Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

“Analisis Kasus Manajemen Risiko di RS”

Dosen Pengampu: Drg. Willia Novita Eka Rini, M.Kes

Disusun Oleh:

1. Yolanda Gustina Pane N1A118009

2. RTS Rizki Septiawati N1A118010

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2021


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata
kuliah K3RS tepat waktu. Penulisan makalah berjudul “Analisis Manajemen Risiko di
RS” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah
tentang hal yang berhubungan dengan mata pelajaran K3RS ini dapat menjadi
referensi bagi pihak tertentu. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak/Ibu dosen pembimbing mata kuliah ini.

Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami pun menyadari bahwa makalah
yang telah kami susun masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-
kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu kami membuka pintu
yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan
apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati
mohon dimaafkan.

Jambi, 11 September 2021

(Penyusun)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3

A. Pengertian Manajemen Risiko...........................................................................3

B. Manfaat Manajemen Resiko..............................................................................3

C. Tipe Resiko........................................................................................................4

D. Proses Manajemen Risiko.................................................................................4

E. Risiko Yang Dapat Diasuransi............................................................................7

F. Contoh Kasus Manajemen Risiko di Rumah Sakit dan Analisisnya..................7

BAB III PENUTUP......................................................................................................15

A. Kesimpulan.......................................................................................................15

B. Saran................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem rumah sakit
dalam membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011).
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk
rumah sakit. Ada enam sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yaitu
ketepatan identifikasi, peningkatan komunikasi efektif, peningkatan keamanan
obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat
pasien operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanann kesehatan
pengurangan resiko pasien jatuh (Depkes, 2010).
Mutu pelayanan sebagai hasil dari sebuah sistem dalam organisasi
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses.
Organisasi (struktur dan budaya), manajemen, sumber daya manusia,
teknologi, peralatan, finansial adalah komponen dari struktur. Proses
pelayanan, prosedur tindakan, sistem informasi, sistem administrasi, sistem
pengendalian, pedoman merupakan komponen proses. Keselamatan pasien
merupakan hasil interaksi antara komponen struktur dan proses. Mutu
pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek-aspek sebagai berikut:
aspek klinis (pelayanan dokter, perawat dan terkait teknis medis), aspek
efisiensi dan efektifitas pelayanan, keselamatan pasien dan kepuasan pasien
(Donabedian 1988, dalam Cahyono, 2011).
Konsep manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori
accident model dan juga semakin maraknya isu lingkungan dan kesehatan.
Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya
kerugian maupun ‘accident’ (Tantri, 2016). Rumah sakit yang menerapkan

1
prinsip keselamatan pasien berkewajiban untuk mengidentifikasi dan
mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional, manajemen risiko
juga berhubungan erat dengan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit
dan berdampak kepada pencapaian sasaran mutu rumah sakit (Fachmi,
2010).
Berdasarkan latar belakang di atas, dan mengingat pentingnya
manajemen resiko. Maka, oleh karena itu kelompok akan membahas
manajemen risiko khususnya tentang bagaimana penanggulangan
manajemen risiko keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
Rumusan yang didapat berdasarkan dari latar belakang diatas sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari manajemen risiko?
2. Apa manfaat dari manajemen risiko?
3. Apa saja tipe risiko?
4. Bagaimana proses manajemen risiko?
5. Apa saja risiko yang diasuransikan?
6. Bagaimana kasus dan analisis manajemen risiko di rumah sakit?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian manajemen risiko
2. Untuk mengetahui manfaat manajemen risiko
3. Untuk mengetahui tipe risiko
4. Untuk mengetahui proses manajemen risiko
5. Untuk mengetahui risiko yang di asuransikan
6. Untuk mengetahui kasus dan analisis manajemen risiko di rumah sakit

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Risiko

Resiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu (SDM, finansial, hukum,


management, peristiwa alam, kegiatan operasi, masyarakat, politik, teknologi)
yang akan berdampak (harta, komunitas, biaya, lingkungan, manusia, kinerja,
reputasi, pendapatan, pelayanan) pada tujuan (strategi, operasional,
pelaporan, dan pelayanan) (Ristekdikti, 2015).

