Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MANAJEMEN RESIKO K3 DI RUANG PERINATOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM KASIH BUNDA

Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuTugas Mata Kuliah Keselamatan Pasien


Dan K3

Dosen: Ns. Murniati, S.Sos.,MM.Kes

DisusunOleh :

1. Ella Rahmasuti C.0105.20.166


2. Enaf Fantiah Nurwanti C.0105.20.168

PROGRAM STUDI S1 NON REGULER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Manajemen Resiko Pada Ruang Perinatologi” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah K3. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang manajemen resiko yangvterjadi di ruang Perinatologi
yang baik dan benar bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Cimahi, Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................

BAB III PENUTUP .....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, pasal
23 dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus
diselenggarakan disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal jelaslah bahwa rumah sakit (RS) termasuk kedalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga
terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak
pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan
kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonom.
Semua potensi bahaya tersebut diatas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan
bagi karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada
dilingkungan RS.
Hasil laporan National safety Council ( NSC) tahun 1998 menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri
lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/ potong, luka bakar, dan penyakit infeksi lainnya. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains :
52%, contussion, crushing, bruising : 11%, cuts, laceration, punctures: 10,8%,
fractures: 5,6%, multiple injuries: 2,1%, thermal burns: 2%, scratches,
abrasions: 1,9%, infections: 1,3%, dermatitis: 1,2%, dan lain-lain: 12,4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung
tertinggi pada perawat (16,8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di
Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevelensi 42%
dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4,62/100 perawat per tahun.
Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih
dari 1 miliar $ per tahun =. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan
dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini
bahwa keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-
bahaya yang ada di RS.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Manajemen Resiko K3 Di Rumah Sakit
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen resiko K3 di Rumah Sakit
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian Manajemen Resiko
b. Untuk mengetahui identifikasi resiko
c. Untuk mengetahui Analisis Resiko
d. Untuk mengetahui Evaluasi Resiko
e. Untuk mengetahui Penanganan Resiko
f. Untuk mengetahui pengawasan dan tinjauan
g. Untuk mengetahui kasus dan penanganannya
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan makalah ini dapat mendeskripsikan tentang memanejen
resiko K3 di dalam maupun di luar gedung RS, sehingga penulis mampu
memahami tentang menajemen K3
2. Bagi Instansi Terkait
Diharapkan makalah ini dapat menambah informasi mengenai
memenajemen resiko K3
3. Bagi Pembaca
Sebagai referensi dan sarana penambah pengetahuan bagi pembaca
terutama berkaitan dengan menejemen risiko K3

