Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDUAL DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 1: DAMPAK RADIASI


BLOK 9 (DIAGNOSIS DAN INTERVENSI TERAPI PADA TINGKAT SEL
DAN JARINGAN)

KLARISSA ANJANI JULIUS


190600077
KELAS B

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penggunaan teknologi nuklir termasuk sinar-X pada bidang kedokteran baik untuk terapi
maupun diagnostik sudah umum dilakukan. Sejak ditemukannya sinar-X oleh Wilhem Condrad
Roentgen pada tahun 1895 dan kemudian diproduksinya peralatan radiografi pertama untuk
penggunaan diagnostik klinis. Prinsip dasar dari radiografi tidak mengalami perubahan sama
sekali, yaitu memproduksi suatu gambar pada film reseptor dengan sumber radiasi dari suatu
berkas sinar-X yang mengalami absorbsi dan attenuasi ketika melalui berbagai organ atau bagian
pada tubuh. 1

Selain membawa manfaat yang sangat besar, diketahui pula bahwa aplikasi
ketenaganukliran memiliki efek yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Efek radiasi dapat
berupa deterministik maupun stokastik. Efek deterministik merupakan efek yang dapat terjadi pada
suatu organ atau jaringan tubuh tertentu yang menerima radiasi dengan dosis tinggi, sementara
efek stokastik merupakan efek akibat penerimaan radiasi dosis rendah di seluruh tubuh yang baru
diderita oleh orang yang menerima dosis setelah selang waktu tertentu, atau oleh turunannya.
Dengan adanya kedua jenis efek yang berbahaya ini maka setiap aplikasi radiasi harus diatur dan
diawasi melalui suatu sistem pengawasan keselamatan yang ketat agar aplikasi tersebut tidak
membahayakan nyawa, harta benda dan lingkungan hidup. Sistem pengawasan tersebut diberikan
oleh proteksi dan keselamatan radiasi, yang merupakan gabungan aplikasi praktis dari berbagai
disiplin ilmu seperti fisika, kimia, biologi, dan juga dari ilmu medik.2,3

1
1.2 DESKRIPSI TOPIK

Nama Pemicu : Dampak Radiasi


Penyusun : Dr.Trelia Boel,drg.,M.Kes., Sp.RKG (K) ; dr. Nindia Sugih Arto,
M.Ked(ClinPath),Sp.PK, Ramadhani Banurea, S.Si, M.Si

Seorang operator Radiologi Kedokteran Gigi perempuan, berumur 56 tahun yang sudah
bekerja selama 32 tahun pada suatu hari mengalami keluhan seperti mual, lemas dan pusing sejak
6 bulan yang lalu. Kondisi ruangan radiologi tempat bekerja sudah berlapisi Pb (plumbum)=Timah
hitam. Hasil pemeriksaan darah rutin Hb: 8.3 g/dl, MCV 85 fL, MCH 28 pg dan MCHC 35 gr/dL,
Lekosit : 2.100/mm3 dengan hitung jenis sel 1/0/0/46/12/13 dan sel muda 28%, Trombosit
105.000/mm3 . Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya suatu keganasan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah lengkap adalah tes darah yang dilakukan untuk mengetahui jumlah sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit dalam tubuh. Jumlah sel darah dapat menggambarkan
kondisi kesehatan sehingga bisa membantu dokter dalam menentukan diagnosis dan pengobatan.

