Anda di halaman 1dari 18

KEGIATAN I

TEORI GIZI DAN KESEHATAN


REVIEW JURNAL

Disusun Oleh:

1. Nabil Mahesa Fahmi (20304241015)


2. Diva Alfiana Dewi (20304241035)
3. Samanera Teja Gautama (20304241041)
4. Nadifa Ardhiniasari (20304241045)
5. Aisyah Nur Fadilla (20304244016)
6. Alifa Rahmawati (20304244024)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
BAB I

PEMBUKAAN

A. Topik

Hubungan antara Fe, Zinc (Zn), dan vitamin A terhadap status gizi anak yang baru memasuki
sekolah dasar.

B. Latar Belakang

Gizi merupakan faktor determinan utama yang berkaitan erat dengan kualitas sumber
daya manusia. Pada masa globalisasi sekarang, Indonesia menghadapi banyak tantangan
besar karena harus bersaing dengan negara- negara lain terutama dengan negara-negara maju
yang notabenenya fasilitas yang disediakan bagi warga negaranya dinilai sudah memadai.
Tantangan besar tersebut mengharuskan negara kita menyediakan sumber daya manusia
(SDM) yang unggul dan berkualitas. Faktor yang perlu diperhatikan dan yang paling penting
salah satunya adalah mengenai faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, dan lain-
lain. Seseorang individu tidak akan bisa hidup sehat jika mereka kekurangan gizi, karena jika
seorang individu mengalami kekurangan gizi maka akan mudah terserang penyakit. Status
gizi suatu individu ditentukan oleh kuantitas dan kualitas makanan yang mereka konsumsi
serta dari faktor sanitasi lingkungan seperti air bersih dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) (Sartika, R., A., D. (2010: hal. 76 dan 81)). Selain itu, menurut pendapat Hardinsyah
dan Martianto (1988) dikutip dari Jayanti, dkk., (2011: hal. 192) menjelaskan bahwa status
gizi merupakan salah satu petunjuk yang digunakan untuk menilai kualitas sumber daya
manusia, dan perilaku konsumsi pangan seseorang akan menentukan status gizi orang
tersebut apakah gizi mereka tercukupi ataukah mereka tidak tercukupi kebutuhan gizinya.

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui status gizi pada anak baru masuk Sekolah Dasar di Kupang, Nusa
Tenggara Timur.
2. Mengetahui hubungan antara asupan vitamin A, Fe, dan Zn terhadap status gizi anak
baru masuk Sekolah Dasar di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

D. Rumusan Masalah
E. Manfaat Penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bahan
Bahan :
Siswa kelas I SD tahun 2013 yang berada di pinggiran Kota Kupang, Provinsi NTT.
B. Metode Penelitian

Subjek penelitian 108 siswa kelas di Pinggiran Kota Kupang


I SD tahun 2013

Penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain observasional cross sectional

Data diambil:
1. Jumlah sampel minimal dihitung menggunakan rumus besar sampel dihitung
dengan rumus Lemeshow dan Lwanga. Ditambah 10 % jumlah sampel awal untuk
mengantisipasi adanya siswa yang droup out.
2. Sampel ditentukan menggunakan teknik sampling quota sampling dengan
mendahulukan sekolah-sekolah yang berada paling luar dari Kota Kupang. Apabila
belum mencapai jumlah yang telah ditetapkan maka diambil siswa dari SD yang
makin dekat ke Kota Kupang dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi
yang ditentukan.
3. Data yang diambil meliputi jenis kelamin, umur, status gizi, asupan Fe, asupan Zn,
Asupan Vitamin A, jumlah anggota keluarga, serta pekerjaan orang tua (ayah dan
ibu).
4. Data asupan Fe, asupan Zn, dan asupan vitamin A diukur berdasarkan recall 3 x 24
jam.
Pengolahan data:
1. Umur dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu < 6 tahun, 6 – 7 tahun, dan > 7 tahun.
2. Pengukuran Status gizi (IMT/U) dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu sangat
kurus, kurus, dan normal.
3. Asupan Fe, asupan Zn, dan asupan vitamin A dibedakan menjadi tiga kategori,
yaitu kurang, cukup, dan baik.
4. Jumlah anggota keluarga dibedakan menjadi dua kategori, yaitu ≤ 5 orang dan > 5
orang.
5. Pekerjaan orang tua (ayah) dibedakan menjadi PNS/TNI/POLRI, wiraswasta,
swasta, petani/ nelayan, buruh/ojek/ tukang/penjual ikan, dan tidak ada/meninggal.
6. Pekerjaan orang tua (ibu) dibedakan menjadi PNS/TNI/POLRI, wiraswasta,
swasta, petani/nelayan, buruh/pedagang sayur, IRT, dan tidak ada/meninggal.
7. Jumlah data pada masing-masing bagian juga dibuat dalam bentuk persentase.

