Anda di halaman 1dari 9

Muhammad radito maulana

2014401015

1. Peran Manajemen Risiko Dalam Keselamatan Pasien


Manajemen risiko (risk management) adalah keseluruhan proses mengenai
identifikasi bahaya (hazards identification), penilaian risiko (risk assessment),
dan menentukan pengendaliannya (risk control) (Ramli, 2010).
1. Penentuan konteks
Penentuan konteks diselaraskan dengan visi dan misi organisasi serta sasaran
yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan pula kriteria risiko yang sesuai
bagi organisasi.
2. Identifikasi bahaya
OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi bahaya dan penilaian
risiko terdiri dari factor internal organisasi dan eksternal organisasi, antara
lain individu, barang dan jasa, kegiatan proses, dan kondisi lingkungan.

3. Penilaian risiko (analisis risiko dan evaluasi


risiko)Tingkat Uraian Contoh Rinci :
a. Hampir pasti terjadi : dapat terjadi setiap saat dalam kondisi normal.
b. Sering terjadi : terjadi beberapa kali dalam periode waktu tertentu.
c. Dapat terjadi : Risiko dapat terjadi namun tidak sering.
d. Kadang - kadang : Kadang - kadang terjadi.
e. Jarang sekali : Dapat terjadi dalam keadaan tertentu.
4. Pengendalian risiko
a. Eliminasi
Eliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber bahaya.
b. Substitusi
Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat,
bahan, system atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman
atau lebihrendah bahayanya.
c. Pengendalian teknis
Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang
ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat
dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan, dan
pemasangan peralatan pengamanan.
d. Pengendalian administrasi
Pengendalian bahaya dapat dilakukan secara administrative misalnya
dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja, atau prosedur kerja
yang lebih aman, rotasi, atau pemeriksaan kesehatan.
e. Penggunaan APD
Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai
alat pelindung diri misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung
pernafasan (respirator atau masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki.
Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah
kecelakaan (reduce likehood) namun hanya sekadar mengurangi efek
atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).

2. Pentingnya Manajemen Risiko


Keselamatan pasien dan kualitas pasien adalah jantung dari penyampaian
layanan kesehatan. Untuk setiap pasien, yang merawat, anggota keluarga dan
profesional kesehatan, keselamatan sangat penting untuk penegakan diagnosa,
tindakan kesehatan dan perawatan. Dokter, perawat dan semua orang yang
bekerja di sistem kesehatan berkomitmen untuk merawat, membantu, menghibur
dan merawat pasien dan memiliki keunggulan dalam penyediaan layanan
kesehatan untuk semua orang yang membutuhkannya. Telah ada investigasi
yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir dalam peningkatan layanan,
peningkatan kapasitas sistem, perekrutan profesional yang sangat terlatih dan
penyediaan teknologi dan perawatan baru. Namun sistem kesehatan di seluruh
dunia, menghadapi tantangan dalam menangani praktik yang tidak aman,
profesional layanan kesehatan yang tidak kompeten, tata pemerintahan yang
buruk dalam pemberian layanan kesehatan, kesalahan dalam diagnosis dan
perawatan dan ketidakpatuhan terhadap standar (Commission on Patient Safety
& Quality Assurance, 2008 dalam Kemenkes, 2017).

