Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA


Mata Kuliah : Dalam Keperawatan (Kpk 3)
Peran Dan Pentingnya Manajemen Risiko
Dosen :Melisa Frisilia.,S.Kep.M.Kes

Disusun Oleh :

Yessi

2019.C.11a .1071

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat
dan Karunia-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan kumpulan makalah ini.

Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan (Kpk3)
Program studi S1 keperawatan tahun ajaran 2019/2020. Dalam penyusunan dan penulisan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesepakatan ini kami dengan senang hati menyampaikan terima
kasih.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis
terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. kami serahkan
segalanya. Mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi kami, umumnya bagi kita
semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................

1.2 Tujuan..................................................................................................................

1.3 Rumusan Masalah................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

2.1 Peran Menajemen Risiko Dalam Keselamatan Pasien.........................................

2.2 Pentingnya Manajemen Risiko............................................................................

2.3 Proses Manejemen Risiko....................................................................................

2.4 Hirarki Pengendalian Risiko................................................................................

Di Dalam Dan Di Luar Gedung .............................................................

2.1.1 Konsep Manajemen Risiko K3.........................................................................

2.2.2 Teori Penyebab Kecelakaan dan Manajemen K3.............................................

2.3.3 Perencanaan Respon Terhadap Risiko .............................................................

2.4.4 Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3......................................

2.5.5 Proses Manajemen Risiko Kecelakaan Kerja....................................................

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................

3.2 Peran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.Konsep manajemen risiko mulai
diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada era tahun
1980-an setelah berkembangnya teori accident model dan juga semakin
maraknya isu lingkungan dan kesehatan. Pada dasarnya manajemen risiko
bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun ‘accident’ (Tantri,
2016). Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien
berkewajiban untuk mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko
strategis dan operasional, manajemen risiko juga berhubungan erat dengan
pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak kepada
pencapaian sasaran mutu rumah sakit (Fachmi, 2010)

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari manajemen risiko
2. Untuk mengetahui dan memahami peran manajemen risiko dalam keselamatan pasien

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran manajemen risiko dalam keselamatan pasien ?
2. Bagaimana pentingnya manajemen risiko ?
3. Bagaiamana proses manajemen risiko ?
4. Bagaimana hirarki pengendalian risiko ?
BAB II
PEMBAHASAN
Pentingnya Dan Peran Manajemen Risik
2.1 Peran Manajemen Risiko Dalam Keselamatan Pasien
Manajemen risiko (risk management) adalah keseluruhan proses mengenai identifikasi
bahaya (hazards identification), penilaian risiko (risk assessment), dan menentukan
pengendaliannya (risk control) (Ramli, 2010).
1. PenentuanKontek
Penentuan konteks diselaraskan dengan visi dan misi organisasi serta sasaran yang
ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan pula kriteria risiko yang sesuai bagi organisa.
Identifikasi BahayA,OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi bahaya dan
penilaian risiko terdiri dari factor internal organisasi dan eksternal organisasi, antara lain
individu, barang dan jasa, kegiatan proses, dan kondisi lingkungan.
Penilaian Risiko (Analisa Risiko Dan Evaluasi Risiko)
Tingkat Uraian Contoh Rinci