Manajemen Risiko (MR), secara konseptual merupakan upaya


pengendalian dan pencegahan pro-aktif berdasarkan pengalaman agar
permasalahan serupa tidak terulang lagi, Manajemen risiko rumah sakit juga
merupakan kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko
cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan
organisasinya sendiri (The Joint Commission on Accreditation of Healthcare
Organizations/JCAHO).

B. Manfaat Manajemen Resiko

Adapun beberapa manfaat dari manajemen resiko adalah sebagai berikut:

1. Keputusan yang lebih efektif

2. Efektivitas dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan

3. Efektivitas pengalokasian dan penggunaan sumber daya

4. Standar yang tinggi dalam pelayanan pelanggan

5. Standar yang tinggi dalam akuntabilitas

6. Kreativitas dan inovasi dalam praktik manajemen

7. Peningkatan kapasitas

8. Peningkatan moral organisasi

9. Transparansi

3
C. Tipe Resiko

Salah satu cara untuk mengelompokkan resiko dengan melihat tipe-tipe


resiko (Tugiman, 2009) yaitu sebagai berikut:

1) Risiko Murni

Risiko murni (pure risk) yaitu risiko dimana kemungkinan


kerugian ada, namun kemungkinan keuntungan tidak ada. Untuk risiko
ini antara lain risiko kecelakaan, banjir, kebakaran dan sebagainnya.

2) Risiko spekulatif

Risiko ini mengharapkan terjadinya kerugian dan juga


keuntungan. Contoh risiko ini antara lain risiko bisnis. Disamping
mengharapkan keuntungan, ada potensi untuk rugi. Oleh karena itu
risiko spekulatif sering juga dinamakan risiko bisnis.

D. Proses Manajemen Risiko

Adapun proses dari manajemen resiko (Hanafi, 2014) terdiri atas:

1) Identifikasi risiko

Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko


apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang
dihadapi oleh suatu organisasi, mulai dari risiko penyelewengan oleh
karyawan, risiko kejatuhan meteor atau komet, dan lainnya. Ada
beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri
sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.

2) Evaluasi dan Pengukuran Risiko

Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik


risiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih
baik, maka risiko akan lebih mudah dikendalikan. Evaluasi yang lebih
sistematis dilakukan untuk ‘mengukur’ risiko tersebut. Ada beberapa
teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai
contoh kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau
suatu kejadian jelek terjadi.

4
Contoh lain adalah membuat matriks dengan sumbu mendatar
adalah probabilitas terjadinya risiko, dan sumbu vertikal adalah tingkat
keseriusan konsekuensi risiko tersebut (severity, atau besarnya
kerugian yang timbul akibat risiko tersebut). Teknik lain untuk
mengukur risiko adalah dengan mengevaluasi dampak risiko tersebut
terhadap kinerja perusahaan.

3) Pengelolaan risiko

Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah


mengelola risiko. Risiko harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola
risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa cukup serius, misal
kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti
penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak
lainnya. Erat kaitannya dengan manajemen risiko adalah pengendalian
risiko (risk control), dan pendanaan risiko (risk financing).

a. Penghindaran.

Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah


menghindar. Tetapi cara semacam ini barangkali tidak optimal.
Sebagai contoh, jika kita ingin memperoleh keuntungan dari
bisnis, maka mau tidak mau kita harus keluar dan menghadapi
risiko tersebut. Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.

b. Ditahan (Retention).

Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi


sendiri risiko tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk
retention). Sebagai contoh, misalkan seseorang akan keluar
rumah membeli sesuatu dari supermarket terdekat, dengan
menggunakan kendaraan. Kendaraan tersebut tidak
diasuransikan. Orang tersebut merasa asuransi terlalu repot,
mahal, sementara dia akan mengendarai kendaraan tersebut
dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang tersebut
memutuskan untuk menanggung sendiri (menahan, retention)
risiko kecelakaan.

5
c. Diversifikasi.

Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki


sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja.
Sebagai contoh, kita barangkali akan memegang aset tidak hanya
satu, tetapi pada beberapa aset, misal saham A, saham B,
obligasi C, properti, dan sebagainya. Jika terjadi kerugian pada
satu aset, kerugian tersebu diharapkan bisa dikompensasi oleh
keuntungan dari aset lainnya.

d. Transfer Risiko.

Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa


mentransfer risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu
menghadapi risiko tersebut. Sebagai contoh, kita bisa membeli
asuransi kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan
asuransi akan menanggung kerugian dari kecelakaan tersebut.

e. Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau


menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak
kita inginkan. Sebagai contoh, untuk mencegah terjadinya
kebakaran, kita memasang alarm asap di bangunan kita. Alarm
tersebut merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko
kebakaran.

f. Pendanaan Risiko

Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana ‘mendanai’


kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul. Sebagai contoh,
jika terjadi kebakaran, bagaimana menanggung kerugian akibat
kebakaran tersebut, apakah dari asuransi, ataukah
menggunakan dana cadangan. Isu semacam itu masuk dalam
wilayah pendanaan risiko.

6
E. Risiko Yang Dapat Diasuransi

Risiko yang dapat diasuransikan adalah risiko yang dapat dipindahkan


pada perusahaan asuransi yang pada dasarnya adalha jenis risiko murni/statis
merupakan risiko yang dapat diasuransikan. Persyaratan dari sudut pandang
perusahaan asuransi.

1. Obyek pertanggungan harus cukup kuantitas dan kualitas

2. Kerugian yang terjadi secara kebetulan dan tidak disengaja

3. Kerugian harus dapat ditentukan dan diukur

4. Kerugian yang ditanggung tidak berkaitan dengan keadaan yang dapat


menimbulkan bencana besar.

Syarat Ideal Risiko yang Dapat Diasuransikan :

1. Kerugian potensial cukup besar sehingga layak secara ekonomis

2. Probabilitas kerugian dapat diperhitungkan

3. Terdapat sejumlah besar unit terbuka terhadap risiko yang sama (massal
dan homogen)

4. Kerugian yg terjadi bersifat kebetulan (fortuitous)

5. Kerugian tertentu (definitif)

6. Bukan risiko berupa bencana besar dan serentak (catastrope)

F. Contoh Kasus Manajemen Risiko di Rumah Sakit dan Analisisnya


Rumah Sakit X merupakan rumah sakit tipe B, dan sedang mengikuti
program akreditasi tahun 2017. Jumlah perawat di ruangan melati berjumlah
9 orang yang dibagi dalam 1 KARU, 4 Perawat, dan 4 bidan. Model
penugasan tim untuk layanan asuhan pasien yang diberikan juga tidak
berjalan di ruangan tersebut. Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian
perawat dapat membahayakan keselamatan pasien. Seharusnya saat
pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung jawab untuk
mengikuti operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan
tindakan yang akan dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi

7
kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan kondisi pasien. Pada kasus ini
perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan kepada pasien
sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan prinsip benar
obat. Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan
konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan
ancaman keselamatan pasien. Perawat ruangan melati, seharusnya
menerapkan prinsip 6 benar dalam pemberian obat, dan juga perawat harus
memahami betul pasien kelolahan di ruangan dan juga mengetahui standar
keselamatan pasien sesuai SOP dan kebijakan RS yang telah di tetapkan.

a) Analisis Kasus Manajemen Risiko di Rumah Sakit


Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya
untuk mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan apabila hal ini terjadi
akan merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena resiko
yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau
negligence dalam pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan
tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial
kadang-kadang terasa lebih berat. Untuk mencegah KTD dan menempatkan
resiko KTD secara prorposional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada
sumber penyebab itu sendiri, baik pada faktor manusianya (pasien dan
tenaga kesehatannya), maupun dari sisi organisasinya.
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan
langsung dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit (Undang-
Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009).
Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh
keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
(Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32n UU
No.44/2009).