a.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Manajemen Resiko
Risiko adalah Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai
dampak pada pencapaian tujuan (AS/NZS 4360:2004) dan Efek dari
ketidakpastian tujuan (ISO 31000:2009).
Manajemen risiko adalah Budaya, proses dan struktur yang diarahkan
untuk mewujudkan peluang peluang sambil mengelola efek yang tidak
diharapkan. (AS/NZS 4360:2004). Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan
dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan risiko. (ISO 31000:2009).
Secara garis besar, proses manajemen risiko dapat dijelaskan seperti
ilustrasi berikut ini:
1. Identifikasi Resiko
Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko (ISO 31000:2009). Hal pertama yang perlu
dilakukan untuk mengelola risiko adalah mengidentifikasinya.
Jika kita tidak dapat mengidentifikasi/mengenal/mengetahui, tentu saja
kita tidak dapat berbuat apapun terhadapnya. Identifikasi risiko ini
terbagi menjadi dua, yaitu identifikasi risiko proaktif dan identifikasi
risiko reaktif.
Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang
dilakukan dengan cara proaktif mencari risiko yang berpotensi
menghalangi rumah sakit mencapai tujuannya. Disebut mencari karena
risikonya belum muncul dan bermanifestasi secara nyata. Metode yang
dapat dilakukan diantaranya: audit, inspeksi, brainstorming, pendapat
ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain, FMEA, analisa SWOT,
survey, dan lain-lain.
Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang
dilakukan setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk
insiden/gangguan. Metoda yang dipakai biasanya adalah melalui
pelaporan insiden.
Tentu saja, lebih baik kita memaksimalkan identifikasi risiko
proaktif, karena belum muncul kerugian bagi organisasi. Bagi rumah
sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan identifikasi
adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk mengidentifikasi
risikonya masing-masing. Setelah terkumpul, seluruh data identifikasi itu
dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi risiko rumah sakit.
2. Analisa Resiko
Analisa risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan
menentukan peringkat risiko (ISO 31000:2009). Setelah diidentifikasi,
risiko dianalisa. Analisa risiko dilakukan dengan cara menilai seberapa
sering peluang risiko itu muncul; serta berat-ringannya dampak yang
ditimbulkan (ingat, definisi risiko adalah: Peluang terjadinya sesuatu
yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan). Analisa peluang
dan dampak ini paling mudah jika dilakukan dengan cara kuantitatif.
Caranya adalah dengan memberi skor satu sampai lima masing-masing
pada peluang dan dampak. Makin besar angka, peluang makin sering
atau dampak makin berat. Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi
kita dapatkan, kedua angka itu kemudian dikalikan. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan peringkat. Mengapa perlu peringkat? Tentu saja,
risiko perlu diberi peringkat, untuk mendapatkan prioritas
penanganannya. Makin tinggi angkanya, makin tinggi peringkatnya dan
prioritasnya.
3. Evaluasi Resiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa
risiko dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dan/atau
besarnya dapat diterima atau ditoleransi (ISO 31000:2009). Sedangkan
kriteria risiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnya risiko
dievaluasi (ISO 31000:2009). Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko
dikelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai dengan peringkatnya.
Dengan demikian, tidak ada risiko yang terlewati, dan terjadi
pendelegasian tugas yang jelas sesuai dengan berat – ringannya risiko.
4. Penanganan Resiko
Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko (ISO
31000:2009). Bentuk-bentuk penanganan risiko diantaranya:
1) Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko;
2) Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih
baik, lebih menguntungkan);
3) Menghilangkan sumber risiko;
