Disusun Oleh :
Yessi
2019.C.11a .1071
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat
dan Karunia-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan kumpulan makalah ini.
Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan (Kpk3)
Program studi S1 keperawatan tahun ajaran 2019/2020. Dalam penyusunan dan penulisan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesepakatan ini kami dengan senang hati menyampaikan terima
kasih.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis
terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. kami serahkan
segalanya. Mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi kami, umumnya bagi kita
semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1.2 Tujuan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Peran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.Konsep manajemen risiko mulai
diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada era tahun
1980-an setelah berkembangnya teori accident model dan juga semakin
maraknya isu lingkungan dan kesehatan. Pada dasarnya manajemen risiko
bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun ‘accident’ (Tantri,
2016). Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien
berkewajiban untuk mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko
strategis dan operasional, manajemen risiko juga berhubungan erat dengan
pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak kepada
pencapaian sasaran mutu rumah sakit (Fachmi, 2010)
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari manajemen risiko
2. Untuk mengetahui dan memahami peran manajemen risiko dalam keselamatan pasien
2. Pengendalian Risiko
EliminasiEliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber
bahaya.SubstitusiSubstitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat,
bahan, system atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau lebih rendah
bahayanya.diantaranya :
1. Pengendalian teknis Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis
yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan
melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan, dan pemasangan peralatan
pengamanan.
2. Pengendalian administrative
Pengendalian bahaya dapat dilakukan secara administrative misalnya dengan
mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja, atau prosedur kerja yang lebih aman,
rotasi, atau pemeriksaan kesehatanPenggunaan Alat Pelindung Diri (APD)Pilihan
terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai alat pelindung diri
misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan (respirator atau
masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Hal ini disebabkan karena alat
pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likehood) namun hanya
sekadar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).
a. Patient Safety
Standar keselamatan pasien terdiri dari :
1. Hak pasien
Standar :Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
· Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
· Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
· Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas
dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standar :
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit
harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standar :
Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya.
Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standar :
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Kriteria :
Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi.
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria :
a) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden.
c) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
dalam program keselamatan pasien.
d) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera”
(Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan
“Kejadian Sentinel”. Terdapat kolaborasi dan komunikasi
terbuka secara sukar
g) ela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah
sakit dengan pendekatan antar disiplin.
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien,
termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
a) Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
b) Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
c) Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar :
Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
a) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
b) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah mengelola risiko. Risiko
harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima
bisa cukup serius, misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara,
seperti penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya.
Erat kaitannya dengan manajemen risiko adalah pengendalian risiko (risk control), dan
pendanaan risiko (risk financing).
a. Penghindaran.
Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah menghindar. Tetapi
cara semacam ini barangkali tidak optimal. Sebagai contoh, jika kita ingin
memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus keluar dan
menghadapi risiko tersebut. Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.
b. Ditahan (Retention).
Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko
tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk retention). Sebagai contoh, misalkan
seseorang akan keluar rumah membeli sesuatu dari supermarket terdekat, dengan
menggunakan kendaraan. Kendaraan tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut
merasa asuransi terlalu repot, mahal, sementara dia akan mengendarai kendaraan
tersebut dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang tersebut memutuskan untuk
menanggung sendiri (menahan, retention) risiko kecelakaan.
c. Diversifikasi.
Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak
terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. Sebagai contoh, kita barangkali akan
memegang aset tidak hanya satu, tetapi pada beberapa aset, misal saham A, saham B,
obligasi C, properti, dan sebagainya. Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian
tersebu diharapkan bisa dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya.
d. Transfer Risiko.
Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer risiko
tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Sebagai
contoh, kita bisa membeli asuransi kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan
asuransi akan menanggung kerugian dari kecelakaan tersebut.
e. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas
terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh, untuk
mencegah terjadinya kebakaran, kita memasang alarm asap di bangunan kita. Alarm
tersebut merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko kebakaran.
f. Pendanaan Risiko
Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana ‘mendanai’ kerugian yang terjadi
jika suatu risiko muncul. Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran, bagaimana
menanggung kerugian akibat kebakaran tersebut, apakah dari asuransi, ataukah
menggunakan dana cadangan. Isu semacam itu masuk dalam wilayah pendanaan
risiko.
C. Faktor Risiko K3 Didalam dan Diluar gedung RS 1. Faktor Risiko K3 Didalam Rumah
Sakit
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun
peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau
instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat– obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi
4. Pencahayaan.
Syok akibat aliran listrik .
5. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam . Cth : Ampul Obat, Jarum
Suntik,
6. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
8. Faktor Resiko K3 Diluar Rumah Sakit
Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat
digolongkan dalam :
1. Ruang bangunan dan halaman RS.
2. Lingkungan bangunan RS
3. Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir.
4. Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidak berdebu, tidak becek, atau tidak
terdapat genangan air, dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup,
tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman.
5. Pencahayaan Faktor-Faktor Risiko K3 di Luar Gedung
6. Kebisingan
7. Kebersihan
8. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah
9. . Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan
10. Tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampaH
11. Selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan.
12. Jalur lalu lintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus dipisahkan.
13. Ketetapan yang diatur oleh the environment protection act 1990 mendefinisikan :
Polutan, Limbah terkendali, Limbah khusus
14. Kriteria limbah berbahaya.
Risiko Positif Risiko positif adalah risiko yang mungkin terjadi dan merupakan
peluang untuk memberikan manfaat terhadap suatu proyek. Strategi untuk risiko positif
antara lain:
C. Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk
dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
1. Adanya rencana
2. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit /
instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah
sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang
tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi
kesehatan yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah
meluasnya bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.
7. Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3 Diluar Rumah Sakit
8. Eliminasi – memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya; misalnya,
memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan penanganan
bahaya manual;
9. Subtitusi – pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energi sistem
(misalnya, menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll);
10. Kontrol teknik / Perancangan – menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan,
interlock, dll.
11. Kontrol administratif – tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya tanda, tanda-tanda
fotoluminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan sirene / lampu, alarm,
prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol akses, sistem yang aman,
penandaan, dan izin kerja, dll.
12. Alat Pelindung Diri (APD) – kacamata safety, perlindungan pendengaran, pelindung
wajah, respirator, dan sarung tangan.
Umumnya tiga tingkat pertama adalah paling diinginkan, namun tiga tingkat tersebut
tidak selalu mungkin untuk diterapkan. Dalam menerapkan hirarki, Anda harus
mempertimbangkan biaya relatif, manfaat pengurangan risiko, dan keandalan dari pilihan
yang tersedia. Dalam membangun dan memilih kontrol, masih banyak hal yang perlu
dipertimbangkan, diantaranya:
Kebutuhan untuk kombinasi kontrol, menggabungkan unsur-unsur dari hirarki di atas
(misalnya, perancangan dan kontrol administratif),
Membangun praktik yang baik dalam pengendalian bahaya tertentu yang
dipertimbangkan, beradaptasi bekerja untuk individu (misalnya, untuk
memperhitungkan kemampuan mental dan fisik individu),
Mengambil keuntungan dari kemajuan teknis untuk meningkatkan kontrol,
Menggunakan langkah-langkah yang melindungi semua orang (misalnya, dengan
memilih kontrol rekayasa yang melindungi semua orang di sekitar bahaya daripada
menggunakan Alat Pelindung Diri),
Perilaku manusia dan apakah ukuran kontrol tertentu akan diterima dan dapat
dilaksanakan secara efektif,
Tipe dasar kegagalan manusia/human error (misalnya, kegagalan sederhana dari
tindakan sering diulang, penyimpangan memori atau perhatian, kurangnya
pemahaman atau kesalahan penilaian, dan pelanggaran aturan atau prosedur) dan cara
mencegahnya,
Kebutuhan untuk kemungkinan peraturan tanggap darurat bila pengendalian risiko
gagal, Potensi kurangnya pengenalan terhadap tempat kerja, contoh: visitor atau
personil kontraktor.
Setelah kontrol telah ditentukan, organisasi dapat memprioritaskan tindakan untuk
melaksanakannya. Dalam prioritas tindakan, organisasi harus memperhitungkan potensi
pengurangan risiko kontrol direncanakan. Dalam beberapa kasus, perlu untuk
memodifikasi aktivitas kerja sampai pengendalian risiko di tempat atau menerapkan
pengendalian risiko sementara sampai tindakan yang lebih efektif diselesaikan – misalnya,
penggunaan mendengar perlindungan sebagai langkah sementara sampai sumber
kebisingan dapat dihilangkan, atau aktivitas kerja dipisahkan untuk mengurangi paparan
kebisingan. kontrol sementara tidak harus dianggap sebagai pengganti jangka panjang
untuk langkah-langkah pengendalian risiko yang lebih efektif. Seleksi dan pelaksanaan
kontrol adalah bagian paling penting dari Sistem Manajemen K3, tapi itu tidak cukup
untuk membuatnya bekerja. Efek dari implementasi kontrol harus dipantau untuk
menentukan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan, dan organisasi harus selalu
mengejar kemungkinan adanya kontrol baru yang lebih efektif dan lebih low cost
.
2.5.5 Proses Manajemen Risiko Kecelakaan Kerja
Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah : A. Perencanaan Manajemen
Risiko Perencanaan meliputi langkah memutuskan bagaimana mendekati dan
merencanakan aktivitas manajemen risiko untuk proyek. B. Identifikasi Risiko Tahapan
selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah mengenali jenis-jenis risiko yang
mungkin dan umumnya dihadapi oleh setiap pekerja. C. Analisis Risiko Kualitatif
Analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah proses menilai (assessment)
kemungkinan dari risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun
risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek. D. Analisis Risiko Kuantitatif Proses
identifikasi secara numerik probabilitas dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap
tujuan proyek. E. Perencanaan Respon Risiko Risk response planning adalah proses yang
dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai batas yang dapat
diterima. F. Pengendalian dan Monitoring Risiko Langkah ini adalah proses mengawasi
risiko yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan mengidentifikasikan
risiko baru, memastikan pelaksanaan risk management plan dan mengevaluasi
keefektifannya dalam mengurangi risiko.
BAB II
PENUTUP
3.1 kesimpulan
3.2 Saran
Anggota kelompok menyadari bahwa penyusunan makalah yang berjudul “Peran dan
Pentingnya Manajemen Risiko” masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kelompok mengharapkan saran terhadap makalah yang bersifat membangun agar
makalah yang dibuat dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain dan
masyarakat pada umumnya.
Daftar Pusaka
Idris, Fachmi Dr. dr. M.Kes. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Kesehatan:
Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat– Kedokteran Komunitas (IKM/IKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.
Komite Keselamatan Rumah Sakit. 2007. Meningkatkan Kepercayaan Dengan Patient
Safety. http://www.inapatsafety-persi.or.id
http://fijaytrangki.blogspot.co.id/2014/09/penerapan-manajemen-risiko-dalam.html
http://ppnisardjito.blogspot.co.id/2013/11/prinsip-dasar-manajemen-risiko-risk.html
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Peraturan presiden no 77 tahun 2015 bahwa pengaturan pedoman organisasi rumah
sakit