Anda di halaman 1dari 9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kebersihan Diri

1. Pengertian kebersihan dan perawatan diri

Perawatan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan


untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis
(Susanti, 2013).
Kebersihan diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang senantiasa
harus terpenuhi. Kebutuhan manusia menurut Maslow tersusun dalam
suatu hirarki, mulai dari hirarki kebutuhan yang paling dasar hingga
kebutuhan yang paling tinggi tingkatannya. Kebersihan diri merupakan
kebutuhan yang utama dalam memelihara kesehatan seseorang.
Kebersihan diri tidak hanya dibutuhkan untuk orang yang sehat, tetapi juga
untuk orang yang sakit. Selama memberikan perawatan, perawat perlu
memiliki motivasi yang tinggi dalam melaksanakan pelayanan asuhan
keperawatan (Permatasari, 2014)
Menurut (Ekawati, 2011) perawatan diri adalah salah satu kemampuan
dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahanka
kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, seseorang dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri. Perawatan diri berorientasi
pada manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan yang saling
mempengaruhi.

2. Jenis-jenis kebersihan dan perawatan diri

a. Kebersihan diri (Personal hygiene)


Hygiene adalah ilmu kesehatan. Personal hygiene berasal dari
bahasa Yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan
hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis (Rekawati, 2014)
Cara perawatan diri manusia, untuk memelihara kesehatan mereka
disebut hygiene perorangan. Secara umum kebersihan diri/ mandi
meliputi kemampuan membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur suhu aliran mandi dan
mendapatkan perlengkapan mandi, pengeringan tubuh serta masuk dan
pengeluaran mandi.
b. Kesehatan Gigi dan Mulut
Mulut beserta lidah dan gigi merupakan sebagian dari alat pencerna
makanan. Makanan sebelum masuk ke dalam perut, perlu dihaluskan,
maka makanan tersebut dihaluskan oleh gigi dalam rongga mulut.
Lidah berperan sebagai pencampur makanan,penempatan makanan
agar dapat dikunyah dengan baik dan berperan sebagai indera perasa
dan pengecap.
Seperti halnya dengan bagian tubuh yang lain, maka mulut dan gigi
juga perlu perawatan yang teratur dan sudah dilakukan sejak kecil.
Gosok gigi merupakan upaya atau cara yang terbaik untuk perawatan
gigi dan dilakukan paling sedikit dua kali dalam sehari yaitu pagi dan
pada waktu akan tidur. Dengan menggosok gigi yang teratur dan benar
maka plak yang ada pada gigi akan hilang. Hindari kebiasaan
menggigit benda-benda yang keras dan makan makanan yang dingin
dan terlalu panas.
c. Kesehatan Rambut dan kulit rambut
Rambut adalah bagian tubuh yang paling banyak mengandung minyak.
Karena itu kotoran, debu, asap mudah melekat dengan demikian maka
pencucian rambut adalah suatu keharusan. Pencucian rambut dengan
shampoo dipandang cukup apabila dilakukan dua kali dalam seminggu.
Rambut yang sehat yaitu tidak mudah rontok dan patah,tidak terlalu
berminyak dan terlalu kering serta tidak berketombe dan berkutu.
Tujuan bagi klien yang membutuhkan perawatan rambut dan kulit
kepala meliputi sebagai berikut:
1) Pola kebersihan diri klien normal
2) Klien akan memiliki rambut dan kulit kepala bersih yang sehat
3) Klien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri
4) Klien dapat mandiri dalam kebersihan diri sendiri
5) Klien akan berpartisipasi dalam praktik perawatan rambut.
6) Tujuan kebersihan dan keperawatan diri.
d. Kesehatan kulit
Kulit merupakan pelindung bagi tubuh dan jaringan dibawahnya.
Perlindungan kulit terhadap segala rangsangan dari luar, dan
perlindungan tubuh dari bahaya kuman penyakit. Kulit yang baik akan
dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga perlu dirawat.
Namun cara paling utama bagi kulit, yaitu pembersihan badan dengan
cara mandi. Perawatan kulit dilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari
yaitu pagi dan sore. Tentu saja dengan air yang bersih. Perawatan kulit
merupakan keharusan yang mendasar.
Kulit yang sehat yaitu kulit yang selalu bersih, halus, tidak ada bercak-
bercak merah, tidak kaku tetapi lentur (fleksibel).
e. Kesehatan Telinga
Telinga merupakan alat pendengaran, sehingga berbagai macam bunyi-
bunyi suara dapat didengar. Disamping sebagai alat pendengaran
telinga juga dapat berguna sebagai alat keseimbangan tubuh. Menjaga
kesehatan telinga dapat dilakukan dengan pembersihan yang berguna
untuk mencegah kerusakan dan infeksi telinga. Telinga yang sehat
yaitu lubang telinga selalu bersih,untuk mendengar jelas dan telinga
bagian luar selalu bersih.
f. Kesehatan Kuku
kuku adalah sebagai pelindung jari, alat kecantikan, senjata, pengais
dan pemegang.
Kuku jari tangan maupun kuku jari kaki harus selalu terjaga
kebersihannya karena kuku yang kotor dapat menjadi sarang kuman
penyakit yang selanjutnya akan ditularkan kebagian tubuh yang lain.
g. Perawatan Mata
Pembersihan mata biasanya dilakukan selama mandi dan melibatkan
pembersihan dengan washlap bersih yang dilembabkan kedalam air.

