Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kita mengetahui mengenai penyakit jantung yang
bukan hanya dapat diderita oleh orang dewasa, namun dapat juga diderita
oleh anak-anak bahkan saat baru lahir. Biasanya penyakit jantung pada
anak memang tidak dapat langsung diketahui, namun seiring
bertambahnya usia, tanda-tanda dan gejala dari penyakit jantung ini akan
sangat mudah diketahui.
Salah satu penyakit jantung pada anak adalah TOP (Tetralogi of
fallot) kelainan jantung kongenital dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal meliputi Defek
Septum Ventrikel, Stenosis Pulmonal, Overriding Aorta dan Hipertrofi
Ventrikel Kanan.
Oleh karena itu di dalam makalah ini akaan dibahas mengenai
penyakit TOF yang dapat mempermudah seorang perawat atau ahli
kesehatan lain dalam mempelajari penyakit jantung pada anak khususnya
TOF.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertia dari TOF.
2. Mengetahui etiologi TOF.
3. Mengetahui maifestasi klinik dari TOF.
4. Megetahui penatalaksanaan dari TOF.
5. Mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari TOF.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian TOF
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung bawaan dengan
gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal
meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan
hipertrofi ventrikel kanan.
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital
dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal
yang abnormal meliputi Defek Septum Ventrikel, Stenosis Pulmonal,
Overriding Aorta dan Hipertrofi Ventrikel Kanan. (Buku Ajar Kardiologi
Anak, 2002).
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat
beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai
berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.
Frekuensi TF lebih kurang 10 %. Derajat stenosis pulmonal sangat
menentukan gambaran kelainan; pada obstruksi ringan tidak terdapat
sianosis, sedangkan pada obstruksi berat sianosis terlihat sangat nyata.
Pada klien dengan TF, stenosis pulmonal menghalangi aliran
darah ke paru-paru dan mengakibatkan peningkatan ventrikel kanan
sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan. Sehingga darah kaya CO2
yang harusnya dipompakan ke paru-paru berpindah ke ventrikel kiri
karena adanya celah antara ventrikel kanan akibat VSD (ventrikel septum
defek), akibatnya darah yang ada di ventrikel kiri yang kaya akan O2 dan
akan dipompakan ke sirkulasi sistemik bercampur dengan darah yang
berasal dari ventrikel kanan yang kaya akan CO2. Sehingga percampuran
ini mengakibatkan darah yang akan dipompakan ke sirkulasi sistemik
mengalami penurunan kadar O2

Empat kelainan anatomi sebagai berikut :

2
1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
rongga ventrikel.
2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah
yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep
juga menebal dan menimbulkan penyempitan
3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari
ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah
sebagian aorta  keluar dari bilik kanan
4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan
karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis
pulmonal.

B. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak
diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
Faktor –faktor tersebut antara lain :
1. Faktor endogen
a. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom, contohnya
down syndrome, marfan syndrome.

3
b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
misalnya VSD, pulmonary stenosis, and overriding aorta.
c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.
2. Faktor eksogen
a. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu).
b. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
c. Efek radiologi (paparan sinar X).
d. Ibu mengonsumsi alcohol dan merokok saat mengandung.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen
tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan.
Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multifaktor.

C. Manifestasi klinis
1. Murmur mungkin merupakan tanda pertama yang biasa ditemukan
oleh dokter. Ia merupakan suara tambahan atau tidak biasa yang
dapat didengar pada denyut jantung si bayi. Kebanyakan bayi
yang menderita tetaralogy of fallot mempunyai suara murmur
jantung.
2. Cyanosis juga merupakan pertanda umum pada tetralogy of fallot.
Cyanosis adalah suatu keadaan di mana pada sirkulasi bayi
kekurangan darah yang telah mengalami oksigenasi sehingga
dapat timbul dengan kulit, kuku, serta bibir yang pucat.
3. Warna kulit pucat
4. Frekuensi pernafasan yang meninggi
5. Kulit terasa dingin
6. BB yang rendah

4
7. Susah untuk diberi makan karena klien cepat lelah ketika diberi
makan
8. Clubbing finger’s.

