MANAJEMEN KEPERAWATAN
Disusun oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah “Manajemen Risiko” ini tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan dosen mata
kuliah Manajemen Keperawatan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik itu
secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat,
isi, maupun dalam penyusunan. Oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata
kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.
Kelompok
2
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Kesimpulan ……………………………………………………………………………...… 45
3
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan
pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009).
Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan di r umah sakit (Undang-Undang tentang
Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32n UU No.44/2009).
Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang terkait di
rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang
terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting
untuk dilaksanakan, namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila
ada pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan terkait dengan
isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes,2006). WHO (World Health Organitation) tahun
2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika,
Inggris, Denmark dan Australia dan ditemukan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dengan
rentang 3,2%–16,6%. Data tersebut menjadi pemicu di berbagai negara untuk melakukan
penelitian dan pengembangan system keselamatan pasien (Depkes, 2006).
4
berupa meninggal dunia. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di Amerika
adalah 33,6 juta di tahun 1997, di kota Utah dan Colorado berkisar 44.000, sementara di New
York 98.000 per tahun (IOM, 2000). Laporan tersebut mencerminkan bahwa keselamatan
pasien kurang diterapkan, sehingga banyak KTD yang akhirnya menciptakan pelayanan
kesehatan yang kurang bermutu. Menanggapi hal ini Indonesia telah mendirikan KKP-RS
(Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) oleh PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit
Indonesia) (Depkes, 2008).
I.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep teori manajemen risiko.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengertian manajemen risiko.
b) Mengetahui manfaat manajemen risiko.
c) Mengetahui risk manajement tools.
d) Mengetahui identifikasi risiko dan penilaian risiko.
e) Mengetahui analisis risiko.
f) Mengetahui evaluasi risiko.
g) Mengetahui kelola risiko.
h) Mengetahui investigasi sederhana.
BAB II
5
TINJAUAN TEORI
Risiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh
negatif terhadap perusahaan. (ERM) Pengaruhnya dapat berdampak terhadap kondisi :
Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan
pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak terhadap
tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.
6
Patient care care-related risks
Medical staff staff-related risks
Employee Employee-related risks
Property Property-related risks
Financial risks
Other risks
Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah sakit,
pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam pengambilan
keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko, keuntungan dan biaya. Dalam
praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:
Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk mengelola semua
fungsi-fungsi manajemen risikonya, seperti patient safety, kesehatan dan keselamatan
kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko keuangan dan
lingkungan.
Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan clinical governance,
manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk setiap desain proyek tersebut.
Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan keselamatan,
contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety, tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan
insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data proaktif” seperti hasil dari penilaian risiko;
menggunakan pendekatan yang konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis dan
investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian aktual.
Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua penilaian risiko dari
semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.
Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register
Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden untuk
menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.
7
Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit
1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko terhadap pasien
dapat dinilai dengan tepat.
2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang lain.
3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi untuk semua risiko,
yaitu menggunakan RCA.
4. Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan clinical
governance.
5. Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan dampak dari kejadian
yang tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan pasien dan masyarakat.
8
Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi.
Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel Matriks
Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu Biru,
Hijau, Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan Investigasi yang akan
dilakukan :
9
2. Root Cause Analysis
Root cause Analysis (RCA) adalah proses mengenal faktor-faktor yang mendasari atau
menjadi terjadinya variasi kinerja yang tidak diharapkan atau yang tidak diinginkan,
termasuk terjadinya kejadian sentinel yang berakibat kematian atau kecacatan fisik dan
10
atau psikologis yang serius atau resiko yang dapat berakibat kematian atau kecacatan
serius, untuk mencegah terulangnya insiden yang sama.
RCA dapat diarahkan kepada banyak tujuan yang spesifik. Para praktisi continuous
improvement merumuskan lima pendekatan dasar yang dapat dilakukan dengan RCA,
antara lain:
a. RCA satefy-based: merupakan usaha identifikasi permasalahan yang berkaitan
dengan keselamatan. RCA dilakukan dengan analisa kecelakaan yang pernah
terjadi dan penyebab-penyebabnya, untuk meningkatkan kesehatan dan
keselamatan pekerja.
b. RCA production-based: berasal dari konsep quality control untuk manufaktur,
RCA produksi fokus kepada analisa penyebab cacat dan masalah yang terjadi pada
proses produksi mencakup mesin, operator, dan peralatan.
c. RCA process-based: pada dasarnya merupakan perluasan dari konsep RCA
production-based, namun dengan ruang lingkup yang lebih luas, termasuk analisa
penyebab masalah yang terjadi pada business process.
d. RCA failure-based: berasal dari praktek failure analysis yang dilakukan pada
proses engineering dan maintenance, bertujuan untuk mengetahui akar masalah
yang menjadi penyebab masalah pada kedua proses tersebut.
e. RCA systems-based: ini adalah pendekatan gabungan yang merangkul pendekatan-
pendekatan RCA yang lain, dengan konsep-konsep yang diadaptasi dari berbagai
sudut pandang, seperti change management, risk management dan systems
analysis.
