07
2 Kagokan 13 8,07
3 Blimbing 13 8,07
4 Krajan 11 6,83
5 Geneng 9 5,59
6 Jati 11 6,83
7 Trosemi 10 6,21
8 Luwang 11 6,83
9 Klaseman 13 8,07
10 Tempel 13 8,07
11 Sraten 9 5,59
12 Wironanggan 12 7,45
13 Trangsan 12 7,45
14 Mayang 11 6,83
Jumlah 161 100,00
Sumber: Hasil wawancara dan observasi
Dari Tabel 4 diketahui jumlah responden pada setiap desa tidak sama.
Desa Geneng dan Desa Sraten adalah desa dengan jumlah responden yang paling
sedikit yaitu 9 KK. Sedangkan Desa Sanggung, Desa kagokan, Desa Blimbing,
Desa Klaseman, dan Desa Tempel adalah desa dengan jumlah responden yang
terbanyak yaitu 13 KK.
Berikut ini adalah persebaran sampel penerima BLT yang tersaji dalam
Peta Sampel Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 (Peta. 1). Peta 1
adalah gambaran persebaran jumlah penerima BLT yang diteliti karakteristik
sosial ekonominya secara terperinci.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

3. Teknik Sampling
Sampling diperlukan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi
penerima BLT dan efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.
Data yang diperoleh adalah data karakteristik sosial ekonomi penerima BLT.
Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling.
Teknik purposive sampling menurut Narbuko dan Achmadi (2001: 116)
merupakan suatu teknik yang berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu
yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
yang spesifik yang dilihat dalam populasi. Sedangkan menurut Sutopo (2002: 36)
pemilihan sampel berdasarkan teknik ini adalah diarahkan pada sumber data yang
dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang
sedang diteliti.
Ciri-ciri purposive sampling menurut Moleong (2004: 224) adalah sampel
tidak dapat ditarik terlebih dahulu, pemilihan sampel secara berurutan,
penyesuaian berkelanjutan dari sampel, dan pemilihan sampel berakhir jika sudah
terjadi pengulangan.
Sesuai dengan pengertian dan ciri-ciri purposive sampling diatas maka
sampel dalam penelitian adalah penerima BLT dari 14 desa di Kecamatan Gatak.
Pengambilan sampel berdasarkan jumlah penerima BLT dengan satuan Rt di
setiap desa. Dalam 1 desa dibagi menjadi Rt yang paling rendah, sedang, dan
paling tinggi penerima BLT-nya. Apabila informasi yang diperoleh belum cukup
maka sampel diambil dari Rt lain sehingga informasi yang diperoleh cukup.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan langsung secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang terjadi
di lapangan. Dalam penelitian ini observasi bertujuan untuk melihat secara
langsung kondisi sosial ekonomi RTS penerima BLT di Kecamatan Gatak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

2. Wawancara
Wawancara menurut Holland dan Ramazanoglu dalam Blaxter (1996: 153)
adalah suatu kegiatan percakapan antara 2 orang atau lebih. Peristiwa ini
merupakan peristiwa sosial yang mampu menimbulkan interaksi. Metode
wawancara diantaranya dengan cara bertanya dan mendiskusikan suatu isu
penting dengan orang lain. Hal ini dapat menjadi suatu teknik yang sangat penting
dan sangat berguna ketika data tidak dapat diperoleh secara lengkap dengan
metode observasi.
Wawancara dilakukan sebanyak 2 kali kepada penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008. Wawancara yang pertama dilakukan untuk
mengetahui karakteristik penerima BLT. Sampel yang digunakan sebanyak 161
responden dari 14 desa di Kecamatan Gatak. Wawancara yang kedua dilakukan
untuk mengetahui efektivitas penyaluran BLT. Sampel yang digunakan sebanyak
35 responden dari 3 desa. Responden pada wawancara kedua adalah responden
yang sama (keluarga yang sama) dengan wawancara pertama.
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam wawancara dilakukan sesuai
dengan pedoman yang telah disusun sebelumnya. Hal ini bertujuan agar
pertanyaan yang diajukan sesuai dengan tujuan penelitian. Dari kegiatan ini
diperoleh informasi tentang karakteristik sosial ekonomi penerima BLT
berdasarkan kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori untuk setiap
anggota keluarga.

3. Dokumentasi
Dokumentasi menurut Sutopo (2002: 71) digunakan untuk memperjelas
deskripsi berbagai situasi dan perilaku subjek yang diteliti, sehingga data nyata di
lapangan akan lebih jelas untuk diamati dan disaksikan kebenarannya.
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data dari instansi
terkait yang berupa data jumlah RTS penerima BLT, data jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, jumlah KK.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis peta dan teknik analisis tabel. Analisis peta dengan cara
mengklasifikasikan data sesuai sifat datanya agar dapat diketahui data mana yang
perlu dipetakan. Overlay peta juga dilakukan untuk mendapat peta baru yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan analisis tabel dengan cara
mentabulasikan data primer dan sekunder ke dalam tabel.

1. Persebaran Penerima BLT


Teknik analisis data untuk mengetahui persebaran penerima BLT adalah
teknik analisis peta. Data yang dianalisa adalah data penerima BLT sebanyak
3.927 KK dan data jumlah KK Kecamatan Gatak sebanyak 12.898 KK. Data
penerima BLT diolah dan diklasifikasikan dengan rumus strugess. Peta yang
dihasilkan adalah Peta Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008
dan data jumlah KK menghasilkan Peta Persebaran Kepala Keluarga Kecamatan
Gatak Tahun 2008.
Dari dua peta diatas dilakukan overlay yang menghasilkan Peta
Perbandingan Jumlah KK dan penerima BLT Kecamatan Gatak tahun 2008. Dari
peta ini diketahui persebaran dan perbandingan antara jumlah KK dan penerima
BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.

2. Karakteristik Penerima BLT


Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui karakteristik
penerima BLT adalah teknik analisis tabel dan teknis analisis peta. Data primer
yang diperoleh dari observasi dan wawancara diolah dengan cara tabulasi. Hasil
dari pengolahan data dengan tabulasi menggambarkan karakteristik sosial
ekonomi penerima BLT di Kecamatan Gatak dengan satuan indikator penilaian
karakteristik sosial ekonomi.
Data karakteristik sosial ekonomi penerima BLT kemudian diberi nilai
sesuai dengan Pedoman Pelaksanaancommit to user KSK / PKSK / dan PCL untuk
Lapangan
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

mengelompokkan keluarga tidak miskin, hampir miskin, miskin, dan sangat


miskin. Data karakteristik sosial ekonomi yang telah diberi nilai kemudian
dianalis dengan teknik analisis peta. Peta yang dihasilkan adalah Peta Kelas Sosial
Ekonomi Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008.

3. Efektivitas Penyaluran BLT


Dasar acuan untuk menentukan tingkat efektivitas penyaluran BLT adalah
teori keluarga miskin menurut sayogyo. Teknik analisis yang digunakan untuk
mengetahui efektivitas penyaluran BLT adalah teknik analisis tabel. Sumber data
untuk menentukan efektivitas adalah data hasil observasi dan wawancara.
Efektivitas penyaluran BLT diperoleh dengan cara membandingkan kelas
sosial ekonomi penerima BLT berdasarkan kriteria penerima BLT dan
kemampuan mencukupi kebutuhan kalori per angota keluarga per hari. Hasil dari
wawancara dan wawancara dibandingkan untuk mengatahui apakah penerima
BLT pada tahun 2008 telah sesuai dengan tujuan BLT dan apakah indikator
berdasarkan kriteria penerima BLT sudah tepat dan sesuai dengan tujuan BLT.
Untuk mengukur tingkat efektivitas penyaluran BLT dapat digunakan
rumus:

Setelah diketahui nilai efektifitas dalam prosentase diketahui, maka


penyataan tingkat efektivitas penyaluran BLT adalah sebagai berikut:
Apabila efektifitas penyaluran BLT 00,00% - 50,00% maka tingkat
efektivitas penyaluran BLT adalah tidak efektif.
Apabila efektifitas penyaluran BLT 50,01% - 100,00% maka tingkat
efektivitas penyaluran BLT adalah efektif.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

G. Prosedur Penelitian

1. Persiapan
Tahap ini merupakan kegiatan paling awal sebelum penelitian. Dalam
tahap ini dilakukan pengumpulan data dari berbagai sumber yang berhubungan
dengan daerah penelitian ataupun masalah penelitian. Hal ini dilakukan dengan
melakukan studi pustaka untuk berbagai literatur, laporan, majalah,dan berbagai
buku.

2. Penyusunan Proposal Penelitian


Penyusunan proposal merupakan tahap awal dari penelitian. Dalam
proposal terdapat tiga Bab yang mendasari penelitian, yaitu pendahuluan,
landasan teori dan metode penelitian.

3. Penyusunan Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara dan lembar
observasi. Pada survei yang pertama, pedoman wawancara dan lembar observasi
disusun berdasarkan daftar pertanyaan dalam Pedoman Pelaksanaan Lapangan
KSK / PKSK / dan PCL dengan pertimbangan kesesuaian indikator untuk
mengetahui karakteristik penerima BLT. Pada survei yang kedua hanya dilakukan
wawancara. Pedoman wawancara dibuat untuk menetahui karakteristik sosial
ekonomi penerima BLT berdasarkan kecukupan Jumlah Kalori setiap anggota
keluarga per hari.
Cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan langsung secara sistematik terhadap informasi-informasi yang ada di
lapangan dan mengumpulkan data berupa catatan-catatan tertulis dari lembaga
atau instansi yang menunjang dalam penelitian ini. Data ini bersifat sebagai
pelengkap atau pendukung informasi dari data primer.

4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dilakukan untuk
memberikan informasi awal dan gambaran mengenai keadaan di lapangan. Data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi berasal dari instansi yang


berkompeten dalam penyaluran BLT.
Selanjutnya, dilakukan observasi dan wawancara langsung ke lapangan
dengan lembar observasi dan pedoman wawancara yang telah disusun untuk
mengetahui informasi-informasi diperlukan. Data yang diperoleh berasal dari
responden yaitu penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.

5. Analisis Data
Tahap analisis data adalah kegiatan menganalisis data dan
mengorganisasikan data yang diperoleh. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis deskriptif geografis, analisis dilakukan setelah data diperoleh
melalui Observasi dan Wawancara dan didukung dengan data dari instansi terkait
terkumpul.
Data Penerima BLT tahun 2008 dari desa se-Kecamatan Gatak diolah
menjadi Peta Persebaran Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008. Data hasil
observasi dan wawancara diolah menjadi Peta Kelas Sosial Ekonomi Penerima
BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 dan Peta Kelayakan Penerima BLT di
Kecamatan Gatak Tahun 2008. Dari Peta Kelayakan Penerima BLT di Kecamatan
Gatak Tahun 2008 kemudian diolah lagi menjadi Peta Kesesuaian Penerima BLT
Kecamatan Gatak tahun 2008. Dari peta ini diketahui tingkat kesesuaian
peneriam BLT dengan kriteria Penerima BLT.
Efektivitas penerima BLT Kecamatan Gatak tahun 2008 diketahui dengan
cara membandingkan antara indikator kelas sosial ekonomi berdasarkan kriteria
penerima BLT dan kecukupan jumlah kalori untuk setiap anggota keluarga per
hari.

6. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian


Pada Tahap ini laporan penelitian disusun dalam bentuk skripsi yang
dilengkapi dengan peta, tabel dan lampiran.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Daerah Penelitian

1. Letak

a. Letak Astronomis
Secara Astronomis Kecamatan Gatak berdasarkan Peta Rupa Bumi
Indonesia lembar 1408-334 Kartasura dan lembar 1408-343 Surakarta Skala
1 : 25.000 tahun 2001 terletak antara 07o 34’ 02” LS – 07o 37’ 8” LS dan
110o 42’ 9” BT – 110o 46’ 21” BT atau dalam koordinat UTM terletak pada
9157840 mU – 9163560 mU dan 467200 mT – 474920 mT.

b. Letak Administratif
Kecamatan Gatak secara administratif termasuk dalam Kabupaten
Sukoharjo, yang terletak 24 Km dari ibukota Kabupaten Sukoharjo. Batas-batas
Kecamatan Gatak adalah :
Sebelah Utara : Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Timur : Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten
Sebelah Barat : Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali
Untuk lebih jelasnya, luas administrasi Kecamatan Gatak dapat dilihat
pada Peta 2.