Eritrosit memiliki fungsi yang sangat penting dalam tubuh manusia antara lain mengangkut
O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan. Salah satu protein eritrosit yaitu hemoglobin (Hb)
berperan penting pada kedua proses transport tersebut. Agar dapat berfungsi dengan baik, kadar
hemoglobin dalam darah harus berada dalam kisaran normal. Kadar Hb normal wanita dewasa
adalah 12-16 g/dL. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hb wanita pada kasus di bawah batas normal.
Kadar hemoglobin rendah menandakan anemia yang bisa disebabkan oleh berbagai macam
penyakit.4 Leukosit atau sel darah putih adalah unit bergerak dari sistem pelindung tubuh. Jumlah
leukosit paling sedikit dalam tubuh manusia sekitar 4.000-11.000/μL. Berdasarkan hasil
pemeriksaan yang dilakukan, jumlah leukosit dibawah batas normal. Hal ini menjadi penyebab
leucopenia. Hitung jenis sel menunjukkan jumlah monosit dan sel muda tinggi serta menunjukkan
keganasan yang menjadi ciri-ciri leukimia atau kanker darah putih.Trombosit adalah keping darah
dengan ukuran 2-3 μm, berbentuk cakram, dan bersifat anukleat atau tidak memiliki inti. Setiap
harinya 100 miliar trombosit harus diproduksi dari megakariosit untuk mempertahankan jumlah
trombosit normal (150.000 hingga 400.000 / μL). Berdasarkan hasil pemeriksan yang dilakukan,
jumlah trombosit dibawah kadar normal sehingga menyebabkan trombositopenia. 4,5

Nilai rujukan MCV, MCH, dan MCHC normal secara berturut turut adalah 82092 fl, 27-
32 pg, dan 32-37%. Jika dikaitkan dengan scenario, maka nilai MCV, MCH, dan MCHC wanita
tersebut tergolong normal.

3
2.2 KELAINAN DARAH YANG MUNGKIN TERJADI AKIBAT PEKERJAAN SEBAGAI
OPERATOR INSTALASI RADIOLOGI DENTAL

Dosis sekitar 0,5 Gy pada sumsum tulang sudah dapat menyebabkan penekanan proses
pembentukan komponen sel darah sehingga jumlahnya mengalami penurunan. Jumlah sel limfosit
menurut dalam waktu beberapa jam pasca pajanan radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan
6
trombosit juga menurun namun dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu.
Sementara penurunan jumlah eritrosit terjadi lebih lambat, beberapa minggu kemudian. Kelainan
darah yang mungkin terjadi antara lain :

1. Leukopenia

Sel yang paling sensitif terhadap radiasi adalah sel darah putih (leukosit).
Akumulasi paparan radiasi tinggi akan berdampak pada menurunkan kadar sel darah putih.
Dengan adanya penurunan sel darah putih maka tubuh akan kehilangan kemampuan
alamiah untuk melawan penyakit dan menjadi lebih sensitif terhadap antigen virus dan
bakteri.

2. Trombositopenia,

Penurunan dan gangguan pada produksi trombosit bisa disebabkan oleh radiasi dari
sinar-X. Radiasi dari sinar-X dapat menghancurkan megakariosit. Megakariosit berfungsi
sebagai sel-sel prekursor yang menghasilkan trombosit sehingga kerusakan pada
megakariosit dapat menurunkan produksi trombosit sehingga terjadi trombositopenia yaitu
jumlah trombosit dalam darah kurang dari normal yaitu <1.500/ μL.

3. Anemia Aplastik

Radiasi turut merusak sel punca di dalam sumsum tulang dan meningkatkan risiko
terjadinya anemia aplastik. Kerusakan pada sel punca dapat menyebabkan produksi sel
darah melambat atau menurun. Berbeda dengan anemia biasa, anemia aplastik merupakan
penyakit yang terjadi karena ketidakmampuan sumsum tulang memproduksi sel darah baru
dalam jumlah yang cukup.

4
4. Leukemia

Penurunan jumlah sel limfosit aboslut/total dapat digunakan untuk memperkirakan


tingkat keparahan yang mungkin diderita sesorang akibat pajanan radiasi akut. Pada dosis
yang lebih tinggi, individu terpajan mengalami kematian sebagai akibat dari infeksi karena
penurunan jumlah sel darah putih atau dari pendarahan yang tidak dapat dihentikan karena
menurunnya jumlah trombosit. Berdasarkan pengamatan pada korban bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakann efek stokastik tertunda pertama yang
terjadi setelah pajanan radiasi seluruh tubuh dengan masa laten sekitar 2 tahun dengan
puncaknya setelah 6-7 tahun. Leukemia ditandai dengan adanya sitopenia (anemia,
leukopenia, dan trombositopenia).7