D. Patofisiologi
Tetralogy of fallot biasanya berakibatkan oksigenasi yang rendah
berhubungan dengan tercampurnya darah yang deoksigenasi dan
oksigenasi pada ventricle kiri yang akan dipompakan ke aorta karena
obstruksi pada katup pulmonal. Ini dikenal dengan istilah right-to-left
shunt. Hal ini sering mengakibatkan kulit bayi menjadi pucat dan terlihat
biru. Apabila Tetralogy of fallot tidak ditangani pada jangka waktu yang
panjang, maka akan mengakibatkan hipertrofi ventricle kanan progressive
dan dilatasi berhubung dengan resistensi yang meningkat pada ventricle
kanan. Hal ini dapat menyebabkan DC kanan yang bisa berakhir dengan
kematian.
Proses pembentukan jantung pada janin mulai terjadi pada hari
ke-18 usia kehamilan. Pada minggu ke-3 jantung hanya berbentuk tabung
yang disebut fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3 sampai minggu ke-4
usia kehamilan, terjadi fase looping dan septasi, yaitu fase dimana terjadi
proses pembentukan dan penyekatan ruang-ruang jantung serta
pemisahan antara aorta dan arteri pulmonalis. Pada minggu ke-5 sampai
ke-8 pembagian dan penyekatan hampir sempurna. Akan tetapi, proses
pembentukan dan perkembangan jantung dapat terganggu jika selama
masa kehamilan terdapat faktor-faktor resiko.
Kesalahan dalam pembagian Trunkus dapat berakibat letak aorta
yang abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri
pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian,
bayi akan lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu
defek septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal infundibuler atau
valvular, dekstro posisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.

5
Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat
stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibuler,
pada 10%-25% kasus kombinasi infundibuler dan valvular, dan 10%
kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya adalah stenosis pulmonal
perifer.
Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang
normal, overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah
anterior mengarah ke septum. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg:
(1) tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah
ke belakang ventrikel kiri, (2) Pada overriding 25% sumbu aorta asenden
ke arah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap
ke ventrikel kanan, (3) Pada overridng 50% sumbu aorta mengarah ke
septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan, (4)
Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan venrikel
kanan. Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan
derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.
(Ilmu Kesehatan anak, 2001).
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang
bersamaan, maka :
1. Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang
pada septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel
kiri, sehingga terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi
dan belum teroksigenasi.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir
dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang
septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan
tetapi apabila tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel
kiri maka darah akan mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri
(right to left shunt).

6
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah
ke dalam aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan
tinggi akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya
akan mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan).

Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan


ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup,
dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan
melewati defek septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya
darah yang dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya sianosis. (Ilmu Kesehatan anak, 2001).
Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat,
menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan
TOF mengalami hipoksia spell yang ditandai dengan : sianosis (pasien
menjadi biru), mengalami kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah
dan pucat, kadang pasien menjadi kejang bahkan pingsan. Keadaan ini
merupakan keadaan emergensi yang harus ditangani segera, misalnya
dengan salah satu cara memulihkan serangan spell yaitu memberikan
posisi lutut ke dada (knee chest position).

7
8
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit
jantung bawaan sianotik untuk menilai perkembangan penyakit.
Hemoglobin dan hematokrit merupakan indikator yang cukup baik
untuk derajat hipoksemia. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit
ini merupakan mekanisme kompensasi akibat saturasi oksigen yang
rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan antara 16-18 g/dl,
sedangkan hematokrit 50-65%. Bila kadar hemoglobin dan
hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya terjadinya
kelainan trombo emboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah
tersebut berarti terjadi anemia relatif yang harus diobati.
2. Gambaran radiologis
Cardio thoracic ratio pasien tetralogi fallot biasanya normal
atau sedikit membesar. Akibat terjadinya pembesaran ventrikel kanan
dengan konus pulmonalis yang hilang, maka tampak apeks jantung
terangkat sehingga tampak seperti “sepatu boot”. Pada 25% kasus
arkus aorta terletak di kanan yang seharusnya di kiri, dapat berakibat
terjadinya suatu tarik bayangan trakeobronkial berisi udara di sebelah
kiri, yang terdapat pada pandangan antero-posterior atau dapat
dipastikan oleh pergeseran esophagus yang berisi barium ke kiri.
Corakan vascular paru berkurang dan lapangan paru relatif bersih,
mungkin disebabkan oleh aliran darah paru paru yang berkurang dan
merupakan suatu tanda diagnostik yang penting. Bila terdapat
kolateral yang banyak mungkin corakan vascular paru tampak
normal, atau bahkan bertambah. Pada proyeksi lateral, ruangan depan
yang bersih atau kosong dapat atau tidak dipenuhi oleh ventrikel
kanan yang hipertrofi.