2. Luas

Luas Kecamatan Gatak tercatat 19,47 km2 yang terbagi kedalam 14 desa.
Desa Trangsan merupakan desa terluas yaitu 2,49 km2 sedangkan desa yang
mempunyai luas terkecil adalah Desa Klaseman dengan luas 0,91 km2. Adapun
luas dari 14 desa yang tersebar di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Tabel 5.
commit to user

44
45
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

Tabel 5. Pembagian Luas Kecamatan Gatak

Luas Wilayah
No Nama Desa
2
km (%)
1 Sanggung 0,96 4,91
2 Kagokan 0,96 4,91
3 Blimbing 2,29 11,75
4 Krajan 1,91 9,83
5 Geneng 1,43 7,33
6 Jati 1,15 5,91
7 Trosemi 1,24 6,39
8 Luwang 1,28 6,58
9 Klaseman 0,91 4,68
10 Tempel 1,02 5,26
11 Sraten 0,96 4,94
12 Wironanggan 1,26 6,49
13 Trangsan 2,49 12,78
14 Mayang 1,61 8,24
Jumlah 19,47 100,00
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka tahun 2007

Desa Trangsan merupakan desa yang mempunyai luas terbesar yaitu 2,49
km2 kemudian Desa Blimbing menempati urutan kedua dengan luas 2,29 km2.
Sedangkan desa yang paling kecil adalah Desa Klaseman dengan luas 0., 91 km2.

3. Penggunaan Lahan

Bentuk penggunaan lahan yang terdapat di Kecamatan Gatak adalah


sawah, kebun campur, dan pemukiman. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan di
commit
Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Tabelto6.user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Tabel 6. Penggunaan Lahan di Kecamatan Gatak

Penggunaan Lahan (Km2 )


No Desa Kebun
Pemukiman Sawah Jumlah
Campur
1 Sanggung 0,278 0,000 0,757 1,036

2 Kagokan 0,295 0,000 0,731 1,026

3 Blimbing 0,757 0,055 1,910 2,723


4 Krajan 0,548 0,009 1,373 1,930

5 Geneng 0,449 0,000 1,020 1,469

6 Jati 0,277 0,000 1,018 1,294

7 Trosemi 0,346 0,017 0,647 1,010


8 Luwang 0,375 0,006 0,599 0,980

9 Klaseman 0,229 0,000 0,707 0,936

10 Tempel 0,220 0,000 0,803 1,023

11 Sraten 0,391 0,007 0,647 1,044


12 Wironanggan 0,494 0,000 0,882 1,376
13 Trangsan 0,914 0,015 1,608 2,538
14 Mayang 0,404 0,053 1,274 1,731

Jumlah 5,978 0,162 13,975 20,116


Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1408 – 334 Tahun 2001 dan
Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1408 – 343 Tahun 2001
Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Gatak di dominasi oleh sawah
yaitu sebesar 13.975 km2 atau 69.5 % dari total luas yang dimiliki Kecamatan
Gatak. Sawah yang ada di Kecamatan Gatak seluruhnya adalah sawah irigasi.
Dalam satu tahun pertanian di Kecamatan Gatak mampu panen sebanyak 3 kali
yaitu 2 kali panen padi pada musim penghujan dan diselingi oleh tanaman
palawija pada musim kemarau. Palawija yang dihasilkan adalah jagung ,dan
tembakau. Selain itu palawija yang ditanam adalah semangka atau melon, tetapi
jumlahnya hanya sedikit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

Penggunaan lahan yang terbesar setelah sawah adalah pemukiman yaitu


5,978 km2 atau 29.7 %. Sedangkan penggunaan lahan yang paling kecil adalah
kebun kebun campur yaitu 0,162 km2. Kebun campur adalah tanah yang terdapat
diluar pemukiman biasanya ditanami randu, jati, mangga, pisang atau tumbuhan
lainnya.

Gambar 2. Penggunaan Lahan Sawah di Kecamatan Gatak

Penggunaan lahan di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Peta 3, Peta


Penggunaan Lahan Kecamatan Gatak Tahun 2008.

commit to user
49

Peta 2
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

4. Keadaan Penduduk

a. Jumlah dan Persebaran Penduduk


Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2007, jumlah penduduk di
Kecamatan Gatak sebanyak 47.694 jiwa yang terdiri dari 23.648 jiwa berjenis
kelamin laki-laki dan 24.046 jiwa dengan jenis kelamin perempuan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah dan Distribusi Penduduk di Kecamatan Gatak Tahun 2007


Jumlah Penduduk (jiwa)
No Nama Desa
L P Jumlah %
1 Sanggung 1.131 1.133 2.264 4,75
2 Kagokan 905 909 1.814 3,80
3 Blimbing 2.635 2.579 5.214 10,93
4 Krajan 2.447 2.424 4.871 10,21
5 Geneng 1.453 1.924 3.377 7,08
6 Jati 1.293 1.244 2.537 5,32
7 Trosemi 1.304 1.292 2.596 5,44
8 Luwang 1.770 1.784 3.554 7,45
9 Klaseman 865 907 1.772 3,72
10 Tempel 929 888 1.817 3,81
11 Sraten 1.622 1.558 3.180 6,67
12 Wironanggan 2.107 2.030 4.137 8,67
13 Trangsan 3.237 3.307 6.544 13,72
14 Mayang 1.950 2.067 4.017 8,42
Jumlah 23.648 24.046 47.694 100,00

Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka tahun 2007

Dari Tabel 7 dapat diketahui jumlah penduduk yang paling banyak


commit to user
terdapat di Desa Trangsan yaitu 6.544 jiwa, terdiri dari 3.237 jiwa penduduk
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

laki-laki dan 3.307 jiwa penduduk perempuan. Sedangkan desa yang paling
sedikit penduduknya adalah Desa Klaseman yaitu 1.772 jiwa yang terdiri dari
865 jiwa penduduk laki-laki dan 907 jiwa penduduk perempuan.

b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan luas yang
dimiliki desa/kelurahan. Kepadatan penduduk di Kecamatan Gatak adalah 2.449
jiwa/km2 yang tersebar di 14 desa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 8.

Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Gatak Tahun 2007


Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
No Nama Desa Luas (Km2)
(jiwa) (jiwa/Km2)
1 Sanggung 0,957 2.264 2.366
2 Kagokan 0,956 1.814 1.897
3 Blimbing 2,288 5.214 2.279
4 Krajan 1,914 4.871 2.545
5 Geneng 1,427 3.377 2.367
6 Jati 1,151 2.537 2.204
7 Trosemi 1,244 2.596 2.087
8 Luwang 1,281 3.554 2.774
9 Klaseman 0,912 1.772 1.943
10 Tempel 1,024 1.817 1.774
11 Sraten 0,961 3.180 3.309
12 Wironanggan 1,263 4.137 3.276
13 Trangsan 2,489 6.544 2.629
14 Mayang 1,605 4.017 2.503
Jumlah 19,472 47.694 2.449

commit to user
Sumber : Survei tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

Sedangkan kepadatan setiap poligon pemukiman dapat dilihat pada


Lampiran 16. Menghitung kepadatan penduduk dengan metode ini lebih tepat
karena luas yang dihitung hanyalah luas pemukiman saja. Dari 16 dapat diketahui
kepadatan penduduk di Kecamatan Gatak cukup bervariasi, untuk memudahkan
dalam membuat peta, kepadatan penduduk dikelompokkan menjadi 5 kelas
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
i = Kelas Interval
Diketahui :
Batas Atas = 13.646
Batas bawah = 822
Jumlah Kelas =5
Kelas interval adalah:

Dari perhitungan penentuan kelas interval di atas, maka pembagian kelas


jumlah KK dapat di lihat seperti berikut ini:
Sangat jarang, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 822 jiwa/km2
– 3.386 jiwa/km2
Jarang, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 3.387 jiwa/km2 –
5.951 jiwa/km2
Sedang, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 5.952 jiwa/km2 –
8.516 jiwa/km2
Padat, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 8.517 jiwa/km2 –
11.081 jiwa/km2
Sangat padat, yaitu apabila kepadatan penduduk antara 11.082
jiwa/km2 – 13.646 jiwa/km2 commit to user
53

Peta 3
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

c. Komposisi Penduduk
1) Komposisi Penduduk Menurut Umur Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan
Gatak Tahun 2007
Untuk mengetahui komposisi penduduk menurut umur dan jenis
kelamin di Kecamatan Gatak, dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini ;

Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin


di Kecamatan Gatak Tahun 2007
Jumlah Penduduk (jiwa)
No Kelompok Umur (%)
L P Jumlah
1 0-4 1.842 1.710 3.552 7,45
2 5-9 1.818 1.675 3.493 7,32
3 10 -14 1.877 1.784 3.661 7,68
4 15 - 19 1.921 1.855 3.776 7,92
5 20 - 24 2.299 2.262 4.561 9,56
6 25 - 29 2.239 2.261 4.500 9,44
7 30 - 34 1.978 2.130 4.108 8,61
8 35 - 39 1.829 1.902 3.731 7,82
9 40 - 44 1.630 1.767 3.397 7,12
10 45 - 49 1.371 1.389 2.760 5,79
11 50 - 54 1.160 1.114 2.274 4,77
12 55 - 59 839 897 1.736 3,64
13 60 - 64 782 865 1.647 3,45
14 65- 69 699 816 1.515 3,18
15 70 - 74 565 718 1.283 2,69
16 75+ 799 901 1.700 3,56
Jumlah 23.648 24.046 47.694 100,00

Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka tahun 2007

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin merupakan


variabel penting dalam demografi yang dapat memberikan gambaran adanya
penduduk usia produktif dan penduduk usia non produktif. Dengan
mengetahui komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, maka dapat
dihitung rasio beban tanggungan (Dependensi Rasio).
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kelompok umur
20 – 24 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak jumlahnya
yaitu 4.561 atau 9.56%. Sedangkan kelompok umur yang paling sedikit
jumlahnya yaitu kelompok umur 70 – 74 tahun atau 2.69%.

2) Kelompok Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gatak


Tahun 2008
Tingkat pendidikan dalam masyarakat dapat dijadikan sebagai tolak
ukur dalam mengukur tingkat kualitas kehidupan dari masyarakat tersebut.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dapat dikatakan bahwa
kualitas hidupnya semakin tinggi dibanding dengan mereka yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Komposisi penduduk di daerah penelitian
menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.
Dari Tabel 10 diketahui lulusan yang terbanyak adalah tamat SMP atau
sederajat (10.192 jiwa) sedangkan jumlah terkecil adalah tamat perguruan
tinggi. Tingkat pendidikan lain-lain pada Tabel 9 adalah penduduk yang
sekolah di pondok pesantren dan pendidikan nonformal lainnya. Sedangkan
belum sekolah adalah asosiasi penduduk yang belum cukup umur untuk
sekolah dan penduduk yang tidak sempat mengenyam pendidikan.
Persebaran tingkat pendidikan di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada
Peta 4. Dari Peta 4 dapat dijelaskan persebaran tingkat pendidikan penduduk
di Kecamatan Gatak menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di
Kecamatan Gatak cukup tinggi karena sebagian besar penduduknya telah lulus
pendidikan dasar 9 tahun.

commit to user
56

Tabel 10. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Belum
No Nama Desa TK SD SMP SMA AKADEMI PT Lain - Lain Jumlah
Sekolah
1 Sanggung 209 158 760 544 527 15 6 45 2.264
2 Kagokan 163 45 416 473 375 33 22 287 1.814
3 Blimbing 448 1.385 1.272 672 891 38 100 408 5.214
4 Krajan 386 463 1.048 745 858 15 13 1.343 4.871
5 Geneng 412 270 761 757 735 31 25 386 3.377
6 Jati 207 87 609 308 280 26 14 1.006 2.537
7 Trosemi 251 82 117 869 756 21 36 464 2.596
8 Luwang 374 74 209 850 445 42 78 1.482 3.554
9 Klaseman 156 42 672 490 321 45 30 16 1.772
10 Tempel 113 168 326 268 822 85 35 - 1.817
11 Sraten 198 84 553 520 707 235 130 753 3.180
12 Wironanggan 355 216 1.052 1.180 358 69 41 866 4.137
13 Trangsan 1.167 336 1.070 1.440 1.483 93 66 889 6.544
14 Mayang 328 182 897 1.076 1.253 28 31 222 4.017
Jumlah 4.767 3.592 9.762 10.192 9.811 776 627 8.167 47.694
Sumber : Monografi Desa se-Kecamatan Gatak Tahun 2008