4) Mengubah kemungkinan;
5) Mengubah konsekuensi;
6) Berbagi risiko dengan pihak lain (termasuk kontrak dan pembiayaan
risiko);
7) Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.
5. Pengawasan (Monitor) dan Tinjauan (Review)
Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang
umum dilakukan oleh organisasi manapun. Namun, untuk manajemen
risiko ini perlu dibahas, karena ada alat bantu yang sangat berguna. Alat
bantu itu adalah Risk Register (daftar risiko).
Risk Register adalah Pusat dari proses manajemen resiko
organisasi (NHS). Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi
memahami profil resiko secara menyeluruh. Ini merupakan sebuah
tempat penyimpanan untuk semua informasi resiko (Risk Register
Working Group 2002).
Catatan segala jenis resiko yang mengancam keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuannya (Risk Register Working Group
2002). Ini adalah ‘dokumen hidup’ yang dinamis, yang dikumpulkan
melalui proses penilaian dan evaluasi resiko organisasi (Risk Register
Working Group 2002). Risk register dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Risk register korporat, digunakan untuk risiko ekstrim (peringkat 15
– 25)
2) Risk register divisi, digunakan untuk risiko dengan peringkat lebih
rendah atau risiko yang diturunkan dari risk register korporat karena
peringkatnya sudah turun. Untuk mengurangi beban administrasi,
risiko rendah (peringkat 1 – 3) tidak perlu dimasukkan ke dalam
daftar.
Risk Register ini bersifat sangat dinamis. Setiap bulan bisa saja berubah.
Perubahan itu dapat berupa:
1) Jumlahnya berubah karena ada risiko baru teridentifikasi
2) Tindakan pengendalian risikonya berubah karena terbukti tindakan
pengendalian risiko yang ada tidak cukup efektif.
3) Peringkat risikonya berubah karena dampak dan peluangnya
berubah.
4) Ada risiko yang dihilangkan dari daftar risiko korporat, karena
peringkatnya sudah lebih rendah dari 15 (dipindahkan ke risk
register divisi).
B. Kasus Penculikan Bayi
1. Kronologi Penculikan
Pelaku penculikan bayi di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Kota Bandung,
pada Selasa malam, 25 Maret 2014, mengenakan jas dokter berwarna
putih. Menurut orang tua bayi, Tony Manurung, 26 tahun, penculik sempat
menyatakan bayinya harus dirawat. "Pelakunya wanita hitam manis,
matanya agak sipit, tingginya sekitar 165 sentimeter, agak gemuk," kata
Toni ketika menggelar jumpa pers di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Rabu,
26 Maret 2014.
Sewaktu kejadian, kata Toni, penculik mengenakan jas dokter, kacamata
dengan lensa bening dan bingkai hitam, kerudung, serta rok jins yang
panjang dan berenda. "Dia mengaku dokter bagian administrasi."
Penculikan ini terjadi setelah istrinya, Lasmaria Manulang, 23 tahun,
melahirkan bayi perempuan di ruang bersalin kelas III, Alamanda, di RS
Hasan Sadikin pada Selasa pagi, 25 Maret 2014, sekitar pukul 09.30 WIB.
"Setengah jam sebelum melahirkan, istri saya sempat melihat pelaku
mondar-mandir di dekat ruang bersalin. Tapi waktu itu istri saya tidak
curiga," kata Toni.
Beberapa saat setelah melahirkan anak keduanya itu, Lasmaria sempat
dikunjungi perempuan tersebut. Waktu itu perempuan tersebut sempat
menanyakan kondisi Lasmaria. Menjelang sore, Lasmaria dan bayinya
dipindahkan ke ruang perawatan Alamanda. Sekitar pukul 16.00,
perempuan itu kembali mengunjungi Lasmaria. Dia kembali menanyakan
kondisi kesehatan Lasmaria. Lalu, sekitar pukul 19.15, perempuan itu lagi-
lagi datang. Dia menanyakan waktu kepulangan Lasmaria. Waktu itu Tony
mengatakan bahwa dia, istri, bayi mereka akan pulang esok."Dia juga
meminta KTP saya, tapi dibalikin. Dan saya melihat perubahan raut muka
perempuan itu, seperti kecewa," kata Toni.
Lalu perempuan yang disangka dokter oleh pasangan suami-istri itu
kembali bertanya-tanya kepada Lasmira yang saat itu sedang tiduran.
"Pelaku bertanya ke istri saya, masih mules enggak? Masih menahan
kencing? Dia (pelaku) bilang kencing aja, jangan ditahan," kata Toni.
Perempuan itu kemudian meminta Toni mengantar Lasmira ke kamar