2.3 PATOGENESIS TERJADINYA KELAINAN SEL DARAH AKIBAT RADIASI

Radiasi memiliki berbagai efek terhadap berbagai jaringan pula. Radiasi yang mengenai
sumsum tulang akan menyebabkan depresi jumlah sel darah karena destruksi sel punca
hematopoetik dan sel progenitor yang sangat sensitif radiasi. Dengan meningkatnya dosis radiasi
yang diabsorbsi, semakin banyak sel punca dan sel prekursor hematopoetik yang mati, dan
semakin sedikit atau bahkan tidak ada lagi pembentukan sel matur fungsional. Trombosit yang
bersirkulasi, dengan waktu hidup sekitar 10 hari menghilang secara progresif dari darah dalam
periode waktu ini dan kemudian digantikan dalam derajat bervariasi tergantung pada tingkat
kerusakan sel punca. Anemia tanpa adanya perdarahan akut sangat jarang ditemukan karena usia
sel darah merah matur yang relatif panjang, sekitar 4 bulan. Leukosit, terbagi menjadi limfosit dan
non-limfosit. Karena sangat radiosensitif, limfositopenia akibat apoptosis terinduksi radiasi timbul
sebelum terjadinya sitopenia lain, dalam waktu 6-24 jam setelah paparan radiasi. Limfosit B lebih
radiosensitif dibandingkan limfosit T. Gambar dibawah memperlihatkan respon radiasi jaringan
hematopoetik dimana limfosit mengalami efek radiasi lebih dini dibandingkan komponen darah
lainnya.8

5
2.4 STANDAR RUANGAN RADIOLOGI DALAM PEMAKAIAN Pb

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomo


2014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana
Pelayanan Kesehatan, standar ruangan radiologi yang benar dalam pemakaian Pb meliputi jenis,
kelengkapan, dan ukuran/luas ruangan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

1. Ketebalan dinding

Bata merah dengan ketebalan 25 cm dan kerapatan jenis 2,2 g/cm3 , atau beton dengan
ketebalan 20cm atau setara dengan 2mm timah hitam (Pb), sehingga tingkat radiasi di sekitar
ruangan Pesawat Sinar-X tidak melampaui Nilai Batas Dosis 1mSv/tahun.

2. Pintu dan ventilasi

Pintu ruangan Pesawat Sinar-X dilapisi dengan timah hitam dengan ketebalan 1-1,5 mm
sehingga tingkat radiasi disekitar ruangan Pesawat Sinar-X tidak melampaui Nilai Batas Dosis
1mSv/tahun, ventilasi setinggi 2 meter dari lantai sebelah luar agar orang di luar tidak terkena
paparan radiasi, di pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu merah yang menyala pada saat
pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang dilakukan penyinaran

3.Ruangan dilengkapi system pengaturan udara sesuai kebutuhan

4. Pada tiap sambungan Pb, dibuat tumpeng tindih/overlapping

Selain itu, ruang operator dan tempat pesawat sinar x sebaiknya dibuat terpisah atau bila
berada dalam satu ruangan maka disediakan tabir yang berlapis Pb dan dilengkapi dengan kaca

6
intip dari Pb. Menurut Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir Republik Indonesia / BAPATEN
No.8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
pasal 46 poin d, untuk perisai radiasi dari material selain Pb, harus memiliki nilai setara Pb dalam
hal komposisi kimia, kerapatan, dan homogenitas sehingga efektif dalam menahan radiasi.9