51
57
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

3) Kelompok Penduduk Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Gatak


Tahun 2008
Mata pencaharian menggambarkan aktivitas penduduk setempat dalam
memenuhi kebutuhan hidup misalnya sebagai petani, pedagang, pegawai
negeri dan lain-lain. Jenis mata pencaharian penduduk dalam suatu tempat
sangat erat kaitannya dengan jumlah pendapatan yang diperoleh penduduk.
Jenis mata pencaharian yang baik misalnya PNS, TNI, Wiraswasta dll akan
mampu memberikan penghasilan yang cukup, sedangkan mata yang kurang
baik misalnya buruh akan memberikan penghasilan yang kurang.
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada
Tabel 11.
Dari Tabel 11 dapat diketahui jenis mata pencaharian tertinggi adalah
karyawan swasta yaitu 3.849 jiwa urutan ke dua adalah buruh tani yaitu 3.336
jiwa dan mata pencaharian yang paling rendah adalah usaha di bidang
pengangkutan / transportasi dan TNI masing-masing 221 jiwa.
Kelompok mata pencaharian dikelompokkan menjadi lebih sederhana
lagi yaitu kelompok PNS dan TNI, kelompok Wiraswasta dan Dagang,
kelompok Karyawan Swasta, kelompok Petani, kelompok Buruh, dan
kelompok lain-lain yang terdiri dari Tukang, pensiunan dan usaha dalam
bidang transportasi. Pengelompokan ini bertujuan untuk memudahkan dalam
membuat peta dan menghindari informasi yang ditampilkan oleh peta
bertabrakan atau rumit. Sehingga informasi yang ditampilkan oleh peta mudah
dipahami.
Peta Matapencaharian Penduduk Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat
dilihat pada Peta 6. Dari Peta 6 diketahui persebaran buruh cukup merata di
Kecamatan Gatak, hampir di setiap desa jumlah buruh merupakan jumlah
yang terbesar kecuali Desa Sanggung, Blimbing, dan Desa Krajan. Hal ini
menunjukkan matapencaharian penduduk di Kecamatan Gatak kurang baik.
Karena matapencaharian sebagai buruh penghasilannya relatif kecil bila
dibandingkan dengan matapencaharian lain.
commit to user
59

Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Gatak Tahun 2007

Pensiun Buruh
Karyaw Petani Buruh Wira- Buruh Pertu-
No Nama Desa PNS TNI an / Dagang Banguna Pengang- Jumlah
an Sendiri Tani swasta Industri kangan
Purnawi n kutan
Swasta
rawan
1 Sanggung 35 6 12 155 16 25 17 20 0 19 20 11 336
2 Kagokan 43 4 44 233 192 118 75 5 107 34 0 0 855
3 Blimbing 172 31 33 312 269 119 64 85 31 35 37 25 1,213
4 Krajan 76 11 37 185 210 274 1314 243 120 207 8 164 2,849
5 Geneng 34 4 7 131 195 92 48 27 95 105 18 58 814
6 Jati 30 5 12 52 185 201 56 49 15 35 2 13 655
7 Trosemi 57 26 13 213 241 291 40 57 213 145 5 59 1,360
8 Luwang 113 15 68 550 214 103 105 52 625 381 6 25 2,257
9 Klaseman 79 8 37 78 208 370 32 11 202 86 6 41 1,158
10 Tempel 74 4 14 55 183 312 23 55 67 25 2 25 839
11 Sraten 112 21 65 101 140 270 97 18 75 57 25 29 1,010
12 Wironanggan 108 35 45 77 280 347 31 29 96 250 7 20 1,325
13 Trangsan 127 18 38 650 356 564 74 25 150 250 85 125 2,462
14 Mayang 31 33 11 1057 203 250 0 7 124 773 0 204 2,693

54
Jumlah 1,091 221 436 3,849 2,892 3,336 1,976 683 1,920 2,402 221 799 19,826

Sumber : Monografi Desa se-Kecamatan Gatak Tahun 2008


60
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

5. Penduduk Miskin dan Penerima BLT di Kecamatan Gatak

Menurut Suparlan (1993: 9) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu


standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pendidikan dapat menjadi sesuatu yang mampu meningkatkan kualitas
hidup penduduk. Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mampu
bertahan dan beradaptasi dengan perubahan keadaan sosial ekonomi yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat dibandingkan dengan penduduk yang tingkat
pendidikannya rendah.
Di Kecamatan Gatak sebagian besar penduduk miskin mempunyai tingkat
pendidikan yang rendah. Penduduk dengan tingkat pendidikan rendah ini sulit
untuk mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat. Terutama dalam
mendapatkan atau menciptakan sebuah pekerjaan yang layak sehingga pendapatan
yang diperoleh mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di Kecamatan Gatak jenis mata pencaharian sangat erat kaitannya dengan
fenomena kemiskinan. Sebagian besar penduduk miskin bermata pencaharian
sebagai buruh. Baik sebagai buruh tani, buruh bangunan maupun buruh serabutan
yaitu pekerja kasar yang mengerjakan apa saja apabila ada yang membutuhkan
jasanya. Selain buruh, mata pencaharian lain yang di geluti penduduk miskin di
Kecamatan Gatak adalah sebagai pedagang kecil yang biasa menjajakan
dagangannya dengan cara keliling.
Selain jenis mata pencaharian, jumlah anggota keluarga juga menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan kemiskinan di Kecamatan Gatak. Jumlah anak
yang banyak akan menambah beban KK dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pekerjaan yang cukup baik dan pendapatan yang seharusnya cukup menjadi tidak
cukup.
Penduduk miskin di Kecamatan Gatak banyak yang mempunyai tanah dan
bangunan yang luas. Tanah dan bangunan ini dimiliki merupakan warisan dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

orang tua dengan harga jual yang rendah karena di daerah pedesaan. Sebagian
bangunan biasanya ditempati oleh beberapa KK.
Keluarga penerima BLT adalah keluarga yang terdaftar dalam pendataan
pada tahun 2005 yang telah dimutakhirkan oleh BPS dan di verifikasi oleh PT Pos
Indonesia. Jumlah penerima BLT di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 adalah
3.927 KK. Jumlah ini sama dengan jumlah penerima BLT pada tahun 2005.
Menurut pamong desa dan BPS Sukoharjo, penerima BLT pada tahun
2005 dan 2008 sama karena tidak ada pendataan lagi untuk penyaluran BLT tahun
2008 sehingga penduduk yang pindah alamat dan meninggal dunia ada yang
menerima BLT. Untuk penduduk yang meninggal dunia BLT diberikan kepada
ahli warisnya. Data yang tidak tidak diperbarui selama kurun waktu 3 tahun dapat
menyebabkan tingkat efektivitas penyaluran BLT menurun karena terdapat
perubahan status ekonomi dan jumlah penduduk. Perubahan tersebut sangat
berpengaruh pada jumlah penduduk miskin.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Persebaran Penerima BLT

Satuan penerima BLT adalah kepala keluarga (KK), oleh sebab itu
sebelum membahas persebaran penerima BLT akan dibahas persebaran KK di
Kecamatan Gatak. KK adalah laki-laki atau perempuan yang berstatus kawin, atau
janda/duda yang menjadi kepala (bertanggungjawab) terhadap keluarga. Anggota
keluarga terdiri dari istri/suami dan anak-anak. Untuk mengetahui persebaran
kepala keluarga dapat dilihat pada Tabel 12.
Dari Tabel 12 dapat diketahui jumlah KK di Kecamatan Gatak terdapat
12.898 KK. Jumlah KK terbanyak terdapat di Desa Trangsan yaitu 1.909 KK
(14,80 %). Sedangkan jumlah kepala keluarga terendah terdapat di Desa
Klaseman yaitu 440 KK (3,41 %).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Tabel 12. Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2007


Jumlah
No Desa
KK %
1 Sanggung 629 4,88
2 Kagokan 557 4,32
3 Blimbing 1.465 11,36
4 Krajan 1.313 10,18
5 Geneng 947 7,34
6 Jati 676 5,24
7 Trosemi 731 5,67
8 Luwang 890 6,90
9 Klaseman 440 3,41
10 Tempel 479 3,71
11 Sraten 864 6,70
12 Wironanggan 1.025 7,95
13 Trangsan 1.909 14,80
14 Mayang 973 7,54
Jumlah 12.898 100,00

Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka Tahun 2007

Jumlah KK di Kecamatan Gatak cukup bervariasi, untuk memudahkan


dalam membuat peta, jumlah persebaran KK dikelompokkan menjadi 5 kelas
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
i = Kelas Interval
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

Diketahui :
Batas Atas = 1.909
Batas bawah = 440
Jumlah Kelas =5
Kelas interval adalah:

Dari perhitungan penentuan kelas interval di atas, maka pembagian kelas


jumlah KK dapat di lihat seperti berikut ini:
Sangat rendah, yaitu apabila jumlah KK antara 440 KK – 733 KK
Rendah, yaitu apabila jumlah KK antara 734 KK – 1.027 KK
Sedang, yaitu apabila jumlah KK antara 1.028 KK – 1.321 KK
Tinggi, yaitu apabila jumlah KK antara 1.322 KK – 1.615 KK
Sangat tinggi, yaitu apabila jumlah KK antara 1.616 KK – 1.909 KK

Setelah terbagi ke dalam 5 kelas maka jumlah KK dapat ditampilkan


dalam Peta 7
Dari Peta 7 dapat diketahui jumlah KK yang termasuk dalam kelas sangat
rendah adalah Desa Klaseman, Desa Tempel, Desa Sanggung, Desa Kagokan,
Desa Jati, dan Desa Trosemi. Desa Sraten, Desa Luwang, Desa Geneng, Desa
Wironanggan, dan Desa Mayang termasuk dalam kelas rendah. Desa yang
termasuk dalam kelas sedang adalah Desa Krajan, dan Desa Blimbing termasuk
dalam kelas tinggi. Sedangkan Desa Trangsan termasuk dalam kelas sangat tinggi.
Jumlah KK di Kecamatan Gatak dipengaruhi oleh luas dan jumlah penduduk yang
dimiliki oleh desa setempat.

commit to user
65
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

Dalam kaitannya dengan program BLT, jumlah KK yang ada di


Kecamatan Gatak terbagi dalam KK yang menerima BLT dan KK yang tidak
menerima BLT. Pada tahun 2008 di Kecamatan Gatak terdapat 3.927 KK
penerima BLT yang tersebar kedalam 14 Desa. Berikut ini adalah jumlah
penerima BLT yang tersaji dalam Tabel 13.

Tabel 13. Jumlah KK Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008


Penerima BLT
No Desa
KK %
1 Sanggung 221 5,63
2 Kagokan 191 4,86
3 Blimbing 419 10,67
4 Krajan 325 8,28
5 Geneng 216 5,50
6 Jati 202 5,14
7 Trosemi 242 6,16
8 Luwang 379 9,65
9 Klaseman 239 6,09
10 Tempel 236 6,01
11 Sraten 236 6,01
12 Wironanggan 412 10,49
13 Trangsan 458 11,66
14 Mayang 151 3,85
Jumlah 3.927 100,00
Sumber : Data
Dari TabelPenerima BLTdiketahui
di atas dapat Tahun 2008 se-Kecamatan
jumlah Gataktertinggi
penerima BLT

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa penerima BLT tertinggi adalah Desa
Trangsan yaitu sebesar 458 KK. Sedangkan penerima BLT terendah adalah Desa
Mayang. Jumlah penerima BLTcommit
pada to
setiap
user desa mencerminkan banyaknya
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

jumlah KK miskin yang ada di desa tersebut. Jumlah KK miskin di setiap desa
tidak dapat hitung berdasarkan luas desa tetapi berdasarkan kelas sosial ekonomi
KK.
Jumlah penerima BLT di Kecamatan Gatak pada setiap desa sangat
bervariasi. Data harus dibagi dalam 5 kelas untuk penentuan klasifikasi jumlah
penerima BLT, dalam menentukan ukuran kelas interval jumlah penerima BLT
menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
i = Kelas Interval
Diketahui :
Batas Atas = 458
Batas bawah = 151
Jumlah Kelas =5
Kelas interval adalah:

Dari hasil penghitungan di atas maka pembagian kelas penerima BLT


adalah sebagai berikut:
Sangat rendah, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 151 –
212 KK.
Rendah, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 213 – 273 KK.
Sedang, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 274 – 335 KK.
Tinggi, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 336 – 396 KK.
Sangat Tinggi, yaitu apabila jumlah penerima BLT antara 397–
458 KK.
Untuk mengetahui persebaran penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun
2008 dapat dilihat pada Peta 8. commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

