Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

“STUNTING”

Dosen Pengampu :

Wahyu Dwi Agussafutri SST.,M.Ph

Disusun Oleh :
1. Monik Enggar Wahyutri (B21015)
2. Nadela Hayyuniarto (B21016)
3. Niken Ayu Puspita Sari (B21017)
4. Noer Adila (B21018)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting atau pendek merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai
dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari – 2 Standart Deviasi
(SD) berdasarkan World Health Organization (WHO, 2010). Stunting pada anak sekolah
merupakan manifestasi dari stunting pada masa balita yang mengalami kegagalan dalam
tumbuh kejar (catch up growth), defisiensi zat gizi dalam jangka waktu yang lama, serta
adanya penyakit infeksi (Saniarto, 2014).
Hasil Riskesdas 2010 prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi, yaitu 36,5%.
Lima provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara
Timur (58,4%), Papua Barat (49,2%), Nusa Tenggara Barat (48,2%), Sumatera Utara
(42,3%), dan Sulawesi Barat (41,6%). Diprovinsi Aceh, juga ditemukan prevalensi yang
cukup tinggi yaitu 39%. Sedangkan pada hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi anak
stunting secara nasional pada anak usia sekolah adalah sebesar 30,7% (12,3% sangat
pendek dan 18,4% pendek). Terjadi penurunan prevalensi jika dibandingkan dengan
tahun 2010 sebesar
36,5%. Sementara itu, Zahraini (2011) melaporkan bahwa lebih dari sepertiga (36,1%)
anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek yang merupakan indikator adanya
kurang gizi kronis dan terjadinya penyakit infeksi berulang.
Prevalensi stunting usia sekolah di Sumatera Utara menurut Riskesdas tahun 2010
sebesar 43,2% (sangat pendek sebesar 20,6% dan pendek sebesar 22,6%). Sedangkan
menurut profil Sumatera Utara (2013) di kabupaten Deli serdang, prevalensi stunting
mencapai 18,7% pada kategori sangat pendek, dan 19,0% pendek (stunting).
Menurut Bloem (2013) penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi yang
menyangkut berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitas akses terhadap
pangan yang sehat, kurangnya perhatian dan fasilitas kesehatan bagi ibu dan anak,
kurangnya pengetahuan, sampai pada aspek social, ekonomi dan politik sebagai aspek-
aspek mendasar. Selai itu kegagalan pertumbuhan disebabkan oleh tidak memadainya
asupan dari salah satu atau lebih zat gizi termasuk energi, protein atau makronutrien
seperti besi (Fe), seng (Zn), fosfor (P), vitamin D, vitamin A, vitamin C. Kekurangan zat
2
gizi makro (E, P) dan gizi mikro (Fe, Zn) terutama pada masa pertumbuhan akan
mengganggu proses pertumbuhan seorang anak yang berdampak pada stunting (Mikhail
et al. 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan protein dan Fe dapat dilihat dari
konsumsi makanannya sehari-hari dan kebiasaan makan (Arisman, 2007). Masalah
kekurangan asupan zat gizi banyak terdapat didaerah terpencil yang disebabkan oleh
pengetahuan gizi kurang dimengerti makan banyak jenis-jenis bahan makanan yang ada
di daerah tersebut tidak dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh anak ( Suhardjo, 2003).
Protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi
didalam tubuh, pada masa pertumbuhan (Winarno, 2002). Protein mempunyai fungsi khas
dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel
dan jaringan tubuh (ALmatsier, 2009). Hasil penelitian Hidayati dkk (2010) menunjukkan
bahwa anak dengan asupan protein yang kurang mempunyai resiko 3,46 kali lebih besar
akan menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang asupan proteinnya cukup.
Asupan besi yang kurang pada masa anak menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan pada anak sehingga jika berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan
stunting. Berdasarkan penelitian di Kenya (Lawless, S.W.,Latham, M.C et al, 1994)
menunjukkan bahwa skor Z TB/U meningkat pada anak yang diberi supplemen besi.
Selain itu yang dilakukan pada bayi usia enam bulan dengan pemberian suplemen besi
dapat meningkatkan pertumbuhan (Lind T,Lonnerdal B et al, 2014).
Untuk menuntaskan masalah gizi kurang khususnya pada anak usia sekolah,
diperlukan pendidikan gizi ibu . Pendidikan gizi ibu adalah pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam meningkatkan
perbaikan pangan dan status gizi (Claire, 2010: Shweta,
2011 kegiatan pendidikan sangat efektif untuk merubah pengetahuan dan sikap anak
terhadap makanan, tetapi kurang untuk merubah praktek makan

(Februhartanty, 2005).

Hasil penelitian Lytle, et al., (2000); Levinger (2005) menyimpulkan bahwa


keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap pengetahuan,
keterampilan dan sikap anak, sehingga sangat dibutuhkan dalam rangka mempromosikan
pola makan dan pemberian makanan yang sehat.
3
Selain pendidikan gizi ibu, Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-
AS) dilakukan sebagai upaya perbaikan gizi dan kesehatan yang sasaran nya merupakan
seluruh siswa sekolah dasar berdasarkan screening yang telah dilakukan (Dinkes, 2012).
Kegiatan dari PMT-AS adalah pemberian makanan kepada peserta didik sekolah dasar
dalam bentuk kudapan yang aman dan bergizi, dengan memperhatikan aspek mutu dan
keamanan pangan (BPMPDKP, 2012). Makanan PMT AS yang akan diberikan harus
mengandung kurang lebih 300 kalori (Ire, 2016).
Program PMT-AS telah terbukti memiliki dampak positif terhadap status gizi
yang berkaitan dengan ketahanan dan pertumbuhan fisik sehingga dapat mendorong
kemampuan siswa untuk meningkatkan prestasi (Depkes RI, 2005).
Salah satu jenis PMT-AS yang akan diberikan adalah pengembangan makanan
tambahan berbahan ikan tamban yang memiliki nilai biologis, harga dan proses
pengolahannya terjangkau. Berdasarkan hasil observasi daerah Pantai Labu merupakan
salah satu penghasil ikan tamban. Diketahui ikan tamban relative murah dan mudah
diperoleh masyarakat, akan tetapi di daerah tersebut ikan tamban belum dikembangkan
menjadi bahan bahan pembuatan produk makanan yang aman dan bergizi melainkan
hanya dijual dalam bentuk segar dan dikelola dalam skala rumah tangga hanya dijadikan
sebagai lauk pauk.
Hasil survei pendahuluan pada bulan Oktober 2017 dengan melakukan
pengukuran tinggi badan pada ana SD kelas 1 di SD Negeri 104258 Pematang Biara
Kecamatan Pantai Labu, berjumlah 68 orang, ditemukan siswa stunting sebanyak 19
siswa (27,94%), dan di SD Negeri 105336 Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu
dengan jumlah 44 orang siswa, ditemukan sebanyak 13 orang yang mengalami stunting
(29,54%). Hasil ini meunjukkan bahwa angka stunting pada anak kelas 1 di kedua SD
tersebut cukup tinggi, terkhusus di SD Negeri 105336 Rantau Panjang prevalensinya
melebihi prevalensi stunting Kabupaten Deli Serdang.
Dalam survei pendahuluan ini juga dilakukan food recall 24 jam (1 hari) untuk
mendapat gambaran asupan zat gizi dari anak SD tersebut, diketahui asupan energi rata-
rata 613,36 kcal (33,15 % AKG), asupan protein sebesar 23,3 gr ( 47,55% AKG), Fe (zat
besi) sebesar 2,316 mg (21,96% AKG). Hasil survei pendahuluan ini menunjukkan
rendahnya persentase asupan zat gizi pada anak SD tersebut.