Analisis data:
1. Analisis Univariate. Karakteristik sampel dianalisis secara deskriptif. Setiap
variabel dianalisis dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
2. Hubungan antar variabel. Analisis bivariabel dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas (independent variable) yaitu asupan Fe, asupan
Zn, dan asupan Vitamin A dengan variabel terikat (dependent variable) yaitu
status gizi (IMT/U) pada subjek penelitian.

C. Kerangka Berpikir

Asupan zat gizi seperti Vitamin A, Fe Kota Kupang merupakan salah satu
dan Zn merupakan komponen yang kabupaten kota bebas rawan gizi di Provinsi
ikut mempengaruhi status gizi Nusa Tenggara Timur, tetapi bukan berarti
seseorang. Kombinasi suplementasi Kota Kupang tidak memiliki permasalahan
vitamin A dan zat besi efektif dalam gizi dan kesehatan, misalnya cakupan
meningkatkan kadar hemoglobin. pemberian vitamin A.
Daerah pinggiran kota cenderung Status gizi siswa baru masuk sekolah
identik dengan kemiskinan dan merupakan bagian penting untuk mengikuti
ketertinggalan. Kemiskinan akan perkembangan proses belajar siswa selama
berimbas pada status gizi anak.di menempuh pendidikan di tingkat SD.
tingkat SD.

D. Hasil Pengumpulan Data


Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Kupang yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1996, tanggal
25 April 1996 terletak antara 10o 36’ 14” – 10o 39’ 58” LS dan antara 123o 32’ 23” – 123o
37’ 01” BT. Luas wilayah daratan 180.27 Km2 atau 0,38 % dari luas NTT (47.349,9 Km2)
Iklim Kota Kupang, yaitu iklim kering yang dipengaruhi oleh angin muson dengan musim
hujan yang pendek, sekitar bulan Nopember s/d bulan Maret, dengan suhu udara mulai
dari 20,16oC – 31oC. Musim kering sekitar bulan April s/d Oktober dengan suhu udara
mulai dari 29,1oC – 33,4oC. Secara administrasi Pemerintah Kota Kupang terdiri dari 6
Kecamatan dan 51 Kelurahan.