Hampir pasti terjadi Dapat terjadi setiap saat dalam


kondisi normal

Sering terjadi Terjadi beberapa kali dalam periode


waktu tertentu

Dapat terjadi Risiko dapat terjadi namun tidak


sering

Kadang-kadang Kadang-kadang terjadi

Jarang sekali Dapat terjadi dalam keadaan


tertentu

2. Pengendalian Risiko
EliminasiEliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber
bahaya.SubstitusiSubstitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat,
bahan, system atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau lebih rendah
bahayanya.diantaranya :
1. Pengendalian teknis Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis
yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan
melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan, dan pemasangan peralatan
pengamanan.
2. Pengendalian administrative
Pengendalian bahaya dapat dilakukan secara administrative misalnya dengan
mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja, atau prosedur kerja yang lebih aman,
rotasi, atau pemeriksaan kesehatanPenggunaan Alat Pelindung Diri (APD)Pilihan
terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai alat pelindung diri
misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan (respirator atau
masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Hal ini disebabkan karena alat
pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likehood) namun hanya
sekadar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).
a. Patient Safety
 Standar keselamatan pasien terdiri dari :
1. Hak pasien
Standar :Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
·    Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
·    Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
·    Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas
dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standar :
    Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
    Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit
harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standar :
    Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
 Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
 Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
 Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya.
 Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standar :
    Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria :
 Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
 Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
 Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi.
 Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
 Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
 Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
 Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
 Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
 Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria :
a) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden.
c)   Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
dalam program keselamatan pasien.
d) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera”
(Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan
“Kejadian Sentinel”. Terdapat kolaborasi dan komunikasi
terbuka secara sukar
g) ela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah
sakit dengan pendekatan antar disiplin.
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien,
termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
 Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
 Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
a) Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
b) Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
c) Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar :
 Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
 Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
a) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
b) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

2.2 pentingnya manajemen risiko


Keselamatan pasien dan kualitas pasien adalah jantung dari penyampaian layanan
kesehatan. Untuk setiap pasien, yang merawat, anggota keluarga dan profesional
kesehatan, keselamatan sangat penting untuk penegakan diagnosa, tindakan kesehatan dan
perawatan. Dokter, perawat dan semua orang yang bekerja di sistem kesehatan
berkomitmen untuk merawat, membantu, menghibur dan merawat pasien dan memiliki
keunggulan dalam penyediaan layanan kesehatan untuk semua orang yang
membutuhkannya. Telah ada investigasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir
dalam peningkatan layanan, peningkatan kapasitas sistem, perekrutan profesional yang
sangat terlatih dan penyediaan teknologi dan perawatan baru. Namun sistem kesehatan di
seluruh dunia, menghadapi tantangan dalam menangani praktik yang tidak aman,
profesional layanan kesehatan yang tidak kompeten, tata pemerintahan yang buruk dalam
pemberian layanan kesehatan, kesalahan dalam diagnosis dan perawatan dan
ketidakpatuhan terhadap standar (Commission on Patient Safety & Quality Assurance,
2008 dalam Kemenkes, 2017).
2.3 Proses Manajemen Risiko
Adapun proses dari manajemen resiko (Hanafi, 2014) terdiri atas:
1. Identifikasi risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi
oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi, mulai dari risiko
penyelewengan oleh karyawan, risiko kejatuhan meteor atau komet, dan lainnya. Ada
beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko
sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan.
2. Evaluasi dan Pengukuran Risiko
Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik.
Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih mudah
dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk ‘mengukur’ risiko tersebut.
Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai
contoh kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian
jelek terjadi.
Contoh lain adalah membuat matriks dengan sumbu mendatar adalah probabilitas
terjadinya risiko, dan sumbu vertikal adalah tingkat keseriusan konsekuensi risiko tersebut
(severity, atau besarnya kerugian yang timbul akibat risiko tersebut). Teknik lain untuk
mengukur risiko adalah dengan mengevaluasi dampak risiko tersebut terhadap kinerja
perusahaan.
3. Pengelolaan risiko

Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah mengelola risiko. Risiko
harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima
bisa cukup serius, misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara,
seperti penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya.
Erat kaitannya dengan manajemen risiko adalah pengendalian risiko (risk control), dan
pendanaan risiko (risk financing).

a. Penghindaran.
Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah menghindar. Tetapi
cara semacam ini barangkali tidak optimal. Sebagai contoh, jika kita ingin
memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus keluar dan
menghadapi risiko tersebut. Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.
b. Ditahan (Retention).
Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko
tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk retention). Sebagai contoh, misalkan
seseorang akan keluar rumah membeli sesuatu dari supermarket terdekat, dengan
menggunakan kendaraan. Kendaraan tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut
merasa asuransi terlalu repot, mahal, sementara dia akan mengendarai kendaraan
tersebut dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang tersebut memutuskan untuk
menanggung sendiri (menahan, retention) risiko kecelakaan.
c. Diversifikasi.
Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak
terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. Sebagai contoh, kita barangkali akan
memegang aset tidak hanya satu, tetapi pada beberapa aset, misal saham A, saham B,
obligasi C, properti, dan sebagainya. Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian
tersebu diharapkan bisa dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya.
d. Transfer Risiko.
Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer risiko
tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Sebagai
contoh, kita bisa membeli asuransi kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan
asuransi akan menanggung kerugian dari kecelakaan tersebut.
e. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas
terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh, untuk
mencegah terjadinya kebakaran, kita memasang alarm asap di bangunan kita. Alarm
tersebut merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko kebakaran.
f. Pendanaan Risiko
Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana ‘mendanai’ kerugian yang terjadi
jika suatu risiko muncul. Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran, bagaimana
menanggung kerugian akibat kebakaran tersebut, apakah dari asuransi, ataukah
menggunakan dana cadangan. Isu semacam itu masuk dalam wilayah pendanaan
risiko.