RCA memiliki banyak variasi pendekatan, namun pada dasarnya prinsipnya tetap
sama, yaitu menelaah sedalam-dalamnya hingga ditemukan akar dari suatu masalah yang
terjadi. RCA dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai tools, seperti analisa 5 Whys,
Fishbone (Ishikawa) diagram, diagram sebab-akibat, pareto chart, dan sebagainya.
a. Komponen RCA
Root Cause Analysis merupakan tool yang efektif untuk menyelesaikan
masalah hingga akarnya. Salah satu alat yang dapat dipakai untuk melakukan
11
klasifikasi dan prioritas masalah adalah membuat peringkat masalah berdasarkan
dampak klinis (Consequence) dan frekuensi (Likelihood).
Consequence adalah seberapa berat dampak dari masalah itu. Likelihood
adalah seberapa sering masalah itu terjadi. Consequence dan Likelihood
diperingkat menggunakan angka dari 1 sampai 5. Makin tinggi angka berarti makin
berat atau makin sering. Setelah angka nilai Consequence (C) dan Likelihood (L)
didapat, kedua angka tersebut dilakukan perkalian. Angka hasil perkalian itulah
yang menentukan peringkatnya. Makin tinggi angkanya, makin tinggi
peringkatnya. Kita dapat menggolongkan peringkat menjadi empat golongan,
yaitu:
1) Ekstrim (15–25)
2) Tinggi (8–12)
3) Sedang (4–6)
4) Kecil (1–3).
12
13
Tingkat Resiko (C x L )
Ekstrim (15-25)
Tinggi (8-12)
Sedang (4-6)
Risiko Rendah (1-3)
1) Investigasi
a) Identifikasi insiden : RCA digunakan untuk menganalisa dan
mengevaluasi IKP pada derajat kuning dan merah
b) Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen:
1)) Sub komite KP(Keselamatan pasien)
2)) Sub komite mutu dan manajemen risiko
14
3)) Bidang keperawatan dan perwakilan kepala ruang
4)) Perwakilan kepala instaalasi/bagian
5)) Perwakilan klinisi
6)) Personil lain yang dinilai perlu (misal dari komponen K3, PPI,
administrasi keuangan kepegaiwain, farmasi, logistik dll sesuai IKP
yang terjadi)
Dalam hal insiden sentinel maka tim investigator harus terdiri dari:
1)) Expert insiden dan analis expert exsternal (misal yang tidak berlatar
belakang medis)
2)) Senior management expert (misal direktur medis)
3)) Senior clinical expert (misal konsultan senior)
4)) Orang yang mengetahui unit kerja/bagian terkait dengan baik namun
tidak terlibat langsung dalam insiden tersebut.
c) Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan berbagai
cara:
1)) Observasi langsung kepada praktik di lapangan dan tempat kejadian
2)) Telaah dokumentasi yang meliputi penelusuran kepada rekam medik
pasien da seluruh pedoman/panduan/SPO terkait dengan insiden untuk
korelasi keduanya
3)) Wawancara yang dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil
terkait secara terpisah termasuk kepada pihak yang dirugikan/pasien
dalam insiden tersebut.
15
Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus
dikumpulkan sesegera mungkin:
Kejadian
Informasi tambahan
Good Practice
Masalah pelayanan
16
kejadian yang melibatkan banyak orang namun dalam periode waktu
pendek.
2) Analisa
a) Care Management Problem CMP) adverse event yang berkaitan dengan
penyimpangan dari standar pelayanan yang telah ditetapkan dan
berdampak langsung atau tidak langsung kepada pasien. Contoh:
CMP Tools
b) Analisa Informasi
1)) Teknik 5 Why
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab
masalah, dengan mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor
kontributor, dan akhirnya akar masalah. Dengan teknik ini,
investigator tidak boleh berhenti bertanya walaupun sudah
menemukan penyebab langsung sebelum menemukan akar penyebab
masalah.
2)) Analisis perubahan
17
Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada
prosedur yang seharusnya.