Gambaran Umum Sampel Penelitian


Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Kupang tahun 2014
diketahui bahwa jumlah Sekolah Dasar yang ada di kota Kupang sebanyak 70 Unit
Sekolah Dasar. Sekolah Dasar yang terpilih dalam penelitian ini adalah SDN Naioni, SD
GMIT Naioni, SDN Maulafa, SDI Maulafa, SDI Lasiana, GMIT Oesapa, dan SDN Nun
Baun Sabu. Ketujuh SD tersebut terletak di pinggiran Kota Kupang dan juga belum pernah
dilakukan penelitian serupa. Jumlah siswa SD yang menjadi sampel dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut:
1. Karakteristik Sampel
a. Analisis Univariate
Karakteristik sampel dianalisis secara deskriptif. Setiap variabel dianalisis dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi. Jumlah sampel dalam penelitian adalah sebanyak
211 orang tetapi dalam pengambilan sampel berdasarkan perhitungan sebanyak 108 sampel.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 211 subjek terdapat 117 orang
perempuan (55,5%) dan terdapat 94 orang laki-laki (45,5%). Dari 211 orang sampel terdapat
27 sampel yang memiliki usia kurang dari 6 tahun (12,8%), terdapat 145 sampel yang
memiliki usia 6-7 tahun (68,7%) dan 39 sampel yang memiliki usia lebih dari 7 tahun (18,5).
Dari tabel di atas dapat diketahui juga bahwa dari 211 sampel yang dijadikan sasaran
penelitian diketahui memiliki status gizi (IMT/U) yang berbeda yakni sampel yang memiliki
status gizi normal/ baik sebanyak 165 orang (78,2%) yang memiliki status gizi kurus
sebanyak 33 orang (15,6%) dan sampel yang memiliki status gizi Sangat Kurus sebanyak 13
orang (6,2%). Berdasarkan data asupan Fe dapat diketahui bahwa dari 211 orang sampel
diketahui terdapat 63 orang sampel (29,9%) memiliki asupan Fe kategori Baik, yang
memiliki asupan Fe kategori cukup sebanyak 48 orang sampel (22,7%), sebanyak 100 orang
sampel (47,4%) memiliki asupan Fe kategori kurang, Data ini menunjukan bahwa sebagian
besar sampel memiliki asupan Fe yang rendah. Selanjutnya berdasarkan asupan Zn dapat
diketahui bahwa dari 211 sampel terdapat 47 orang (22,3%) memiliki asupan Zn kategori
baik, yang memiliki asupan Zn dengan kategori Cukup sebanyak 64 orang sampel (30,3%),
dan sebanyak 100 orang memiliki asupan Zink yang rendah (47,4%). Data asupan Zn
sebagian besar memiliki asupan yang rendah. Sedangkan berdasarkan asupan Vitamin A
dapat diketahui bahwa dari 211 orang sampel terdapat 79 orang memiliki asupan Vitamin A
kategori baik (37,4%), dan terdapat 43 orang sampel memiliki asup[an Vitamin A dengan
kategori cukup (20,4%) dan sebanyak 89 orang sampel memiliki asupan vitamin A dengan
kategori kurang (42,2%).

Dari hasil univariat di atas dapat diketahui distribusi jumlah anggota keluarga dari
subjek penelitian. Dengan mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen
kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI (1992) yang menyatakan bahwa jumlah anak >3
maka persentase anak gizi kurang dan buruk meningkat 1,3 kali dibandingkan dengan jumlah
anak yang hanya satu atau dua maka dalam penelitian ini jumlah anggota keluarga
dikategorikan sedikit apabila jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu unit rumah
tangga adalah ≤5 dan dikategorikan banyak apabila lebih dari lima orang. Berdasarkan
kategori tersebut dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian yang memiliki anggota
keluarga lebih dari lima orang adalah 129 orang (61,1%) sedangkan jumlah subjek penelitian
yang memiliki anggota keluarga ≤5 orang adalah 82 orang (38,9%).