2.4 Hirarki pengendalian risiko


1) Eliminasi (elimination)
Eliminasi merupakan pengendalian risiko yang bersifat permanen dan dicoba
sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi dapat dicapai dengan pemindahan objek
kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya tidak
dapat diterima pada batas ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya
melampaui nilai ambang batas (NAB) diperkenankan. Eliminasi adalah cara
pengendalian risiko yang paling baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit
akibat potensi bahaya ditiadakan. Namun pada prakteknya pengendalian dengan cara
eliminasi banyak ditemukan kendala karena keterkaitan antara sumber bahaya dan
potensi bahaya saling berkaitan atau menjadi sebab dan akibat.
2) Substitusi (substitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan yang
lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau
lebih aman, sehingga pemaparannya masih dalam batas yang bisa diterima.
3) Rekayasa teknik (engineering control)
Pengendalian atau rekayasa tekhnik termasuk merubah struktur objek kerja untuk
mencegah seseorang terpapar potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin,
penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian
alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang
menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-lain.
4) Isolasi (isolation)
Isolasi merupakan pengendalian resiko dengan memisahkan antara seseorang dari
objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari ruangan tertutup dengan
remote control.
5) Pengendalian administratif (administratif control)
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang
dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar bahaya. Pengendalian ini sangat
tergantung pada perilaku pekerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk
pengendalian jenis ini. Metode ini meliputi : rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis
pekerjaan yang ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, pekerjaan yang
akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk
mengurangi kejenuhan dan kebosanan, pengaturan prosedur kerja, pelatihan dan
training K3.
6) Alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri secara umum adalah sarana pengendalian jangka pendek dan
bersifat sementara manakala sistem pengendalian yang permanen belum bisa
diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir pengendalian risiko ditempat
kerja. Hal ini disebabkan karena penggunaan APD mempunyai beberapa kelemahan
yaitu APD hanya membatasi dan tidak menghilangkan risiko yang ada dan juga
penggunaan APD dirasakan tidak nyaman.

A. Di Dalam Dan Di Luar Gedung

2.1.1 Konsep Manajemen Risiko K3 Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


merupakan satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan tidak terlepas dari
tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja baik dari segi perencanaan maupun
pengambilan keputusan dan organisasi, baik kecelakaan kerja, gangguan kesehatan,
maupun pencemaran lingkungan harus merupakan bagian dari biaya produksi. Manajemen
K3 pada dasarnya mencari dan mengumpulkan kelemahan operasional yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan
mengungkapkan sebab suatu kecelakaan, dan meneliti apakah pengendalian secara cermat
dapat dilakukan atau tidak. Kesalahan operasional yang kurang lengkap, keputusan yang
tidak tepat, salah perhitungan, dan manajemen yang kurang tepat dapat menimbulkan
risiko terjadinya kecelakaan (Rumondang, 2015). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja,
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Konsep rasional Total
Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan manajemen dan tindakan
pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses konstruksi yang aman
(Suraji, 2014).
Ada banyak pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001,
dan menurut TQM di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan fokus integral dalam
program pengendalian mutu terpaduyang harus ditingkatkan secara terus - menerus untuk
memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern). Tujuan dari manajemen risiko adalah
untuk mengenali risiko dalam sebuah proyek dan mengembangkan strategi untuk
mengurangi atau bahkan menghindarinya, dilain sisi juga harus dicari cara untuk
memaksimalkan peluang yang ada (Wideman, 2012). Dalam mencapai tujuan tersebut
diperlukan suatu proses di dalam menangani risiko-risiko yang ada, sehingga dalam
penanganan risiko tidak akan terjadi kesalahan. Proses tersebut antara lain adalah
identifikasi, pengukuran risiko dan penanganan risiko.