8
Secara umum dapat dikatakan bahwa kejadian yang tidak diharapkan
dalam pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kejadian yang tidak
diharapkan (KTD) atau dalam literarur berbahasa Inggris dikenal dengan
istilah adverse event adalah kondisi akibat pelayanan yang menimbulkan rasa
tidak nyaman, tidak sembuh, kecacatan bahkan kematian. KTD pada
dasarnya adalah resiko yang melekat dari tindakan pelayanan kesehatan, hal
ini mengingat bahwa dalam pelayanan kesehatan yang diukur adalah upaya
yang dilakukan (inspaning verbentenis), bukanlah hasil akhirnya (resultante
verbintennis). Dalam hal ini kejadian tidak diinginknan (KTD) tidak dapat
dikatakan malpraktik medik apabila terbukti nantinya upaya yang dilakukan
sudah benar walaupun kenyataannya hasil pelayanan tersebut bisa saja
menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
Keselamatan pasien saat ini menjadi isu global dan terangkum dalam
lima isu penting yang terkait di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient
safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan
bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green
productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan
keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup
rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes,
2006).
Keselamatan pasien merupakan langkah kritis pertama untuk
memperbaiki kualitas pelayanan. Tercermin dari laporan Institute Of Medicine
(IOM) tahun 2000 tentang KTD (adverse event) di rumah sakit kota Utah dan
Colorado sebesar 2,9% dan 6,6% KTD berupa meninggal dunia. Di kota New
York KTD (adverse event) sebesar 3,7% dan 13,6% KTD berupa meninggal
dunia. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di Amerika adalah
33,6 juta di tahun 1997, di kota Utah dan Colorado berkisar 44.000,
sementara di New York 98.000 per tahun (IOM, 2000). Laporan tersebut
mencerminkan bahwa keselamatan pasien kurang diterapkan, sehingga
banyak KTD yang akhirnya menciptakan pelayanan kesehatan yang kurang
bermutu. Menanggapi hal ini Indonesia telah mendirikan KKP-RS (Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit) oleh PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit

9
Indonesia) (Depkes, 2008).
Powell (2004) menyatakan bahwa budaya keselamatan merupakan
faktor dominan dalam upaya keberhasilan keselamatan dan kunci bagi
terwujudnya pelayanan yang bermutu dan aman. Kedisiplinan, ketaatan
terhadap standar, prosedur dan protokol, bekerja dalam tim, kejujuran,
keterbukaan, saling menghargai adalah nilai dasar yang harus dijunjung
tinggi. Manajemen diperlukan dalam untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Seluruh tingkatan manajer dituntut untuk memiliki kemampuan
kepemimpinan dan menjalankan fungsi manajerial. Pemimpin bertugas
membangun visi, misi, mengkomunikasikan ide perubahan, menyusun
strategi sehingga setiap komponen dalam organisasi akan bekerja dengan
memperhatikan keselamatan (Cahyono, 2008).
Mutu pelayanan sebagai hasil dari sebuah sistem dalam organisasi
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses.
Organisasi (struktur dan budaya), manajemen, sumber daya manusia,
teknologi, peralatan, finansial adalah komponen dari struktur. Proses
pelayanan, prosedur tindakan, sistem informasi, sistem administrasi, sistem
pengendalian, pedoman merupakan komponen proses. Keselamatan pasien
merupakan hasil interaksi antara komponen struktur dan proses. Mutu
pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek-aspek sebagai berikut:
aspek klinis (pelayanan dokter, perawat dan terkait teknis medis), aspek
efisiensi dan efektifitas pelayanan, keselamatan pasien dan kepuasan pasien
(Donabedian 1988, dalam Cahyono, 2008).
Hasil penelitian Dwiyanto (2007) dengan judul “penerapan hospital by
laws dalam meningkatkan patient safety di rumah sakit” mengungkapkan
bahwa tujuan utama dari keselamatan pasien adalah mencegah terjadinya
cidera yang diakibatkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melaksanakan tindakan yang seharusnya diambil. Tujuan tersebut
dapat ditempuh dengan upaya peningkatan mutu pelayanan medis di rumah
sakit yang dilakukan secara gotong-royong oleh tenaga medis, staff
kesehatan fungsional dengan melakukan pelayanan medis yang bermutu.
Pelaksanaan audit medis di rumah sakit merupakan salah satu upaya yang
efektif dan efisien untuk melakukan monitoring peningkatan kualitas
pelayanan.

10
Berdasarkan kasus diatas, Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6
benar dalam pemberian obat, sebagai berikut :
a. Tepat Obat
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan
ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan
setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi
obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang
didiapkan diri sendiri.
b. Tepat dosis
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
hasil hitungan dosis dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
c. Tepat waktu
Mengecek program terapi dari dokter, mengecek tanggal
kadarluarsa obat.
d. Tepat pasien
Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek
identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien.
e. Tepat cara pemberian
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
cara pemberian pada label/kemasan obat.
f. Tepat dokumentasi
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat
nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat

Selain itu, solusi yang tepat untuk pemecahan masalah diatas


adalah perawat harus memahami betul pasien kelolahan di ruangan
dan juga mengetahui standar keselamatan pasien sesuai dengan
uraian DepKes, sebagai berikut :

1. Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes).

a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk

11
melakukan evaluasi dan meningkatkan keselamatan pasien
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.