Berdasarkan pekerjaan ayah dapat diketahui bahwa sampel yang ayahnya bekerja
sebagai PNS/TNI/POLRI sebanyak 29 orang (13,7%), bekerja sebgai wiraswasta 40 orang
(19%), bekerja sebagai pegawai swasta 13 orang (6,2%), bekerja sebagai petani/nelayan
sebanyak 39 orang (18,5%), bekerja sebagai buruh, ojek, tukang, penjual ikan sebanyak 89
orang (42,2%) dan yang tidak memiliki ayah lagi atau sudah meninggal sebanyak 1 orang
(0,5%). Dari data di atas diketahui sebagian besar ayah dari sampel penelitian bekerja sebagai
buruh/ojek/tukang/penjual ikan. Sedangkan untuk pekerjaan ibu diketahui bahwa sampel
yang ibunya bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI sebanyak 9 orang (4,3%), bekerja sebgai
wiraswasta 20 orang (9,5%), bekerja sebagai pegawai swasta 2 orang (0,9%), bekerja sebagai
petani/nelayan sebanyak 13 orang (6,2%), bekerja sebagai buruh/pedagang sayur sebanyak 8
orang (3,8%), bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 158 orang (74,9%) dan yang tidak
memiliki ibulagi atau sudah meninggal sebanyak 1 orang (0,5%). Dari data di atas diketahui
sebagian besar ibu dari sampel penelitian bekerja sebagai ibu rumah tangga 158 orang
(74,9%).
b. Hubungan Antar Variabel
Analisis bivariabel dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
(independent variable) yaitu Asupan Fe, Asupan Zn dan Asupan Vitamin A dengan variabel
terikat (dependent variable) yaitu Status Gizi (IMT/U) pada subjek penelitian.

a. Hubungan Asupan Fe dangan Status Gizi (IMT/U)


Data asupan Fe pada penelitian ini diukur berdasarkan recall 3 x 24 jam. Hasil recall
tersebut kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) berdasarkan usia
masing-masing sampel. Hasil recall dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, cukup dan
kurang. Dikatakan baik apabila mencapai > 100%, cukup bila asupannya berada pada
kisaran 80%-99% dan dikatakan kurang jika <80%. Sedangkan untuk status gizi
menggunakan indicator IMT (IMT/U). Indeks IMT ini dikategorikan menjadi sangat
kurus, kurus, dan normal. Hubungan antara asupan Fe dengan status gizi dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam penelitian ini
memiliki asupan Fe yang kurang yakni sebanyak 101 orang (47,9%). Dari jumlah itu terdapat
68 orang (32,2%) memiliki status gizi (IMT/U) dengan kategori baik, 27 orang (12,8%)
memiliki status gizi dengan kategori kurus dan 6 orang (2,8%) memiliki status gizi sangat
kurus. Sampel yang memiliki asupan Fe dengan kategori cukup berjumlah 47 orang (22,3%)
dengan rincian 37 orang (17,5%) memiliki status gizi normal, 5 orang (2,4%) kurus dan 5
orang (2,4%) memiliki status gizi sangat kurus. Sedangkan yang memiliki asupan Fe dengan
kategori baik berjumlah 63 orang (29,9%) dengan rincian 60 orang (28,5%) memiliki status
gizi normal, 1 orang (0,5%) kurus dan 2 orang (0,9%) memiliki status gizi sangat kurus.

b. Hubungan antara Asupan Zn dengan Status Gizi (IMT/U)


Data asupan Zn pada penelitian ini diukur berdasarkan recall 3 x 24 jam. Hasil recall
tersebut kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) berdasarkan usia
masing-masing sampel. Hasil recall dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, cukup dan kurang.
Dikatakan baik apabila mencapai > 100%, cukup bila asupannya berada pada kisaran 80%-
99% dan dikatakan kurang jika <80%. Sedangkan untuk status gizi, dalam penelitian ini
menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT/U). Berdasarkan indeks antropometri
WHO tahun 2005, IMT dikategorikan menjadi sangat kurus, kurus dan Normal. Hubungan
antara asupan Zn dengan status gizi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam penelitian ini
memiliki asupan Zn yang kurang yakni sebanyak 100 orang (47,4%). Dari jumlah itu terdapat
73 orang (34,6%) memiliki status gizi (IMT/U) dengan kategori baik, 21 orang (9,9%)
memiliki status gizi dengan kategori kurus dan 6 0rang (2,8%) memiliki status gizi sangat
kurus. Sampel yang memiliki asupan Zn dengan kategori cukup berjumlah 64 orang (30,3%)
dengan rincian 50 orang (23,7%) memiliki status gizi normal, 9 orang (4,3%) kurus dan 5
orang (2,4%) memiliki status gizi sangat kurus. Sedangkan yang memiliki asupan Fe dengan
kategori baik berjumlah 47 orang (22,3%) dengan rincian 42 orang (19,9%) memiliki status
gizi normal, 3 orang (1,4%) kurus dan 2 orang (0,9%) memiliki status gizi sangat kurus.