Dari Peta persebaran penerima BLT (Peta 8) dapat diketahui bahwa


persebaran jumlah penerima BLT terendah terdapat di Desa Kagokan, Desa Jati,
dan Desa Mayang. Jumlah penerima BLT yang rendah terdapat di Desa
Sanggung, Desa Tempel, Desa Sraten, dan Desa Geneng, Desa Klaseman, Desa
Trosemi termasuk dalam kategori rendah. Desa Krajan termasuk dalam kategori
sedang dan Desa Desa Luwang termasuk dalam kategori Tinggi. Sedangkan Desa
Wironanggan, Desa Blimbing, dan Desa Trangsan termasuk dalam kategori sangat
tinggi.
Dari uraian di atas diketahui bahwa setiap desa mempunyai jumlah
penerima BLT yang berbeda. Perbedaan jumlah penerima BLT di setiap desa
disebabkan oleh perbedaan jumlah keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir
miskin. Keberadaan keluarga miskin sangat dipengaruhi oleh jumlah pendapatan
yang diperoleh oleh keluarga tersebut. Jenis matapencaharian dan jam kerja
berpengarruh langsung kepada jumlah pendapatan penduduk. Penduduk yang
berprofesi sebagai buruh tani tentunya tidak akan mempunyai pendapatan yang
lebih besar daripada karyawan swasta atau PNS. Hal ini disebabkan karena
penghargaan untuk tenaga buruh yang lebih kecil dan jam kerja yang tidak
menentu. Selain itu, tingkat pendidikan penduduk, dan jumlah anggota keluarga
menjadi pemicu kemiskinan di Kecamatan Gatak. Pendidikan dapat meningkatkan
kualitas hidup penduduk. Jumlah anggota keluarga dapat menjadi pemicu
kemiskinan karena jumlah anggota keluarga yang besar tentunya memperbesar
beban keluarga. Misalnya, pendapatan dalam 1 hari yang seharusnya cukup untuk
4 orang tetapi karena jumlah anggota keluarga 6 orang maka pendapatan tersebut
menjadi kurang dan akhirnya menyebabkan kemiskinan.
Untuk mengetahui perbandingan antara jumlah KK dan penerima BLT,
maka dibuat Peta Perbandingan Jumlah Kepala Keluarga dan Penerima BLT di
Kecamatan Gatak tahun 2008. Peta tersebut diperoleh dengan cara meng-overlay
Peta Persebaran Kepala Keluarga di Kecamatan Gatak Tahun 2008 dan Peta
Persebaran Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008. Alur pembuatan Peta
dapat dilihat pada Gambar 3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

Peta Persebaran Peta Persebaran


Kepala Keluarga Penerima BLT
Kecamatan Gatak Tahun 2008 Kecamatan Gatak Tahun 2008

Overlay

Gambar 3. Alur pembuatan Peta Perbandingan Jumlah Penerima BLT dan


Tidak Menerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008

Berikut ini adalah hasil dari overlay di atas (Peta 9).

commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

Dari Peta 9 diketahui terdapat 9 kategori (variasi ) antara jumlah KK dan


penerima BLT. Variasi tersebut menjelaskan bahwa jumlah KK yang besar pada
suatu desa tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah penerima BLT. Hanya 6
Desa yang berbanding lurus antara jumlah KK dan Penerima BLT.
Berikut ini adalah 9 kategori (variasi) hasil overlay Peta Persebaran
Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Gatak Tahun 2008 dan Peta Persebaran
Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008 yang tersaji dalam Tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT di


Kecamatan Gatak Tahun 2008
No Kategori Desa Jumlah Desa
Jumlah KK Sangat Rendah dan
1 Kagokan, Jati 2
Penerima BLT Sangat Rendah
Jumlah KK Sangat Rendah dan Sanggung, Tempel,
2 4
Penerima BLT Rendah Klaseman, Trosemi
Jumlah KK Rendah dan Penerima
3 Mayang 1
BLT Sangat Rendah
Jumlah KK Rendah dan Penerima
4 Sraten, Geneng 2
BLT Rendah
Jumlah KK Rendah dan Penerima
5 Luwang 1
BLT Tinggi
Jumlah KK Rendah dan Penerima
6 Wironanggan 1
BLT Sangat Tinggi
Jumlah KK Sedang dan Penerima
7 Krajan 1
BLT Sedang
Jumlah KK Tinggi dan Penerima
8 Blimbing 1
BLT Sangat Tinggi
Jumlah KK Sangat Tinggi dan
9 Trangsan 1
Penerima BLT Sangat Tinggi
14

Sumber : Peta Perbandingan Jumlah KK dan Penerima BLT Kecamatan Gatak


Tahun 2007
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

Variasi perbandingan jumlah KK dan penerima BLT di atas disebabkan


karena perbedaan luas, jumlah penduduk, dan jumlah penduduk miskin yang
berbeda pada setiap desa. Tetapi, dalam pelaksanaan penyaluran BLT ada indikasi
bahwa banyak penduduk yang memiskinkan diri agar memperoleh BLT. Selain
itu, banyak terjadi kesalahan pada waktu pendataan penerima BLT tahun 2005.
Menurut sumber yang dapat dipercaya, beberapa kesalahan tersebut disebabkan
karena penguasaan petugas pendataan yang kurang dan sebagian lagi adalah
pelanggaran prosedur pendataan.

2. Karakteristik Penerima BLT

Obyek penelitian adalah penerima BLT di Kecamatan Gatak pada tahun


2008. Karakteristik penerima BLT diketahui dengan survei kepada penerima BLT
di Kecamatan Gatak dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara
dan observasi. Jumlah penerima BLT di Kecamatan Gatak cukup banyak yaitu
3.927 KK. Wawancara dan observasi tidak mungkin dilakukan kepada seluruh
populasi. Oleh karena itu, penelitian menggunakan sampel untuk mengetahui
karakteristik penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dengan
pertimbangan biaya dan waktu.

a. Luas Lantai Setiap Anggota Keluarga


Luas bangunan yang dimiliki oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak
antara 15 m2 sampai dengan 200 m2. Dalam kriteria penerima BLT disebutkan
bahwa rumah tangga yang berhak menerima BLT maksimal memiliki bangunan 8
m2 untuk masing-masing anggota rumah tangga. Untuk memperoleh nilai luas
lantai yang ditempati setiap anggota rumah tangga adalah dengan menggunakan
rumus ;

Luas Bangunan
Luas Lantai Setiap ART
Jumlah ART
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

Dengan rumus di atas, dapat diketahui setiap anggota rumah tangga


penerima BLT di Kecamatan Gatak menempati bangunan antara 5 m2 sampai
dengan 200 m2 dengan rata-rata setiap anggota rumah tangga menempati
bangunan sebesar 18,17 m2. Untuk lebih jelasnya, perhitungan luas lantai setiap
anggota rumah tangga (ART) dapat dilihat pada lampiran 10.
Jumlah RTS-BLT yang memenuhi kriteria dari segi luas bangunan yaitu
8 m2 ada 28 RTS yang layak dan 133 RTS yang tidak layak menerima BLT.
Lahan di pedesaan masih luas dan harganya lebih murah. Hal ini menjadi faktor
mengapa bangunan di pedesaan relatif besar dan setiap anggota rumah tangga
dapat menempati bangunan lebih dari 8 m2. Sebagian besar bangunan yang
ditempati oleh penerima BLT adalah bangunan yang tidak dibangun sendiri
melainkan warisan dari orang tua. Banyak bangunan rumah yang dihuni lebih dari
1 keluarga bahkan ada yang mencapai 4 keluarga. Walaupun bangunan rumah
mereka besar tetapi tidak sedikit yang kondisinya tidak cukup baik karena mereka
tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan renovasi.

b. Jenis Lantai Bangunan.


Salah satu kriteria RTS layak BLT adalah jenis lantai bangunan. Jenis
lantai bangunan yang dimaksud adalah jenis lantai mayoritas yang ada dalam
bangunan tempat tinggal. Jenis lantai bangunan dikelompokkan dalam 3 kelas
yaitu;
Kelas rendah apabila sebagian besar lantai yang ada dalam bangunan
tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, atau kayu murahan.
Kelas sedang apabila sebagian besar lantai yang ada dalam bangunan
tempat tinggal terbuat dari semen atau ubin.
Kelas tinggi apabila sebagian besar lantai yang ada dalam bangunan
tempat tinggal terbuat dari keramik atau marmer.
Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL

Untuk mengetahui jenis lantai yang digunakan oleh penerima BLT di


commit to user
Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini;
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

Tabel 15. Jenis Lantai yang Digunakan Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Jenis Lantai
KK (%)
1 Kelas Rendah 21 13,04
2 Kelas Sedang 139 86,34
3 Kelas Tinggi 1 0,62
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Obeservasi

Jenis lantai bangunan rumah yang sesuai dengan kriteria RTS layak BLT
yaitu jenis lantai bangunan yang sebagian besar terbuat dari tanah, bambu atau
kayu murahan ( kelas rendah). Dari 161 responden, terdapat 21 responden yang
memiliki bangunan dengan jenis lantai kelas rendah, untuk kelas sedang terdapat
139 bangunan dan 1 bangunan dengan kualitas atau kelas lantai tinggi.
Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa sebagian besar bangunan lantainya
terbuat dari semen atau ubin. Semen atau ubin yang digunakan adalah ubin
dengan kualitas rendah dengan campuran semen yang sangat sedikit sehingga
lantainya sangat lembab dan terkadang basah saat musim penghujan. Di Desa
Geneng dan Krajan masih terdapat bangunan rumah yang lantainya terbuat dari
tanah.

c. Jenis Dinding
Jenis dinding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mayoritas jenis
dinding yang digunakan oleh penerima BLT. Jenis dinding tersebut
dikelompokkan dalam 3 kelas yaitu;
Kelas rendah apabila sebagian besar dinding yang ada dalam bangunan
tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, atau
tembok tanpa plester.
Kelas menengah apabila sebagian besar dinding yang ada dalam bangunan
commit to user
tempat tinggal terbuat dari tembok dengan dilapisi cat atau tanpa cat.
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

Kelas tinggi apabila sebagian besar dinding yang ada dalam bangunan
tempat tinggal dilapisi dengan keramik atau material yang lebih tinggi.
Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL

Untuk mengetahui jenis dinding yang digunakan oleh penerima BLT di


Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 16;

Tabel 16. Jenis Dinding yang Digunakan Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Jenis Dinding
KK %
1 Kelas Rendah 103 63,98
2 Kelas Menengah 58 36,02
3 Kelas Tinggi 0 0,00
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Observasi

Sebagian besar dinding yang dimiliki oleh penerima BLT di Kecamatan


Gatak adalah dinding dengan kelas yang rendah sebanyak 103 bangunan. Dari
bangunan dengan dinding kualitas rendah tersebut ada sebagian bangunan yang
masih berupa tembok batu-bata dengan bahan perekat campuran tanah lempung
dan pasir. Dinding bangunan yang lain adalah dinding dengan kualitas menengah
yaitu sebanyak 58 bangunan. Sebagian besar dinding tersebut merupakan tembok
yang belum di cat.

d. Fasilitas Buang Air Besar.


Fasilitas buang air besar adalah kepemilikan sarana yang di gunakan
penerima BLT dalam rangka membuang hajat. Sarana yang dimaksud adalah WC,
kakus atau jamban. Kepemilikan fasilitas buang air besar dapat dilihat pada Tabel
17 berikut ini;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

Tabel 17. Kepemilikan Fasilitas Buang Air Besar Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Fasilitas Buang Air Besar
KK %
1 Punya 35 21,74
2 Bersama Keluarga Lain 52 32,30
3 Tidak Punya 74 45,96
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari Tabel 17 dapat diketahui sebanyak 35 KK (21,74 %) mempunyai


fasilitas buang air besar sendiri. 52 KK (32,30 %) bersama keluarga lain yaitu
keluarga yang biasa membuang hajat mereka dengan meminjam sarana buang
hajat milik tetangga mereka. Sedangkan yang tidak punya fasilitas buang air
sendiri sebanyak 74 KK (45,96 %) yaitu keluarga yang lebih memilih
menggunakan sungai untuk membuang hajat.
Fenomena ini disebabkan karena di Kecamatan Gatak terdapat banyak
sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sehingga mereka lebih memilih untuk
membuang hajat mereka di sungai daripada meminjam sarana buang air kepada
tetangga atau membangun sarana sendiri.

e. Sumber Penerangan.
Sumber penerangan adalah penerangan yang biasa digunakan oleh
penerima BLT pada malam hari. Sumber penerangan tersebut dibagi menjadi 3
kelompok yaitu menggunakan listrik dengan meteran, menggunakan listrik tanpa
meteran dan tidak menggunakan listrik. Listrik bermeteran adalah menggunakan
listrik dengan meteran sendiri atau secara resmi menjadi pelanggan Perusahaan
Listrik Negara (PLN). Menggunakan listrik tanpa meteran adalah menggunakan
listrik tetapi hanya ikut tetangga sehingga tidak menjadi pelangga PLN secara

commit listrik
resmi. Sedangakan tidak mengunakan to useradalah sumber penerangan yang
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

selain listrik. Berikut ini adalah data yang diperoleh dari lapangan mengenai
sumber penerangan penerima BLT.