mandi untuk membersihkan noda darah yang masih menempel pada kaki
istrinya tersebut. "Dia memegang bayi dan bilang mau dia bawa ke ruang
perawatan bayi. Karena kami menyangka dia dokter, kami menurut saja
(meninggalkan bayi) terus saya antar istri ke kamar mandi," ujar Toni.
Setelah keluar dari kamar mandi, Toni melihat bayinya sudah tidak ada di
tempat tidur. "Saat itu saya belum curiga. Lalu saya lapor perawat magang
karena selimut bayi tertinggal di kasur." Mendapat laporan itu, perawat
magang bingung karena petugas dari ruang bayi tidak pernah menyuruh
orang mengambil bayi Toni. Perawat itu kemudian panik dan melapor ke
petugas keamanan, yang langsung mengecek rekaman CCTV. Saat itulah
Tony baru sadar bahwa bayinya diculik.
2. Pembahasan Kasus
Kasus penculikan bayi di rumah sakit merupakan kasus dominan diantara
seluruh kasus penculikan bayi. Dari penelitian, diketahui bahwa kasus
penculikan bayi di rumah sakit menempati peringkat pertama dengan
prosentase 55.6%, selanjutnya penculikan bayi di rumah 35.3%, dan
sisanya di tempat lain. Untuk kejadian di rumah sakit, lokasi terbanyak
adalah di ruang ibu (55%), selanjutnya di ruang bayi, ruang perawatan
anak, dan tempat lain di rumah sakit dengan prosentase yang kurang lebih
sama. Dengan data itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa rumah
sakit, terutama ruang ibu adalah tempat paling rawan untuk terjadinya
kasus penculikan bayi.
Oleh karena itu, kita harus melakukan berbagai upaya agar kasus tersebut
tidak terjadi di rumah sakit kita. Berikut ini adalah hal – hal yang perlu
dilakukan:
1) Segera setelah bayi lahir, dan sebelum bayi dipisahkan dari ibunya,
gelang identitas dipasang.
2) Seluruh staf yang bekerja di RS diharuskan menggunakan kartu
identitas yang masih berlaku. Pada kartu identitas tersebut harus
terdapat nama, nomor karyawan dan pas foto berwarna yang dapat
dilihat dengan jelas.
3) Staf RS dan dokter yang melakukan kontak langsung dengan bayi
harus menggunakan kartu identitas khusus yang hanya dipakai oleh
mereka, dan diketahui oleh orang tua bayi. Lebih baik lagi jika kartu
tersebut sekaligus berfungsi sebagai kartu akses elektronik untuk
dapat membuka pintu di area kamar bayi.
4) Kartu identitas harus dipakai pada pakaian di atas pinggang, sisi depan
ada di bagian depan, identitas pada kartu tidak luntur atau hilang
dengan cara apapun, tidak ditambah asesoris apapun yang dapat
menutupi kartu.
5) Sistim kartu identitas harus digunakan oleh seluruh staf, termasuk
mahasiswa dan staf sementara. Penerbitan seluruh kartu identitas
harus terkendali. Untuk kartu identitas sementara, pengendaliannya
harus dilakukan dengan lebih ketat untuk memastikan kartu identitas
tidak hilang atau dipakai oleh orang yang tidak berhak, atau
disalahgunakan dengan cara apapun.
6) Panduan pencegahan penculikan bayi di RS bagi orang tua harus
dibagikan kepada para orang tua (pertimbangkan juga untuk ditempel
di pintu kamar mandi pasien). Informasi yang sama harus disampaikan
kepada seluruh staf dan dokter yang kontak dengan bayi dan pasien
anak.
7) Staf pada semua tingkatan harus mendapat sosialisasi mengenai
melindungi bayi dari penculikan, termasuk, namun tidak terbatas
pada, informasi perihal profil penculik, perilaku tidak wajar, prosedur
pencegahan, dan rencana respon insiden gawat.
8) Untuk melindungi bayi ketika sedang dibawa di dalam faslitas RS, hal
- hal ini harus menjadi perhatian: Hanya staf yang berwenang
(menggunakan kartu identitas khusus, atau seseorang yang
menggunakan gelang identitas yang sama dengan bayi tersebut) yang
diperbolehkan membawa bayi. Bayi tidak boleh ditinggal tanpa
pengawasan langsung. Bayi di antar ke ibunya dengan cara masing –
masing bayi dibawa satu demi satu. Staf RS dilarang membawa
beberapa bayi secara bersamaan sekaligus dalam satu waktu ke ruang
bersalin, ruang bayi, atau tempat lain. Bayi tidak boleh digendong,
tapi diletakkan di dalam kotak bayi beroda.
9) Bayi selalu ditempatkan pada posisi yang terlihat dan dalam
pengawasan langsung dari orang-orang berikut ini: staf RS yang