c. Hubungan antara Asupan Vitamin A dengan Status Gizi (IMT/U)


Data asupan Vitamin A pada penelitian ini diukur berdasarkan recall 3 x 24 jam. Hasil
recall tersebut kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) berdasarkan
usia masing-masing sampel. Hasil recall dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, cukup dan
kurang. Dikatakan baik apabila mencapai > 100%, cukup bila asupannya berada pada kisaran
80%-99% dan dikatakan kurang jika <80%. Sedangkan untuk status gizi, dalam penelitian ini
menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT/U). Berdasarkan indeks antropometri
WHO tahun 2005, IMT dikategorikan menjadi sangat kurus, kurus dan Normal. Hubungan
antara asupan Vitamin A dengan status gizi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam penelitian ini
memiliki asupan Vitamin A yang kurang yakni sebanyak 89 orang (42,2%). Dari jumlah itu
terdapat 61 orang (28,9%) memiliki status gizi (IMT/U) dengan kategori baik, 23 orang
(10,9%) memiliki status gizi dengan kategori kurus dan 5 orang (2,4%) memiliki status gizi
sangat kurus. Sampel yang memiliki asupan Vitamin A dengan kategori cukup berjumlah 43
orang (20,4%) dengan rincian 34 orang (16,1%) memiliki status gizi normal, 7 orang (3,3%)
kurus dan 2 orang (0,9%) memiliki status gizi sangat kurus. Sedangkan yang memiliki asupan
Vitamin A dengan kategori baik berjumlah 79 orang (37,4%) dengan rincian 70 orang
(33,2%) memiliki status gizi normal, 3 orang (1,4%) kurus dan 6 orang (2,8%) memiliki
status gizi sangat kurus.

E. Pembahasan Analisis Data Penelitian


Anak sekolah menurut definisi WHO yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15
tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya usia anak berusia antara 7-12 tahun. Golongan ini
mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan
batasan atau norma. Mulai dari sini seorang anak lebih mudah dikenali seperti pada
pertumbuhan dan perkembangan, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan
kepribadian, serta asupan makanan.

Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan dan gizi yang digunakan untuk menilai
kesehatan pada anak. Para ahli membedakan antara pertumbuhan dengan perkembangan
dimana pertumbuhan adalah bartambahnya ukuran pada organ tubuh. Parameter yang
digunakan adalah dengan mengukur berat badan dan tinggi badan. Sedang perkembangan
adalah suatu proses pematangan (maturity) yang ditandai dengan penambahan fungsi pada
tubuh. Pertumbuhan tidak bisa lepas dari perkembangan dan saling berkaitan erat satu sama
lain. Pertumbuhan dan perkembangan umumnya dipengaruhi oleh keturunan (gen), hormon,
zat gizi dan lingkungan.

Usia sekolah dasar (7-12 tahun) merupakan puncak pertumbuhan tertinggi kedua
setelah usia 0-3 tahun atau dikenal dengan “adolescent growth spourt”. Hal ini merupakan
masa terpenting dalam pembentukan kualitas fisik sebelum memasuki masa dewasa. Seiring
dengan pertumbuhan itu jika dilihat dari kebutuhan zat gizi akan meningkat pesat sehingga
suatu kondisi deficiency/kekurangan gizi pada usia ini akan berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan anak tersebut. Pada dasarnya tidak ada suatu bahan makanan yang lengkap
mengandung semua zat makanan dalam jumlah yang mencukupi untuk tubuh, Oleh karena
itu, kita perlu berbagai bahan makanan untuk menjamin agar semua zat gizi yang diperlukan
oleh tubuh dapat terpenuhi sesuai dengan asupan. Anak sekolah mempunyai kebiasaan makan
yang kurang baik antara lain seperti:

a. Suka jajan di sekolah sedangkan di rumah tidak mau makan. Kebiasaan ini tidak baik
karena selain diragukan kebersihannya belum tentu makanan yang dibeli itu bergizi baik.
Di samping kurang bergizi baik yang menyebabkan badan tidak sehat dan lemah, jajanan
itu mungkin pula mengandung kuman penyakit.
b. Hanya menyukai makanan tertentu tanpa menghiraukan apakah makanan yang
disenanginya itu bergizi atau tidak. hal ini sangat merugikan, bila kebetulan makanan
yang disenanginya itu kurang atau tidak bergizi.
c. Makan tidak teratur, misalnya karena asyik sibuk bermain, sehingga waktu makan
dilewatkan begitu saja, hal ini dapat menyebabkan penyakit pada alat-alat pencernaan
terutama pada lambung.
d. Makan yang berlebihan. Kebiasaan ini menyebabkan badan menjadi gemuk dan bila
terlalu gemuk, kesehatanpun akan terganggu.

Salah satu penyebab langsung dari masalah gizi adalah dari asupan makanan. Asupan
makanan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap status gizi pada seorang individu.
Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dibedakan menjadi zat gizi makro dan mikro. Zat gizi
makro meliputi karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan zat gizi mikro meliputi vitamin
dan mineral. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah asupan zat gizi
mikro. Zat gizi mikro yang diamati dalam penelitian ini yaitu asupan besi (Fe), zink (Zn) dan
asupan vitamin A.

1. Hubungan Asupan Fe dengan Status Gizi (IMT/U)


Asupan Zat besi (Fe) yang rendah pada anak gizi buruk diteliti sebagai penyebab anemia,
walaupun bukan satu-satunya penyebab tetapi hal ini merupakan sesuatu yang penting.
Defisiensi zat besi berpengaruh pada pertumbuhan anak. Salah satu akibatnya adalah
lemahnya peningkatan berat badan yang pada akhirnya akan memperburuk status gizinya
(Syaugi, A., M., & Istianah, I., 2019).
Menurut pendapat Sunarti, & Nugrohowati, A., K. (2014) menjelaskan bahwa anemia
defisiensi besi berhubungan erat dengan status gizi. Penyebab dari salah satu defisiensi
mikronutrien yang terjadi pada anak gizi itu kurang adalah defisiensi dari zat besi. Hal ini
dapat menjelaskan bahwa rendahnya kadar hemoglobin berhubungan kekurangan gizi tingkat
kronis dan kekurangan berbagai mikronutrien. Oleh karena itu, walaupun asupan
makronutrien dalam tubuh kita sudah terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi,
namun defisiensi mikronutrien masih tetap terjadi apabila makanan yang dimakan adalah
berupa makanan rendah nutrisi. Sehingga sering kita jumpai orang dengan status gizi baik
tetapi status zat besinya masih kurang. Defisiensi mikronutien ini sering diistilahkan dengan
kelaparan tersembunyi.

Dalam penelitian ini diketahui sebagian besar sampel dalam penelitian ini memiliki
asupan Fe yang kurang yakni sebanyak 101 orang (47,9%). Dari jumlah itu terdapat 68 orang
(32,2%) memiliki status gizi (IMT/U) dengan kategori baik, 27 orang (12,8%) memiliki
status gizi dengan kategori kurus dan 6 0rang (2,8%) memiliki status gizi sangat kurus.
Sampel yang memiliki asupan Fe dengan kategori cukup berjumlah 47 orang (22,3%) dengan
rincian 37 orang (17,5%) memiliki status gizi normal, 5 orang (2,4%) kurus dan 5 orang
(2,4%) memiliki status gizi sangat kurus. Sedangkan yang memiliki asupan Fe dengan
kategori baik berjumlah 63 orang (29,9%) dengan rincian 60 orang (28,5%) memiliki status
gizi normal, 1 orang (0,5%) kurus dan 2 orang (0,9%) memiliki status gizi sangat kurus.
Secara statistik hubungan antara asupan Fe dengan status gizi (IMT/U) menujukan ada
perbedaan yang bermakna atau signifikan dengan p-value kurang dari 0,05 (p=0,000).

