Kebersihan Diri Dan Eliminasi
Kebersihan Diri Dan Eliminasi
KAJIAN TEORI
A. Kebersihan Diri
a. Citra tubuh
Penampilan umum klien dapat menggambarkan pentinya hygiene pada
orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang
tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat sering berubah.
Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Jika
seorang klien rapi sekali maka perawat mempertimbaagkan rincian
kerapian ketika merencanakan keperawatan dan berkonsultasi pada
klien sebelum membuat keputusan tentang bagaimana memberikan
peraatan hygienis. Karena citra tubuh klien dapat berubah akibat
pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu
usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene.
b. Praktik social.
Kelompok-kelompok social wadah seorang klien berhubungan dapat
mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak,
kanak-kanak mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka.
Kebiasaan keluarga, jumlah orang dirumah, dan ketersediaan air panas
dan atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktok yang
mempengaruhi perawatan kebersihan.
c. Status sosio-ekonomi
Sumber daya ekonomi seeorang mempengruhi jenis dan tingkat praktik
kebersihan yang digunakan. Perawat hrus menentukan apakah klien
dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant,
shampo, pasta gigi dan kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika
penggunaan produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan social
yang dipraktikkan oleh kelompok social klien.
d. Pengetahuan
Pengtahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Kendati demikian,
pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Klien juga harus termotivasi
untuk memelihara perawatan-diri. Seringkali, pembelajaran tentang
penyakit atau kondisi mendorong klien untuk meningkatkan hygiene.
Pembelajaran praktik tertentu yang diharapkan dan menguntungkan
dalam mengurangi resiko kesehatan dapat memotifasi seeorang untuk
memenuhi perawatan yang perlu.
e. kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi
perawatan hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda
mengikuti praktik keperawatan diri yang berbeda pula. Di asia
kebersihan dipandang penting bagi kesehatan. Di Negara-negara eropa,
bagaimanapun, hal ini biasa untuk mandi secara penuh hanya sekali
dalam seminggu.
f. Pilihan pribadi
Setiap klien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan
untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut . klien
memilih produk yang berbeda (mis. Sabun, shampo, deodorant, dan
pasta gigi) menurut pilihan pribadi.
g. kondisi fisik.
Orang yang sudah cukup umur (lansia) atau menderita penyakit
tertentu (mis. Kanker tahap lanjut) atau menjalani operasi sering kali
kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan hygiene
pribadi.
(Permatasari, 2014)
5. Tujuan kebersihan dan perawatan diri
Penyebab akut, biasanya dapat teratasi, bersifat akut, terjadi mendadak atau
sementara, seperti:
a. Dellirium
Kesadaran terganggu/menurun. Klien dengan delirium tentu tidak akan
menyadari akan rasa ingin berkemih/tidak mampu untuk ke toilet, bila
delirium teratasi maka inkontinensinya juga teratasi.
b. Restricted Mobility (Gerak akibat penyakit/hendaya)
Semua kondisi yang membatasi mobilitas dapat mencetuskan terjadinya
inkontinensia urine fungsional/memburuk inkontinensia persisten, antara
lain fraktur, stroke, atritis.
c. Infeksi Saluran kemih
Dapat menyebabkan inkontinensia urine, keadaan inflamasi seperti
vaginitis
atrofik/uretritis.
d. Pharaceutical (Obat-obatan)
Seperti dieuretik, antidepressant, dan sebagainya. Dengan menghentikan
obat tersebut biasanya inkontinensia urine akan teratasi.
Penyebab kronis, bersifat menetap, tidak dapat dihilangkan 100%, tetapi dapat
dikontrol kurangi gejalanya. Penyebabnya antara lain kelemahan otot dasar
panggul/instabilitas otot kandung kemih, adanya gangguan neurology (stroke,
penyakit Parkinson).
Inkontinensia dengan penyebab kronis, dibedakan menjadi:
a. Inkontinensia Fungsional
Tanpa gangguan pada sistem saluran kemih, akibat ketidakmampuan klien
mencapai toilet sehingga tidak dapat berkemih secara normal.
Penyebabnya adalah dimensia berat, gangguan musculoskeletal,
imobilitas, lingkungan tidak mendukung, sehingga sulit untuk mencapai
kamar mandi, adanya faktor psikologis seperti depresi.
b. Inkontinensia Urgensi
Akibat ketidakmampuan menunda berkemih begitu sensasi untuk
berkemih muncul, jumlah urine sedikit, frekuensi kemih yang sangat
sering. Masalah neurologik sering berhubungan dengan inkonintensia tipe
ini (stroke, dimensia, penyakit Parkinson). Tipe ini adalah tipe yang paling
sering dijumpai pada lansia.
c. Inkontinensia Stres
Urine keluar ketika tekanan intra abdomen meningkat. Seperti pada batuk,
bersin, tertawa/latihan. Hal ini disebabkan oleh melemahnya otot dasar
panggul.
d. Inkontinensia Overflow
Dikaitkan dengan menggelembungnya kandung kemih. Biasanya terjadi
pada laki-laki karena sumbatan anatomis (Hipertropi Prostat, DM, obat-
obatan). Inkontinensia tipe ini tidak terjadi bila pengisian kandung kemih
melebihi kapasitas kandung kemih itu sendiri. Pada wanita biasanya terjadi
akibat melemahnya otot dektrusor akibat trauma medulla spinalis dan
obat-obatan. Pasien biasanya mengeluh adanya sedikit urine keluar tanpa
adanya sensasi kandung kemih sudah penuh.
e. Inkontinensia Campuran
Merupakan kombinasi inkontinensia tipe urgensi dan stres yang sering
terjadi pada lansia.
Penatalaksanaan inkontinensia urine dilakukan dengan mengoreksi penyebab
yang mendasari timbulnya inkontinensia. Berdasarkan penyebab dan berat
ringannya inkontinensia, dapat dipilih berbagai terapi nonfarmakologis, yang
dikenal sebagai behavioral therapies, yaitu berbagai intervensi yang diajarkan
untuk memodifikasi perilaku kesehatan penderita terhadap kontrol kandung
kemih.
Behavioral therapies atau terapi perilaku ini termasuk:
a. Pengaturan diet dan menghindari makanan/minuman yang memengaruhi
pola berkemih.
b. Program latihan berkemih:
1) Latihan penguatan otot dasar panggul (kegel exercise)
Dengan cara mengontraksikan dan merileksasikan otot dasar panggul.
Teknik ini spesifik untuk mengatasi masalah stres inkontinensia.
Angka keberhasilan 10-94%.
2) Latihan fungsi kandung kemih (bladder training) dan program
kateterisasi.
Dengan memperpanjang interval antara waktu berkemih selanjutnya.
Untuk menurunkan frekuensi inkontinensia urine dilakukan pada
inkontinensia stres/urgensi. Dari hasil riset menunjukkan tingkat
keberhasilan 50-75%.