2.5 SIKAP DAN UPAYA KESEHATAN RADIOGRAFER DALAM MENJAGA


KESELAMATAN BEKERJA

Pada dasarnya, ada tiga hal penting yang perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah
terjadinya kecelakan radiasi, yaitu : adanya peraturan perundangan dan standar keselamatan dalam
bidang keselamatan kerja; pembangunan instalasi radiologi dilengkapi dengan sarana peralatan
keselamatan kerja dan sarana pendukung lainnya yang sempurna sesuai dengan perencanaan yang
telah ditetapkan sebelumnya, dan tersedianya personel dengan bekal pengetahuan yang memadai
dan memahami sepenuhnya tentang keselamatan kerja terhadap radiasi. Menurut Taspirin (2009),
pengendalian adalah hal yang paling mendasar dari upaya menjaga proteksi radiasi. Ada tiga
prinsip dalam proteksi radiasi yaitu pengendalian waktu, jarak, dan shielding.

a. Waktu, merupakan metoda penting untuk mengurangi penerimaan dosis radiasi. Waktu
yang digunakan diusahakan secepat mungkin.

b. Jarak, berlaku hukum kuadrat terbalik. Semakin besar jarak dari sumber, maka dosis
radiasi tersebut jauh semakin kecil. Pengendalian radiasi hambur dari ruang pemeriksaan
rontgen dapat dilakukan dengan menjaga jarak minimal 3 meter dari tabung sinar X.

c. Shielding, menurut dr. Mardiatmo (2008), antara lain pekerja harus berlindung di
belakang tabir proteksi (tembok beton atau Pb), menggunakan tabir Pb yang dilengkapi
kaca Pb, menggunakan apron, menggunakan radiasi seefektif mungkin sehingga
mengurangi radiasi hambur, mencegah pengulangan foto, mengatur jarak antara petugas
radiasi dengan sumber radiasi, mengonsumsi gizi yang cukup, dan melakukan pemeriksaan
kesehatan tiap tahunnya

7
Berdasar PP no 63 tahun 2000 tentang “ Keselamatan dan Kesehatan Terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion” , dijelaskan bahwa dalam menjalankan kegiatan yang
memanfaatkan radiasi pengion, digunakan asas-asas proteksi radiasi yang terdiri dari :

1. Asas justifikasi, kegiatan yang memanfaatkan radioaktif/sumber radiasi lainnya hanya


boleh dilakukan apabila menghasilkan keuntungan yang lebih besar kepada seseorang
yang terkena penyinaran radiasi, atau bagi masyarakat, dibandingkan dengan kerugian
yang mungkin diakibatkan, dengan memperhatikan factor social, ekonomi, dan factor
lainnya yang sesuai.
2. Asas limitasi, yaitu penerimaan dosis oleh seseorang tidak boleh melampaui nilai batas
dosis yang ditetapkan Badan Pengawas (BP).
3. Asas optimisasi, yaitu proteksi dan keselamatan terhadap penyinaran yang berasal dari
sumber radiasi yang dimanfaatkan.10

2.6 EFEK RADIASI PENGION DAN NON PENGION SERTA SATUAN DOSIS
RADIASI

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi Secara garis besar
radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.

1) Radiasi pengion adalah radiasi yang mampu menimbulkan ionisasi pada suatu bahan
yang dilalui. Ionisasi tersebut diakibatkan adanya penyerapan tenaga radiasi pengion oleh
bahan yang terkena radiasi. Dengan demikian banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari
jumlah tenaga radiasi yang diserap oleh bahan. Yang termasuk radiasi pengion adalah
partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X dan partikel neutron. Interaksi
radiasi pengion dengan tubuh manusia akan mengakibatkan terjadinya efek kesehatan. Efek
kesehatan ini, yang dimulai dengan peristiwa yang terjadi pada tingkat molekuler, akan
berkembang menjadi gejala klinis. Sifat dan keparahan gejala, dan juga waktu kemunculannya,
sangat bergantung pada jumlah dosis radiasi yang diserap dan laju penerimaannya.

8
Efek Deterministik Efek Stokastik

a. Efek Deterministik

Efek deterministik terjadi akibat adanya kematian sel sebagai akibat pajanan
radiasi sekujur maupun lokal. Efek ini terjadi bila dosis radiasi yang diterima tubuh
melebihi nilai dosis ambang untuk terjadinya efek ini

b. Efek Stokastik

Efek stokastik tidak mengenal dosis ambang. Serendah apa pun dosis radiasi yang
diterima, selalu ada peluang untuk terjadinya perubahan pada sistem biologik baik pada
tingkat molekuler mau pun seluler. Dalam hal ini yang terjadi bukan kematian sel namun
perubahan sel dengan fungsi yang berbeda.