3. Memelihara kebersihan Diri Pada Lansia

Penyebab kurangnya perawatan diri pada lanjut usia adalah penurunan


daya ingat kurangnya motivasi, serta kelemahan dan ketidakmampuan
fisik. Adapun upaya yang dilakukan untuk kebersihan diri, antara lain
mengingatkan atau membantu lanjut usia untuk melakukan upaya
kebersihan diri, menganjurkan lanjut usia menggunakan sabun lunak yang
mengandung minyak atau berikan skin lotion, serta mengingatkan lanjut
usia untuk membersihkan lubang telinga, mata, dan gunting kuku (Yuli
Aspiani, 2018)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan dan perawatan diri

a. Citra tubuh
Penampilan umum klien dapat menggambarkan pentinya hygiene pada
orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang
tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat sering berubah.
Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Jika
seorang klien rapi sekali maka perawat mempertimbaagkan rincian
kerapian ketika merencanakan keperawatan dan berkonsultasi pada
klien sebelum membuat keputusan tentang bagaimana memberikan
peraatan hygienis. Karena citra tubuh klien dapat berubah akibat
pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu
usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene.
b. Praktik social.
Kelompok-kelompok social wadah seorang klien berhubungan dapat
mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak,
kanak-kanak mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka.
Kebiasaan keluarga, jumlah orang dirumah, dan ketersediaan air panas
dan atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktok yang
mempengaruhi perawatan kebersihan.
c. Status sosio-ekonomi
Sumber daya ekonomi seeorang mempengruhi jenis dan tingkat praktik
kebersihan yang digunakan. Perawat hrus menentukan apakah klien
dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant,
shampo, pasta gigi dan kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika
penggunaan produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan social
yang dipraktikkan oleh kelompok social klien.
d. Pengetahuan
Pengtahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Kendati demikian,
pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Klien juga harus termotivasi
untuk memelihara perawatan-diri. Seringkali, pembelajaran tentang
penyakit atau kondisi mendorong klien untuk meningkatkan hygiene.
Pembelajaran praktik tertentu yang diharapkan dan menguntungkan
dalam mengurangi resiko kesehatan dapat memotifasi seeorang untuk
memenuhi perawatan yang perlu.
e. kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi
perawatan hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda
mengikuti praktik keperawatan diri yang berbeda pula. Di asia
kebersihan dipandang penting bagi kesehatan. Di Negara-negara eropa,
bagaimanapun, hal ini biasa untuk mandi secara penuh hanya sekali
dalam seminggu.
f. Pilihan pribadi
Setiap klien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan
untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut . klien
memilih produk yang berbeda (mis. Sabun, shampo, deodorant, dan
pasta gigi) menurut pilihan pribadi.
g. kondisi fisik.
Orang yang sudah cukup umur (lansia) atau menderita penyakit
tertentu (mis. Kanker tahap lanjut) atau menjalani operasi sering kali
kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan hygiene
pribadi.
(Permatasari, 2014)
5. Tujuan kebersihan dan perawatan diri