bertugas, ibu, anggota keluarga lain, atau teman dekat yang ditunjuk
oleh ibu. Mereka diberi pemahaman perihal prosedur yang harus
dipatuhi jika bayi sedang bersama ibu, namun ibunya ingin tidur, ke
kamar mandi, dan / atau dalam pengaruh obat bius.
10) Jika ibu dalam keadaan mengantuk ketika bayi diantar ke ruang
bersalin, staf harus berhati – hati. Ibunya harus dibangunkan terlebih
dahulu sampai sadar penuh sebelum menerima bayi. Dan sebelum
meninggalkan ruangan, staf juga harus memastikan ibu dalam keadaan
sadar penuh. Jika ibu tidak dapat menahan kantuknya, bayi tidak boleh
diserahkan.
11) Pada kondisi rawat gabung, letakkan kotak bayi pada posisi dimana
tempat tidur ibu berada diantara pintu keluar dan kotak bayi.
12) Jangan mencantumkan nama lengkap ibu atau bayi atau identitas lain
(alamat rumah, nomor telepon, dan lain - lain) di tempat yang dapat
dilihat oleh pengunjung. Jika diperlukan, gunakan nama keluarga saja.
Jangan tampilkan nama lengkap ibu atau bayi atau identitas lain pada
kotak bayi, ruangan, atau papan pasien. Menempatkan identitas bayi
di tempat yang dapat dilihat pengunjung dapat mengakibatkan bayi
dan keluarganya berada dalam bahaya setelah pulang.
13) Tetapkan kebijakan pengendalian akses untuk unit perawatan (ruang
bayi, ruang bersalin, NICU, ruang anak) untuk memaksimalkan
keamanan. Sebaiknya seluruh pintu masuk di area ini dipasang
perangkat kunci akses elektronik yang hanya dapat dibuka dengan
kartu akses tertentu dan terbatas. Di depan lobby atau pintu masuk,
perintahkan staf keamanan untuk berjaga dan menanyakan kepada
pengunjung perihal ibu yang mana yang akan mereka kunjungi. Jika
pengunjung tersebut tidak mengenal pasien atau tidak dapat
menyebutkan nama, maka ijin berkunjungnya ditolak. Kunjungan di
luar jam berkunjung tidak diperbolehkan. Jika karena satu dan lain hal
ada kunjungan di luar jam berkunjung, maka pengunjung tersebut
harus meninggalkan kartu identitas dan dicatat oleh petugas
keamanan.
14) Staf RS harus segera melaporkan setiap orang yang tanpa identitas,
tidak dikenal, perilaku atau aktifitas yang mencurigakan, ke perawat
yang bertugas. Perawat tersebut harus segera menghubungi pihak
keamanan.
15) Pada saat pulang, gelang identitas harus ditunjukkan kepada petugas.
Petugas kemudian mencocokkan gelang yang terdapat pada
pergelangan tangan dan kaki bayi dengan gelang yang dipakai oleh
ibu dan ayah, atau orang lain yang ditunjuk.
16) Staf RS harus mengantar bayi, ibu, dan keluarganya pada saat pulang
sampai masuk ke dalam mobil. Bayi dibawa menggunakan kotak bayi
beroda. Jika ibu ingin membawa bayi sendiri, ibunya menggunakan
kursi roda. Tidak diperbolehkan membawa bayi dengan cara
digendong di lingkungan rumah sakit.
17) Jangan melakukan publikasi berupa pemberitahuan kelahiran ke
media massa. Juga, jangan mengirimkan tanda ucapan selamat yang
terpampang di depan rumah. Hal ini dapat menyebabkan mereka
berada dalam bahaya.
18) Jika menyediakan pelayanan kunjungan rumah, petugas yang datang
ke rumah harus menggunakan kartu identitas yang hanya digunakan
oleh mereka, dikontrol dengan ketat oleh RS, dan diketahui oleh orang
tua. Terapkan sistim dimana orang tua dihubungi sebelum kunjungan,
untuk memberi tahu tanggal dan jam kunjungan, nama petugas yang
datang, dan tanda identitas yang digunakan
3. Penjagaan Keamanan Fasilitas
1) Pasang alarm pada seluruh pintu tangga darurat. Terapkan kebijakan
respon atas bunyi alarm, yang mengatur tentang staf yang bertanggung
jawab untuk mematikan dan menyalakan kembali, yang dilakukan
hanya setelah observasi langsung terhadap tangga darurat, serta orang
yang menggunakannya. Sistim alarm sama sekali tidak boleh
dimatikan.
2) Pasang sistim kamera keamanan untuk memantau aktifitas di ruang
bersalin, ruang bayi, NICU, dan ruang rawat anak. Kamera harus
diletakkan di titik - titik strategis agar dapat meliput ruang rawat,
koridor, tangga darurat dan lift; serta dirancang untuk dapat merekam
seluruh wajah pengunjung. Rekaman video harus dipastikan