2) Radiasi Non-Pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi
apabila berinteraksi dengan materi. Jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang
radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi), gelombang mikro
(yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone), sinar
inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas), cahaya tampak (yang bisa kita
lihat), dan sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

Satuan radiasi ada beberapa macam. Satuan radiasi ini tergantung pada kriteria
penggunaannya, yaitu :

1) Satuan untuk Paparan Radiasi

Paparan radiasi dinyatakan dengan satuan Rontgen, atau sering disingkat dengan
R, satuan Rontgen adalah suatu satuan yang menunjukkan besarnya intensitas sinar-X atau

9
sinar gamma yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Satuan
Rontgen penggunaannya terbatas untuk mengetahui besarnya paparan radiasi sinar-X atau
sinar gamma di udara.

2) Satuan Dosis Absorbsi Medium

Radiasi pengion yang mengenai medium akan menyerahkan energinya kepada


medium. Dalam hal ini medium menyerap radiasi. Mengetahui banyaknya radiasi yang
terserap oleh suatu medium digunakan satuan dosis radiasi terserap atau Radiation
Absorbed Dose yang disingkat Rad. Dalam satuan SI, satuan dosis radiasi serap disebut
dengan Gray yang disingkat Gy. Dalam hal ini 1 Gy sama dengan energi yang diberikan
kepada medium sebesar 1 Joule/kg. Dengan demikian maka, 1 Gy = 100 Rad. Hubungan
antara Rontgen dengan Gray adalah : 1 R = 0,00869 Gy 10

3) Satuan Dosis Ekuivalen

Satuan untuk dosis ekuivalen lebih banyak digunakan berkaitan dengan pengaruh
radiasi terhadap tubuh manusia atau sistem biologis lainnya. Dosis ekuivalen ini semula
berasal dari pengertian Rontgen Equivalen Of Man atau disingkat dengan Rem yang
kemudian menjadi nama satuan untuk dosis ekuivalen. Hubungan antara dosis ekuivalen
dengan dosis absobrsi dan quality faktor adalah sebagai berikut : Dosis ekuivalen (Rem) =
Dosis serap (Rad) X Q . Dosis ekuivalen dalam satuan SI mempunyai satuan Sievert yang
disingkat dengan Sv. Hubungan antara Sievert dengan Gray dan Quality adalah sebagai
berikut : Dosis ekuivalen (Sv) = Dosis serap (Gy) X Q Berdasarkan perhitungan : 1 Gy =
100 Rad, maka 1 Sv = 100 Rem.2,3

2.7 PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KESELAMTAN KERJA RADIASI


DOKTER, PASIEN, OPERATOR, DAN LINGKUNGAN

Pemanfaatan tenaga nuklir hendaknya dilaksanakan dengan memperhatikan aspek


keselamatan dan keamanan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup,
sehingga pengaturan yang lebih jelas, efektif, dan konsisten mengenai persyaratan diperlukan.
Keselamatan kerja radiasi atau biasa disebut pengamanan dampak radiasi adalah upaya
perlindungan kesehatan masyarakat dari dampak radiasi melalui promosi dan pencegahan risiko

10
atas bahaya radiasi, dengan melakukan kegiatan pemantauan, investigasi dan mitigasi pada
sumber, media lingkungan dan manusia yang terpajan atau alat yang mengandung radiasi.
Peraturan perundang-undangan mengenai keselamatan kerja radiasi untuk dokter, pasien, operator,
dan lingkungan telah diatur pada PP RI No.33 Tahun 2007 mengenai Keselamatan Radiasi
Pengion dan Keamanan Sumber Radiaktif.