a. Menghilangkan minyak yang menumpuk, keringat, sel-sel kulit yang


mati dan bakteri.
b. Menghilangkan bau badan yang berlebihan.
c. Memelihara integritas permukaan kulit.
d. Menstimulasi sirkulasi/peredaran darah.
e. Meningkatkan perasaan sembuh bagi klien.
f. Memberikan kesempatan pada perawatan untuk mengkaji kondisi kulit
klien.
g. Meningkatkan percaya diri seseorang
h. Menciptakan keindahan.
i. Meningkatkan derajat kesehatan sesorang.
(Zuhria, 2017)

B. Pemenuhan kebutuhan Eliminasi Pada Lansia

Pemenuhan kebutuhan eliminasi terkait dengan konstipasi dan inkontinensia


urine. Beberapa faktor risiko konstipasi adalah kurang gerak, kurang asupan
cairan (kurang dari 8 gelas per hari/1600 cc), serta kurang diet serat.
Adapun penatalaksanaannya antara lain dengan pemberian diet tinggi serat,
konsumsi air, modifikasi aktivitas, dan bila perlu enema. (Yuli Aspiani, 2018)
Selain konstipasi, inkontinensia urine juga merupakan masalah yang sering
dialami lansia, Inkontinensia urine adalah kondisi keluarnya urine tanpa
terkendali yang dapat didemonstrasikan secara objektif dan menimbulkan
gangguan sosial dan higiene.
Proses menua memang menyebabkan perubahan-perubahan organ tubuh,
termasuk organ berkemih yang menyebabkan lansia mudah mengalami
problem
inkontinensia urine.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain (Yuli Aspiani, 2018):
a. Melemahnya otot dasar panggul yang menyangga kandung kemih dan
pintu/ sfinkter saluran kemih oleh karena proses melahirkan yang berkali-
kali dan akibat menurunnya estrogen.
b. Timbul konstraksi-konstraksi abnormal pada kandung kemih yang
menimbulkan rangsangan untuk berkemih sebelum waktunya.
c. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan meninggalkan
residu air seni dalam kandung kemih, sehingga dengan pengisian sedikit
saja sudah merangsang berkemih.
d. Hipertrofi prostat yang dapat mengakibatkan banyaknya sisa air seni di
kandung kemih akibat pengosongan yang tidak sempurna.
Faktor-faktor pencetus inkontinensia urine adalah proses menua, infeksi
saluran kemih, obat-obatan, imobilisasi. Berdasarkan penyebabnya,
inkontinensia urine dapat dibedakan penyebab akut dan kronis.