2. Hubungan Asupan Zn dengan Status Gizi (IMT/U)


Perlu kita ketahui bahwa Zinc merupakan mikronutrisi dalam mensintesis protein,
diferensiasi sel dan pertumbuhan yang di butuhkan bagi setiap sel di dalam tubuh. Zinc
sebagai zat gizi mikro mempunyai peran pada pertumbuhan yaitu mempengaruhi hormon-
hormon yang berperan dalam pertumbuhan tulang. Defisiensi atau kekurangan zinc dalam
tubuh dapat menyebabkan gangguuan pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal
(Wardarita, P., dkk, 2021).
Menurut pendapat Anindita, P. (2012) menjelaskan bahwa kehadiran zinc dalam
tubuh akan sangat mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh, sehingga Zinc ini berperan
penting dalam pencegahan infeksi oleh berbagai jenis bakteri patogen. Berdasarkan
penelitian yang sudah dilakukan dan berdasarkan kajian, kekurangan zinc pada usia anak-
anak dapat menyebabkan stunting (pendek) dan terlambatnya kematangan fungsi seksual.
Selain itu, dampak dari kekurangan zinc adalah meningkatkan resiko diare dan infeksi
saluran nafas.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam penelitian ini
memiliki asupan Zn yang kurang yakni sebanyak 100 orang (47,4%). Dari jumlah itu
terdapat 73 orang (34,6%) memiliki status gizi (IMT/U) dengan kategori baik, 21 orang
(9,9%) memiliki status gizi dengan kategori kurus dan 6 0rang (2,8%) memiliki status gizi
sangat kurus. Sampel yang memiliki asupan Zn dengan kategori cukup berjumlah 64 orang
(30,3%) dengan rincian 50 orang (23,7%) memiliki status gizi normal, 9 orang (4,3%)
kurus dan 5 orang (2,4%) memiliki status gizi sangat kurus. Sedangkan yang memiliki
asupan Fe dengan kategori baik berjumlah 47 orang (22,3%) dengan rincian 42 orang
(19,9%) memiliki status gizi normal, 3 orang (1,4%) kurus dan 2 orang (0,9%) memiliki
status gizi sangat kurus. Secara statistik hubungan antara asupan Zn dengan status gizi
(IMT/U) menujukan tidak ada perbedaan yang bermakna atau signifikan dengan p-value
lebih dari 0,05 (p=0,171).
3. Hubungan Asupan Vitamin A dengan Status Gizi (IMT/U)
Vitamin A merupakan mikronutrien essensial yang berfungsi membantu pertumbuhan
dan perkembangan anak serta menjaga pertahanan tubuh dari infeksi. Vitamin A ialah
vitamin larut lemak yang dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh agar dapat tumbuh
normal dan menjaga fungsi imun tubuh. Vitamin adalah mikronutrien yang tidak dapat
disintesis oleh tubuh sehingga keberadaannya harus didapatkan dari asupan makan sehari-
hari. Vitamin A berperan dalam pertumbuhan, perkembangan, dan pertahanan infeksi anak
karena aktivitas vitaminnya yaitu retinol dan asam retinoate membantu dalam hal tersebut.
Defisiensi atau kekurangan vitamin A dalam tubuh dapat menyebabkan gangguang yang
ada berhubungan dengan gangguan penglihatan, penurunan pertumbuhan dan
perkembangan, kesehatan tulang yang melemah dan menurunnya fungsi imun (Maulida,
A., 2015).
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Marliyati, S., A., dkk. (2014) yang
menjelaskan bahwa masalah kekurangan vitamin A masih merupakan salah satu
permasalahan gizi masyarakat di Indonesia. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan
kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi yang dapat
menimbulkan kematian. Vitamin A serum adalah indikator yang paling banyak digunakan