Beberapa uraian standar diatas yang berkaitan erat kasus dan


tindakan tersebut :

1. Hak pasien

Standar I:

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi


tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan.

Kriteria:

Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung


jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

Standar :

RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi


antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :

Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat


pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar,
terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi

12
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan
tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan transfer informasi antar
profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, aman dan efektif.

Standar VII:

Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan


pasien

Standar:

Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen


informasi keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal
dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:

Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain


proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien, tesedia mekanisme identifikasi
masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi
yang ada.

Oleh sebab itu peran kepala ruangan dalam pemecahan masalah ini
adalah memahami betul permasalahan dan kebiasaan buruk yang sering
dilakukan bawahannya, serta menegur perawat yang bersangkutan
terhadap kelalaian tindakan yang dilakukan. Selalu mengobservasi
berjalannya operan pergantian jam dinas dilaksananakan dengan tepat
agar tidak terjadi kesalahan lagi. Sebagai seorang kepala ruangan
menjelaskan kepada keluarga tindakan yang akan dilakukan yaitu
pemberian peritoin untuk mengatasi kejang. Sesuai dengan defenisi
patient safety, menurut Cooper et al (2000) bahwa “patient safety as the
avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries
stemming from the processes of healthcare.” Jika perawat mengetahui dan
mengaplikasikan dengan benar konsep patient safety, maka perawat akan
mampu meminimalisir kesalahan atau mencegah terjadinya kejadian yang
tidak diharapkan(KTD).

13
Analisa resiko juga dapat dilakukan dengan menentukan score/ risiko
atau insiden tersebut untuk menentukan prioritas penanganan dan level
manajemen yang harus bertanggung jawab untuk mengelola/
mengendalikan risiko/ insiden tersebut, baik termasuk dalam kategori hijau/
kuning/ ungu/ merah.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peningkatan mutu dan keselamatan pasien saling berhubungan,


pemberian asuhan pasien sesuai kebutuhan, dokter, perawat, tenaga
bedah yang berkompeten, SDM sesuai kompetensi, alat sesuai kebutuhan
pasien, peralatan mendukung pasien safety dapat meningkatkan mutu
pelayanan. pelayanan bermutu diartikan sejauh mana realitas pelayanan
kesehatan yang diberikan sesuai dengan kriteria, standar profesional
medis terkini, baik yang telah memenuh iatau melebihi kebutuhan dan
keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal sehingga
petugas mudah untuk berbuat benar dan tidak mudah membuat kesalahan
melalui dukungan teknologi, kerjasama tim, komunikasi, SDM yang
memenuhi syarat, supervisi, standarisasi prosedur dan lainnya.

Dalam peningkatan mutu pelayanan untuk menghindarkan dari


kesalahan yang mungkin akan terjadi di pelayanan rumah sakit di
haruskan seluruh SDM khususnya tenaga medis dan paramedis membuat
rancangan proses manajamen risiko (Identifikasi risiko, Klasifikasi risiko,
Analisis risiko, Menyikapi risiko, tanggap terhadap resiko) dalam memberi
pelayanan kesehatan ke pasien untuk meminimalkan adanya kesalahan
yang terjadi di proses pelayanan kesehatan tersebut.

B. Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Idris, Fachmi Dr. dr. M.Kes. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Kesehatan:
Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat– Kedokteran Komunitas (IKM/IKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.

Komite Keselamatan Rumah Sakit. 2007. Meningkatkan Kepercayaan Dengan


Patient Safety. http://www.inapatsafety-persi.or.id

Susilo, Leo J. dan Victor Riwu Kaho.2010. Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000.
Ppm Manajemen. Jakarta.

Kemenkes RI. 2011. Keselamatan pasien di rumah saki. Jakarta: KemenkesRI

Depkes RI, 2010.Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta:


Depkes RI

Pangestu, Satya Galih Wahyu. 2019. Makalah Manajemen Risiko. Bagian Ilmu
Keperawatan. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Lamongan.

16

Anda mungkin juga menyukai