2.2.2 Teori Penyebab Kecelakaan dan Manajemen K3 Kecelakaan


adalah kejadian merugikan yang tidak direncanakan, tidak terduga, tidak diharapkan
serta tidak ada unsur kesengajaan(Hinze, 2009). Ada beberapa teori yang menjelaskan
penyebab suatu kecelakaan. Dahulu teori penyebab kecelakaan memandang bahwa
kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja yang salah (misalnya pada The Accident-
Proneness Theory). Semenjak dikenalkannya The Chainof-Events Theory, The Domino
Theory, dan The Distraction Theory, maka pihak organisasi dan manajemenyang dianggap
berperan sebagai penyebabsuatu kecelakaan. Anggapan tentang kecelakaan kerja yang
bersumber kepada tindakan yang tidak aman yang dilakukan pekerja telah bergeser dengan
anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada factor-faktor organisasi dan
manajemen (Andi, 2015). Pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap
keselamatan. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh pihak
manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Pada teori yang terbaru
makin terlihat bahwa penyebab kecelakaan kerja semakin komplek.
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung
jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Konsep rasional Total Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan
manajemen dan tindakan pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses
konstruksi yang aman (Suraji, 2014). Ada banyak pendekatan dalam manajemen K3,
diantaranya menurut OHSAS 18001, dan menurut TQM di mana keselamatan merupakan
suatu pusat dan fokus integral dalam program pengendalian mutu terpaduyang harus
ditingkatkan secara terus - menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern).

C. Faktor Risiko K3 Didalam dan Diluar gedung RS 1. Faktor Risiko K3 Didalam Rumah
Sakit
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun
peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau
instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat– obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi
4. Pencahayaan.
Syok akibat aliran listrik .
5. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam . Cth : Ampul Obat, Jarum
Suntik,
6. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
8. Faktor Resiko K3 Diluar Rumah Sakit
Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat
digolongkan dalam :
1. Ruang bangunan dan halaman RS.
2. Lingkungan bangunan RS
3. Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir.
4. Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidak berdebu, tidak becek, atau tidak
terdapat genangan air, dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup,
tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman.
5. Pencahayaan Faktor-Faktor Risiko K3 di Luar Gedung
6. Kebisingan
7. Kebersihan
8. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah
9. . Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan
10. Tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampaH
11. Selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan.
12. Jalur lalu lintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus dipisahkan.
13. Ketetapan yang diatur oleh the environment protection act 1990 mendefinisikan :
Polutan, Limbah terkendali, Limbah khusus
14. Kriteria limbah berbahaya.

2.3.3 Perencanaan Respon Terhadap Risiko

Risiko Positif Risiko positif adalah risiko yang mungkin terjadi dan merupakan
peluang untuk memberikan manfaat terhadap suatu proyek. Strategi untuk risiko positif
antara lain:

1. Exploit : strategi untuk memastikan bahwa kesempatan (risiko positif) dapat


terealisasi. Contoh: menugaskan SDM yang lebih berbakat untuk mengurangi waktu
penyelesaian atau menyediakan mutu lebih baik dari yang direncanakan
2. Share : alokasi kepemilikan kepada pihak ke tiga yang memiliki kemampuan terbaik
menangkap peluang manfaat proyek. Contoh: special purpose company, joint
venture.
3. Enchance : memodifikasi ukuran kesempatan dengan meningkatkan peluang dan
dampak positif dengan mengidentifikasi dan memaksimalkan pengendali kunci dari
risiko berdampak positif. B. Risiko Negatif Risiko Negatif adalah risiko yang
mungkin terjadi dan jika terjadi dapat memberikan dampak buruk dan merugikan
untuk suatu proyek. Strategi untuk risiko negatif antara lain:
1. Avoid : upaya untuk mencegah risiko dengan cara menghentikan aktivitas
atau kondisi yang dapat memberikan risiko. Upaya ini dilakukan jika tidak
ada respon risiko yang sesuai untuk menangani risiko yang diperkirakan.
2. Transfer : respon risiko yang dilakukan dengan upaya mengurangi frekuensi
ataupun dampak risiko dengan cara mentransfer atau membagi porsi risiko
dengan pihak lain dengan cara membuat asuransi atau melakukan outsource
pada aktivitas yang diperkirakan dapat memberikan risiko.
3. Mitigate : melakukan tindakan pengurangan peluang atau dampak dari
aktivitas risiko yang dapat merugikan.