berfungsi. Masa rekam minimal 1 minggu sebelum ditimpa rekaman
baru.
3) Seluruh pintu ruang bayi harus memiliki perangkat kunci akses
elektronik, tetap terkunci sepanjang waktu, dan hanya dapat dibuka
oleh staf yang memiliki hak akses tertentu dan terbatas. Staf yang
berwenang harus ada di dalam ruang bayi sepanjang waktu jika ada
bayi di dalam ruang bayi.
4) Seluruh seragam harus diletakkan di lokasi yang aman dan tidak boleh
dipinjamkan kepada orang yang tidak berwenang. Jika ada ruang
locker dimana staf ganti / meletakkan pakaian, seluruh pintu menuju
ruang tersebut harus memiliki perangkat kunci akses elektronik, hanya
dapat dibuka oleh staf yang memiliki hak akses tertentu dan terbatas,
dan aksesnya diawasi secara ketat sepanjang waktu.
4. Prosedur Penanganan Penculikan Bayi
1) Bila ada laporan kehilangan bayi, segera kumpulkan ciri – ciri korban
dan beritahukan kepada pihak keamanan rumah sakit.
2) Pihak keamanan rumah sakit segera melakukan prosedur pengamanan
dengan cara seluruh pintu akses keluar masuk rumah sakit dilakukan
penjagaan secara ketat dan ditutup. Tidak ada seorang pun yang
diperbolehkan keluar atau masuk ke rumah sakit.
3) Pihak keamanan rumah sakit segera menghubungi operator telepon
untuk melakukan Paging Kode PINK.
4) Tim penanggulangan bencana segera berkoordinasi di posko bencana
mengenai status penculikan bayi, memberitahukan ciri – ciri korban,
dan briefing rencana penanggulangan.
5) Dilakukan pencarian di seluruh area rumah sakit.
6) Pihak keamanan rumah sakit bekerja sama dengan pihak kepolisian
terdekat untuk dilakukan penutupan area luar rumah sakit. Apabila
korban tidak berhasil ditemukan didalam area rumah sakit, maka
pihak keamanan dapat memperluas pencarian ke area luar dengan
ruang lingkup yang lebih luas.
7) Pihak rumah sakit menanyakan lagi lebih lanjut kepada unit
keperawatan mengenai cici-ciri lebih detail dari korban untuk
diinformasikan kepada pihak terkait / luar. Informasi keluar hanya
boleh dilakukan oleh public relation rumah sakit atas persetujuan
direktur.
8) Pihak keamanan mengamankan area tempat penculikan berlangsung.
9) Pihak keamanan mengamankan rekaman video CCTV minimal
selama 7 hari sebelum kejadian.
5. Diagram Analisis Manajemen Resiko
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Risiko berkaitan dengan kondisi yang menyebabkan kerugian.
Kondisi ini senantiasa ada dan menuntut perhatian manajemen untuk
mengelolanya dengan tepat. Inti pembahasan Manajemen risiko meliputi
identifikasi atas risiko yang ada, mengukur beratnya risiko, dan
menanganinya dengan pendekatan / strategi tertentu.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi
dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, suatu
rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan
strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan / pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil
antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari
risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau
semua konsekuensi risiko tertentu.
Manajemen risiko bukanlah sesuatu yang berjalan begitu saja,
melainkan suatu upaya yang sistematik dan terstruktur serta terus menerus.
B. Saran
1. Para Staff RS, Dokter, Perawat, Koasisten (Koas) dan Mahasiswa
Magang diwajibkan memakai ID Card Resmi jika mau masuk ke
ruangan termasuk (Ruang Bayi, Ruang Bersalin, NICU, Ruang Anak).
2. Mengurangi akses pintu masuk di setiap ruangan dan menempatkan
Security di setiap sudut ruangan dan kamera CCTV.
3. Segera Laporkan setiap ada orang yang tanpa identitas, tidak dikenal,
perilaku atau aktifitas yang mencurigakan ke petugas.
4. Segera setelah bayi lahir dan sebelum bayi dipisahkan dari ibunya,
gelang identitas dipasang.

.
Daftar Pustaka
Risk Management a Journey not a Destination, Kevin W Knight, 2006
CASU and Risk Register Working Group 2002
ISO 31000:2009
AS/NZS 4360:2004
JCHAO Patient Safety, WHO. 2005
www.lean-indonesia.com/kejadian-sentinel penculikan-bayi-di.html di akses 3
April 2015 pukul 19.52 WIB

Anda mungkin juga menyukai