untuk mengetahui status vitamin A. Dalam keadaan normal, kurang lebih 95% vitamin A
serum terdapat dalam bentuk retinol dan terikat pada retinol binding protein (RBP) dan
sekitar 5% terdapat dalam bentuk tidak terikat dan dalam bentuk ester retinil. Vitamin A
serum dikatakan kurang, bila < 20 µg/dl (0.70µmol/L); cukup, bila 20 µg/dl (0.70 µmol/L)
— < 100 µg/dl (3.5µmol/L); kelebihan atau hipervitaminosis A, bila >100 µg/dl
(3.5µmol/L).
Dalam penelitian ini diketahui sebagian besar sampel dalam penelitian ini memiliki
asupan Vitamin A yang kurang yakni sebanyak 89 orang (42,2%). Dari jumlah itu terdapat
61 orang (28,9%) memiliki status gizi (IMT/U) dengan kategori baik, 23 orang (10,9%)
memiliki status gizi dengan kategori kurus dan 5 orang (2,4%) memiliki status gizi sangat
kurus. Sampel yang memiliki asupan Vitamin A dengan kategori cukup berjumlah 43
orang (20,4%) dengan rincian 34 orang (16,1%) memiliki status gizi normal, 7 orang
(3,3%) kurus dan 2 orang (0,9%) memiliki status gizi sangat kurus. Sedangkan yang
memiliki asupan Vitamin A dengan kategori baik berjumlah 79 orang (37,4%) dengan
rincian 70 orang (33,2%) memiliki status gizi normal, 3 orang (1,4%) kurus dan 6 orang
(2,8%) memiliki status gizi sangat kurus. Secara statistik hubungan antara asupan Zn
dengan status gizi (IMT/U) menujukan ada perbedaan yang bermakna atau signifikan
dengan p-value kurang dari 0,05 (p=0,009).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
C. Daftar Pustaka
Jayanti, L., D., dkk. (2011). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta Perilaku Gizi
Seimbang Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Kabupaten
Bojonegoro. Jurnal Gizi dan Pangan, Vol. 6, No. (3), hal. 192.
Sartika, R., A., D. (2010). Analisis Pemanfaatan Program Pelayanan Kesehatan Status Gizi
Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 5, No. 2, hal. 76 dan 81.
Setia, A., & Boro, R., M. (2015). The Relationship of Fe, Zink (Zn), and vitamin A to The
New Students of Elementary School’s Nutrient Status in Outskirt of Kupang City,
NTT Province. Jurnal Info Kesehatan, Vol. 14, No. 2.
Wardarita, P., dkk. (2021). Hubungan Asupan Mineral Zinc, Tingkat Pendidikan Ibu dan
Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar. Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 6, No. 2.
Maulida, A. (2015). Gambaran Asupan Vitamin A, Kadar Serum Seng, dan Status Gizi pada
Anak Usia 9-12 Tahun. Artikel Penelitian, Semarang: Universitas Diponegoro.
Syaugi, A., M., & Istianah, I. (2019). Hubungan Asupan Zat Besi (Fe), Riwayat Mpasi
dengan Status Gizi BB/U pada Balita Usia 12-59 Bulan. Binawan Student Journal
(BSJ), Volume 1, Nomor 3.
Marliyati, S., A., dkk. (2014). Asupan Vitamin A, Status Vitamin A, dan Status Gizi Anak
Sekolah Dasar di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan
Pangan, Vol. 9, No. (2).
Anindita, P. (2012). Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Kecukupan
Protein & Zinc dengan Stunting (Pendek) pada Balita Usia 6-35 Bulan di
Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (JKM),
Volume 1, Nomor 2.
Sunarti, & Nugrohowati, A., K. (2014). Korelasi Status Gizi, Asupan Zat Besi dengan Kadar
Feritin pada Anak Usia 2-5 Tahun di Kelurahan Semanggi Surakarta. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, Vol. 8, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai