Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDUAL DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 1: BADAN KU KOK GINI YA


BLOK 7 (METABOLISME)

KLARISSA ANJANI JULIUS


190600077
KELAS B

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih,
sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Obesitas
terjadi karena ketidak seimbangan energi yang masuk dengan energi yang keluar sehingga terjadi
penumpukan adiposa secara berlebihan. Obesitas beresiko tinggi menjadi penyakit metabolik dan
penyakit degeneratif di kemudian hari. Hal ini dikarenakan pada penderita obesitas, akan terjadi
resistensi terhadap insulin. Profil lipid darah pada penderita obesitas menyerupai profil lipid pada
penyakit kardiovaskular dan memiliki resiko hipertensi yang tinggi.

Dengan demikian, obesitas memerlukan perhatian yang serius dan penanganan sedini
mungkin. Obesitas secara khusus akan menjadi masalah kesehatan karena obesitas merupakan
faktor resiko dari berbagai masalah kesehatan seperti diabetes mellitus, hipertensi dan kolesterol
tinggi. Penyebab obesitas sangat komplek dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan
obesitas seperti faktor lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan, dan
aktivitas fisik.

1.2 DESKRIPSI TOPIK

Nama pemicu : Badan Ku Kok gini ya……


Penyusun : dr. Rusdiana, M.Kes; dr. M. Aron Pase, M.Ked (PD).,Sp. PD,dr. Maya Savira,
M.Kes

Seorang laki-laki berumur 50 tahun, datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi depan
bawahnya goyang. Pada pemeriksaan intra oral terdapat gigi 42, 41, 31, dan 32 goyang. Dari

1
anamnesis diketahui pasien tidak pernah mengalami trauma pada giginya dan akhir akhir ini pasien
sering sakit kepala. Tn. M juga mengakui bahwa dia setiap hari makan siangnya berupa makanan
siap saji dan pekerjaan sehari-hari sering duduk di depan komputer mengingat pekerjaannya
sebagai pegawai bank dan jarang berolahraga. Dari hasil pemeriksaan Tn.M ditemukan BB = 90
Kg dan TB = 165 cm.

More Info: Pemeriksaan fisik diagnostik: TD = 130/ 80 mmHg, frekuensi nadi = 80x/
menit, frekuensi nafas = 16x/ menit Hasil pemeriksaan Lab: - Darah rutin: Hb: 14,5 gr/ dl;
Leukosit: 7.500/ mm3; LED: 10 mm/jam; Trombosit: 165.000/ mm3 - Hitung jenis: 1/ 0/ 6/ 55/
35/ 3 - KGD puasa: 110 mg/dl; KGD 2 jam pp: 160 mg/dl (normal: 70 - 100 mg/dl; postprandial:
135 - 140 mg/dl) - Kolesterol total: 270 mg/dl; Trigliserida: 203 mg/dl; LDL kolesterol: 194 mg/dl;
HDL kolesterol: 35 mg/dl

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana patofisiologi timbulnya rasa lelah?

Kelelahan terjadi akibat penumpukan asam laktat. Peningkatan beban kerja fisik selaras
dengan peningkatan konsumsi oksigen. Saat otot berkontraksi, darah yang berada di antara serat
otot maupun luar pembuluh darah akan terjepit. Darah yang terjepit tersebut akan menghambat
peredaran darah. Hal ini dapat mengganggu pertukaran zat dalam tubuh dan juga menyebabkan
oksigen yang terbawa oleh darah menjadi berkurang, sehingga tubuh tidak memiliki cukup
oksigen. Berkurangnya jumlah oksigen di dalam tubuh, akan menyebabkan terjadinya proses
anaerob dalam memecah glikogen otot menjadi energi dan asam laktat. Asam laktat bersama air
kemudian menumpuk di otot sehingga menjadikan otot bengkak dan akan sulit berkontraksi. Hal
tersebut akan menimbulkan gejala rasa lelah. Kurangnya asupan kalori juga dapat menyebabkan
rasa lelah karena ini menyebabkan tubuh kekurangan glukosa. Hal ini menyebabkan tubuh
memecah glikogen sehingga menghasilkan asam laktat. Asam laktat tersebut akan menumpuk bila
tetap tidak terdapat asupan kalori. 1

2. Jelaskan fungsi dan mekanisme regulasi sekresi hormon Insulin dan Glukagon!

Homeostasis metabolisme energi sebagian besar dikendalikan oleh keseimbangan antara


efek anabolik hormon insulin dan efek katabolik hormon glukagon. Hormon ini menjaga agar
tingkat kebutuhan glukosa dalam kisaran normal yang dibutuhkan tubuh. 2 Fungsi insulin yaitu
meningkatkan kecepatan masuknya glukosa kedalam sel-sel jaringan, meningkatkan kecepatan
pemecahan glukosa melalui proses glikolisis, meningkatkan sintesis glikogen dari glukosa di
dalam hati dan otot, dan meningkatkan sintesis lipid dan protein dari glukosa. Sekresi insulin diatur
oleh sejumlah faktor, tetapi sinyal stimulasi yang dominan ialah peningkatan glukosa darah.
Peningkatan glukosa darah menginduksi peningkatan metabolisme glukosa dalam sel beta,
sehingga terjadi peningkatan produksi ATP melalui beberapa sumber: glikolisis, oksidasi glukosa

3
mitokondria, dan pengangkutan aktif ekuivalen reduksi dari sitosol ke rantai transpor elektron
mitokondria. Peningkatan yang dihasilkan pada rasio ATP/ADP menghambat ATP sensitive K+
channel sehingga mengakibatkan depolarisasi membran plasma, kemudian terjadi pembukaan
voltage-gated Ca2+ channel diikuti dengan masuknya Ca2+ ekstrasel yang berfungsi untuk
mengaktifkan eksositosis granul-granul sehingga menyebabkan efek insulin.Saat insulin
diproduksi, hormon glukagon ditekan.

Fungsi glukagon berkebalikan dengan insulin, ia adalah penyeimbang dari insulin. Kurang
lebih 4-6 jam setelah makan, tingkat glukosa dalam darah berkurang. Hal ini memicu produksi
glukagon dalam pankreas. Glukagon memperlambat pemasukan glukosa kedalam sel-sel jaringan,
meningkatkan laju pemecahan glikogen menjadi glukosa di dalam hati, meningkatkan laju
pemecahan lemak dan protein menjadi turunannya untuk digunakan dalam proses
glukoneogenesis, dan meningkatkan laju reaksi glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dari
asam lemak atau asam amino. Hal ini bertujuan menjaga kadar gula darah agar tidak turun terlalu
rendah.2,3

3. Bagaimana mekanisme terjadinya obesitas?

Mekanisme dasar terjadinya obesitas adalah ketidakseimbangan masukan energi dan


pengeluarannya.3,4 Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan
regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-
sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer
(jaringan adiposa, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan
rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi).

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang
anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga

4
terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari
asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di
hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas
terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu
makan ika yang bersangkutan terus mengonsumsi lebih banyak kalori daripada yang dikeluarkan,
maka akan terbentuk lebih banyak sel adiposit.3,4,5

4. Jelaskan patogenesis insulin resistensi dan hubungannya dengan sindrom metabolik!

Mekanisme yang mendasari insulin resistensi bisa faktor gen/defek primer target, autoimun
terhadap insulin, dan degradasi insulin yang berlangsung cepat, maupun obesitas. Namun obesitas
adalah penyebab tersering resistensi insulin.5,6