Pasal 1 ayat 1

“Kesalamatan radiasi pengion yang selanjutnya disebut keselamatan radiasi adalah


tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan
hidup dari bahaya radiasi”

Pasal 2 ayat 1

“Peraturan pemerintah ini mengatur keselamatan radiasi terhadap pekerja, masyarakat, dan
lingkungan hidup, kemanan sumber radioaktif, dan inspeksi dalam pemanfaatan etenaga
nuklir”

Pasal 3

“Peraturan pemerintah ini bertujuan menjamin keselamatan pekerja dan anggota


masyrakat, perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan keamaanan sumber radioaktif”

Pasal 9

“Pekerja yang mungkin terkena paparan radiasi selama melaksanakan tugas tertentu yang
terkait dengan radiasi dilaksanakan berdasarkan prinsip umum pengobatan kesehatan kerja.
Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan sebelum pekerjaan yang menggunakan radiasi
dimulai, dan pemeriksaan secara berkala selama bekerja.”

Pasal 17

(1) Pemegang Izin wajib meningkatkan kemampuan personil yang bekerja di


fasilitas atau instalasi melalui pendidikan dan pelatihan

(2) Pendidikan dan pelatihan sekurang-kurangnya harus disesuaikan dengan


potensi Paparan Kerja,. tingkat pengawasan yang diperlukan, kerumitan pekerjaan
yang akan dilaksanakan; dan tingkat pelatihan yang telah diikuti oleh personil.

11
Pasal 21

“Setiap Pemanfaatan Tenaga Nuklir wajib dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan


Proteksi Radiasi “

Pasal 24

Pemegang Izin, untuk memastikan Nilai Batas Dosis bagi pekerja dan masyarakat tidak
terlampaui, wajib melakukan: a. pembagian daerah kerja; b. pemantauan Paparan Radiasi
dan/atau kontaminasi radioaktif di daerah kerja; c. pemantauan radioaktivitas lingkungan
di luar fasilitas atau instalasi; dan d. pemantauan Dosis yang diterima pekerja. 11

2.8 PEMERIKSAAN KESEHATAN YANG WAJIB DILAKUKAN RAFIOGRAFER


SETIAP TAHUN

Untuk menjamin keselamatan dalam penggunaan radiasi pengion tersebut, perlu diterapkan
sistem pengawasan kesehatan/ keselamatan pekerja radiasi yang ketat meliputi pengawasan dosis
radiasi dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi tahunan. Keduanya bersifat saling melengkapi.
Pengawasan dosis radiasi berguna untuk mengevaluasi dosis radiasi yang diterima oleh pekerja
radiasi, sedangkan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi diperlukan untuk mengetahui arah
perkembangan kesehatan pekerja dan kalau memungkinkan mencari hubungan kausal antara
radiasi pengion dengan gangguan yang bersifat patologik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No172/MENKES/PER/III.1991, maka pemeriksaan Kesehatan pekerja radiasi terdiri dari
pemeriksaan jasmani (fisik), pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan lainnya yang dianggap
perlu. Pemeriksaan fisik mencakup keadaan umum seperti tekanan darah, nadi, pernafasan,
kesadaran, kulit, mata, mulut, THT, kelenjar tiroid, paru-paru, jantung, saluran pencernaan, hati,
ginjal, sistem genital serta pemeriksaan syaraf dan jiwa. Sedangkan pemeriksaan laboratorium
meliputi pemeriksaan darah rutin, kimiawi darah yang bertujuan untuk mengetahui keadaan umum
dan khusus dari metabolisme tubuh terutama yang berhubungan dengan paparan radiasi. Selain itu
pemeriksaan laboratorium juga mencakup pemeriksan kromosom, analisis sperma. Riwayat

12
kesehatan meliputi riwayat penyakit keluarga, penyakit pekerja radiasi itu sendiri dan riwayat
pekerjaan juga perlu diketahui melalui anemnesis, pemeriksaan fisik, kelainan hematologik seperti
anemia, granulositopenia dan pendarahan, penyakit kulit, mata (katarak, buta warna), penyakit
paru dan jantung, saluran cerna, serta keganasan termasuk kelainan harus diketahui.