Tabel 18. Sumber Penerangan Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Sumber Penerangan
KK %
1 Menggunakan Listrik Dengan Meteran 72 44,72
2 Menggunakan Listrik Tanpa Meteran 87 54,04
3 Tidak Menggunakan Listrik 2 1,24
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari Tabel 18 dapat diketahui sebagian besar penerima BLT sudah


menggunakan listrik untuk penerangan baik yang sudah menggunakan meteran
sendiri (72 KK (44.72 %))maupun yang belum menggunakan meteran (87 KK
(54.04 %)). Sedangkan yang tidak menggunakan listrik terdapat 2 KK (1.24 %).

f. Sumber Air Minum.


Sumber air minum adalah sumber atau asal air minum yang dikonsumsi
setiap hari. Sumber air minum dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3
kelas yaitu;
Kelas rendah apabila air minum yang dikonsumsi setiap hari adalah air
minum yang berasal dari sumur atau mata air yang tidak terlindung dan air
hujan.
Kelas menengah apabila air minum yang dikonsumsi setiap hari adalah air
minum yang berasal dari sumur terlindung atau mata air terlindung.
Kelas tinggi apabila air minum yang dikonsumsi setiap hari adalah air
minum yang berasal dari air mineral jadi ( kemasan ) atau PDAM.
Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

Tabel 19. Sumber Air Minum Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Sumber Air Minum
KK %
1 Kelas Rendah 84 52,17
2 Kelas Menengah 77 47,83
3 Kelas Tinggi 0 0,00
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Sumber air minum yang digunakan penerima BLT di Kecamatan Gatak


pada umumnya berasal dari sumur, baik dari sumur terlindung (77 KK (47.83 %))
maupun dari sumur yang tidak terlindung (84 KK (52.17 %)). Kecamatan Gatak
pada umumnya memiliki muka air tanah yang tidak terlalu dalam, sehingga warga
lebih memilih air yang berasal dari sumur.
Sumur terlindung yang di miliki oleh penerima BLT adalah sumur yang
berada didalam rumah atau sumur yang berada di luar rumah dan air yang telah
digunakan untuk aktifitas (mencuci, mandi, memasak, dll) tidak masuk kembali
kedalam sumur sehingga air yang ada di dalam sumur tidak tercemar oleh limbah
rumah tangga dan lebih sehat. Sedangkan sumur yang tidak terlindung adalah
sumur yang berada di luar rumah dan air bekas aktifitas dapat masuk kembali
kedalam sumur sehingga air sumur dapat tercemar oleh limbah rumah tangga dan
kesehatan dari air sumur tersebut akan kurang terjaga.

g. Bahan Bakar untuk Memasak.


Bakar bakar untuk memasak sehari-hari para penerima BLT adalah dengan
menggunakan minyak tanah atau dengan kayu bakar. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 20;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

Tabel 20. Bahan Bakar untuk Memasak Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Bahan Bakar
KK %
1 Gas / Elpiji 0 0,00
2 Listrik 0 0,00
3 Minyak Tanah / Kayu Bakar / Arang 161 100,00
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari Tabel 20 diketahui seluruh penerima BLT menggunakan minyak


tanah atau dengan kayu bakar yang lebih hemat dibandingkan menggunakan
listrik atau gas. Kayu bakar sangat mudah untuk didapat di Kecamatan Gatak
karena pepohonan dan ranting pohon masih melimpah dan mereka bisa
memperoleh bahan bakar tersebut tanpa mengeluarkan biaya. Apabila
menggunakan bakar bakar memasak selain kayu, mereka akan mengeluarkan
biaya lebih untuk memasak.
Selain kayu, bahan memasak yang digemari adalah minyak tanah. Minyak
tanah dinilai cukup murah dan cukup praktis karena responden sudah memiliki
kompor minyak tanah. Responden tidak menggunakan gas karena tidak punya
modal untuk membeli kompor gas dan tabung gas yang harganya sangat tinggi
untuk kelas ekonomi menengah kebawah.

h. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani.


Protein hewani dalam penelitian ini adalah protein yang berasal dari
daging, ayam, dan susu. Sebuah keluarga dinyatakan miskin dari segi kemampuan
mengkonsumsi protein hewani apabila keluarga tersebut hanya mengkonsumsi
protein hewani 1 kali atau kurang dalam 1 minggu. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 21 berikut ini;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

Tabel 21. Kemampuan Mengkonsumsi Protein Hewani


(dalam 1 minggu) Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Konsumsi Protein Hewani
KK %
1 1 kali dalam 1 minggu 159 98,76
2 2 kali dalam 1 minggu 2 1,24
3 3 kali atau lebih dalam 1 minggu 0 0,00
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa hampir seluruh penerima BLT ( 159
KK (98,76 %)) hanya dapat mengkonsumsi daging, ayam, atau susu sebanyak 1
kali atau kurang dalam 1 minggu. Penghematan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari dilakukan dengan tidak mengkonsumsi protein hewani. Mereka lebih
memilih protein nabati yang berupa tahu atau tempe atau sayuran dengan alasan
lebih hemat dibandingkan dengan mengkonsumsi protein hewani.
Telur ayam merupakan protein hewani yang sering di konsumsi. Telur-
telur ayam ini mereka peroleh dari ayam yang mereka pelihara sendiri dengan
jumlah yang tidak banyak. Hampir seluruh keluarga memiliki ayam yang diumbar
sehingga mereka tidak memerlukan biaya dalam perawatan ayam-ayam yang
responden miliki.

i. Kemampuan Membeli Pakaian.


Pakaian merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi tetapi dapat
digunakan dalam waktu yang relatif lama. Yang dimaksudkan kemampuan
membeli pakaian dalam penelitian ini adalah kemampuan membeli pakaian dalam
kurun waktu 1 tahun oleh salah seorang anggota keluarga. Apabila salah satu
anggota keluarga dalam waktu satu tahun ada yang membeli pakaian, maka
keluarga tersebut dinyatakan mampu memebeli pakaian. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

Tabel 22. Kemampuan Membeli Pakaian (dalam 1 tahun)


Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Kemampuan Membeli Pakaian
KK %
1 1 stel pakaian dalam 1 tahun 160 99,38
2 2 stel pakaian dalam 1 tahun 0 0,00
3 3 stel pakaian atau lebih dalam 1 tahun 1 0,62
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari Tabel 22 diketahui hampir seluruh penerima BLT di Kecamatan


Gatak hanya membeli 1 stel pakaian atau kurang dalam waktu satu tahun. Pakaian
bukanlah menjadi barang yang sangat penting bagi penerima BLT. Kebutuhan
akan pakaian di kesampingkan karena keterbatasan ekonomi dan mereka lebih
suka menggunakan pakaian yang sederhana.
Pakaian yang di beli oleh penerima BLT rata-rata adalah pakaian untuk
anak-anak yang masih kecil atau seragam sekolah. Sedangkan orang tua memilih
untuk tidak membeli pakaian dan memanfaatkan uang untuk kebutuhan sehari-
hari. sedangkan penerima BLT yang membeli pakaian lebih dari 1 stel dalam 1
tahun adalah penerima BLT yang masih mempunyai anak balita yang
mengharuskan membeli pakaian lebih dari 1 dalam waktu 1 tahun.

j. Konsumsi Makanan.
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk mempertahankan
hidupnya. Konsumsi makanan yang dimaksud adalah kegiatan memenuhi
kebutuhan makanan yang dilakukan penerima BLT dalam waktu 1 hari. Di
Indonesia, idealnya kegiatan makan dilakukan 3 kali dalam 1 hari.
Untuk mengetahui kemampuan mengkonsumsi makanan dalam 1 hari oleh
penerima BLT di Kecamatan Gatak dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

Tabel 23. Kemampuan Makan (dalam 1 hari) Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Konsumsi Makanan
KK %
1 1 kali dalam 1 hari 2 1,24
2 2 kali dalam 1 hari 0 0,00
3 3 atau lebih dalam 1 hari 159 98,76
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Penerima BLT di Kecamatan Gatak pada umumnya mengkonsumsi


makanan sebanyak 3 kali dalam sehari (159 KK (98,76)). Sebagian besar keluarga
makan makanan seadanya atau tidak memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna.
Sedangkan 2 KK (1,24 %) yang makan 1 kali dalam waktu 1 hari adalah mereka
yang telah jompo sehingga kebutuhan dan kemampuan untuk mengkonsumsi
makanan berkurang. Jadi dapat dikatakan bahwa kemampuan memenuhi
kebutuhan berupa makanan oleh penerima BLT di Kecamatan Gatak sudah baik
hanya saja kualitas makanannya yang sedikit kurang.

k. Kemampuan Berobat.
Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berharga dan vital dalam kehidupan.
Apabila kesehatan terganggu maka segala aktifitas akan terganggu pula sehingga
berobat untuk mendapatkan kesehatan kembali akan menjadi sangat penting dan
sesegera mungkin harus terpenuhi. Dalam penelitian ini, kemampuan berobat
adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan untuk berobat ke
Puskesmas atau Poliklinik apabila ada salah seorang anggota keluarga ada yang
sakit. Untuk mengetahui kemampuan berobat penerima BLT di Kecamatan Gatak
dapat dilihat pada Tabel 24;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

Tabel 24. Kemampuan Berobat Penerima BLT di Kecamatan Gatak


Tahun 2008
Jumlah
No Kemampuan Berobat
KK %
1 Ya 25 15,53
2 Tidak Mampu 1 0,62
3 Ya, Dengan Jamkesmas 135 83,85
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari Tabel 24 terdapat 25 KK (15,53 %) yang mampu memenuhi


kebutuhan untuk berobat apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, 1 KK
(0,62 %) tidak mampu, dan 135 KK (83,85 %) mampu berobat dengan layanan
Jamkesmas.
Sebagian besar dari KK yang menyatakan mampu untuk berobat adalah
KK yang fanatik kepada seorang dokter. Sehingga apabila ada anggota keluarga
yang sakit maka akan dibawa kepada dokter yang telah dipercaya karena sugesti
yang diyakini yaitu apabila berobat ke dokter tersebut pasti akan segera sembuh.
Sebagian lagi adalah KK yang sangat memperhatikan kesehatan dan tidak
mempunyai kartu Jamkesmas sehingga mereka rela membayar untuk berobat ke
puskesmas atau poliklinik.
KK yang menyatakan tidak mampu untuk berobat adalah KK yang tidak
mempunyai kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan benar-benar
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga lebih memilih obat
tradisional atau dengan obat luar dibandingkan datang ke puskesmas.
KK yang menyatakan mampu berobat dengan kartu Jamkesmas
menempati jumlah yang tertinggi. Program Jamkesmas adalah jaminan kesehatan
bagi keluarga miskin sehingga keluarga miskin mendapatkan layanan untuk
mendapatkan pengobatan dengan murah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

l. Sumber dan Penghasilan Kepala Keluarga.