Kelebihan asupan makanan dan penurunan aktivitas fisik pada obesitas mengakibatkan
beban glukosa dan asam lemak bebas dalam sel meningkat. Transformasi energi yang terjadi,
ternyata disertai dengan peningkatan pembentukan radikal bebas yang melebihi antioxidant
defence capacity yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan (stres oksidatif). Sel otot dan lemak
mampu melindungi dirinya dari keadaan ini dengan menjadi resisten terhadap kerja insulin.
Resistensi ini bertujuan untuk mengurangi masuknya glukosa dan asam lemak bebas ke dalam sel.
Sel pankreas dan endotel adalah jaringan yang tidak tergantung pada insulin. Kelebihan glukosa
dan asam lemak bebas dalam sel ini menyebabkan stres oksidatif yang akan merangsang terjadinya
disfungsi pada sel maupun endotel. Stres oksidatif yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kerusakan jaringan, sindroma metabolik, serta memicu munculnya penyakit degeneratif.5

5. Jelaskan sindrom metabolik sebagai komplikasi obesitas (definisi, tanda-tanda dan gejala)!

Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan metabolik yang selain obesitas,
meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigilserida,disfungsi endotel
,hipertensi ,displidemia, dan kadar gula darah yang tinggi ,yang kesemuanya bersama sama
merupakan faktor–faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular.5,6,7
5
Gejala sindrom metabolik sendiri sangatlah mudah dikenali. Jika kadar gula darah tinggi,
pengidap akan mengalami gejala diabetes (poliuri, polidipsi, polifagi).Kriteria yang sering
digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP–ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3
dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm,
hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida >150 mg/dL), kadar HDL–C <40 mg/dL untuk pria,
dan <50 mg/dL untuk wanita, tekanan darah >130/85 mmHg, dan kadar glukosa darah puasa >110
mg/dL.

6. Bagaimana proses metabolisme lipoprotein normal?

Lipid umumnya bersifat hidrofobik, oleh karena itu diperlukan protein pengangkut yang
disebut apoprotein. Senyawa lipid bersama apoprotein disebut lipoprotein.Lipoprotein dapat
dibedakan berdasarkan densitas yaitu kilomikron, VLDL, IDL, LDL, HDL, dan Lp(a). Terdapat
tiga jalur metabolisme lipoprotein, yaitu: jalur eksogen yang menghasilkan kilomikron; jalur
endogen yang menghasilkan VLDL, IDL, dan LDL; dan reverse cholesterol transport yang
menghasilkan HDL.

Makanan berlemak yang kita makan terdiri dari trigliserida dan kolestrol. Lemak ini
disebut lemak eksogen. Pada usus halus, keduanya bersama fosfolipid dan apoliporotein akan
membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron. Trigliserida pada kilomikron akan
terhidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak bebas. Kilomikron
kemudian berubah menjadi kilomikron remnant lalu dibawa kehati. Lipoprotein VLDL di
sirkulasi terbentuk dari hasil sintesis trigliserida dan kolesterol di hati. Trigliserida di VLDL dalam
sirkulasi akan mengalami hidrolisis oleh LPL dan berubah menjadi IDL yang kemudian akan
terhidrolisis menjadi molekul yang lebih kecil yaitu LDL. HDL bermula sebagai HDL nascent
yang memiliki kadar kolesterol yang rendah. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati. HDL
nascent mendekati makrofag dan mengambil kolesterol yang 12 tersimpan di makrofag. Kolesterol
bebas dari makrofag kemudian diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lechitin
cholesterol acyltransferase (LCAT).8

6
7. Bagaimana perbandingan kadar lipid profile terhadap risiko terjadinya penyakit kardiovaskular?

Kadar LDL (Low Density Lipoprotein) yang tinggi akan menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah. Kadar kolesterol LDL 170 mg/dl dibandingkan dengan kadar 100 mg/dl maka
memberikan resiko PJK hampir 3x lipat lebih tinggi. Insiden PJK berbanding lurus dengan kadar
kolesterol LDL dan berbanding terbalik dengan kadar kolesterol HDL. HDL (High Density
Lipoprotein) mencegah penebalan dinding pembuluh. Jadi semakin rendah kadar HDL kolesterol,
semakin besar kemungkinan risiko terjadinya PJK. Kadar trigliserida yang tinggi merupakan
faktor resiko untuk terjadinya PJK. Kadar trigliserida 209-315 mg/dL meningkatkan angka
kejadian PJK sebanyak lebih dari 5x dibandingkan dengan kadar 118-172 mg/dL setelah 40 tahun.
Kadar kolesterol darah yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko yang paling utama untuk
terjadinya PJK. Penurunan kadar kolesterol sebanyak 1% akan menurunkan angka kejadian PJK
dengan 2-3%.9,10 Pedoman klinis untuk menghubungkan profilipid dengan resiko terjadinya
PKV dapat dilihat pada tabel berikut :

8. Jelaskan kriteria diagnostik sindrom metabolik secara klinis dan laboratorium!

Obesitas sentral menjadi kriteria klinis terjadinya sindrom metabolik. Namun, ada
perbedaan nilai normal lingkar lingkar pinggang antara berbagai macam etnis. Selain itu,belum
ada kriteria SM secara international.10 Tabel berikut menggambarkan kriteria diagnosis SM
menurut WHO, NCEP-ATP III, dan IDF :

7
9. Jelaskan patogenesis sindrom metabolik!

Patogenesis SM memang masih menjadi kontroversi,namun hipotesis yang paling banyak


diterima adalah resistensi insulin akibat obesitas. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya
metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat baik
di sirkulasi maupun di sel adiposa sehinnga keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks)
terganggu, sehingga enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan
stres oksidatif yang merupakan awal terjadinya SM, hipertensi dan aterosklerosis.4,5

10. Jelaskan komplikasi sindrom metabolik!

Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya akumulasi


6,7,10
jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak viseral. Pada penderita sindrom

8
metabolik, terjadi gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi
insulin. Endotel pembuluh darah merupakan salah satu sasaran aksi insulin. Respon endotel
terhadap insulin adalah peningkatan pengeluaran NO. NO berperan dalam menurunkan proliferasi
sel otot polos pembuluh darah, mencegah adesi monosit ke sel endotel, meningkatkan fibrinolisis,
menurunkan adesi trombosit dan peroksidasi lipid yang semuanya bertujuan untuk melindungi
dinding pembuluh darah dari pembentukan plak. Resistensi insulin menyebabkan terganggunya
respon endotel untuk mengeluarkan NO sehingga terjadi disfungsi endotel. Endotel mempunyai
peran penting dalam mempertahankan dinding pembuluh darah dan membantu pembentukan
sirkulasi kolateral untuk mencegah perluasan infark. Terjadinya disfungsi endotel merupakan
faktor pencetus terjadinya penyakit kardiovaskular, sebab disfungsi endotel memegang peran
penting dalam terjadinya aterosklerosis.9 Jika terjadi kerusakan berat sel β, maka akan
menyebabkan penurunan progresif sekresi insulin sehingga menimbulkan hiperglikemia. Hal ini
menimbulkan komplikasi mikrovaskuler seperti nephropathy diabetica.10

11. Sebutkan penatalaksanaan non-farmakologi pada obesitas dan sindrom metabolik !

Pentalaksaan sindrom metabolik terdiri dari dua pilar yaitu tatalaksana penyebab seperti
obesitas dan inaktivasi fisik serta tata laksana faktor resiko lipid non-lipid. Semua pasien yang
didiagnosis SM hendaklah di motivasi agar merubah kebiasaan makan dan latihan fisik nya sebagai
4,11
pendekatan terapi utama. Perubahan berat badan secara bermakna dan spesifik ditujukan
terhadap perubahan asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin,penurunan asupan
garam untuk mengurangi tekanan darah, dan penurunan asupan karbohidrat dengan indeks
glikemik yang tinggi untuk penurunan kadar glukosa darah dan trigliserida.

Diet yang mengandung buah, sayur, biji, lemak tak jenuh, dan susu rendah lemak
bermanfaat pada sebagian besar pasien dengan SM. Pemahaman tentang hubungan antara obesitas
dan SM serta peranan otak dalam mengatur energi merupakan titik tolak yang penting dalam
penatalaksanaan. Perubahan pola pikir juga diperlukan seperti anggapan bahwa jika tidak
mengkonsumsi gula tubuh lemas. Selain itu, dianjurkan mengunyah makanan sebanyak 33 kali
serta menghindari yoyo efek/reward. 4,11

9
BAB III
PENUTUP

Obesitas adalah kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi.
Obesitas terjadi karena asupan kalori yang lebih banyak dibanding aktivitas membakar kalori,
sehingga kalori yang berlebih menumpuk dalam bentuk lemak. 3,4 Peningkatan beban glukosa dan
asam lemak bebas dalam sel disertai dengan pembentukkan radikal bebas yang melebihi kapasitas,
sehingga menyebabkan stres oksidatif yang memicu resistensi insulin.5

Resistensi Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang penggunaan


glukosa tubuh/turunnya respon sel target terhadap konsentrasi insulin fisiologis.5,6 Insulin
berfungsi dalam menjaga homeostatis metabolisme energi. Hormon ini disekresi pada sel beta
pankreas. Saat insulin diproduksi, hormon glukagon ditekan.2,3 Resistensi insulin yang disertai
dengan obesitas, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigilserida,disfungsi endotel
,hipertensi ,displidemia, dan kadar gula darah yang tinggi disebut sindrom metabolik.4 Obesitas
sentral menjadi kriteria klinis terjadinya sindrom metabolik. Pemeriksaan gula darah puasa,
tekanan darah, trigliserida, serta HDL dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis SM.10

Sindrom metabolik yang tidak segera diobati dapat mengakibatkan komplikasi


makrovaskuler (PJK) dan mikrovaskuler (nerphropathy diabetica). Untuk itu, penting untuk
melakukan penatalaksaan terhadap sindrom metabolik. Penatalaksanaan SM sendiri dapat
dilakukan dengan tatalaksana penyebab maupun faktor resiko lipid non-lipid. Semua pasien yang
didiagnosis SM hendaklah merubah kebiasaan makan dan latihan fisik nya sebagai pendekatan
terapi utama. Latihan fisik haruslah disesuaikan dengan ambang anaerobik/ambang laktat.,11
Peningkatan beban kerja fisik selaras dengan peningkatan konsumsi oksigen. Jika beban fisik
melebihi asupan oksigen maksimum, akan terjadi penumpukan asam laktat dan akan menimbulkan
gejala rasa lelah. 1

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Maharja R. Analisis Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Kerja Fisik Perawat di


Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya.IJOSH2015;4(1):93-102.
2. Banjarnahor E.Sel Beta Pankreas Sintesis dan Sekresi Insulin.JBM2012;4(3):156-62.
3. Salim M.Perbedaan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial.JLK2017;51-7.
4. Masrul. Epidedmi Obesitas dan Dampaknya Terhadap Status Kesehatan Masyarakat
Serta Sosial Ekonomi Bangsa. JurnalMKA2018;41(3):152-62.
5. Dewi M. Resistensi Insulin Terkait Obesitas.Jurnal Gizi dan Pangan2007;2(2):49-54.
6. Rini S.Sindrom Metabolik. J Majoritory2015;4(4):88-93.
7. Widjaya A.Obesitas dan Sindrom Metabolik. Jurnal Cardiology2004;2(4): 1–16.
8. Elmond L. Metabolisme Lipoprotein. JBM2013;5(3):149-56.
9. Iskandar.Faktor Terjadinya Penyakit Jantung Koroner Pada Pasien Rumah Sakit Umum
Meuraxa Banda Aceh.Jurnal AcTion2017;2(1):32-42.
10. Soleha UT.Sindrom Metabolik. Medical Journal of Lampung2016;2(2):96-106.
11. Nurcaho F. Kaitan Antara Obesitas dan Aktivitas Fisik.MEDIKORA2011;7(1):87-96.

11

Anda mungkin juga menyukai