Anda di halaman 1dari 7

RAGAM BAHASA DAN LARAS BAHASA

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. Ragam bahasa dapat
dibedakan berdasarkan media pengantarnya dan berdasarkan situasi pemakaiannya. Berdasarkan media
pengantarnya, ragam bahasa dapat dibedakan lagi atas dua macam, yaitu ragam lisan dan ragam tulis.
Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa dapat dibagi lagi atas tiga macam, yaitu ragam formal,
ragam semiformal, dan ragam nonformal. Perhatian bagan ragam bahasa di bawah ini.

1. Ragam Lisan

Berdasarkan
2. Ragam Tulis
Media

Pengantarnya
Ragam a
1. Ragam Formal

Bahasa
Berdasarkan 2. Ragam Semiformal

Situasi
Pemakaian 3. Ragam Nonformal

Berdasarkan bagan yang disajikan di atas, kini dapat diketahui jumlah ragam bahasa ada lima, yaitu
( I) ragam lisan, (2) ragam tulis, (3) ragam formal, (4) ragam semiformal, dan (5) ragam nonformal. Jika ada
nama atau istilah lain yang berhubungan dengan variasi bahasa, sebaiknya tidak dilekatkan dengan istilah
ragam bahasa agar tidak terjadi kerancuan. Istilah ragam sastra, ragam jurnalistik, ragam ilmiah, dan lain-
lain yang sebelum ini kita pakai, mulai saat ini sebaiknya diganti menjadi laras sastra, laras jurnalistik, laras
ilmiah, dan aneka laras yang lainnya.
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa yang dipakai dengan fungsi pemakaian bahasa.
Bahasa yang difungsikan untuk menulis karangan ilmiah disebut laras ilmiah. Bahasa yang difungsikan untuk
menulis karya sastra disebut laras sastra. Laras ilmiah yang selalu memakai ragam itu tentulah tidak cocok
dipakai untuk menulis karya sastra, misalnya dongeng yang memakai ragam nonformal. Contoh lain,
"bahasa iklan" yang umumnya memakai ragam semiformal, bahkan banyak yang nonformal, tentu tidak pas
kalau disajikan dengan "bahasa ilmiah". Jadi, bahasa dengan ciri tertentu yang dipakai (difungsikan) untuk
keperluan tertentu, itulah yang dinamakan laras bahasa.
Selama ini istilah laras bahasa sering dikacaukan dengan ragam bahasa. Bahasa yang dipakai
dalam bidang hukum sering disebut ragam hukum. Bahasa berciri khas yang difungsikan dalam bidang
kedokteran disebut ragam kedokteran. Akibatnya, ragam bahasa menjadi banyak jumlahnya. Ternyata
penggolongan itu kurang tepat. Yang lebih tepat, laras bahasalah yang banyak jumlahnya, sedangkan ragam
bahasa sesuai dengan bagan tadi, jumlahnya hanya ada lima.
Laras tertentu masih dapat dibagi atas beberapa sublaras. Laras sastra, misalnya, dapat dibagi atas
laras puisi, laras cerpen, laras novel, dan seterusnya. Laras jurnalistik dapat dibagi menjadi laras berita,
laras editorial, laras iklan, dan sebagai-nya. Setiap laras mempunyai ciri khas atau gaya tertentu. Semua
laras bahasa da-pat disampaikan secara lisan atau tulis, dalam bentuk/situasi formal, semiformal, atau
nonformial.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa penggolongan ragam bahasa berdasarkan media penuturnya
atau cara berkomunikasi menghasilkan ragam lisan dan ragam tulis. Kedua ragam itu dapat disebut ragam
utama karena apa pun ragam dan laras bahasa yang dipilih oleh seseorang, harus diwujudkan dalam bentuk
lisan atau tulis. Dalam praktik pemakaian, para penutur bahasa tentulah dapat merasakan perbedaan antara
ragam lisan dan ragam tulis. Perbedaan itu dapat dirinci sebagai berikut.
1) Ragam lisan menghendaki adanya mitra bicara yang siap mendengar apa yang diucapkan oleh
seseorang, sedangkan ragam tulis tidak selalu memerlukan "mitra bicara" yang siap membaca apa yang
dituliskan oleh seseorang.
2) Di dalam ragarn lisan, unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan
tidak selalu dinyatakan dengan kata-kata. Unsur-unsur itu sering dapat dinyatakan dengan bantuan
gerak tubuh dan mimik muka. Di dalam ragam tulis, fungsi-fungsi gramatikal harus dinyatakan secara
eksplisit agar orang yang membaca suatu tulisan, misalnya dalam surat kabar, majalah, atau buku dapat
memahami maksud penulisnya.
3) Ragam lisan terikat pada situasi, kondisi. ruang, dan waktu; sedangkan ragam tulis tidak terikat pada
situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Isi pembicaraan dalam suatu rapat, misalnya, baru dapat dipahami
oleh seseorang secara penuh bila la hadir dan turut terlibat dl dalam situasi, kondisi, ruang, dan waktu
penyelenggaraan rapat yang dimaksud. Tidak demikian halnya dengan ragam tulis. Karya tulis
seseorang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain pada situasi, kondisi, tempat, dan waktu yang
berbeda-beda.
4) Di dalam ragam lisan, makna dipengaruhi oleh tinggi-rendah dan panjang-pendeknya nada suara,
sedangkan di dalam ragam tulis, makna ditentukan terutama oleh pemakaian tanda baca.