Uji kesehatan mental pekerja juga dilakukan. Dalam uji medis, dokter harus memfokuskan
diri pada uji fisik pekerja yang berhubungan dengan tugas yang akan diemban, dan menentukan
kondisi sebelum bekerja yang berhubungan dengan efek radiasi seperti dermatitis kronis, katarak,
penyakit hematologik, antara lain keganasan sel darah atau pada sistem limfe. Saat uji kulit, dokter
harus melihat tandatanda radiodermatitis kronis seperti atropi kulit, hiperkeratosis dan
telangiectasia. Untuk pekerjaan yang berhubungan dengan penanganan radioisotop, penggunaan
rutin sarung tangan dan pencucian tangan mungkin menjadi masalah bagi pekerja yang memiliki
eksim atau alergi kulit lainnya. Lensa mata harus diuji untuk memastikan ada tidaknya katarak
dengan peralatan optalmoskop, dan jika ada didukung dengan uji slit-lamp. Palpasi nodul limfe
perifer, hati dan limpa serta uji fungsi kelenjar tiroid juga dilakukan. Uji darah meliputi
hemoglobin, hitung sel darah merah, hitung sel darah putih, hitung diferensial dan hitung
trombosit. 12

2.9 PERATURAN YANG BERLAKU BILA ADA TUNTUTAN DARI PEKERJA

Menurut Pasal 19 Ayat 1 PP mengenai keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan


radiaksi pengion,dijelaskan bahwa pemeriksaan terhadap pekerja radiasi wajib dilakukan sebelum,
saat, dan 30 tahun sesudah pekerja tersebut berhenti.. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi kesehatan pekerja radiasi baik sebelum, selama maupun sesudah masa kerja minimal
hingga 30 tahun data kesehatan disimpan. Ini akan berguna untuk mengetahui apakah penyakit
yang diderita oleh pekerja radiasi adalah penyakit akibat kerja di medan radiasi atau bukan. Semua
dokumen ini penting dan dapat dijadikan bukti apabila terjadi masalah hukum dikemudian hari
agar dapat dibebaskan seseorng dari tuntutan hukum.
. Kecelakaan seperti khasus, termasuk kecelakaan yang dampaknya tidak keluar Kawasan,
sehingga penguasa instalasi cukup melaporkan kepada Badan Pengawas dan terdapat kewajiban

13
memberi tunjangan pengobatan kesehatan pekerja tersebut hingga sembuh secara total. Ini juga
selaras UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengatur bahwa setiap tenaga
kerja berhak atas jaminan sosial yang meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian,
jaminan hari tua dan jaminan Kesehatan. 3,12 Berdasarkan PP RI No.138 Tahun 2014 Tentang
Tunjangan Bahaya Radiasi Bagi Pegawai Negeri yang Bekerja Sebagai Pekerja Radiasi di Bidang
Kesehatan, tunjangan bahaya radiasi diberikan untuk masing masing tingkat bahaya radiasi.
Penetapan nilai bagi pekerja radiasi didapatkan dari hasil penjumlahan factor-faktor penilaian yang
meliputi :
a. Faktor langsung atau tidak langsung (RLDTL)
b. Faktor jenis radiasi (JR), dan
c. Factor besarnya radiasi (BR)