2.4.4 Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko K3


Didalam dan Diluar Gedung Rumah Sakit
Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3 Didalam Rumah Sakit a)
Planning/ (Perencanaan) Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan
yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi
kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa
perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta
masyarakat umum lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan
meliputi:
a) Hal apa yang dikerjakan
b) Bagaiman cara mengerjakannya
c) Mengapa mengerjakan
d) Siapa yang mengerjakan
e) Kapan harus dikerjakan
f) Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g) hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di
bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya
menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan )
makin besar. Oleh karena itu usahausaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi
kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan.
A. Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan
daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam
organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah
dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional)
dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan
Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
1. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan .
2. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
3. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit /
instansi kesehatan.
4. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit /
instansi kesehatan.
5. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No.
154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin)
ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau
seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat
menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional).
Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan
independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
B. Actuating/ (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja,
mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas
yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu
setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan
wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber
kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam
menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi
penggerakan ini timbul permasalahan, keraguraguan atau pertentangan, maka menjadi
tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

C. Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk
dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
1. Adanya rencana
2. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit /
instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah
sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang
tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi
kesehatan yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah
meluasnya bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.
7. Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3 Diluar Rumah Sakit
8. Eliminasi – memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya; misalnya,
memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan penanganan
bahaya manual;
9. Subtitusi – pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energi sistem
(misalnya, menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll);
10. Kontrol teknik / Perancangan – menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan,
interlock, dll.
11. Kontrol administratif – tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya tanda, tanda-tanda
fotoluminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan sirene / lampu, alarm,
prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol akses, sistem yang aman,
penandaan, dan izin kerja, dll.
12. Alat Pelindung Diri (APD) – kacamata safety, perlindungan pendengaran, pelindung
wajah, respirator, dan sarung tangan.
Umumnya tiga tingkat pertama adalah paling diinginkan, namun tiga tingkat tersebut
tidak selalu mungkin untuk diterapkan. Dalam menerapkan hirarki, Anda harus
mempertimbangkan biaya relatif, manfaat pengurangan risiko, dan keandalan dari pilihan
yang tersedia. Dalam membangun dan memilih kontrol, masih banyak hal yang perlu
dipertimbangkan, diantaranya:
 Kebutuhan untuk kombinasi kontrol, menggabungkan unsur-unsur dari hirarki di atas
(misalnya, perancangan dan kontrol administratif),
 Membangun praktik yang baik dalam pengendalian bahaya tertentu yang
dipertimbangkan, beradaptasi bekerja untuk individu (misalnya, untuk
memperhitungkan kemampuan mental dan fisik individu),
 Mengambil keuntungan dari kemajuan teknis untuk meningkatkan kontrol,
 Menggunakan langkah-langkah yang melindungi semua orang (misalnya, dengan
memilih kontrol rekayasa yang melindungi semua orang di sekitar bahaya daripada
menggunakan Alat Pelindung Diri),
 Perilaku manusia dan apakah ukuran kontrol tertentu akan diterima dan dapat
dilaksanakan secara efektif,
 Tipe dasar kegagalan manusia/human error (misalnya, kegagalan sederhana dari
tindakan sering diulang, penyimpangan memori atau perhatian, kurangnya
pemahaman atau kesalahan penilaian, dan pelanggaran aturan atau prosedur) dan cara
mencegahnya,
 Kebutuhan untuk kemungkinan peraturan tanggap darurat bila pengendalian risiko
gagal, Potensi kurangnya pengenalan terhadap tempat kerja, contoh: visitor atau
personil kontraktor.
Setelah kontrol telah ditentukan, organisasi dapat memprioritaskan tindakan untuk
melaksanakannya. Dalam prioritas tindakan, organisasi harus memperhitungkan potensi
pengurangan risiko kontrol direncanakan. Dalam beberapa kasus, perlu untuk
memodifikasi aktivitas kerja sampai pengendalian risiko di tempat atau menerapkan
pengendalian risiko sementara sampai tindakan yang lebih efektif diselesaikan – misalnya,
penggunaan mendengar perlindungan sebagai langkah sementara sampai sumber
kebisingan dapat dihilangkan, atau aktivitas kerja dipisahkan untuk mengurangi paparan
kebisingan. kontrol sementara tidak harus dianggap sebagai pengganti jangka panjang
untuk langkah-langkah pengendalian risiko yang lebih efektif. Seleksi dan pelaksanaan
kontrol adalah bagian paling penting dari Sistem Manajemen K3, tapi itu tidak cukup
untuk membuatnya bekerja. Efek dari implementasi kontrol harus dipantau untuk
menentukan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan, dan organisasi harus selalu
mengejar kemungkinan adanya kontrol baru yang lebih efektif dan lebih low cost
.
2.5.5 Proses Manajemen Risiko Kecelakaan Kerja
Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah : A. Perencanaan Manajemen
Risiko Perencanaan meliputi langkah memutuskan bagaimana mendekati dan
merencanakan aktivitas manajemen risiko untuk proyek. B. Identifikasi Risiko Tahapan
selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah mengenali jenis-jenis risiko yang
mungkin dan umumnya dihadapi oleh setiap pekerja. C. Analisis Risiko Kualitatif
Analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah proses menilai (assessment)
kemungkinan dari risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun
risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek. D. Analisis Risiko Kuantitatif Proses
identifikasi secara numerik probabilitas dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap
tujuan proyek. E. Perencanaan Respon Risiko Risk response planning adalah proses yang
dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai batas yang dapat
diterima. F. Pengendalian dan Monitoring Risiko Langkah ini adalah proses mengawasi
risiko yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan mengidentifikasikan
risiko baru, memastikan pelaksanaan risk management plan dan mengevaluasi
keefektifannya dalam mengurangi risiko.
BAB II
PENUTUP
3.1 kesimpulan

Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan perlu dilakukan guna meminimalisir


kejadian tak diharapkan (KTD) dalam rumah sakit yang kejadiannya dapat menjadikan
beban berat jika tidak segera ditangani. Resiko tersebut perlu dianalisis dan dilakukan
pengatasan guna pelayanan yang lebih bermutu. Dalam pencegahan menempatkan resiko
KTD secara prorposional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu
sendiri, baik pada 20sistem manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya), maupun dari sisi
organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi organisasi-pendekatan pada 20sistem
(sarana) pelayanan kesehatan memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih
antisipatif dalam mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD. Sistem analisis resiko
dapat dilakukan dari sisi man, metode, pendanaan, sarana dan prasarana, kebijakan, dan
standar operasional.

Perlunya komunikasi, kolaborasi, monitoring dan konsolidasi dalam mencegah


terjadinya resiko kembali juga perlu dilakukan sebagai bahan evaluasi apakah standar
sudah berjalan dangan baik. Namun di banyak hal, peran manusia perlu di perhatikan lebih
utama karena sagala bentuk pelayan faktor manusia memiliki peran penting.

3.2 Saran
Anggota kelompok menyadari bahwa penyusunan makalah yang berjudul “Peran dan
Pentingnya Manajemen Risiko” masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kelompok mengharapkan saran terhadap makalah yang bersifat membangun agar
makalah yang dibuat dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain dan
masyarakat pada umumnya.
Daftar Pusaka
Idris, Fachmi Dr. dr. M.Kes. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Kesehatan:
Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat– Kedokteran Komunitas (IKM/IKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.
Komite Keselamatan Rumah Sakit. 2007. Meningkatkan Kepercayaan Dengan Patient
Safety. http://www.inapatsafety-persi.or.id
http://fijaytrangki.blogspot.co.id/2014/09/penerapan-manajemen-risiko-dalam.html
http://ppnisardjito.blogspot.co.id/2013/11/prinsip-dasar-manajemen-risiko-risk.html
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Peraturan presiden no 77 tahun 2015 bahwa pengaturan pedoman organisasi rumah
sakit

Anda mungkin juga menyukai