Uraian di atas tidak dimaksudkan untuk memvonis ragam lisan lebih unggul dari ragam tulis atau
sebaliknya, tetapi hanya sekedar mengingatkan antara ragam lisan dan ragam tulis terdapat perbedaan yang
mendasar. Kedua ragam tersebut seyogianya dikuasai secara berimbang oleh mereka yang ingin
memanfaatkan bahasa sebagai alat komunikasi secara maksimal.
Jika seseorang hanya menguasai salah satu ragam, lisan saja atau tulis saja, sebenarnya kemampuan
berkomunikasinya belum lengkap. Menggunakan satu jenis komunikasi saja ternyata tidak cukup, terutama
dalam kehidupan modern. Alangkah idealnya jika di satu sisi seseorang terampil berbicara, berceramah,
berdiskusi, dan di sisi lain ia terampil pula menulis surat, menulis makalah, menulis artikel. Jadi, berko-
munikasi secara lisan dan secara tulis sama pentingnya karena antara keduanya dapat saling melengkapi.
Tabel di bawah ini memuat argumen yang mendukung pernyataan tersebut.
Tabel 1

Keunggulan dan Kelemahan Berkomunikasi


Secara Lisan dan Tulisan

Cara Berkomunikasi dan Keunggulan Kelemahan


Ragam Bahasa
Komunikasi Lisan/ (1) Berlangsung cepat (1) Tidak selalu
Ragam Lisan (2) Sering dapat mempnyai bukti
berlangsung tanpa alat autentik
bantu (2) Dasar
Contoh produk:
(3) Keaslahan dapat hukumnya
 Bebicara lansung dikoreksi lemah
 Berpidato (4) Dapat dibantu dengan (3) Sulit disajikan
 Berdiskusi gerak tubuh dan mimik secara
 Mempresentasikan muka matang/bersih
Sesuatu (4) Mudah
dimanipulasi
Komunikasi Tulis/ (1) Mempunyai bukti (1) Berlangsung
Ragam Tulis (2) Dasar hukumnya kuat lambat
Contoh Produk: (3) Dapat disajikan lebih (2) Selalu memakai
matang/bersih alat bantu
 Menulis surat (4) Lebih sulit dimanipulasi (3) Kesalahan tidak
 Menulis laporan dapat langsung
 Menulis artikel dikoreksi
 Menulis makalah

Masyarakat kita masih kurang menyadari perlunya keterampilan menggunakan ragam lisan dan ragam
tulis secara berimbang. Yang sudah cukup baik yakni pemahaman tentang perbedaan ragam lisan dan
ragam tulis karena hal-hal kontranstif yang telah dideskripsikan di atas, mau tak mau mereka alami dalam
praktik pemakaian.
Tidak demikian halnya dengan ragam yang muncul karena situasi pemakaiannya. Di tengah masyarakat,
pemakaian ragam formal, semiformal, dan nonformal tampaknya campur-aduk. Sebenarnya, sebagai
penutur bahasa Indonesia, perbedaan ketiga ragam itulah yang sangat perlu dipahami karena setiap hari
kita pasti memakai satu atau dua dari ragam tersebut. Masalahnya sekarang, banyak penutur yang
sebenarnya baru menguasai ragam nonformal merasa dirinya sudah mampu memakai ragam formal. Selain
itu, banyak pula penutur yang belum dapat membedakan secara tegas antara ragam semiformal dan ragam
formal.
Untuk pegangan dan sekaligus sebagai patokan dalam berbahasa, di bawah ini disajikan tabel
sederhana yang memperlihatkan pemakaian kata ganti dan sapaan; imbuhan dan partikel penegas; serta
pilihan kata tertentu jika akan menggunakan ragam formal, semiformal, dan nonformal. Tabel ini terbuka
untuk dilengkapi. Penempatan beberapa kata mungkin dapat diperdebatkan, namun sebagian besar unsur
dalam tabel ini sudah cukup mewakili ragamnya. Pemakaian kata-kata dari bahasa Jawa dan bahasa Betawi
dimaksudkan tidak lebih dari sebatas contoh.
Tabel 2

Pemakaian Kata Ganti dan Sapaan; Imbuhan dan Partikel Penegas;


serta Pilihan Kata Tertentu dalam Ragam Formal, Semiformal, dan Nonformal

Ragam Kata Ganti dan Pilihan Kata


Sapaan Tertentu
…..sudah menerima .. beri tahu (kan)
saya – Anda …..sudah membaca… sudah
saya – Bapak betulkan tidak
Formal saya – Ibu mengobrol begitu
saya - Saudara minum kopi seperti itu
sebentar
saja
laki-laki/ pria
perempuan/ wanita
aku – Bung ……sudah terima… kasih tahu
aku – Kamu …sudah baca… sudah
aku – Mas/Dik betulkan tidak
Semiformal aku - Mbak mengobrol gitu
ngopi kayak gitu
lho, kok ssebentar
sih, deh saja
orang laki/anak laki
orang perempuan/
anak perempuan
gue – Bang/Mbak ….udah diterima… bilang(in)/omong(in)
gue – Lu ….udah baca…. udah
Nonformal gue – Neng mengobrol nggak
gue - Situ ngopi gitu
lho,kok kok gitu
sih, deh entar/bentar
aja
cowok
cewek

Para penutur bahasa Indonesia seyogianya mengetahui kapan saatnya menggunakan salah satu
ragam itu secara tepat. Ragam nonformal dapat dipakai jika penutur dan komunikannya berasal dari etnik
yang sama, atau dengan sesama teman. Jika penutur melihat mitranya sebagai orang biasa yang tidak perlu
"dihormati" dan pendidikan atau status sosial mitranya juga tidak tinggi, ragam nonformal dapat dipakai.
Pilihan ragam akan beralih ke ragam semi formal atau ragam formal jika para penutur dan mitranya
multietnik, situasinya resmi, status sosial komunikan tinggi, dan topik pembicaraan bersifat serius. Jadi,
penetapan pilihan ragam yang dipakai bergantung pada situasi, topik pembicaraan, serta bentuk hubungan
antarpelaku dalam berkomunikasi.
Menggunakan bahasa tulis sehari-hari pun banyak di antara kita yang tidak mengalami kesulitan.
Menulis surat kepada kerabat dan kepada teman dengan mudah dapat kita lakukan. Menulis surat kepada
pacar pun lancar-lancar saja. Apalagi waktu menulis diary, hambatan kebahasaan hampir tidak ada. Kalimat
demi kalimat meluncur dengan mulus sambung-menyambung sehingga lembaran catatan harian cepat
penuh. Lalu, kapan seseorang menemui kesulitan memakai bahasa? Dalam berbahasa lisan kesulitan dapat
muncul misalnya pada saat seseorang ditunjuk menjadi ketua panitia dari suatu kegiatan yang menuntut
dirinya harus memimpin rapat yang serius; menyampaikan kata sambutan atau berpidato; atau ketika harus
mempresentasikan suatu program. Orang yang menghadapi situasi seperti itulah biasanya menjadi sibuk
bertanya ke kiri dan ke kanan meminta tolong diajari kata-kata apa saja yang harus diucapkan dan
bagaimana caranya agar bahasanya nanti terdengar bagus oleh audience.
Dalam berbahasa tulis, kesulitan terasa menghadang saat seseorang harus menulis surat kepada
pejabat pemerintah atau pada suatu organisasi, misalnya menulis surat permohonan atau seseorang diminta
menulis makalah atau menyusun proposal. Setelah mendapat order semacam itu barulah orangnya menjadi
"ribut" meminta bantuan ke sana ke mari karena bahasa yang tadinya terasa enteng sewaktu menulis surat
kepada pacar atau terasa gampang tatkala menulis catatan harian, ternyata tidak cocok dipakai untuk
menulis surat resmi, makalah, dan proposal.
Kondisi di atas terjadi karena situasinya sudah berbeda. Bahasa yang dipakai dalam keseharian kita
didominasi oleh ragam nonformal dan ragam semiformal. Kedua ragam ini hanya cocok dipakai dalam situasi
yang tidak resmi. Misalnya ketika mengobrol (lisan) dan menulis catatan harian (tertulis). Bahasa semacam
itu tidak baku/tidak standar, tidak berlaku umum, tidak beraroma terpelajar. Ragam nonformal tidak dapat
dipakai untuk berdiskusi ilmiah, berbicara dalam rapat yang resmi, mempresentasikan sesuatu, menulis
surat resmi, menulis laporan, menulis proposal, atau untuk menulis karya ilmiah. Seluruh kegiatan tersebut
bersifat resmi.
Ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang resmi, yaitu ragam formal atau ragam baku,
yaitu ragam yang mengikuti kaidah atau aturan kebahasaan. Ragam formal mutlak menuntut pemakaian
kata dan kalimat baku, sedangkan ragam nonformal tidak mutlak menuntut persyaratan tersebut. Agar lebih
jelas, berikut ini dibuatkan tabel peruntukan pemakaian ragam nonformal dan ragam formal.
Tabel 3

Pemakaian Ragam Nonformal dan Ragam Formal

Ragam Nonformal Lisan Ragam Formal Lisan

Dipakai untuk: Dipakai untuk:

 Berbicara sehari-hari di rumah  berceramah


 Berguncing  berpidato
 Bercerita  berdiskusi
 mengobrol  memresentasikan sesuatu
Ragam Nonformal Tulis Ragam Formal Tulis

Dipakai untuk: Dipakai untuk:

 menulis surat kepada kerabat  menulis surat resmi


 menulis surat kepada teman  menulis makalah, artikel
 menulis surat kepada pacar  menulis proposal
 menulis catatan harian  menulis laporan formal

Uraian di atas dapat dianggap sebagai salah satu jawaban mengapa kita masih perlu mempelajari
bahasa Indonesia. Sebagian besar masyarakat hanya menguasai ragam nonformal. Sebenarnya mereka
perlu meningkatkan keterampilan berbahasa dengan memelajari ragam formal karena kegiatan
berkomunikasi tidak mungkin terus-menerus berlangsung dalam situasi yang tidak resmi. Berkomunikasi
dalam era globalisasi dewasa ini menuntut para pelakunya mampu memakai ragam formal karena aktivitas
masyarakat modern umumnya didominasi oleh kegiatan yang bersifat resmi.
Perlu diketahui, tujuan akhir belajar bahasa Indonesia bagi mahasiswa yaitu agar mereka dapat
menulis karangan ilmiah, misalnya makalah, artikel, skripsi. Porsi pelajaran mengarang serta bimbingan
untuk praktik/latihannya di SLTP dan SLTA dirasakan masih kurang. Oleh sebab itu, mata kuliah bahasa
Indonesia (komposisi) tetap diajarkan pada tingkat perguruan tinggi.
Berkaitan dengan kemampuan menulis karangan ilmiah yang disebutkan di atas, serangkaian
kegiatan yang harus dilakukan oleh penulis yakni membaca teori, mengumpulkan data, merumuskan topik
dan tema. Setelah itu, ia pasti harus menuliskan karangannya, bukan? Di sinilah bahasa tulisan ilmiah
memegang peranan penting. Kualitas karangan yang akan ditulis ikut ditentukan oleh bahasa yang dipakai.
Hal penting pertama yang perlu diketahui oleh calon penulis ilmiah yaitu keharusan memakai laras ilmiah
dalam karangannya. Laras ilmiah mempunyai ciri khas yang membedakannya dari laras yang lain, yaitu
harus selalu menggunakan ragam formal.
Seperti diketahui, kawasan ilmu pengetahuan sangat luas dan beragam. Faktor pembeda antara
laras yang satu dengan laras yang lainnya terletak pada pemakaian kata atau istilah khusus sesuai dengan
bidang yang menjadi topik pembicaraan. Laras hukum, misalnya, tentu tampil dengan istilah-istilah hukum;
laras sastra akan diwarnai dengan istilah sastra; laras kedokteran tentulah sarat dengan istilah kedokteran,
dan seterusnya.
Pemakaian kata atau istilah khusus dalam bidang tertentu berdasarkan topik pembicaraan sekaligus
menjadi ciri ilmiah atau tidaknya suatu laras. Pembicaraan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
dengan berbagai topik dapat bernuansa ilmiah atau nonilmiah. Jika yang dipakai dalam pembicaraan itu
kata-kata biasa atau kata-kata umum berarti larasnya nonilmiah. Sebaliknya, jika yang dipakai kata-kata atau
istilah khusus, berarti larasnya ilmiah. Perhatikan contoh di bawah ini.

Tabel 4
Pemakaian Kata
Sifat
Laras
Nonilmu (Nonilmiah) Ilmu (ilmiah)
Bidang

Hukum Dia dihukum karena melakukan Dia dihukum karena


penipuan dan penggelapan melakukan tindak pidana

Bisnis Setiap akan akan mendapatkan Setiap agen akan


potongan khusus mendapatkan rabat
khusus

Sastra Jalan cerita sinetron itu Alur cerita sinetron itu


membosankan membosankan

Kedokteran Ayan bukan penyakit menular Epilepsi bukan penyakit


menular

Latihan

Jawablah pertanyaan berikut ini

1. Apa perbedaan ragam bahasa dan laras bahasa.

2. Buatlah masing-masing 2 contoh laras bahasa yang bersifat ilmiah dan nonilmiah sesuai bidang ilmu
Anda.

Anda mungkin juga menyukai