9
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar sering
dijumpai P pulmonal.
4. Ekokardiogram
Ekokardiografi dapat memperlihatkan setiap kelainan pada
tetralogi fallot. Pelebaran dan posisi aorta berupa diskontinuitas
septum ventrikel dan dinding depan aorta serta pelebaran ventrikel
kanan mudah dilihat. Kelainan katup pulmonal seringkali sulit
dinilai, demikian pula penentuan perbedaan tekanan antara ventrikel
kanan dan a.pulmonalis tidak selalu mudah dilakukan.
5. Kateterisasi jantung
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui
defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari
dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya
penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan,
dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.

F. Penatalaksanaan
1. Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi
ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain
dengan cara :
a. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
b. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
c. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
d. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu
tepat karena permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi
karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas
diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak

10
menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan
pemberian :
1) Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk
menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi.
Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis
awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi
sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
2) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini
bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga
sedative
3) penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat
efektif dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume
darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran
darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa
oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya yaitu :
a. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan
sianotik.
b. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi.
c. Hindari dehidrasi.
2. Tindakan Bedah
Merupakan suatu keharusan bagi semua penderita TF. Pada bayi
dengan sianosis yang jelas, sering pertama-tama dilakukan operasi
pintasan atau langsung dilakukan pelebaran stenosis trans-ventrikel.
Koreksi total dengan menutup VSD (Ventrikel Septum Defek)
seluruhnya dan melebarkan PS pada waktu ini sudah mungkin
dilakukan. Umur optimal untuk koreksi total pada saat ini ialah 7-10
tahun. Walaupun kemajuan telah banyak dicapai, namun sampai
sekarang operasi semacam ini selalu disertai resiko besar.
3. Pengobatan Konservatif

11
Anak dengan serangan anoksia ditolong dengan knee-chest
position, dosis kecil morfin (1/8-1/4 mg) disertai dengan pemberian
oksigen. Dengan tindakan ini serangan anoksia sering hilang dengan
cepat. Pada waktu ini diberikan pula obat-obat pemblok beta
(propanolol) untuk mengurangi kontraktilitas miokard. Pencegahan
terhadap anoksia dilaksanakan pila dengan mencegah atau mengobati
anemia defisiensi besi relative, karena hal ini sering menambah
frekuensi serangan. Asidosis metabolic harus diatasi secara adekuat.

G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat :
Gejala : keletihan / kelelahan terus menerus sepangjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas. Dispnea pada istirahat atau
pada pengerahan tenaga
Tanda : gelisah, perubahan status mental, misal : letargi. Tanda
vital berubah pada aktivitas
b. Sirkulasi :
1) Gejala : Riwayat hipertensi, bengkak pada kaki,
abdomen, IM baru atau akut.
2) Tanda : Warna : kebiruan, pucat, abu – abu, sianotik
3) Edema : mungkin dependen, umum, atau pitting,
khususnya pada ekstremitas.
4) Frekuensi jantung : takikardy
5) Tekanan nadi : mungkin sempit, menunjukan penurunan
volume sekuncup
6) Hepar : pembesaran/dapat teraba
7) Bunyi nafas : rongki
8) Irama jantung : disritmia, misalnya fibrilasi atrium,
kontraksi ventrikel prematur/takikardi, blok jantung.

12
9) Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat.
10) Murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis

c. Integritas :
1) Gejala : ansietas, takut
2) Tanda : berbagai manifestasi perilaku, misalnya :
ansietas, marah, ketakutan.

d. Eleminasi :
1) Gejala : penurunan berkemih, berkemih di malam hari,

e. Makanan atau Cairan :


1) Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah,
pembengkaan ekstremitas bawah,
2) Tanda : distensi abdomen, edema (umum, dependen,
tekanan, pitting)

f. Neorosensori :
1) Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan
2) Tanda : Letargi, diorientasi, perubahan perilaku

g. Nyeri atau kenyamanan :


1) Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri
abdomen kanan atas, sakit pada otot
2) Tanda : tidak tenang, gelisah, focus menyempit
(menarik diri)

h. Pernapasan :