18
3) Rekomendasi dan rencana kerja untuk improvement
Menyusun rekomendasi merupakan hal yang paling penting dari aktifitas
RCA ini. Karena tanpa rekomendasi, masalah tidak dapat diselesaikan dan
terus membebani organisasi. Ibarat berobat ke dokter, pasien tidak cukup
diberi tahu tentang diagnosanya, tapi jauh lebih penting adalah diberi
pengobatan yang tepat. Menyusun rekomendasi memerlukan pengetahuan dan
pemahaman yang memadai tentang masalah yang sedang dihadapi.
Disinilah arti penting dari anggota tim. Anggota tim RCA harus memiliki
kompetensi dan kapasitas yang memadai untuk melakukan hal itu. Referensi
yang dikumpulkan pada tahap mengumpulkan data di atas dapat dipakai untuk
membantu proses ini.
Rekomendasi penyelesaian masalah yang baik harus juga mencantumkan
ukuran keberhasilan, penanggung jawab, dan batas waktu penyelesaian.
Tujuan dari itu adalah agar rekomendasi yang kita berikan dapat diukur
keberhasilan pelaksanaannya, jelas siapa penanggung jawabnya, serta ada
batas waktu yang jelas kapan rekomendasi itu harus terlaksana.
19
FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA
digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah
kualitas. Terdapat dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan
dalam proses (FMEA Proses). FMEA Desain akan membantu menghilangkan kegagalan-
kegagalan yang terkait dengan desain sedangkan FMEA Proses akan menghilangkan
kegagalan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses.
Terdapat banyak variasi didalam rincian failure modes and effect analysis (FMEA),
tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai :
a. Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat
terjadi.
b. Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sistem
yang ada.
c. Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui
daftar peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki.
d. Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil untuk
mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya potensikegagalan atau pengaruh
pada sistem.
e. Mendokumentasikan proses secara keseluruan.
Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan pro-
aktif) dan insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif / responsif).
a. Informasi internal (rapat bagian / koordinasi, audit, incident report, klaim, komplain)
b. Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga penelitian)
c. Pemeriksaan atau audit eksternal
Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading) dengan
memperhatikan:
20
1. Tingkat peluang / frekwensi kejadian (likelihood)
Identifikasi dampak
21
Nilai
22
1. Kesalahan identifikasi pasien
2. Reaksi transfusi darah
3. Kesalahan pelabelan spesimen laboratorium
4. Kegagalan konsultasi interdisiplin pasien
5. Code blue
4 Masalah administrasi keuangan pasien
1. Kesalahan estimasi biaya
2. Pengenaan tagihan yang sama 2 x
3. Kesalahan input data tagihan
4. Perbedaan tarif dan tagihan
5. Transaksi tidak terinput
5 Kejadian Infeksi
1. Kegagalan / kontaminasi alat medis
2. Infeksi luka operasi
3. Needlestick injury
4. Kesalahan pembuangan limbah medis
5. Infeksi nosokomial
6 Rekam medik
1. Kegagalan memperoleh informed consent
2. Kesalahan pelabelan rekam medik
3. Kebocoran informasi rekam medik
4. Ketidaklengkapan catatan dalam rekam medik
5. Kehilangan / kesalahan penyimpanan rekam medic
7 Obat
1. Penulisan resep yang tidak baik
2. Riwayat alergi obat tidak teridentifikasi
3. Kesalahan dosis obat
4. Obat rusak / expired
5. Kesalahan identifikasi pasien dalam pemberian
obat
6. Kegagalan memonitor efek samping obat
23
8 Keamanan
1. Pencurian
2. Pasien hilang
3. Lingkungan yang tidak aman
Analisa dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab untuk
mengelola mengendalikan risiko / insiden tersebut termasuk dalam kategori hijau / kuning
/ungu/ merah.
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden
dengan kategori hijau dan kuning maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana
sedangkan untuk kategori ungu dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan
metode RCA (root cause analysis – reaktif / responsive) atau HFMEA (healthcare failure
mode effect analysis – proaktif)
24
a. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan
grading yang didapat dalam analisis.
Investigasi Sederhana
25
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori hijau dan kuning, maka
tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui
tahapan:
1. Identifikasi insiden dan di-grading
2. Mengumpulkan data dan informasi: - observasi - Telaah dokumen - Wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisa dan evaluasi sederhana:
a. penyebab langsung: - individu - peralatan - lingkungan tempat kerja - prosedur kerja
b. penyebab tidak langsung: - individu - tempat kerja
5. Rekomendasi: jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang
Apakah anda memiliki bukti yang menyatakan bahwa masalah memang benar ada?
Sudah berapa lama masalah tersebut ada?
Impact apa yang dirasakan dengan adanya masalah tersebut?
Dalam tahap ini, harus dilakukan analisa mendalam sebelum melangkah untuk
melihat faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya masalah. Untuk membuat Root
Cause Analysis yang anda jalankan efektif, kumpulkanlah perwakilan-perwakilan dari
setiap departemen yang terlibat (mulai dari staf ahli hingga staf garda depan), yang
26
memahami situasinya. Orang-orang yang memang familiar dengan masalah tersebutlah
yang mampu membantu anda mendapat pemahaman akan situasi saat ini.
Untuk mempermudah, pada tahap ini anda bisa menggunakan metode CATWOE.
Tool ini akan memberikan kemampuan untuk melihat sebuah situasi dari berbagai
perspektif: yaitu Customer (pelanggan), Actor (karyawan yang terlibat), Transformation
Process (proses yang mengalami masalah), World View (gambaran besar, dan area mana
yang mengalami impact paling besar), Owner (process owner), dan Environmental
Constraint (hambatan dan keterbatasan yang akan mempengaruhi keberhasilan solusi yang
akan dijalankan).
Dalam tahap ini, lakukan identifikasi sebanyak mungkin penyebab masalah yang
bisa anda dan tim pikirkan. Dalam banyak kasus, orang akan mengidentifikasi satu atau
dua faktor kausal, lalu berhenti. Padahal satu atau dua itu belum cukup untuk menemukan
akar masalah yang sebenarnya. RCA dilakukan bukan hanya untuk menghilangkan satu
dua masalah di permukaan. RCA akan membantu menggali lebih dalam dan
menghilangkan akar dari keseluruhan masalah.
27
Apresiasi – Jabarkan fakta-fakta yang ada dan tanyakan “Lalu kenapa jika hal ini
terjadi/tidak terjadi?” untuk menemukan konsekuensi yang paling mungkin dari fakta-fakta
tersebut.
Diagram sebab-akibat – Cause and Effect Diagram (Fishbone Diagram), berupa bagan
yang menerangkan semua faktor penyebab yang mungkin untuk melihat dimana masalah
pertama kali muncul.
Gunakan tool yang sama dengan yang digunakan dalam langkah 3 untuk mencari
akar dari setiap faktor. Tools tersebut dirancang untuk mendorong anda dan tim menggali
lebih dalam di setiap level penyebab dan efeknya.
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke
level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari insiden
yang sudah terjadi.
28
II.8 Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori hijau dan kuning, maka
tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui
tahapan:
29
LEMBAR KERJA INVESTIGASI SEDERHANA
Rekomendasi :
Manajemen Resiko :
30
Investigasi setelah grading ulang : Hijau/Kuning/Merah
Tanyakan:
Kasus pertama :
Seorang pasien datang ke RS. KH dengan keluhan gangguan lambung yang sangat
mengganggu, dokter Poli Umum meminta Acran inj melalui telepon ke Instalasi
Farmasi. Obat diantar oleh Kurir IF ke Poli Umum, dan oleh perawat asisten poli
umum di suntikkan ke pasien. Beberapa saat setelah obat disuntikkan, Pasien
tertidur di atas blankar pasien. Dokter langsung memeriksa ampul obat yang telah
disuntikkan, ternyata obat yang disuntikkan adalah Valisanbe injeksi. Dan pada saat
pasien terbangun, pasien tersebut merasa segar dan kondisi membaik. Pasien tidak
tahu kalau obat yang diberikan salah.
31
Box obat dan desain ampul antara Acran inj dan Valisanbe inj hampir sama.
32
Penyebab Langsung Insiden :
1. Peralatan, sarana / prasarana: penempatan obat di lemari obat yang tidak teratur
2. Petugas: kurang teliti dalam penempatan obat dan pada saat pengambilan obat
tidak dilakukan double check.
3. Perawat Asisten poli tidak melakukan cross check ulang pada saat akan
menyuntikkan obat ke pasien
Rekomendasi :
1. Semua tenaga petugas IF harus memahami dan menjalankan alur proses dan SPO yang
ada Secara berkala perlu diingatkan mengenai SPO dan alur proses pelayanan obat ke
pasien
2. Semua tenaga perawat yang akan melakukan penyuntikan obat ke pasien harus
melakukan cross check ulang obat yang akan di suntikkan.
33
Penanggung Jawab : Tanggal :
1. Sosialisasi dan penyegaran kembali mengenai alur proses dan SPO yang ada
Manajemen Resiko :
34
Kasus Kedua :
Pasien rawat inap mendapat obat Ronazol syr, pada saat akan di berikan oleh
perawat ternyata obat tersebut sudah kadaluarsa satu bulan yang lalu. Obat di cross
check ulang oleh perawat sehingga belum sempat di minum oleh pasien.
35
Penyebab Langsung Insiden :
1. Peralatan, sarana / prasarana: terjadi kekurangan obat karena pemesanan yang masih
mengandalkan system manual sehingga masih ada obat yang kurang.
2. Petugas kurir : kurang teliti pada saat membeli obat di apotek luar (rekanan)
3. Petugas IF : kurang teliti dalam mengecek kembali obat yang dibeli oleh kurir farmasi
dari apotek luar.
1. Peralatan, sarana / prasarana: System computer belum bisa menyediakan data obat yang
akan limit stocknya sehingga masih terjadi kekosongan obat
2. Manajemen (diklat): petugas kurang memahami SPO yang ada
Rekomendasi :
1. Perbaikan system computer (SIM) yang bisa menunjang sehingga bisa memperbaiki
system Inventory control.
2. Semua petugas IF harus memahami dan menjalankan alur proses dan SPO yang ada
Secara berkala perlu diingatkan mengenai SPO dan alur proses penyediaan dan
penyiapan obat ke pasien
36
Penanggung Jawab : Tanggal :
1. Sosialisasi dan penyegaran kembali mengenai alur proses dan SPO yang ada
2. Penyempurnaan SIM
3. Monitoring kinerja petugas di IF
Manajemen Resiko :
37
Kasus 3 :
Pasien BPJS di UGD mengalami phlebitis karena mengalami kegagalan
pemasangan infuse oleh perawat
38
Penyebab Langsung Insiden :
1. Peralatan, sarana / prasarana: alat infuset yang tersedia untuk pasien BPJS kualitas nya
kurang memadai sehingga banyak keluhan dari perawat karena butuh keahlian yang
tinggi untuk mengurangi terjadinya kegagalan pemasangan infuse
1. Peralatan, sarana / prasarana: perbaikan System pengadaan alat kesehatan untuk pasien
BPJS yang berkualitas dengan harga murah
2. Manajemen (diklat): pada waktu masuk sebagai pegawai baru tidak menerima
orientasi, kredensial, dan training
Rekomendasi :
1. Perbaikan system system pengadaan alat kesehatan yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau oleh pasien asuransi BPJS
2. Semua tenaga staf klinis baru harus menjalani kredensial dan orientasi. Secara berkala
mengikuti diklat penyegaran
39
3. Perawat baru sebaiknya jangan ditempatkan di ruangan tindakan terlebuh dahulu, tetapi
diruang perawatan.
Manajemen Resiko :
40
Investigasi setelah grading ulang : Hijau/Kuning/Merah
Untuk kejadian yang berdampak berat (konsekuensinya 4 atau 5), tetapi sangat jarang
terjadi, peringkat resikonya disamakan dengan ekstrim dan dilakukan prosedur RCA.
b. Telaah Dokumentasi
Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh pedoman / panduan /
SPO terkait dengan insiden untuk korelasi keduanya
c. Wawancara
Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait secara terpisah termasuk
kepada pihak yang dirugikan / pasien dalam insiden tersebut.
41
Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini:
Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus dikumpulkan sesegera
mungkin:
42
c. Tubular Timeline: seperti timeline tapi lebih detail terutama dalam hal good practice &
CMP (care management problem), berguna untuk kejadian yang berlangsung lama
d. Time-Person Grid: untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan seseorang sebelum,
selama, dan sesudah kejadian. Berguna pada kejadian yang melibatkan banyak orang
namun dalam periode waktu pendek.
1. Analisa Informasi
Tehnik 5 Whys (atau tehnik why – why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah, dengan
mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan akhirnya akar
masalah. Dengan tehnik ini, investigator tidak boleh berhenti bertanya walaupun sudah
menemukan penyebab langsung sebelum menemukan akar penyebab masalah.
2. Analisis perubahan
Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada prosedur yang
seharusnya
3. Analisis Barrier
4. Analisis Fish Bone
BAB III
PENUTUP
43
Kesimpulan
Risiko berkaitan dengan kondisi yang menyebabkan kerugian. Kondisi ini senantiasa ada
dan menuntut perhatian manajemen untuk mengelolanya dengan tepat. Inti pembahasan
Manajemen risiko meliputi identifikasi atas risiko yang ada, mengukur beratnya risiko, dan
menanganinya dengan pendekatan / strategi tertentu.
Manajemen risiko bukanlah sesuatu yang berjalan begitu saja, melainkan suatu upaya
yang sistematik dan terstruktur serta terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
Guide for RCA, team patien safety centre quensland health, 2009
44
Richard. 2009. Root Cause Analysis in Health Care: tools and techniques. JCI
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS). 2015. Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP). Jakarta
45