3. Proses Manajemen Risiko


Adapun proses dari manajemen resiko (Hanafi, 2014) terdiri atas:
5. Identifikasi risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja
yang dihadapi oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang dihadapi oleh suatu
organisasi, mulai dari risiko penyelewengan oleh karyawan, risiko kejatuhan
meteor atau komet, dan lainnya. Ada beberapa teknik untuk
mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai
terjadinya peristiwa yang tidakdiinginkan.
6. Evaluasi dan Pengukuran Risiko
Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko
dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka
risiko akan lebih mudah dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis
dilakukan untuk ‘mengukur’ risiko tersebut. Ada beberapa teknik untuk
mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai contoh kita bisa
memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek
terjadi.
Contoh lain adalah membuat matriks dengan sumbu mendatar adalah
probabilitas terjadinya risiko, dan sumbu vertikal adalah tingkat keseriusan
konsekuensi risiko tersebut (severity, atau besarnya kerugian yang timbul
akibat risiko tersebut). Teknik lain untuk mengukur risiko adalah dengan
mengevaluasi dampak risiko tersebut terhadap kinerja perusahaan.
7. Pengelolaan risiko
Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah mengelola
risiko. Risiko harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka
konsekuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian yang besar.
Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan
(retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya. Erat kaitannya
dengan manajemen risiko adalah pengendalian risiko (risk control), dan
pendanaan risiko (risk financing).
a. Penghindaran
Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah menghindar.
Tetapi cara semacam ini barangkali tidak optimal. Sebagai contoh, jika
kita ingin memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita
harus keluar dan menghadapi risiko tersebut. Kemudian kita akan
mengelola risiko tersebut.
b. Ditahan (Retention)
Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri
risiko tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk retention). Sebagai
contoh, misalkan seseorang akan keluar rumah membeli sesuatu dari
supermarket terdekat, dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan
tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut merasa asuransi terlalu
repot, mahal, sementara dia akan mengendarai kendaraan tersebut
dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang tersebut memutuskan
untuk menanggung sendiri (menahan, retention) risiko kecelakaan.
c. Diversifikasi
Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak
terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. Sebagai contoh, kita
barangkali akan memegang aset tidak hanya satu, tetapi pada beberapa
aset, misal saham A, saham B, obligasi C, properti, dan sebagainya. Jika
terjadi kerugian pada satu aset, kerugian tersebu diharapkan bisa
dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya.
d. Transfer Risiko
Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer
risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko
tersebut. Sebagai contoh, kita bisa membeli asuransi kecelakaan. Jika
terjadi kecelakaan, perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dari
kecelakaan tersebut.
e. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan
probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan.
Sebagai contoh, untuk mencegah terjadinya kebakaran, kita memasang
alarm asap di bangunan kita. Alarm tersebut merupakan salah satu cara
kita mengendalikan risiko kebakaran.
f. Pendanaan risiko
Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana ‘mendanai’ kerugian yang
terjadi jika suatu risiko muncul. Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran,
bagaimana menanggung kerugian akibat kebakaran tersebut, apakah dari
asuransi, ataukah menggunakan dana cadangan. Isu semacam itu masuk
dalamwilayah pendanaan risiko.
B. Hirarki Pengendalian Risiko
1. Eliminasi (elimination)
Eliminasi merupakan pengendalian risiko yang bersifat permanen dan dicoba
sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi dapat dicapai dengan
pemindahan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat
kerja yang kehadirannya tidak dapat diterima pada batas ketentuan,
peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melampaui nilai ambang
batas (NAB) diperkenankan. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang
paling baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi
bahaya ditiadakan. Namun pada prakteknya pengendalian dengan cara
eliminasi banyak ditemukan kendala karena keterkaitan antara sumber
bahaya dan potensi bahaya saling berkaitan atau menjadi sebab dan akibat.
2. Substitusi (substitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan
peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang
kurang berbahaya atau lebih aman, sehingga pemaparannya masih dalam
batas yang bisa diterima.
3. Rekayasa teknik (engineering control)
Pengendalian atau rekayasa tekhnik termasuk merubah struktur objek kerja
untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya, seperti pemberian
pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin
dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara
pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-
lain.
4. Isolasi (isolation)
Isolasi merupakan pengendalian resiko dengan memisahkan antara seseorang
dari objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari ruangan
tertutup dengan remote control.
5. Pengendalian administratif (administratif control)
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja
yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar bahaya.
Pengendalian ini sangat tergantung pada perilaku pekerjanya dan
memerlukan pengawasan yang teratur untuk pengendalian jenis ini. Metode
ini meliputi : rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang
ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, pekerjaan yang akan
ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk
mengurangi kejenuhan dan kebosanan, pengaturan prosedur kerja, pelatihan
dan training K3.
6. Alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri secara umum adalah sarana pengendalian jangka pendek
dan bersifat sementara manakala sistem pengendalian yang permanen belum
bisa diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir pengendalian
risiko ditempat kerja. Hal ini disebabkan karena penggunaan APD
mempunyai beberapa kelemahan yaitu APD hanya membatasi dan tidak
menghilangkan risiko yang ada dan juga penggunaan APD dirasakan tidak
nyaman
4. Cara pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3 Didalam Rumah Sakit
a. Planning / perencanaan
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan
di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan . Dalam hal ini
adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.
Perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pasca
perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien-perawat/dokter, serta
masyarakat umum lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang
ditentukan meliputi :