4
Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan intervensi gizi dalam bentuk
pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan dengan memanfaatkan ikan
sebagai makanan tambahan dan diolah dengan berbagai macam olahan yang di gemari
anak-anak, sehingga dapat diperoleh peningkatan asupan protein dam fe pada anak SD
kelas 1 di Kecamatan Pantai Labu.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana Pengaruh Pendidikan gizi ibu dan Pemberian Makanan

Tambahan Berbahan Ikan terhadap Asupan Protein, dan Fe pada Siswa Kelas 1 Sekolah
Dasar yang mengalami stunting di Kecamatan Pantai Labu Tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian adalah mengetahui Pengaruh Pendidikan gizi Ibu dan
Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Ikan terhadap Asupan Protein, dan Fe pada
Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar yang mengalami stunting di Kecamatan Pantai Labu
Tahun 2017.
2. Tujuan khusus

a. Menilai asupan protein sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu dan pemberian
makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang stunting di SD Negeri
104258 Pematang Biara dan SD Negeri 105336 Rantau Panjang Kecamatan
Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.
b. Menilai asupan Fe sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu dan pemberian
makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang stunting di SD Negeri
104258 Pematang Biara dan SD Negeri 105336
Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

c. Menganalisis perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu
dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang
stunting di SD Negeri 104258 Pematang Biara dan SD Negeri 105336 Rantau
Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
5
Serdang

d. Menganalisis perbedaan asupan Fe sebelum dan sesudah pendidikan gizi ibu dan
pemberian makanan tambahan berbahan ikan pada siswa kelas 1 yang stunting di
SD Negeri 104258 Pematang Biara dan SD Negeri
105336 Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan wawasan serta keterampilan


dalam penyusunan skripsi.
2. Bagi Anak Sekolah Dasar

Masing-masing siswa dapat memperoleh Pendidikan gizi ibu dan mengetahui supan
protein, fe dengan perbedaan sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan
berbahan ikan.
3. Bagi Intansi Terkait (Pemda Deli Serdang, Dinas Kesehatan Deli Serdang. Sebagai
bahan masukan tentang prevalensi stunting anak sekolah dasar serta sebagai bahan
merencanakan program penanggulangan tingkat stunting pada anak sekolah dasar.
4. Bagi Instansi Pendidikan (Sekolah Dasar)

Sebagai bahan referensi dan wadah pengetahuan untuk lingkungan sendiri dan
institusi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting atau pendek merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai
dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari 2 Standar
Deviasi (SD) berdasarkan World Health Organizatian (WHO, 2010).

6
Menurut Bloem (2013) penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi yang
menyangkut berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitan akses terhadap
pangan yang sehat, kurangnya pengetahuan, sampai pada aspek social, ekonomi dan
politik sebagai aspek-aspek mendasar.
Stunting dapat menyebabkan gangguan kognitif dalam jangka panjang yang akan
mempengaruhi potensi ekonomi mereka (Prendergast, 2014). Kondisi stunting pada
masa anak usia sekolah pada umumnya berlanjut sampai dewasa dan akan
mempengaruhi kapasitas kerja dan produktifitas mereka (Prendergast, 2014 the
Lancet’s series, 2008).
Klasifikasi dan ambang batas status gizi stunting berdasarkan Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) :
Tabel 1. Ambang batas status gizi stunting berdasarkan Tinggi Badan Menurut
Umur (TB/U).
Indeks Status Gizi Simpangan Baku (Z-score)

Tinggi Badan Sangat pendek ≤ - 3 SD Z-TB/U

Menurut Umur

(TB/U) Pendek
-3 sampai dengan < - 2 SD Z-TB/U

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Z-TB/U

Tinggi > 2 SD Z-TB/U

(Sumber : SK. Menkes 2010)

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting

Menurut UNICEF (1998), pertumbuhan dipengaruhi oleh sebab langsung dan


tidak langsung. Penyebab langsung diantaranya adalah asupan makanan dan keadaan
kesehatan, sedangkan penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola

7
konsumsi rumah tangga, pola pengasuh anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh sumber daya manusia,
ekonomi dan organisasi melalui faktor pendidikan. Penyebab paling mendasar dari
tumbuh kembang adalah masalah struktur politik, ideology, dan social ekonomi yang
dilandasi oleh potensi sumber daya yang ada (Supariasa et al., 2012).

3. Stunting Pada Anak Sekolah

Stunting adalah salah satu kondisi kegagalan mencapai perkembangan fisik yang
diukur berdasarkan tunggi badan menurut umur. Batasan stunting yaitu tinggi badan
menurut umur berdasarkan Z-score ≤ - 2 dibawah rata-rata standar (WHO,2013).
Stunting digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat
kurang gizi anak dalam jangka waktu lama sehingga kejadian ini menunjukkan
bagaimana keadaan gizi sebelumnya (Kartikawati,2012).
Seorang anak yang mengalami stunting sering terlihat seperti anak dengan kondisi
tinggi badan yang normal namun sebenarnya mereka lebih pendek berdasarkan
ukuran tinggi badan menurut usianya. Hal ini disebabkan akumulasi ketidakcukupan
nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Hoffman
et al, 2000 dalam Bloem et al, 2013).
Pertumbuhan anak pada usia sekolah, mulai memasuki fase pertumbuhan yang
semakin lambat. Pada usia tiga tahun pertumbuhan anak berlangsung sangat cepat dan
berangsur-angsur menurun sampai pada periode prasekolah dan masa sekolah.
Selanjutnya pada masa remaja akan terjadi percepatan pertumbuhan kedua hingga
akhirnya sama seklai Andriani dan Wirjadmi (2012).
Masalah stunting pada anak sekolah perlu menjadi perhatian, karena bagi anak
yang mengalami stunting akan memiliki potensi tumbuh kembang yang tidak
sempurna, kemampuan motoric dan produktifitas rendah, serta memiliki resiko leih
tinggi untuk menderita penyakit tidak menular, sehingga berdampak sangat signifikan
terhadap prestasi belajar anak (Picauly dan Magdalena, 2013).

B. Pendidikan Gizi

8
Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang, dengan adanya
peningkatan pengetahuan seseorang maka diharapkan akan terjadi perubahan perilaku
yang lebih baik terhadap gizi dan kesehatan. Program pendidikan kesehatan adalah salah
satu cara untuk menerapkan intervensi kesehatan global secara sederhana dan efektif
untuk memperoleh pendidikan yang lebih luas.
Salah satu parameter untuk menentukan sosial ekonomi keluarga adalah tingkat
pendidikan, terutama tingkat pendidikan pengasuh anak. Peranan ibu sebagai pengasuh
utama anaknya sangat diperlukanmulai dari pembelian hingga penyajian makanan. Jika
pendidikan dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak mampu untuk (UNICEF, 1998
dalam Atikah & Laily, 2014). Hal ini senada dengan hasil penelitian di Meksiko bahwa
pendidikan ibu sangat penting dalam hubungannya dengan pengetahuan gizi dan
pemenuhan gizi keluarga khususnya anak, karena ibu dengan pendidikan rendah anatara
lain akan sulitn menyerap informasi gizi sehingga anak dapat beresiko mengalami
stunting (Hizni dkk, 2010 dalam Atikah & Laily, 2014).
Pendidikan gizi ibu akan meningkatkan pengetahuan gizi anak dan akan
membantu sikap anak yang dapat mempengaruhi kebiasaan anak dalam memilih makanan
dan snack yang menyehatkan. Pengaruh pendidikan gizi ibuterhadap kesehatan akan lebih
efektif jika tergetnya adalah langsung pada anak usia sekolah.

C. Pemberian Makanan Tambahan (PMT-AS)

Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah merupakan kegiatan pemberian


makanan kepada peserta didik sekolah dasar dalam bentuk kudapan yang aman dan
bergizi. Sasaran kegiatan PMT-AS yaitu siswa SD. Kegiatan PMT-AS bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan fisik sebagai upaya perbaikan gizi dan
kesehatan sehingga mendorong minat dan kemampuan belajar siswa (Dinkes, 2012).
Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) sejak tahun 1996/1997
yang dilaksanakan secara lintas sektoral yang terkait dalam forum koordinasi PMT-AS
dan mempunyai dasar hukum INPRES NO.1 tahun 1997 tentang Program Makanan
Tambahan Anak Sekolah. Tujuan program ini meningkatkan ketahanan fisik siswa

9
Sekolah Dasar selama kegiatan belajar, mendidik siswa untuk menyukai jajanan makanan
lokal yang aman dan sehat. Tujuan jangka panjang dari program ini adalah upaya
peningkatan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produksi perikanan setempat.
Saat ini salah satu produk yang digemari masyarakat untuk dikonsumsi yaitu hasil
olahan dari daging, misalnya dalam bentuk nugget dan sosis. Dari hasil survei independen
2010 yang dilakukan oleh perusahaan swasta di Indonesia, diperoleh tingkat konsumsi
daging olahan seperti nugget dan sosis dikalangan masyarakat terus tumbuh dengan baik.
Konsumsi sosis oleh masyrakat Indonesia tumbuh rata-rata 4,46% per tahun (Anggraeni,
et al., 2014).
Ikan tamban ialah ikan lemuru (Sardinella longiceps) seperti jenis ikan kecil
lainnya yang mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (17,8-20%). Harga ikan
lemuru yang murah dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi,
terutama dalam mengatasi masalah gizi ganda (Burhanuddin dalam Arifan, 2011).
Menurut Tabel komposisi Pangan Indonesia, komposisi zat gizi ikan tamban
selengkapnya seperti tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Zat Gizi Ikan Tamban Per 100 Gram BDD

Nama Bahan Energi Protein Kalsium Fosfor Zn Fe

Ikan Tamban 112 20 20 100 - 1

(Lemuru)

( Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI, 2009)

D. Asupan Protein

Asupan makanan yang tidak seimbang, berkaitan degan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air merupakan salah satu
faktor yang dikaitkan dengan terjadi stunting (UNICEF, 2007). Tingginya angka kejadian
stunting dan rendahnya konsumsi protein seperti yang telah dipaparkan sebelumnya

10
merupakan fenomena yang akan diteliti dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan mengingat
protein adalah zat gizi yang erat hubungannya dengan proses pertumbuhan seseorang dan
diduga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami stunting.
Protein mempunyai banyak fungsi, diantaranya membentuk jaringan tubuh yang
baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memperbaiki serta mengganti
jaringan rusak atau mati, menyediakan asam amino yang diperlukan oleh tubuh untuk
membentuk enzim pencernaan, metabolism dll (Anindita, 2012). Bahan makanan hewani
merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu seperti : telur, susu,
daging ungags, ikan, dan kerang selai itu juga sumber protein berasal dari nabati seperti :
kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tempe, tahu serta kacang-kacangan (Almatsier
S, 2009).
Hasil penelitian Hidayati dkk (2010) menunjukkan bahwa anak dengan asupan
protein yang kurang mempunyai resiko 3,46 kali lebih besar akan menjadi stunting
dibandingkan dengan anak yang asupan proteinnya cukup.

Tabel 3. Daftar Kecukupan Gizi Protein Menurut Golongan Umur

Umur Kebutuhan Protein

(tahun) (gr)

1-2 26

4-6 35

7-9 49

(Sumber: Angka Kecukupan Gizi 2013)

E. Asupan Fe

11
Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat didalam tubuh
manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai
beberapa fungsi esensial didala tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru
kejaringan tubuh, alat angkut elektron didalam sel dan bagian terpadu dari berbagai reaksi
enzim didalam jaringan tubuh (Almatsier S, 2003).
Kekurangan zat besi dapat ditemukan di Negara maju maupun Negara
berkembang terutama menyerang golongan yang rentan seperti anak-anak. Keadaan ini
disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan besi pada masa pertumbuhan, berkurangnya
cadangan besi dan akibat makanan yang diasup anak tidak cukup mengandung besi 12
(Narendra MB dkk, 2002).
Asupan besi yang kurang pada masa anak menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan sehingga jika berlangsung dalam waktu lama dapat menyebabkan stunting.
Makanan sumber besi (fe) yang baik diantaranya daging ayam, ikan telur, sereaia tumbuk,
sayuran hijau, kacang-kacangan, dan beberapa jenis buah. Makanan yang berasaldari
hewani mempunyai kualitas besi yang lebih baik dibandingkan nabati. (Almatsier, 2009).
Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 2012 menetapkan angka kecukupan besi
untuk anak Indonesia sebagai berkut :

Tabel 4. Angka Kecukupan Gizi Besi Di Indonesia

Golongan Umur Angka Kecukupan Gizi/AKG (mg)

0-6 bulan 0,25

7-11 bulan 10

1-3 tahun 7

4-6 tahun 8

7-9 tahun 10

(Sumber: Angka Kecukupan Gizi 201

12
F. Kerangka Teori

STUNTING

Asupan Zat Gizi Infeksi Penyakit Penyebab


langsung

Ketersediaan
Pelayanan
Pangan ditingkat Pola Asuh Ibu Penyebab
Kesehatan
Rumah tangga tidak
langsung

Penyebab
Kemiskinan Pendidikan
utama

Akar

Krisis Ekonomi Dan Politik masalah

Gambar 1. Dimodifikasi dari Kerangka Teori Unicef (1998) disesuaikan faktor-faktor


yang mempengaruhi stunting

13
G. Kerangka Konsep

PENDIDIKAN GIZI

Asupan

Protein d an Fe

PMT – AS

Berbahan Ikan

Gambar 2. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep diatas dilihat bahwa tingkat asupan protein dan fe
mempengaruhi pertumbuhan pada anak SD yang mengalami stunting. Untuk
menanggulangi masalah tersebut maka diberikan pendidikan gizi ibu dan PMT AS
berbahan ikan yang memanfaatkan pangan lokal pada anak.

14
H. Defenisi Operasional
Skala

No Variabel Defenisi Pengukuran

1 Pendidikan Gizi Pendidikan Gizi Ibu meliputi tentang pola Ordinal


makan dan asupan zat gizi bagi anak
sekolah usia 7-8 tahun. pendidikan gizi
ibudilakukan kepada ibu yang memiliki
anak SD kelas 1 dengan status stunting.
Pendidikan gizi ibu dilakukan di SD 104258
Pematang Biara dan SD 105336 Rantau
Panjang Kecamatan Pantai Labu, dilakukan
1 x seminggu selama 1 bulan dengan waktu
20-30 menit setiap kali kegiatan.

2 Pemberian Pemberian makanan tambahan berbentuk Ordinal

PMT-AS makanan selingan dengan bahan ikan


tamban. Jumlah kandungan daging ikan
dalam satu kali pemberian sebesar 60 gr
(disesuaikan hasil food recall yang
dibandingkan dengan AKG). Ikan diolah
menjadi bentuk snack yang diolah
dilaboratorium ITP Jurusan Gizi. Diberikan
satu kali sehari setiap jam
10.00 WIB (kecuali hari minggu) selama 30
hari.
3 Asupan Protein Jumlah asupan protein pada anak SD Ordinal
sebelum dan sesudah kegiatan pendidikan
gizi ibu dan pemberian makanan tambahan
berbahan ikan. Data dikumpulkan dengan
metode food

15
recall 24 jam, dengan frekuensi 2 x 24 jam
dan tidak secara berurutan.
4 Asupan Fe Jumlah asupan fe pada anak SD sebelum Ordinal
dan sesudah kegiatan pendidikan gizi ibu
dan pemberian makanan tambahan berbahan
ikan. Data dikumpulkan dengan metode
food recall 24 jam, dengan frekuensi 2 x 24
jam dan tidak seara berurutan.

5 Stunting Keadaan tinggi badan siswa yang tidak Rasio


sesuai dengan umur dengan indicator TB/U
dengan mengacu standart WHO 2007.
Tinggi badan siswa diukur dengan
menggunakan microtoise ketelitian 0,1 cm
dan umur siswa diperoleh dari data Identitas
sampel. Setelah TB dan umur siswa
diketahui kemudian diolah menggunakan
program WHO Antroplus dan di kategorikan
berdasarkan standart WHO 2007:
a) Sangat pendek (Serve Stunting) dengan
Z-score <-3 SD
b) Pendek (Stunting) dengan Z-score

-3 SD s/d <-2 SD

c) Normal dengan Z-score -2 SD s/d

+2 SD

16
I. Hipotesis

Ha1 : Ada pengaruh pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan
ikan terhadap asupan protein pada siswa kelas 1 sekolah dasar yang mengalami
stunting di Kecamatan Pantai Labu.
Ha2 : Ada pengaruh pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan
ikan terhadap asupan Fe pada siswa kelas 1 sekolah dasar yang mengalami
stunting di Kecamatan Pantai Labu.

17
BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada anak SD kelas I yang mengalami stunting di SD


Negeri 105336 Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu. Survei pendahuluan telah
dilakukan pada bulan oktober 2017, sedangkan pengumpulan data penelitian akan
dilakukan pada bulan NovemberDesember 2017.

B. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimen dengan rancangan pre and post
design.

O1 X O2

Keterangan :

O1 : Asupan Protein dan Fe sebelum intervensi

O2 : Asupan Protein dan Fe sesudah intervensi

Xa : Dengan Intervensi Pendidikan Gizi Ibu dan Pemberian Makanan Tambahan


Berbahan Ikan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini yaitu anak sekolah dasar kelas 1 SD sebanyak 112
orang siswa-siswi di SD Negeri 104258 Pematang Biara dan SD 105356 Rantau
Panjang Kecamatan Pantai Labu.
2. Sampel

18
Pada screening awal yang dilakukan pada bulan november 2017 didapat sampel
sebanyak 32 siswa. Tetapi pada bulan April 2018 dilakukan screening ulang ada
satu siswa yang z-score TB/U sudah menjadi -1,76, sehingga siswa tersebut
dikeluarkan dari sampel. Maka total sampel pada penelitian ini adalah 31 siswa.
Hasil screening dilakukan di SD Rantau Panjang sebanyak 13 orang dan SD
Pematang Biara sebanyak 18 orang.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Pada penelitian ini jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer

1) Data Identitas sampel (Identitas sampel meliputi nama, umur, jenis kelamin
dan alamat diperoleh melalui wawancara dengan mengisi kuesioner)
2) Data asupan Protein, Fe sebelum dan sesudah pemberian intervensi dengan
menggunakan metode food recall.
b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini mencakup gambaran sekolah dasar dan
jumlah siswa-siswi dan alamat yang diperoleh dari sekolah.

2. Cara Pengumpulan Data

a. Pra penelitian

1) Mencari jurnal yang berkaitan dengan masalah yang hendak diteliti.

2) Mencari lokasi dengan populasi anak stunting didaerah Kecamatan

Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

3) Melakukan tinjauan pendahuluan dengan melihat lokasi penelitian.

19
4) Melakukan pertemuan untuk meminta izin kepada kepala sekolah SD
Negeri 104258 Pematang Biara dan SD Negeri 105336 Rantau Panjang
Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
5) Penentuan sampel dengan melakukan screening untuk menyesuaikan
dengan kriteria inklusi yang ditetapkan.
6) Penjelasan melakukan pendidikan gizi ibu1 x seminggu sebelum
pemberian makanan tambahan berbahan ikan tamban, dengan menjelaskan
kepada responden pengolahan ikan untuk disukai anak.
7) Melakukan recall 2x24 jam sebelum pemberian makanan tambahan
berbahan ikan tamban.
b. Penelitian

1) Pemberian Pendidikan Gizi

Pemberian pendidikan gizi ibu dilakukan di SD Negeri 104258


Pematang Biara dan SD Negeri 105336 Rantau Panjang dengan
mengundang orang tua siswa-siswi untuk datang kesekolah. Dalam
kegiatan ini diberikan himbauan untuk membuka wawasan, serta
memberikan informasi baru tentang pentingnya menjaga asupan gizi pada
anak melalui perilaku pemberian makanan yang sehat dan bergizi.
Pendidikan gizi ibu dilakukan sebanyak 1 x seminggu dengan
menggunakan metode penyuluhan, diskusi tentang pembuatan PMT
berbahan ikan.
2) Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Ikan

Pengolahan makanan tambahan berbahan ikan dimulai setelah


peneliti selesai mengikuti ujian seminar proposal, kemudian telah diurus
surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh jurusan.
Pengolahannya dilakukan pada sore hari di Laboratorium Pangan.

Pemberian makanan tambahan pada anak SD yang stunting


dilakukan selama 30 hari. Pembagian ikan dilakukan oleh mahasiswa D-
IV semester VII sebanyak 4 orang. Setiap hari peneliti atau enumerator
mengontrol sampel untuk menghabiskan makanan tambahan berbahan

20
ikan tamban tersebut dengan mencatat habis tidaknya olahan makanan
tambahan berbahan ikan tamban yang diberikan.

3) Data Asupan Protein dan Fe

Data ini diperoleh dengan cara melakukan recall 2x24 jam


terhadap sampel dan responden (ibu dari sampel) sebelum dan sesudah
dilaksanakan pemberian makanan tambahan berbahan ikan tamban. Data
recall sebelum pemberian makanan tambahan dilakukan seminggu
sebelum pelaksanaan intervensi.

E. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

a. Pengolahan data secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan tahapan-


tahapan proses yang dimulai secara Editing, Coding, Data Entri, Cleaning
Data, Tabulasi Data. Kemudian dianalisis dengan alat bantu komputer untuk
data asupan protein dan fe.
b. Hasil dari food recall diperiksa kelengkapan datanya, lalu dikonversi kedalam
bahan makanan mentah, kemudian dengan alat bantu nutri survey digunakan
untuk mengetahui asupan protein dan fe.
2. Analisa Data

Data yang sudah diolah menggunakan alat bantu komputer kemudian dianalisis
berdasarkan variabel :
a. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel (protein
dan fe) disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis berdasarkan
presentase.
b. Analisis bivariate dilakukan untuk melihat perbedaan asupan, pendidikan gizi
ibu dan pemberian makanan tambahan berbahan ikan. Perbedaan asupan

21
(protein dan fe) pada pemberian dianalisa menggunakan uji beda dengan
mengambil kesimpulan jika p < 0,05 maka H a diterima artinya ada pengaruh
pendidikan gizi ibu dan Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Ikan
terhadap Asupan Protein, dan Fe pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar yang
Mengalami Stunting di Kecamatan Pantai Labu.

22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum

a. SD N 104258 Pematang Biara.

SD N 104258 Pematang Biara terletak di Jalan besar Pematang Biara Kecamatan


Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dengan Nomor Statistik
Sekolah 100070116049 yang memiliki luas tanah 2.230 M 2. Data ruang kelas SD N
104258 Pematang Biara berjumlah 6 ruang kelas dengan jumlah siswa 438 orang dan
rombongan belajar sebanyal 12 rombongan belajar. SD N 104258 Pematang Biara
memiliki tenaga pendidik sebanyak 20 orang.

b. SD N 105336 Rantau Panjang.

SD N 105336 Rantau Panjang terletak di Janlan Rantau Panjang Desa Kelambir


Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara yang memiliki
luas tanah 2,973 M2. Data ruang kelas SD N 105336 Rantau Panjang berjumlah 6 ruang
kelas dengan jumlah siswa sebanyak 219 otang dan rombongan belajar sebanyak 9
rombongan belajar. SD N 105336 Rantau Panjang memiliki tenaga pendidik sebanyak 17
orang.

2. Gambaran Pelaksanaan Intervensi

1) Pada tanggal 15 April dan 17 April dilakukan recall ulang di SD Pematang Biara dan
SD Rantau Panjang .
2) Penyuluhan pertama dilakukan pada tanggal 18 April 2018 , bertempat di Balai
Pertemuan Pematang Biara yang di laksanakan pada pukul 10.00 WIB. Materi yang
disampaikan tentang perngertian dan sampak stunting, alat bantu yang digunakan
adalah leaflet dan LCD. Pada tanggal 18 April 2018 juga pertama dilakukan
intervensi pemberian nugget ikan tamban. Pemberian dilakukan pukul 08.00 WIB
dimasing-masing sekolah.

23
3) Penyuluhan kedua dilaksanakan pada tanggal 3 Mei 2018. pukul 10.00 WIB,
dilakukan kembali di Balai Pertemuan Pematang Biara. Materi yang disampaikan
tentang pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS), alat bantu yang
digunakan berupa leaflet dan LCD.
4) Penyuluhan ketiga dilaksanakan pada tanggal 9 mei 2018, pada pukul 10.30 WIB,
dilakukan di Balai Pertemuan Pematang Biara. Materi yang disampaikan tentang gizi
seimbang, alat bantu yang digunakan berupa proyektor laptop dan leaflet.
5) Penyuluhan keempat dilaksanakan pada tanggal 17 mei 2018, pada pukul 10.00 WIB.
Penyuluhan dillaksanakan di Balai Pertemuan Pematang Biara, alat bantu yang
digunakan berupa leaflet dan proyektor laptop.
6) Pemberian nugget ika tamban pertama kali dilakukan pada tanggal 18 April 2018,
diberikan setiap hari pada pukul 08.00 WIB di masing-masing sekolah yakni SD
Pematang Biara dan SD Rantau Panjang dan pemberian PMT nugget ikan tamban
terakhir dilakukan pada tanggal 4 juni 2018
7) Recall kembali setelah intervensi dilakukan pada tanggal 5 juni dan 7 juni 2018.

3. Gambaran Karakteristik Sampel

a. Umur

Umur adalah jumlah tahun yang telah dilewati seseorang sejak dilahirkan, umur
diukur dari tanggal kelahiran hingga tanggal kini sebagai identifikasi level sosial atas
(Santika, 2015). Distribusi sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar 3.

Umur
6,5%
(2 Org)
38,7%
(12 Org) 7 tahun
54,5%
(17 Org) 8 tahun
> 8 tahun

24
Gambar 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Gambar 3 menjelaskan bahwa kategori umur pada sampel yang diteliti lebih
banyak yang berusia 7 tahun yaitu sebanyak 17 orang (54,8%), 8 tahun sebanyak 12
orang (38,7%) dan >8 tahun sebanyak 2 orang (6,5%).

b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah atribut-atribut fisiologis dan anatomis yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan. Distribusi sampel menurut jenis kelamin dapat
disajikan pada gambar 4.

Jenis Kelamin

38,7%
(12 Org) 61,3%
(19 Org)
Laki-laki
Perempuan

Gambar 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 4 menjelaskan bahwa kategori jenis kelamin pada sampel yang diteliti
lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (61,3%) dan
berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (38,7%).

25
c. Status Stunting (Z Score TB/U)

Status gizi menurut tinggi badan diukur dengan cara menggunakan microtoise yang
ditempel didinding. Distribusi sampel menurut tinggi badan disajikan pada
gambar 5.

Status Stunting (Z Score T B/U)

83,9%
(26 Org)
16,1%
(5 Org)

Pendek Sangat Pendek

Gambar 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi Tinggi Badan (TB/U)

Gambar 5 menjelaskan bahwa tinggi badan sebelum intervensi pada sampel


yang diteliti lebih banyak yang pendek yaitu 26 orang (83,9%) dan sangat
pendek 5 orang (16,1 %).

4. Gambaran Karakteristik Responden

a. Umur

Waktu hidup individu mulai saat berulang tahun (dimulai sejak lahir)
hingga sekarang yang diukur dengan patokan skala disebut umur.
Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar 6.

26
Umur
4,1%
18,4% (1 Org) 30,6%
(7 Org) (9 Org)
20-29 tahun
30-39 taun
40-49 tahun
>49 tahun

46,9%
(14 Org)

Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Gambar 6 menjelaskan bahwa kategori umur pada responden yang paling


banyak adalah umur 30-39 tahun sebanyak 14 orang (46,9%), umur 20-29 tahun
sebanyak 9 orang (30,6%), umur 40-49 tahun sebanyak 7 orang (18,4%) dan umur
>49 tahun sebanyak 1 orang (4,1%).

b. Pendidikan

Proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses
perluasan, dan cara mendidik. Distribusi responden berdasarkan pendidikan dapat
dilihat pada gambar 7.

Pendidikan
32,3% 35,5%
(10 Org) (11 Org)
SD
SMP
SMA

32,3%
(10 Org)

27
Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Gambar 7 menjelaskan bahwa kategori pendidikan pada responden yang


banyak adalah pendidikan SD yaitu sebanyak 11 orang (35,5%). pendidikan SMP
sebanyak 10 orang (32,3%) dan pendidikan SMA sebanyak 10 orang (32,3%).

c. Pekerjaan

Aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia digunakan untuk suatu tugas
atau kerja untuk menghasilkan uang. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan
dapat dilihat pada gambar 8.

Pekerjaan
3,2% 3,2%
3,2% (1 Org) (1 Org)
(1 Org)
IRT
Wiraswasta
Pedagang
Guru

90,3%
(28 Org)

Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Gambar 8 menjelaskan bahwa kategori pekerjaan pada responden yang


paling banyak adalah ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 28 orang (90,3%),
wiraswasta sebanyak 1 orang (3,2%), pedagang sebanyak 1 orang (3,2%) dan
guru sebanyak 1 orang (3,2%).

5. Rata-rata Pengaruh Intervensi terhadap Asupan Protein pada

Sampel

28
Protein merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan,
membangun struktur tubuh (otot, kulit dan tulang) serta sebagai pengganti
jaringan yang sudah usang. Pada keadaan yang lebih buruk kekurangan protein
dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan berhentinya proses
pertumbuhan (Andarini,
Ventiyaningsih, &Samosir, 2013)

Gambaran asupan protein pada sampel sebelum dan sesudah dilakukan


intervensi pendidikan gizi ibu dan dan pemberian PMT-AS berbahan ikan tamban
dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :

Tabel 6. Distribusi Asupan Protein Sebelum dan Sesudah Intervensi


n Minimum Maximum Mean SD P value

Sebelum 31 27,00 50,80 36,62 5,97


Sesudah 31 37,15 64,35 51,16 5,62 0,0001
Selisih 10,15 13,55 14,54

Pada tabel 6 menunjukkan rata-rata asupan protein sebelum dilakukan


intervensi 36,62 mg dan sesudah dilakukan intervensi 51,16 mg sehingga tampak
perbedaan mempunyai selisih rata-rata sebesar 14,52. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian intervensi dapat meningkatkan asupan protein pada pada sampel.

6. Rata-rata Pengaruh Intervensi terhadap Asupan Fe pada Sampel

Menurut (Badriah, 2011) zat Besi (Fe) merupakan bagian dari mikronutrien
yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, dengan
menghambat pertumbuhan linier.
Gambaran asupan Fe pada sampel sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
pendidikan gizi ibu dan dan pemberian PMT-AS berbahan ikan tamban dapat
dilihat pada tabel 7 dibawah ini :

29
Tabel 7. Distribusi Asupan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi
n Minimum Maximum Mean SD P value

Sebelum 31 2,10 10,50 4,21 1,65


Sesudah 31 4,05 9,00 6,30 1,29 0,0001
Selisih 1,95 1,5 2,09

Pada tabel 7 menunjukkan rata-rata asupan Fe sebelum dilakukan intervensi


4,21 mg dan sesudah dilakukan intervensi 6,30 mg sehingga tampak perbedaan
mempunyai selisih rata-rata sebesar 2,09.

7. Pengaruh Pemberian PMT-AS Berbahan Ikan Tamban Terhadap Asupan


Protein
Tabel 8. Analisis Pengaruh Analisis Pengaruh Pemberian Nugget

Ikan Tamban Terhadap Peningkatan Protein Sebelum dan Sesudah


Asupan Protein N P Value

Sebelum 31 0,0001
Sesudah

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa hasil uji statistik

menggunakan uji Paired T Test diperoleh nilai p=0,0001 < 0,05 terlihat adanya
perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya
pengaruh PMT-AS berbahan ikan tamban terhadap asupan protein. Maka dengan
pemberian intervensi dapat meningkatkan asupan protein, selama 30 hari dapat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan asupan protein siswa stunting.

8. Pengaruh Pemberian PMT-AS Berbahan Ikan Tamban Terhadap

Asupan Fe

30
Tabel 9. Analisis Pengaruh Pemberian Nugget Ikan Tamban

Terhadap Peningkatan Asupan Fe Sebelum dan Sesudah


Asupan Fe N P value

Sebelum 31 0,0001
Sesudah

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa hasil uji statistik menggunakan uji


Paired T Test diperoleh nilai p=0,0001 < 0,05 terlihat adanya perbedaan yang
signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya pengaruh PMT-AS
berbahan ikan tamban terhadap asupan Fe. Maka dengan pemberian intervensi dapat
meningkatkan asupan Fe selama 30 hari tidak dapat memberikan kontribusi
terhadap peningkatan asupan Fe siswa stunting.

B. Pembahasan

1. Karakterisitik Sampel

Stunting atau pendek merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai
dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari – 2 Standart
Deviasi (SD) berdasarkan World Health Organization (WHO, 2010). Stunting pada
anak sekolah merupakan manifestasi dari stunting pada masa balita yang mengalami
kegagalan dalam tumbuh kejar (catch up growth), defisiensi zat gizi dalam jangka
waktu yang lama, serta adanya penyakit infeksi (Saniarto, 2014). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penderita stunting adalah laki-laki (61,3%) hal
ini perkuat oleh penelitian Nadiyah, dkk tahun 2014 .
Penelitian ini juga mendapatkan rentang umur tersebar diusia 7-12 tahun,
dimana hal ini juga didapatkan pada penelitian Dhias Fajar tahun 2012 di daerah
Kabupaten Demak yang menyatakan bahwa anak-anak stunting (mengalami
gangguan pertumbuhan dan keseimbangan perkembangan) yang menjadi sampelnya
didapatkan dari Sekolah Dasar yang berumur 7-12 tahun.

31
2. Karakteristik Responden

Pendidikan yang dimiliki ibu anak stunting yang memiliki kategori cukup
banyak yaitu SMA yang diharapkan mampu menangani masalah stunting lebih baik
setelah menerima pendidikan gizi, menurut Yudesti (2012) dan Ernawati (2006).
Semakin tinggi tingkat pendidikan formal orang tua maka semakin tinggi
kemampuan mereka untuk menyerap informasi dengan wawasan yang lebih luas.
Ibu merupakan orang yang paling berperan dalam tumbuh kembang seorang
anak, dengan banyaknya ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga.
Diharapkan lebih untuk memperhatikan dan mengasuh anak secara maksimal
sehingga anak selalu berada di bawah pengawasan ibu sehingga diharapkan kualitas
pengasuhan yang baik, dapat mempercepat perkembangan anak ke arah yang lebih
baik.

3. Asupan Protein

Protein merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan,


membangun struktur tubuh (otot, kulit dan tulang) serta sebagai pengganti jaringan
yang sudah usang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein sebelum
diberikan intervensi dan sesudah diberikan intervensi memiliki selisih rata-rata
14,54 . Bila dilihat dari rata-rata maka terjadi peningkatan asupan protein yang
dimiliki oleh siswa stunting yang diketahui dari hasil food recall 2 x 24 jam dengan
melakukan wawancara terhadap responden yang merupakan ibu dari sampel secara
langsung. Berdasarkan hasil data food recall 2 x 24 jam yang diperoleh dari
responden diketahui terjadi peningkatan asupan protein pada sampel.
Pada keadaan yang lebih buruk kekurangan protein dalam jangka waktu yang
lama dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan (Andarini,
Ventiyaningsih, &Samosir, 2013). Mengkonsumsi protein yang cukup membuat
pertumbuhan dan perbaikan sel-sel untuk melaksanakan fungsinya dalam proses
pertumbuhan (Almatsier, 2010)

32
4. Asupan Fe

Menurut (Badriah, 2011) zat Besi (Fe) merupakan bagian dari mikronutrien
yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, dengan
menghambat pertumbuhan linier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan Fe sebelum diberikan
intervensi dan sesudah diberikan intervensi memiliki selisih ratarata 2,09. Bila
dilihat dari rata-rata terjadi peningkatan asupan Fe yang dimiliki oleh siswa stunting
yang diketahui dari hasil food recall 2 x 24 jam dengan melakukan wawancara
terhadap responden yang merupakan ibu dari sampel secara langsung.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan defisiensi tingkat kecukupan zat besi
dalam tubuh yang dapat menyebabkan stunting. Hal ini diperkuat oleh penelitian
Damayanti, dkk tahun 2016 yang menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat kecukupan zat besi dengan stunting.

5. Pengaruh Pemberian PMT-AS Berbahan Ikan Tamban Terhadap Asupan

Protein

Pemberian makanan tambahan nugget ikan tamban merupakan makanan selingan


atau kudapan yang terbuat dari beberapa bahan tertentu, ikan tamban digunakan
sebagai bahan utama. Berdasarkan hasil analisis pengaruh pendidikan gizi dan
pemberian makanan tambahan berbahan ikan tamban di SD Pematang Biara dan SD
Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu didapat nilai p=0,0001 (p<0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa Ha, diterima yang artinya ada pengaruh pendidikan gizi ibu dan
pemberian makanan tambahan berbahan ikan tamban terhadap peningkatan asupan
protein pada siswa yang mengalami stunting di SD Pematang Biara dan SD Rantau
Panjang.
Hasil uji proximat dalam 100 gram nugget ikan tamban menyumbangkan E= 115
kkal, P= 9,33 gr, dan L= 3,88 gr. Pada pemberian makanan tambahan berbahan ikan
tamban sebesar 60 g memberikan sumbangan E= 69,024 kkal, L=2,33 gr, P= 5,60 g,
KH= 6,42 gr. Sehingga makanan yang diberikan dalam bentuk nugget (snack)
selama 30 hari dapat mreningkatkan asupan protein.

33
Hal ini diperkuat dengan penelitian Susilowati (2012) yang menyatakan bahwa ada
perbedaan terhadap asupan dan status gizi sebelum dan sesudah mendapatkan
makanan tambahan.

6. Pengaruh Pemberian PMT-AS Berbahan Ikan Tamban Terhadap Asupan

Fe

Asupan makanan yang tidak seimbang berkaitan dengan kandungan zat gizi
dlam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air
merupakan salah satu faktor yang dikaitkan dengan terjadinya stunting (UNICEF,
2007). Asupan makanan yang perlu diperhatikan pada kejadian stunting ini adalah
salah satunya zat Fe.
Hasil uji statistik menggunakan uji Paired T Test diperoleh nilai p=0,0001 < 0,05
yang menunjukkan adanya pengaruh pendidikan gizi ibu dan pemberian makanan
tambahan berbahan ikan tamban terhadap peningkatan asupan protein pada siswa
yang mengalami stunting di SD Pematang Biara dan SD Rantau Panjang. Pada
pemberian makanan tambahan berbahan ikan tamban sebesar 60 g memberikan
sumbangan E= 69,024 kkal, L=2,33 gr, P= 5,60 g, KH= 6,42 gr, Fe= 1,31 mg.
Sehingga makanan yang diberikan dalam bentuk nugget (snack) selama 30 hari
dapat meningkatkan asupan protein. Hal ini sesuai dengan penarikan kesimpulan uji
statistik dengan syarat p<0,05 maka Ha diterima. Sehingga makanan yang diberikan
dalam bentuk nugget (snack) selama 30 hari dapat meningkatkan asupan Fe.
Hal ini diperkuat oleh Syarifah 2010 yang mengatakan penanganan yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki asupan dan status gizi yaitu dengan pemberian
makanan tambahan.