14
BAB III

PENUTUP

Penggunaan teknologi nuklir untuk kebutuhan manusia telah berkembang pesat meliputi
seluruh lapangan kehidupan. Walaupun jelas sekali manfaat telah dipetik oleh umat manusia dari
penggunaan teknologi nuklir, sisi bahaya yang dapat ditimbulkannya tidak boleh diabaikan
terutama bagi mereka yang karena tugasnya langsung berhadapan dengan bahaya ini. Efek radiasi
dapat berupa deterministik atau stokastik. Efek deterministik, yang saat ini sebutannya diganti
menjadi efek reaksi jaringan, merupakan efek yang dapat terjadi pada suatu organ atau jaringan
tubuh tertentu yang menerima radiasi dengan dosis tinggi, sementara efek stokastik merupakan
efek akibat penerimaan radiasi dosis rendah di seluruh tubuh yang baru diderita oleh orang yang
menerima dosis setelah selang waktu tertentu, atau oleh turunannya. Dengan adanya kedua jenis
efek yang berbahaya ini maka setiap aplikasi radiasi di Indonesia harus diatur dan diawasi secara
ketat secara internal oleh bagian keselamatan dan kesehatan kerja dari instansi atau perusahaan
yang memanfaatkan radiasi tersebut, dan secara eksternal oleh BAPETEN yang diberi tanggung
jawab untuk melaksanakan pengawasan tersebut. 2,3,12

Ketentuan Keselamatan Radiasi tertuang dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah (PP)


Nomor 63 tahun 2000 mengenai ”Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi
Pengion”. Didalamnya diatur tidak saja keselamatan kerja, tetapi juga keselamatan masyarakat dan
lingkungan hidup serta tanggung jawab dan kewenangan Badan Pengawas, penguasa instalasi,
petugas proteksi radiasi, serta pekerja radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir sesuai dengan pola
kerja yang selalu melaksanakan budaya keselamatan (safety culture), sehingga jelas siapa yang
bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam pemanfaatan tersebut.
Sasaran PP adalah terwujudnya situasi agar setiap pemanfaatan tenaga nuklir berwawasan
keselamatan dan lingkungan.2,3,9,19,12

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayatullah R. Jurnal Mutiara Elektromedik2017;1(1):16-23.

2. Muqmiroh L, Praptono SI, Rusmantom Latifah R, Sensusiati AD. Prodil Dosis Radiasi Pada
Prosedur Kardiologi Intervensional Anak dalam Memperkirakan Resiko Terjadinya Efek
Stokastik. JVHS2018:107-12.

3. Hiswara E. Buku Pintar Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit. Jakarta Selatan:
BATAN Press,2015: 2-25.

4. Irsyadi M, Setiakarnawjiaya Y, Humaid H. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kapasitas


Aerobik Maksimal pada Santri Pondok Pesantren Tapak Sunan Jakarta. Journal UNJ2013:24-34.

5. Subekti T. Perbedaan Nilai Indeks Eritrosit Pengukuran 1 Jam Setelah Pengambilan dengan 7
Jam Penyimpangan Suhu 22 Celsius. Tesis: Semarang: UNIMUS,2017:1-15.

6. Giyartika F, Keman S. Perbedaan Peningkatan Leukosit pada Radiografer di Rumah Sakit Islam
Jemursari Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan2020;12(2):97-106.

7.Rahardjo T, Surniyantoro HNE, Sufivan VA, Prihatini T, Darlina. Dampak Radiasi Pengion
Terhadap Hematologi Pekerja Radiasi di Rumah Sakit. Dalam: Prosiding Seminar Nasional
APISORA,2018:60-6.

8. Setyaman A, Djakaria HM. Efek Dasar Radiasi Pada Jaringan. Journal of the Indonesian
Radiation Oncology Society3013;5(1):25-33.

9. Dian F, Poedjomartono B, Trikasjono T. Analisis Keselamatan Radiasi Tindakan Radiologi


Intervensional dan Kateterisasi Jantung Vaskular di Catg-Lab RSUP Dr. Sardjito. Jurnal Radiologi
Indonesia2015;1(1):10-22.

10. Aryawijayanti R, Susilo, Sutikno. Analisis Dampak Radiasi Sinar-X Pada Mencit Melalui
Pemetaan Dosis Radiasi di Laboratorium Fisika Medik. Jurnal MIPA2018;38(!):25-30.

11. Phispal R. Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir dan Dampak
Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulakn. Lex et Societatis2013;1(5):121-31.

12.Tetriana D, Evalisa M. Sangat Penting, Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Radiasi. Buletin Alara
2006; 7(3): 93-101.
16

Anda mungkin juga menyukai