Pendapatan atau penghasilan keluarga dipengaruhi oleh jenis mata
pencaharian yang di tekuni. Sumber mata pencaharian dalam penelitian ini adalah
sumber penghasilan yang dimiliki oleh kepala keluarga.
1). Mata pencaharian
Jenis mata pencaharian yang di tekuni oleh penerima BLT di Kecamatan
Gatak terdapat 5 jenis mata pencaharian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 25 berikut ini;

Tabel 25. Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga Penerima BLT di


Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Jenis Mata Pencaharian
KK %
1 Buruh 99 61,49
2 Petani 10 6,21
3 Pertukangan 9 5,59
4 Wiraswasta 26 16,15
5 Karyawan Swasta 3 1,86
6 Jompo / Tidak Bekerja 14 8,70
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari Tabel 25 diketahui lebih dari 50 % mata pencaharian penerima BLT


di Kecamatan Gatak adalah buruh ( 99 KK (61,49 %). Yang termasuk dalam
buruh dalam penelitian ini adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh tani,
buruh bangunan, buruh industri, dan serabutan (seseorang yang melakukan
pekerjaan apa saja). Sebagian besar buruh di Kecamatan Gatak adalah buruh tani
karena lahan pertanian di kecamatan ini masih luas. Di Desa Trangsan sebagian
besar buruh adalah buruh industri yang bekerja di bidang kerajinan rotan dan di
desa lain selain Desa Trangsan bekerja sebagai buruh bangunan.
Pertukangan (9 KK (5,59 %)) dan Petani (10 KK (6,21 %)) adalah salah
commit to user
satu mata pencaharian penerima BLT di Kecamatan Gatak. Mereka dapat
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

menerima BLT karena jumlah anggota keluarga mereka yang cukup banyak
sehingga mereka menjadi miskin karena jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan
wiraswasta (26 KK (16,65 %)) sebagian besar adalah pedagang kecil atau bidang
kerajinan dan industri dengan luas usaha masih kecil dengan penghasilan yang
relatif kecil.
Sebagian lagi adalah penerima BLT yang bekerja sebagai Karyawan
Swasta (3 KK (1,86 %)) dan Jompo (14 KK (8.70)) yang sudah tidak mampu lagi
untuk bekerja.

2). Pendapatan
Sesuai dengan kriteria RTS layak BLT yaitu pendapatan Kepala Keluarga
yang kurang dari Rp. 600.000,00 perbulan, maka dalam penelitian ini membagi
jumlah pendapat kepala keluarga menjadi 3 kelas yaitu;
Kelas rendah yaitu apabila pendapatan kepala keluarga kurang dari
Rp. 600.000,00 perbulan.
Kelas menengah yaitu apabila pendapatan kepala keluarga antara
Rp. 600.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000,00 perbulan.
Kelas tinggi yaitu apabila pendapatan kepala keluarga lebih dari
Rp. 1.000.000,00 perbulan.
Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL

Tabel 26. Penghasilan Kepala Keluarga Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Jumlah Penghasilan Kepala Keluarga
KK %
1 < Rp. 600.000,00 134 83,23
2 Rp. 600.000,00 - Rp. 1.000.000,00 27 16,77
3 > Rp. 1000.000,00 0 0,00
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id

Dari Tabel 26 dapat diketahui hampir seluruh penerima BLT di


Kecamatan Gatak mempunyai penghasilan lebih kecil dari Rp. 600.000,00
perbulan (134 KK). Berikutnya adalah penerima BLT dengan penghasilan Rp.
600.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000,00 perbulan (27 KK).
Tingkat pendapatan atau penghasilan dipengaruhi oleh jenis mata
pencaharian yang di tekuni. Dari Tabel jenis matapencaharian terdapat 99 KK
(61,49 %) dengan mata pencaharian sebagai buruh. Upah tenaga kerja terutama
buruh di Kecamatan Gatak masih sangat rendah sehingga penghasilan buruh
hanya sedikit. Apabila di kaitkan dengan tingkat pendapatan atau jumlah
penghasilan kepala keluarga penerima BLT di Kecamatan Gatak maka, cukup
pantas apabila penghasilan penerima BLT sedikit.

m. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu faktor utama yang menentukan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi
akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman dan
meningkatkan taraf hidupnya. Untuk mengetahui tingkat pendidikan kepala
keluarga penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel
27 berikut ini;

Tabel 27. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Penerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga
KK %
1 SD atau sederajat 38 23,60
2 SMP atau sederajat 49 30,43
3 SMA atau sederajat 29 18,01
4 Lebih tinggi dari SMA 0 0,00
5 Tidak Tamat SD 45 27,95
Jumlah 161 100,00
Sumber : Hasil Wawancaracommit to user
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id

Penerima BLT yang tidak tamat SD menempati urutan pertama yaitu 45


KK (27,95 %). Sebagian besar penerima BLT yang tidak tamat SD disebabkan
mereka memang tidak mempunyai kesempatan untuk sekolah karena harus
bekerja dan sebagian lagi karena tidak minat untuk sekolah. Sedangkan penerima
BLT yang tamat SD terdapat 38 KK (23,60 %), tamat SMP terdapat 49 KK (30,43
%), dan tamat SMA terdapat 29 KK (18,01 %).

n. Barang Berharga atau Modal.


Barang berharga atau barang modal dalam penelitian ini adalah barang
berharga atau barang modal yang mempunyai nilai lebih dari Rp. 500.000,00.
Untuk mengetahui barang berharga atau modal yang di miliki oleh penerima BLT
di Kecamatan Gatak dapat di lihat pada Tabel 28 berikut ini;

Tabel 28. Barang Berharga dan Barang Modal yang Dimiliki


Penerima BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Jumlah
No Barang Berharga & Barang Modal
KK %
1 Tabungan 0 0,00
2 Sepeda Motor 24 80,00
3 Emas 0 0,00
4 Ternak 5 16,67
5 Barang Modal Lain 1 3,33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Hasil Wawancara

Dari 161 responden dalam penelitian ini hanya 30 (18,63 %) responden


yang memiliki barang berharga atau barang modal. Barang berharga atau modal
tersebut adalah sepeda motor, ternak dan barang modal lain. KK yang menyatakan
mempunyai sepeda motor sebanyak 24 KK(80,00 %), ternak sebanyak 5 KK
(16,67 %), dan barang modal lain sebanyak 1 KK (3,33 %).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id

Hasil wawancara dan observasi mengenai karakteristik sosial ekonomi


penerima BLT diolah dengan teknik tabulasi untuk mengetahui kelas sosial
ekonomi penerima BLT dan dikelompokkan dengan teknik scoring. Setiap
pertanyaan dari wawancara dan observasi diberi nilai atau skor berdasarkan pada
Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK dan PCL tahun 2005 yang dirilis
oleh BPS. Skor untuk setiap karakteristik penilaian dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Skor Karakteristik Sosial Ekonomi RTS BLT


Jawaban

Jumlah
No Kriteria
A B C D E <= 8 m2/Art > 8 m2/Art
1. Luas Bangunan. - - - - - 1 0 1
2. Jenis Lantai Bangunan. 1 0 0 - 0 - - 1
3. Jenis Dinding 1 0 0 - - - - 1
4. Fasilitas Buang Air Besar. 0 1 1 - - - - 1
5. Sumber Penerangan. 0 1 1 - - - - 1
6. Sumber Air Minum. 1 0 0 - - - - 1
Bahan Bakar untuk
7. 0 0 1 - - - - 1
Memasak.
Konsumsi Protein
8. 1 0 0 - - - -
Hewani.
Kemampuan Membeli
9. 1 0 0 - - - - 1
Pakaian.
10. Konsumsi Makanan. 0 0 1 - - - - 1
11. Kemampuan Berobat. 0 1 1 - - - - 1
Sumber dan Penghasilan
12. 1 0 0 - - - - 1
Kepala Rumah Tangga.
13. Tingkat Pendidikan 1 0 0 0 1 - - 1
Barang Berharga atau
14. 0 0 0 0 0 - - 1
Modal.(*)
Jumlah 14
Keterangan:
1. Skor setiap kriteria hanya bernilai satu point.
2. Tanda (*) jawaban bisa lebih dari satu, tetapi apabila tidak diisi maka
skor diberi nilai 1.
commitLapangan
Sumber : Pedoman Pelaksanaan to user KSK/PKSK dan PCL
perpustakaan.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id

Setelah dilakukan scoring (Hasil Scoring dapat dilihat pada lampiran 11),
kemudian dikelompokkan dalam 4 kelas berdasarkan Pedoman Pelaksanaan
Lapangan KSK / PKSK / dan PCL yaitu tidak miskin, hampir miskin, miskin, dan
sangat miskin dengan ketentuan seperti berikut ini:
1. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 8 poin atau kurang, maka termasuk
dalam keluarga tidak miskin
2. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 9 poin sampai dengan 10, maka
termasuk dalam keluarga hampir miskin.
3. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 11 poin sampai dengan 12 poin, maka
termasuk dalam keluarga miskin.
4. Apabila dari 14 kriteria terpenuhi 13 poin atau lebih, maka termasuk
dalam keluarga sangat miskin.

Untuk mengetahui jumlah pada masing-masing kelas dapat dilihat pada


Tabel 30.
Tabel 30. Klasifikasi Keluarga Miskin Sesuai RTS-BLT
di Kecamatan Gatak Tahun 2008
Klasifikasi
Hampir
Miskin

Miskin

Miskin
Tidak

No Desa Jumlah

1 Sanggung 1 9 3 13
2 Kagokan 1 9 3 13
3 Blimbing 3 2 8 13
4 Krajan 1 5 5 11
5 Geneng 4 2 3 9
6 Jati 2 4 5 11
7 Trosemi 1 4 5 10
8 Luwang 1 6 4 11
9 Klaseman 5 1 7 13
10 Tempel 1 3 9 13
11 Sraten 2 1 6 9
12 Wironanggan 5 4 3 12
13 Trangsan 2 7 3 12
14 Mayang 1 10 0 11
JUMLAH 30 67 64 161
% 18,634 41,615 39,752 100
commit to user
Sumber : Pengolahan data hasil wawancara dan observasi
91
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id

Dari 161 responden di Kecamatan Gatak pada tahun 2008 terdapat 19


keluarga miskin (18,63 %), 67 keluarga hampir miskin (41.61 %), dan 64 keluarga
tidak miskin (39,75 %).
Dari Peta 10 diketahui bahwa banyak KK yang tidak miskin yang
mendapatkan BLT pada tahun 2008. Semua desa terdapat penerima BLT yang
tidak miskin kecuali Desa Mayang. Penerima BLT yang tidak miskin yang
terbesar terdapat di Desa Tempel dan Desa Blimbing. Sedangkan yang terkecil
adalah Desa Mayang.
Hal ini disebabkan karena data yang digunakan untuk menentukan RTS
layak BLT adalah data tahun 2005. Padahal dalam kurun waktu 3 tahun perubahan
tingkat ekonomi sangat mungkin terjadi dan jumlah keluarga miskin juga berubah
pada setiap desa. Selain itu, pada waktu pendataan pada tahun 2005 terdapat
beberapa kesalahan yang diakibatkan dari penguasaan materi petugas pendataan.
Banyak kriteria yang dinilai tidak berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Lapangan
KSK / PKSK / dan PCL sehingga jumlah penduduk miskin menjadi banyak.

3. Efektivitas Penyaluran BLT

Pada dasarnya pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf


tercapainya hasil. Efektivitas penyaluran BLT adalah ketepatsasaran BLT yaitu
kesesuaian antara penerima BLT dengan kriteria RTS layak BLT yang terdiri dari
14 kriteria.
Dalam penyaluran BLT, bantuan diserahkan kepada kepala keluarga
sebagai penanggungjawab keluarga. Menurut pejabat pemerintah desa setempat,
terdapat beberapa Kepala Keluarga yang meninggal dunia sehingga nama
penanggungjawab atas bantuan tersebut tidak sesuai dengan data penerima BLT.
Pasca pendataan tahun 2005, terdapat beberapa KK yang terdaftar sebagai KK
baru setelah tahun 2005 dan seharusnya layak mendapatkan BLT tetapi tidak
mendapatkan BLT karena tidak terdaftar pada pendataan KSK/PKSK dan PCL
tahun 2005.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id

Sebelum penyaluran BLT tahun 2008, pemerintah tidak melakukan


pendataan lagi seperti yang dilakukan pada tahun 2005. Sehingga jumlah
penerima BLT pada tahun 2008 sama dengan jumlah penerima BLT pada tahun
2005 yaitu 3.927 KK. Nilai tersebut tentunya tidak sesuai dengan keadaan
penduduk yang sebenarnya, karena tingkat sosial ekonomi masyarakat dalam
kurun waktu 3 tahun bisa berubah, baik berubah menjadi lebih baik maupun
menjadi lebih buruk.
Ketidaksesuaian status ekonomi dapat dilihat dari karakteristik sosial
ekonomi yang terangkum dalam data tingkat sosial ekonomi penerima BLT tahun
2008. Keluarga yang layak menerima BLT adalah keluarga yang termasuk dalam
kelas keluarga hampir miskin, miskin, dan sangat miskin. Atas dasar tersebut,
maka penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat diklasifikasikan
menjadi RTS layak BLT dan RTS tidak layak BLT seperti pada Tabel 31.

Tabel 31. Klasifikasi RTS-BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008

Tidak
Layak
No Desa (%) Layak (%) Jumlah
BLT
BLT
1 Sanggung 10 76,92 3 23,08 13
2 Kagokan 10 76,92 3 23,08 13
3 Blimbing 5 38,46 8 61,54 13
4 Krajan 6 54,55 5 45,45 11
5 Geneng 6 66,67 3 33,33 9
6 Jati 6 54,55 5 45,45 11
7 Trosemi 5 50,00 5 50,00 10
8 Luwang 7 63,64 4 36,36 11
9 Klaseman 6 46,15 7 53,85 13
10 Tempel 4 30,77 9 69,23 13
11 Sraten 3 33,33 6 66,67 9
12 Wironanggan 9 75,00 3 25,00 12
13 Trangsan 9 75,00 3 25,00 12
14 Mayang 11 100,00 0 0,00 11
JUMLAH 97 60,25 64 39,75 161
Sumber : Pengolahan datacommit to user
hasil wawancara dan observasi
perpustakaan.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id

RTS layak BLT adalah RTS yang termasuk dalam kelompok Keluarga
Sangat Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin. Sedangkan RTS tidak layak BLT
adalah RTS yang tidak termasuk dalam kelompok Keluarga Sangat Miskin,
Miskin, dan Hampir Miskin. Dari hasil penelitian kepada 161 responden, terdapat
97 KK yang layak BLT dan 64 KK yang tidak layak BLT.
Dari Tabel 31 dapat diketahui jumlah RTS-layak BLT sebanyak 97 KK
(60,25 %) dan RTS tidak layak BLT sebanyak 64 KK (39,75 %). Banyaknya
jumlah RTS yang tidak layak BLT disebabkan karena perubahan status ekonomi
sebagian penerima BLT tersebut, padahal KK tersebut masih terdaftar sebagai
RTS layak BLT sehingga walaupun status ekonomi KK tersebut meningkat dan
sudah tidak layak menerima BLT tetapi masih tetap menerima BLT. Jumlah RTS
tidak layak BLT yang cukup banyak tersebut mengindikasikan ketidaksesuaian
penyaluran BLT.
Untuk mengetahui persebaran RTS layak BLT dan RTS tidak layak BLT
maka dibuat Peta Kelayakan Penerima BLT Tahun 2008 seperti pada Peta 11.

commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id

Dari Peta 11 dapat diketahui jumlah penerima BLT yang tidak layak di
Kecamatan Gatak yang paling tinggi terdapat di Desa Tempel dan Desa Blimbing.
Hanya Desa Mayang yang seluruh penerima BLT-nya layak mendapatkan BLT.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keluarga yang seharusnya tidak menerima
BLT tetapi menerima BLT. Hal ini disebabkan karena tidak ada pembaharuan
data penerima BLT pada tahun 2008. Padahal kurun waktu 3 tahun adalah kurun
waktu yang cukup lama dan perubahan status ekonomi penduduk dapat berubah.
Selain itu, banyak pihak yang meragukan kevalidan data penerima BLT pada
tahun 2005 karena pendataan yang kurang efektif.
Dalam penyaluran BLT terdapat ketidaksesuaian status ekonomi penerima
BLT dengan ketentuan RTS BLT. Sehingga dalam penyaluran BLT tersebut
menimbulkan kecemburuan sosial dalam masyarakat seperti yang terjadi pada
penyaluran BLT pada tahun 2005. Untuk mengatasi hal tersebut pada setiap Rt
mengadakan musyawarah mengenai prosedur pembagian BLT di Rt masing-
masing. Hasil musyawarah antara Rt satu dengan Rt yang lain berbeda-beda
sesuai dengan kebijakan masyarakat setempat.
Kebijakan yang diambil oleh masyarakat melalui musyawarah RT tersebut
adalah; 1) Setiap penerima BLT dipotong beberapa persen sesuai dengan
kesepakatan untuk dikumpulkan dan kemudian dari hasil tersebut dibagi kepada
KK yang dirasa kurang mampu dan pantas mendapatkan BLT. 2) Setiap penerima
BLT menyisihkan beberapa rupiah secara suka rela dan dikumpulkan untuk dibagi
lagi kepada KK yang dirasa kurang mampu dan pantas mendapatkan BLT.
Kebijakan ini cukup tepat dilaksanakan untuk menghindari kecemburuan sosial.
Tapi kebijakan ini tidak sesuai dengan ketentuan BLT. Realita prosedur
penyaluran BLT tersebut mengindikasikan bahwa dalam penerima BLT tidak
sesuai dengan kriteria penerima BLT.
Kesesuaian penerima BLT terhadap kriteria penerima BLT dapat diketahui
dari data kelayakan penerima BLT dengan asumsi besarnya prosentase penerima
BLT yang layak menerima BLT. Besarnya prosentase jumlah penerima BLT yang
layak menerima BLT mengindikasikan tingkat keseasuian yang tinggi. Prosentase
jumlah penerima BLT yang layakcommit to user
BLT kecil mengindikasikan tingkat kesesuaian
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id

yang kecil. Asumsi ini yang menjadi dasar dalam menentukan tingkat kesesuaian
penerima BLT terhadap krieria penerima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008.
Jumlah Penerima BLT diperoleh dari data kelayakan penerima BLT tahun 2008 di
Kecamatan Gatak dengan sampel sebanyak 161 responden. Prosentase jumlah
penerima BLT yang layak menerima BLT dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Jumlah Penerima BLT yang Layak Menerima BLT


di Kecamatan Gatak Tahun 2008.
Penerima BLT
No Desa Jumlah Layak BLT
KK KK %
1 Sanggung 13 10 76,92
2 Kagokan 13 10 76,92
3 Blimbing 13 5 38,46
4 Krajan 11 6 54,55
5 Geneng 9 6 66,67
6 Jati 11 6 54,55
7 Trosemi 10 5 50,00
8 Luwang 11 7 63,64
9 Klaseman 13 6 46,15
10 Tempel 13 4 30,77
11 Sraten 9 3 33,33
12 Wironanggan 12 9 75,00
13 Trangsan 12 9 75,00
14 Mayang 11 11 100,00
JUMLAH 161 97 60,25

Sumber : Peta Kelayakan Penerima Penerima BLT Kecamatan Gatak


Tahun 2008

Dari Tabel 32 diketahui prosentase terkecil penerima BLT yang layak


menerima BLT terdapat di Desa Tempel (30,77%) sedangkan yang terbesar
adalah di Desa Mayang yaitu 100%. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian
penerima BLT dengan kriteria penerima BLT pada setiap desa, maka
dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai
commit to user
dengan menggunakan rumus seperti berikut:
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id

Keterangan:
i = Kelas Interval
Diketahui :
Kelas tertinggi = 100,00
Batas bawah = 30,77
Jumlah Kelas =3
Kelas interval adalah:

Dari perhitungan penentuan kelas interval di atas, maka pembagian kelas


efektivitas dapat di lihat seperti berikut ini:
Sesuai, yaitu apabila prosentase penerima BLT yang layak menerima
BLT antara 30,77% – 53,85%
Cukup sesuai, yaitu apabila prosentase penerima BLT yang layak
menerima BLT antara 53,86% – 76,93%
Tidak Sesuai, yaitu apabila prosentase penerima BLT yang layak
menerima BLT antara 76,94% – 100,00%

Berdasarkan asumsi dan perhitungan untuk menentukan efektivitas di atas


maka dapat dibuat Peta Kesuaian Penerima BLT Kecamatan Gatak Tahun 2008.
Untuk mengetahui persebaran Kesesuaian penerima BLT terhadapa kriteria
penrima BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 dapat dilihat pada Peta 12.

commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id

Dari Peta 12 dapat diketahui bahwa Desa Mayang adalah desa yang
termasuk dalam kategori Sesuai dalam penyaluran BLT tahun 2008. Desa yang
termasuk dalam kategori cukup sesuai sebanyak 8 desa yaitu Desa Sanggung,
Desa Kagokan, Desa Krajan, Desa Geneng, Desa Jati, Desa Luwang, Desa
Wironanggan, dan Desa Trangsan. Desa yang termasuk dalam kategori tidak
sesuai sebanyak 5 desa yaitu Desa Blimbing, Desa Trosemi, Desa Klaseman, Desa
Tempel, dan Desa Sraten.
Dari ulasan di atas, di Kecamatan Gatak terdapat 1 desa yang termasuk
dalam kategori sesuai, 8 desa termasuk dalam kagetori cukup sesuai, dan 5 desa
termasuk dalam kategori tidak sesuai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008 cukup sesuai karena sebagian
besar desa (57,14%) di Kecamatan Gatak termasuk dalam kategori cukup sesuai.
Efektivitas penyaluran BLT dalam arti penyaluran BLT yang menyasar
kepada keluarga hampir miskin, miskin, dan sangat miskin dapat diketahui dengan
cara membandingkan kriteria keluar miskin dengan 14 kriteria penilaian penerima
BLT dan konsep keluarga miskin menurut BPS. Konsep ini berdasarkan pada
kecukupan jumlah kalori per orang perhari.
Untuk membandingkan penerima BLT yang sesuai dengan kriteria BLT
dan konsep kemiskinan menurut BPS maka diperlukan data tambahan. Indikator
yang digunakan sebagai pembanding adalah pendapatan anggota keluarga (jumlah
pemasukan seluruh anggota keluarga dikurangi pengeluaran medis dan pendidikan
seluruh anggota keluarga) dibandingkan dengan kecukupan jumlah kalori yang
dapat terpenuhi dari pendapatan tersebut.
Sampel untuk data tambahan diambil dari 3 desa yang termasuk dalam
kategori sesuai, cukup sesuai, dan tidak sesuai (kesesuaian penerima BLT dengan
kriteria penerima BLT) yaitu Desa Mayang, Desa Jati, dan Desa Klaseman.
Maksud dari pengambilan data tambahan dari 3 desa tersebut adalah agar data
yang diperoleh dapat mewakili populasi. Data tambahan yang telah diperoleh
dapat dilihat pada lampiran 13.
Dari data yang telah diperoleh maka dilakukan penghitungan pendapatan
commit
setiap anggota keluarga dalam waktu 1 to user(hasil penghitungan dapat dilihat
bulan
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id

pada Lampiran 14). Hasil penghitungan dalam lampiran 14 diketahui pendapatan


tertinggi adalah Rp. 900.000,00 dan pendapatan terendah adalah Rp. 0,00 atau
tidak punya pendapatan sama sekali. Kelas sosial ekonomi dapat diketahui dari
nilai tukar rupiah terhadap bahan makanan pokok (jumlah kalori yang dapat
terpenuhi).
Menurut BPS (www.kompensasi.info, 20 Oktober 2008), Keluarga hampir
miskin adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan kalori sebanyak 2.100
sampai 2.300 kalori per orang perhari, keluarga miskin adalah keluarga yang
mampu memenuhi kebutuhan kalori sebanyak 1.900 sampai 2.100 kalori per
orang perhari, dan keluarga sangat miskin adalah keluarga yang hanya mampu
memenuhi kebutuhan kalori kurang dari 1.900 kalori per orang perhari.
Kebutuhan kalori dikonver menjadi nilai tukar rupiah terhadap kebutuahan
pokok (beras). Kebutuhan 1.900 kalori per orang perhari setara dengan 0,876712
Kg beras per orang per hari (1 kalori = 0,00046142754 Kg beras). Diasumsikan
bahwa harga beras pada bulan Juni 2010 adalah Rp. 5.600,00 maka klasifikasi
keluarga miskin dapat dilihat pada Tabel 33:

Tabel 33. Perhitungan Jumlah Kalori dengan Nilai Tukar Rupiah

Kemampuan Pendapatan
No Klasifikasi
Kalori Rp.
1 Sangat Miskin <1.900 < 149.333,33
2 Miskin 1.900 - 2.100 149.333,34 - 165.052,63
3 Hampir Miskin 2.100 - 2.300 165.052,64 - 180.771,93
4 Tidak Miskin >2.300 > 180.771,94

Sumber : Asumsi

Klasifikasi kemiskinan pada Tabel 33 kemudian digunakan sebagai dasar


untuk menentukan tingkat sosial ekonomi penerima BLT. Data tambahan yang
diambil dari 3 desa dikombinasikan dengan klasifikasi kemiskinan berdasarkan
kemampuan memenuhi kalori dalam satu hari. Hasil dari perhitungan dapat dilihat
pada Tabel 34 berikut ini: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 102
digilib.uns.ac.id