Penyebab akut, biasanya dapat teratasi, bersifat akut, terjadi mendadak atau
sementara, seperti:
a. Dellirium
Kesadaran terganggu/menurun. Klien dengan delirium tentu tidak akan
menyadari akan rasa ingin berkemih/tidak mampu untuk ke toilet, bila
delirium teratasi maka inkontinensinya juga teratasi.
b. Restricted Mobility (Gerak akibat penyakit/hendaya)
Semua kondisi yang membatasi mobilitas dapat mencetuskan terjadinya
inkontinensia urine fungsional/memburuk inkontinensia persisten, antara
lain fraktur, stroke, atritis.
c. Infeksi Saluran kemih
Dapat menyebabkan inkontinensia urine, keadaan inflamasi seperti
vaginitis
atrofik/uretritis.
d. Pharaceutical (Obat-obatan)
Seperti dieuretik, antidepressant, dan sebagainya. Dengan menghentikan
obat tersebut biasanya inkontinensia urine akan teratasi.
Penyebab kronis, bersifat menetap, tidak dapat dihilangkan 100%, tetapi dapat
dikontrol kurangi gejalanya. Penyebabnya antara lain kelemahan otot dasar
panggul/instabilitas otot kandung kemih, adanya gangguan neurology (stroke,
penyakit Parkinson).
Inkontinensia dengan penyebab kronis, dibedakan menjadi:
a. Inkontinensia Fungsional
Tanpa gangguan pada sistem saluran kemih, akibat ketidakmampuan klien
mencapai toilet sehingga tidak dapat berkemih secara normal.
Penyebabnya adalah dimensia berat, gangguan musculoskeletal,
imobilitas, lingkungan tidak mendukung, sehingga sulit untuk mencapai
kamar mandi, adanya faktor psikologis seperti depresi.
b. Inkontinensia Urgensi
Akibat ketidakmampuan menunda berkemih begitu sensasi untuk
berkemih muncul, jumlah urine sedikit, frekuensi kemih yang sangat
sering. Masalah neurologik sering berhubungan dengan inkonintensia tipe
ini (stroke, dimensia, penyakit Parkinson). Tipe ini adalah tipe yang paling
sering dijumpai pada lansia.
c. Inkontinensia Stres
Urine keluar ketika tekanan intra abdomen meningkat. Seperti pada batuk,
bersin, tertawa/latihan. Hal ini disebabkan oleh melemahnya otot dasar
panggul.
d. Inkontinensia Overflow
Dikaitkan dengan menggelembungnya kandung kemih. Biasanya terjadi
pada laki-laki karena sumbatan anatomis (Hipertropi Prostat, DM, obat-
obatan). Inkontinensia tipe ini tidak terjadi bila pengisian kandung kemih
melebihi kapasitas kandung kemih itu sendiri. Pada wanita biasanya terjadi
akibat melemahnya otot dektrusor akibat trauma medulla spinalis dan
obat-obatan. Pasien biasanya mengeluh adanya sedikit urine keluar tanpa
adanya sensasi kandung kemih sudah penuh.
e. Inkontinensia Campuran
Merupakan kombinasi inkontinensia tipe urgensi dan stres yang sering
terjadi pada lansia.
Penatalaksanaan inkontinensia urine dilakukan dengan mengoreksi penyebab
yang mendasari timbulnya inkontinensia. Berdasarkan penyebab dan berat
ringannya inkontinensia, dapat dipilih berbagai terapi nonfarmakologis, yang
dikenal sebagai behavioral therapies, yaitu berbagai intervensi yang diajarkan
untuk memodifikasi perilaku kesehatan penderita terhadap kontrol kandung
kemih.
Behavioral therapies atau terapi perilaku ini termasuk:
a. Pengaturan diet dan menghindari makanan/minuman yang memengaruhi
pola berkemih.
b. Program latihan berkemih:
1) Latihan penguatan otot dasar panggul (kegel exercise)
Dengan cara mengontraksikan dan merileksasikan otot dasar panggul.
Teknik ini spesifik untuk mengatasi masalah stres inkontinensia.
Angka keberhasilan 10-94%.
2) Latihan fungsi kandung kemih (bladder training) dan program
kateterisasi.
Dengan memperpanjang interval antara waktu berkemih selanjutnya.
Untuk menurunkan frekuensi inkontinensia urine dilakukan pada
inkontinensia stres/urgensi. Dari hasil riset menunjukkan tingkat
keberhasilan 50-75%.

Anda mungkin juga menyukai