Nim : 0601212024 Jurusan : Ilmu Perpustakaan Fakultas : Ilmu Sosial Matkul/Tugas : Pancasil/Resume Pra Era Kemerdekaan Dosen Pengampu : Attakrikhul Kabir
Pra Era Kemerdekaan
Pada Era pra kemerdekaan telah terjadi beberapa kejadian berharga. ketika Dr. Radjiman WidioDiningrat, selaku ketua badan Penyelidik Usaha persiapan kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Chosakai pada tanggal 29 Mei 1945, beliau meminta untuk mengadakan sidang yang membahas tentang pengemukaan dasar (negara) Indonesia merdeka. Pada 29 Mei - 1 Juni 1945 dilaksanakanlah sidang pertama BPUPKI. Dalam sidang pertama tersebut telah terjadi pidato secara berurut dari beberapa tokoh untuk menyampaikan usulan tentang dasar negara. Beberapa tokoh yang menyampaikan pendapat mereka mengenai dasar negara Indonesia diantaranya Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr, Soepomo, Ir. Soekarno. Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada 10 Juli - 17 Juli 1945. merupakan sidang penentuan Perumusan dasar negara sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau panitia sembilan yang disebut dengan Piagam Jakarta. Hasil dari “Piagam Jakarta” adalah rumusan dasar negara yang terdiri dari lima isi yaitu: 1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjariat islam bagi pemeloek- pemeloeknja, 2. Kemanoesian jang adil dan beradab, 3. Persatoean Indonesia, 4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam poemusjawaratan/perwakilan, 5. Keadilan sosial bagi seloeroeh rakyat indonesia. Namun setelah sidang pertama dilaksanakan, terjadi perdebatan sengit yang disebabkan perbedaan pendapat karena apabila dilihat lebih jauh para anggota BPUPKI terdiri dari Elit Nasionalis netral agama, Elit Nasionalis agama muslim dan Elit nasionalis agama Kristen. Elit nasionalis muslim di BPUPKI mengusulkan Islam sebagai dasar negara, namun dengan kesadaran dan terjadi negosisasi politik elit nasionalis agama netral dengan Elit nasionalis muslim maka dibentuk lah kesepakatan untuk mengganti Piagam Jakarta pada nomor satu dengan bunyi “Ketuhanan Yang Maha esa” kesepakatan tersebut dilaksanakan oleh Elit nasionalis muslim maupun Elit nasionalis agama netral dengan cara legowo atau tidak ada salah satu pihak merasa kurang sependapat