Tabel 34. Klasifikasi Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan


Kecukupan Jumlah Kalori
Pendapatan Per
No Nama Responden Orang Per Bulan Klasifikasi
Rp
1 Reso Suto 492.500,00 Tidak Miskin
2 Murtiono 391.000,00 Tidak Miskin
3 Wardoyo Total 187.645,83 Tidak Miskin
4 Ngadisah 297.500,00 Tidak Miskin
5 Atmo Suminto 492.500,00 Tidak Miskin
6 Teguh Wiyono 412.500,00 Tidak Miskin
7 Sakiman 230.937,50 Tidak Miskin
8 Prawiro Sari 418.750,00 Tidak Miskin
9 Lugiyem 520.000,00 Tidak Miskin
10 Arjo Suwito 344.062,50 Tidak Miskin
11 Suyono 216.666,67 Tidak Miskin
12 Suliyem 400.000,00 Tidak Miskin
13 Jati Raharjo - Sangat Miskin
14 Margiyem 900.000,00 Tidak Miskin
15 Suprapto 725.000,00 Tidak Miskin
16 Maryono 865.233,33 Tidak Miskin
17 Mangun Diharjo 500.000,00 Tidak Miskin
18 Endar 512.500,00 Tidak Miskin
19 Suto - Sangat Miskin
20 Kismo Sumarto 379.166,67 Tidak Miskin
21 Muhammad Sidik 286.805,56 Tidak Miskin
22 Nanang Setyo Budi 140.833,33 Sangat Miskin
23 Salamun 336.904,76 Tidak Miskin
24 Sriyono 210.416,67 Tidak Miskin
25 Sajiyoto 250.000,00 Tidak Miskin
26 Somo Tani 250.000,00 Tidak Miskin
27 Kustimantoko 363.333,33 Tidak Miskin
28 Panut - Sangat Miskin
29 Sartono - Sangat Miskin
30 Ngadimin 516.666,67 Tidak Miskin
31 Suwarno 303.000,00 Tidak Miskin
32 Siswo Diyono 300.000,00 Tidak Miskin
33 Rajiman 411.041,67 Tidak Miskin
34 Jiman 250.416,67 Tidak Miskin
35 Supanto 176.666,67 Hampir Miskin
commit
Sumber : Wawancara tahun 2010 to user
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan pada Tabel 34 hampir semua penerima BLT adalah penduduk


yang tidak miskin yaitu 29 KK (82,86 %), hampir miskin sebanyak 1 KK (2,86
%), miskin sebanyak 0 KK (0,00 %), dan sangat miskin sebanyak 5 KK (14,29
%). Apabila dinyatakan dengan layak atau tidak layak menerima BLT maka, 29
KK (82,86 %) tidak layak menerima BLT dan 6 KK (17,14 %) layak menerima
BLT.
Berikut ini adalah perbandingan kelas sosial ekonomi berdasarkan
klasifikasi keluarga miskin menurut kriteria penerima BLT dan kecukupan jumlah
kalori (Tabel 35).
Tabel 35. Perbandingan Kelas Sosial Ekonomi Berdasarkan
Kriteria Penerima BLT dan Jumlah Kalori
Desa
No Dasar Klasifikasi Mayang Klaseman Jati
KK % KK % KK %
Kriteria Penerima BLT

Tidak Miskin 0 0,00 7 53,85 5 45,45


Hampir Miskin 11 100,00 3 23,08 4 36,36
1 Miskin 0 0,00 3 23,08 2 18,18
Sangat Miskin 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 11 100,00 13 100,00 11 100,00
Tidak Miskin 11 100,00 10 76,92 8 72,73
Jumlah Kalori

Hampir Miskin 0 0,00 0 0,00 1 9,09


2 Miskin 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Sangat Miskin 0 0,00 3 23,08 2 18,18
Jumlah 11 100,00 13 100,00 11 100,00
Sumber : Wawancara dan Observasi

Dari Tabel 35 dapat diketahui bahwa di Desa Mayang berdasarkan kriteria


penerima BLT terdapat 11 KK (100,00 %) hampir miskin sedangkan berdasarkan
kecukupan jumlah kalori terdapat 11 KK (100,00 %) tidak miskin. Berdasarkan
kriteria penerima BLT di Desa Klaseman terdapat 7 KK (53,85 %) tidak miskin, 3
(23,08 %) KK hampir miskin, dancommit to %)
3 (23,08 userKK miskin sedangkan berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id

kecukupan jumlah kalori terdapat 10 KK (76,92 %) tidak miskin dan 3 KK (23,28


%) sangat Miskin. Berdasarkan kriteria penerima BLT di Desa Jati terdapat 5 KK
(45,45 %) tidak miskin, 4 KK (36,36 %) hampir miskin, dan 2 KK (18,18 %)
miskin sedangkan berdasarkan kecukupan jumlah kalori terdapat 8 KK (72,73
%)tidak miskin, 1 KK (9,09 %) hampir miskin, dan 2 KK (18,18 %) sangat
miskin. Dari data tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
klasifikasi keluarga miskin berdasarkan kriteria penerima BLT dan kecukupan
jumlah kalori.
Hal ini disebabkan karena perbedaan indikator dari 2 klasifikasi tersebut.
Indikator yang digunakan untuk klasifikasi keluarga miskin berdasarkan kriteria
penerima BLT terdapat 14 kriteria. Secara garis besar indikator tersebut mewakili
penghasilan KK, kecukupan kebutuhan makanan, sandang, papan, sarana /
fasilitas, dan kepemilikan barang berharga. Untuk penghasilan hanya sebatas
penghasilan KK saja yang diperhitungkan sehingga pemasukan dari anggota
keluarga tidak termasuk. Dengan demikian jumlah pendapatan tersebut akan
sangat berkurang banyak dan keluarga tersebut akan terkesan sebagai keluarga
miskin padahal tidak miskin. kepemilikan rumah, fasilitas, dan barang berharga
seharusnya diketahui asalnya. Misalnya rumah yang bagus dengan lantai keramik
atau rumah besar belum tentu adalah hasil dari pendapatan keluarga tersebut
mungkin bisa berasal dari hibah atau pemberian keluarga lain. Padahal keluarga
tersebut sebenarnya adalah keluarga miskin yang pantas menerima BLT. Jadi
indikator ini perlu dikaji lebih lanjut agar sasaran BLT tepat pada keluarga yang
tepat dan sesuai dengan tujuan BLT.
Berdasarkan kemampuan mencukupi kebutuhan kalori setiap anggota
keluarga adalah konsep yang tepat dalam menentukan kelas sosial ekonomi.
Karena apabila sebuah keluarga telah memenuhi kebutuhan dasar untuk bertahan
hidup dalam hal ini adalah kecukupan kalori, maka kelarga tersebut akan
mempunyai sisa pendapatan yang dapat digunakan untuk kebutuhan yang lain
(selain kebutuahn dasar). Misalnya, keluarga yang telah mencukupi kebutuhan
kalori dan mendapatkan sisa penghasilan maka akan sangat mungkin keluarga
commitdengan
tersebut meningkatkan kualitas hidup to user membeli atau memilki fasilitas-
perpustakaan.uns.ac.id 105
digilib.uns.ac.id

fasilitas penunjang yang lengkap dan mungkin akan memilki barang berharga.
Indikator yang digunakan dalam menentukan kelas sosial ekonomi adalah
jumlah pendapatan seluruh angota keluarga dikurangi jumlah pengeluaran
pendidikan dan medis (perawatan secara berkala). Sisa dari pendapatan setelah
dikurangi biaya pendidikan dan medis kemudian dibagi jumlah seluruh anggota
keluarga (baik yang produktif maupun yang tidak produktif) dan hasilnya adalah
pendapatan untuk setiap anggota keluarga. Pendapatan setiap anggota tersebut
kemudian dihitung apakah telah memenuhi kebutuhan minimal kalori dalam
waktu satu hari. Apabila telah tercukupi maka keluarga tersebut termasuk dalam
keluarga tidak miskin, apabila belum mencukupi maka keluarga tersebut termasuk
dalam keluarga miskin. Berdasarkan indikator keluarga miskin menurut
kecukupan jumlah kalori penyaluran BLT akan lebih tepat dan akan sesuai dengan
tujuan BLT.
Dari Tabel 36 diatas dapat diketahui jumlah keluarga yang layak
menerima BLT menurut kecukupan jumlah kalori terdapat 6 KK dari 35 KK.
Untuk mengetahui nilai efektivitas penyaluran BLT digunakan rumus sebagai
berikut:

Berdasarkan perhitungan diatas, tingkat efektivitas penyaluran BLT


dinyatakan tidak efektif karena nilai efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan
commit to user
Gatak tahun 2008 kurang dari 50%.
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id

BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan pada Bab IV maka, dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan jumlah penerima BLT di setiap desa persebaran Penerima BLT di
Kecamatan Gatak termasuk dalam kategori rendah. Banyak sedikitnya jumlah
penerima BLT di setiap desa berdasarkan jumlah keluarga miskin dan jumlah
keluarga (jumlah KK) yang dimiliki setiap desa. Jumlah KK yang besar pada
berpengaruh pada jumlah keluarga miskin yang terdapat pada desa tersebut.
2. Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi penerima BLT di Kecamatan Gatak
pada tahun 2008 terdapat 19 keluarga miskin (18,63 %), 67 keluarga hampir
miskin (41.61 %), dan 64 keluarga tidak miskin (39,75 %).
3. Efektivitas penyaluran BLT di Kecamatan Gatak Tahun 2008 berdasarkan
perbandingan jumlah keluarga yang layakmenerima BLT menurut kriteria
penerima BLT dan menurut kecukupan jumlah kalori terdapat perbedaan yang
signifikan yaitu 23 KK (65,71%) dan 6 KK (14,14 %). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penyaluran BLT di Kecamatan Gatak tahun 2008
kurang tepat sasaran atau kurang efektif.

B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat diajukan implikasi
sebagai berikut:
1. Dapat digunakan untuk pengembangan pembelajaran geografi mengenai
antroposfer dan aspek kependudukan Kelas IX IPS semester I.
2. Untuk lembaga pemerintah tingkat desa khususnya di Kecamatan Gatak dapat
dijadikan gambaran mengenai persebaran penerima BLT dan tingkat
efekfivitas penyaluran BLT tahun 2008 pada setiap desa. Tingkat efektivitas
commit
penyaluran BLT dipengarui oleh to user karakteristik penerima BLT dan
kesesuaian
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id

kriteria yang digunakan untuk menentukan RTS layak BLT yaitu penduduk
hampir miskin, miskin, dan sangat miskin. Dari hasil penelitian diketahui
terdapat beberapa desa yang tidak efektif dan cukup efektif. Desa yang
termasuk dalam kategori tidak efektif dan cukup efektif sebaiknya melakukan
pendataan ulang berkaitan dengan penduduk miskin. Dari pendataan tersebut
diharapkan dapat membantu perencanaan program-program pengentasan
kemiskinan agar lebih tepat sasaran dan dapat menentukan prioritas
pelaksanaan sesuai dengan tujuannya. Rekomendasi pendataan ulang
penduduk miskin dapat dilihat pada Peta 13.

C. Saran

1. Indikator yang digunakan dalam menentukan keluarga miskin perlu ditinjau


kembali agar data penduduk miskin lebih valid.
2. Pihak lembaga pemerintahan tingkat desa maupun tingkat kecamatan perlu
menyajikan informasi yang berupa data (tulisan maupun angka) ke dalam
bentuk peta agar semua informasi tersebut lebih mudah untuk dipahami
karena dengan peta bisa diketahui distribusi spasial dari informasi tersebut.
3. Pendataan penduduk miskin sebaiknya tidak hanya dilakukan BPS saja
tetapi hendaknya pemerintahan desa mengadakan pendataan penduduk
miskin secara berkala dengan periode waktu yang lebih singkat. Sehingga
apabila ada penyaluran bantuan untuk pengentasan kemiskinan lebih tepat
sasaran sesuai dengan prioritas dan tujuan bantuan tersebut.
4. Penelitian ini masih memiliki kelemahan yaitu populasi dari penelitian ini
hanya penerima BLT. Penduduk miskin yang menjadi objek penelitian
hanyalah penduduk miskin yang tercatat sebagai penerima BLT. Oleh
karena itu, perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai penduduk miskin
atau kemiskinan untuk pembanding dengan program pengentasan
kemiskinan yang lain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 105
digilib.uns.ac.id

commit to user

Anda mungkin juga menyukai