34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Nilai rata-rata asupan protein anak SD kelas I yang mengalami stunting sebelum
pemberian PMT-AS berbahan ikan tamban sebesar 36,62 meningkat sebesar 51,16
setelah pemberian PMT-AS berbahan ikan tamban.
2. Nilai rata-rata asupan Fe anak SD kelas I yang mengalami stunting sebelum pemberian
PMT-AS berbahan ikan tamban sebesar 4,21 meningkat sebesar 6,30 setelah pemberian
PMT-AS berbahan ikan tamban.
3. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh pendidikan gizi ibu dan pemberian
PMT-AS berbahan ikan tamban dengan nilai (p= 0,0001 < 0,05) terhadap asupan
protein.
4. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh pendidikan gizi ibu dan pemberian
PMT-AS berbahan ikan tamban dengan nilai (p= 0,0001 < 0,05) terhadap asupan Fe.

B. SARAN

1. Perlu adanya sosialisasi lebih lanjut mengenai manfaat pemberian PMT-AS berbahan
ikan tamban sebagai upaya dalam meningkatkan asupan protein dan Fe terhadap anak
sekolah dasar yang mengalami stunting.
2. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi terutama kepada keluarga yang
memiliki anak stunting dan masyarakat tentang pentingnya pemberian PMT-AS
berbahan ikan tamban terhadap anak stunting
3. Peran orang tua yang memiliki anak stunting hendaknya lebih terbuka dan menerima
wawasan tentang pentingnya pendidikan gizi ibu dan pemberian PMT-AS berbahan ikan
tamban terhadap asupan protein dan fe.

35
DAFTAR PUSTAKA

AKG. 2013. Angka Kecukupan Gizi 2013. Jakarta

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anindita, Puteri. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,


Kecukupan Protein, Dan Zinc Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 6-
35 Bulan Di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman
617-626. Semarang

Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemerintah Desa. 2012. Petunjuk

Pelaksanaan Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (Pmt-

As). Pacitan

Dinkes. 2012. Petunjuk Teknis Dan Prosedur Tetap Kegiatan Pemberian Makanan
Tambahan Untuk Anak Sekolah (Pmt-As). Surakarta

Hidayati, Lystiani, Dkk. 2010. Kekurangan Energi Dan Zat Gizi Merupakan Faktor

Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1-3 Tahun Yang Tinggal Di

Wilayah Kumuh Perkotaan Surakarta. Jurnal Kesehatan, Issn : 1979-

7621, Vol. 3, Juni 2010: 89-104. Yogyakarta

Lawless, S.W., Latham, M.C., Stephen, L.S., Kinoti, S.N. and Pertet, M.A. 1994. Iron
Suplementation Improves Appetite and Growth in Anemic, Kenyan Primary
School Children. J.of.Nutr. 124:645-654.

Lind T, Lonnerdal B, Stenlund H, Gamayanti IL, Ismail D, Seswandhana R, Persson LA.


2004. A community-based randomized controlled trial of iron and zinc
supplementation in Indonesia infants: effects on growth and development. Am
J Clin Nutr. 80: 729-36. Truswell S. 2004. ABC of Nutrition Fourth

36
Mikhail et al. 2013. Effect of Nutritional Status On Growth Patern Of Stunded Preschool
Children In Egyp. Academic Journal Of Nutrition 2 (1):01-09

Naredra MB dkk, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Buku Ajar I. Jakarta CV
Sagung Seto

Picauly I, Magdalena S, 2013. Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap


prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal Gizi
dan Pangan, 8 (1): 55-62

Prendergast AJ, Humphrey JH, 2014. The Stunting Syndrom in Developing Countries.
Pediatrics and International Child Health 2014 Vol. 000 No. 000:1-16.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2010. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI

Riskesdas. (2013). Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Dasar RI.
http://www.litbangkes.depkes.go.id diakses pada 28 Oktober 2017.

Saniarto, Febrian, dan Binar Panunggal. 2014. Pola Makan dan Status Sosial

Ekonomi Keluarga dan Prestasi Belajar Pada Anak Stunting Usia 9-12

Tahun di Kemijen Semarang Timur. Journal Of Nutrition College, Volume 3,


Nomor 1, Tahun 2014, Hal 163-171. Semarang

Shweta, 2011. Media Accesbility, Utilization and Preference for Nutritional By

Rular Woman of India. J Communication, 2 (1): 33-34

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta

Unicef. 2007. Progres for Children : A World Fit For Children, New York: UNICEF

WHO, 2010. Nutrition Landscape Information System (NLIS) country profile indicators :
interpretation guide. Geneva : WHO Press Division Of
Comunication
37
Widajanti L, Suryawati C, Sugihanto A 2009 Pengaruh Komik Makanan Jajanan Sehat
dan Bergizi Untuk Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Anak Sekolah
Dasar. Air Langga University Press. The Indonesian Journal of Publich
Health, UNAIR, Surabaya. Page 19-23

38
Lampiran 1

Distribusi Frekuensi

1. Frekuensi Umur Sampel Umur

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid 7 tahun 17 54.8 54.8 54.8

8 tahun 12 38.7 38.7 93.5

>8 tahun 2 6.5 6.5 100.0

Total 31 100.0 100.0

2. Frekuensi Jenis Kelamin Jenis Kelamin

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Laki-Laki 19 61.3 61.3 61.3

Perempua
12 38.7 38.7 100.0
n

Total 31 100.0 100.0

39
3. Frekuensi Pendidikan Responden
Pendidikan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid SD 11 35.5 35.5 35.5

SMP 10 32.3 32.3 67.7

SMA 10 32.3 32.3 100.0

Total 31 100.0 100.0

4. Frekuensi Pekerjaan Responden Pekerjaan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid IRT 28 90.3 90.3 90.3

WIRASWASTA 1 3.2 3.2 93.5

PEDAGANG 1 3.2 3.2 96.8

GURU 1 3.2 3.2 100.0

Total 31 100.0 100.0

40
Lampiran 3

Hasil Uji Statistik

1. Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

prot_sebelum fe_sebelum prot_sesudah fe_sesudah

N 31 31 31 31

Normal Parametersa Mean 36.6216 4.2110 51.1677 6.3019

Std. Deviation 5.97415 1.65777 5.62985 1.29595

Most Extreme Absolute .104 .155 .085 .144

Differences Positive .104 .155 .085 .144

Negative -.061 -.101 -.073 -.069

Kolmogorov-Smirnov Z .581 .863 .471 .803

Asymp. Sig. (2-tailed) .889 .445 .980 .540

a. Test distribution is Normal.

2. Analisis Pengaruh Intervensi terhadap Asupan Protein

41
Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Std.
Interval of the Difference
Deviatio Std. Error Sig.
Mean n Mean Lower Upper t df (2tailed)

Pair 1 prot_sebelum -
1.45461 4.79351 .86094 -16.30440 -12.78785 -16.896 30 .000
prot_sesudah E1

4. Analisis Pengaruh Intervensi Terhadap Asupan Fe

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the Sig.
Difference
Std. Std. Error (2tailed
Mean Deviation Mean Lower Upper t df )

Pair 1 fe_sebelum -
-2.09097 2.39608 .43035 -2.96986 -1.21208 -4.859 30 .000
fe_sesudah

42
Lampiran

43
44

Anda mungkin juga menyukai