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaimana cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan

f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan


g. Hubungan timbal balik (sebab akibat)

Kegiatan kesehatan (rumah sakit/instansi kesehatan) sekarang tidak lagi hanya


di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan dibidang
pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak
ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi didalam
(rumah sakit/instansi kesehatan) makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha
pengamanan kerja di rumah sakit/instansi kesehatan harus ditangani secara serius
oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit/instansi kesehatan.
b. Organizing / organisasi
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang , mulai dari tingkat rumah sakit / instansi
kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan
pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat
diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi
ini ditingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), disamping
memberlakukan Undang-undang keselamatan kerja. Di tingkat daerah (wilayah)
dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk komisi keamanan kerja rumah sakit /
instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan
2. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit/instansi
kesehatan
3. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatumasalah
rumah sakit/instansi kesehatan
4. Dll
c. Actuanting/pelaksanaan
Fungsi pelaksanaan atau pengerakkan adalah kegiatan mendorong semangat kerja,
mengerahkan aktivitas, mengkoordonasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi
aktivitas yang kompak (sinkron). Sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya.Pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja rumah sakit/instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja
yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat
dalam rumah sakit/instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal
yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah
sakit/instansi kecelakaan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang
cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja
tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam
menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat . Jika dalam pelaksanaan
fungsi pergerakkan ini timbul permasalahan, keraguan atau pertentangan, maka
menjadi tugas semua mengambil keputusan penyelesaiannya.
d. Controlling/pengawasan
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang diterapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana
b.Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah penting adalah sosialisasi tentang
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama
di rumah sakit/instansi kesehatan . Sosialisasi perlu dilakukanterus-menerus
karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia
bila peraturan diabaikan. Dalam instansi rumah sakit/instansi kesehatan perlu
dibentuk pengawasan rumah sakit/instansi kesehatanyang tugasnya antara lain
:
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek
rumah sakit/instansi kesehatan yang baik, benar dan aman
2. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang
keamanan kerja rumah sakit/instansi kesehatan
3. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa
berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.
4. Dll

5. Cara pengendalian dan monitoring Risiko Dalam K3 Diluar gedung


1. Eliminasi, memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya, misalnya
memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan
penanganan bahaya manual
2. Substitusi, pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energy sistem
(misalnya menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll)

3. Control teknik/perancangan, menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan,


interlock,dll.

4. Control administrative, tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya, tanda-tanda


foto luminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan sirine/lampu, alarm,
prosedur keselamatani dan izin kerja, dll.

5. Alat pelindung diri (APD) , Misalnya kacamata safety, pelindung pendengaran,


pelindung wajah,reseptor,dan sarung tangan.

Umumnya tiga tingkat pertama adalah paling diinginkan, namun tiga tingkat
tersebut tidak selalu mungkin untuk diterapkan. Dalam menerapkan hirarki, anda
harus mempertimbangkan biaya relative, manfaat pengurangan risiko, dan
keandalan dari pilihan yang tersedia. Dalam membangun dan memilih
control,masih banyak hal yang harus dipertimbangkan, diantaranya :

1. Kebutuhan untuk kombinasi control, menggabungkan unsur-unsur dan


hirarki diatas (misalnya,perancangan dan control administrative)

2. Mengambil keuntungan dari kemajuan teknis untuk meningkatkan control


Perilaku manusia dan apakah ukuran control tertentu akan diterima dan
3. dapat dilaksanakan secara efektif.

4. Kebutuhan akan kemungkinan peraturan tanggap darurat bilapengendalian


risiko gagal.

Anda mungkin juga menyukai