13
1) Gejala : Dipsnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bantal, penggunaan bantuan pernapasan
missal oksigen atau medikasi
2) Tanda : pernapasan : takipnea, napas dangkal,
3) Bunyi napas : mungkin tidak terdengar, dengan mengi
4) Fungsi mental : kegelisahan
5) Warna kulit : pucat atau sianosis

i. Pemeriksaan Diagnostik :
1) EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuler, iskemia, disritmia
misal takikardi, fibrilasi atria.
2) Ekokardiogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran
bilik dan serambi, perubahan dalam fungsi atau struktur
katup atau area kontraktilitas ventricular.
3) Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung,
bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertopi bilik atau
serambi, atau perubahan dalam pembuluh darah
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
4) Enzim Hepar : Meningkat dalam gagal atau kongestif
hepar.
5) AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2 (akhir).

H. Diagnosa keperawatan
1. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural
jantung.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap
kebutuhan tubuh.

14
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak
adekuat, kebutuhan nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.
4. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan aliran
darah ke pulmonal
6. Penurunan cardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif dengan
adanya malformasi jantung
7. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoksia kronis,
serangan sianotik akut)
8. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq
selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori, penurunan nafsu
makan
9. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya
suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
10. Kecemasan keluarga b.d kurang pengetahuan keluarga tentang
diagnosis atau prognosis penyakit anak.
11. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan
tekanan intrakranial sekunder abses otak
12. Resiko terjadinya spell berulang b.d hipoksia.

I. Rencana intervensi
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
a. Resiko Setelah diberikan asuhan keperawatan  Kaji frekuensi nadi,
penurunan selama 3 x 24 jam, diharapkan RR, TD secara teratur
cardiac output penurunan cardiac output pada klien setiap 4 jam.
b/d adanya dapat diatasi, dengan kriteria hasil :  Catat bunyi jantung.
kelainan No Indikator IR ER  Kaji perubahan warna
structural 1. Denyut nadi 2 4 kulit terhadap sianosis
jantung. 2. Warna kulit 2 5 dan pucat
3. Lemah 3 5  Pantau intake dan
4. Sianosis 2 5 output setiap 24 jam.
 Batasi aktifitas secara
adekuat.
 Berikan kondisi

15
psikologis lingkungan
yang tenang.
b. Intolerans Setelah diberikan asuhan keperawatan  Ikuti pola istirahat
aktivitas b/d selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah pasien, hindari
ketidakseimba intoleransi aktivitas dapat teratasi pemberian intervensi
ngan dengan kriteria hasil: pada saat istirahat.
pemenuhan O2 No Indikator IR ER  Lakukan perawatan
terhadap 1. Aktifitas 2 5 dengan cepat, hindari
kebutuhan 2. Istirahat 2 5 pengeluaran energi
tubuh. 3. Kemudaha 3 5 berlebih dari pasien.
n bernafas  Bantu pasien memilih
4. Saturasi 3 5 kegiatan yang tidak
oksigen melelahkan.
saat  Hindari perubahan
beraktifitas suhu lingkungan yang
5. Nadi saat 2 5 mendadak.
aktifitas  Kurangi kecemasan
pasien dengan
memberi penjelasan
yang dibutuhkan
pasien dan keluarga.
 Respon perubahan
keadaan psikologis
pasien (menangis,
murung dll) dengan
baik.

16
c. Gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan  Sediakan kebutuhan
pertumbuhan selama 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi adekuat.
dan pertumbuhan dan perkembangan klien  Monitor BB/TB, buat
perkembangan dapat mengikuti kurva tumbuh catatan khusus
b/d oksigenasi kembang sesuai dengan usia , dengan sebagai monitor.
tidak adekuat, kriteria hasil :  Kolaborasi intake Fe
kebutuhan No Indikator IR ER dalam nutrisi.
nutrisi jaringan 1. Interna 2 5
tubuh, isolasi gambar
social. diri
2. Kesesuaian 3 5
antara
realitas
3. Deskripsi 2 5
bagian
tubuh yang
terkena

d. Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan keperawatan  Kaji tanda vital dan
b/d keadaan selama 3 x 24 jam, diharapkan infeksi tanda – tanda
umum tidak pada klien tidak terjadi dengan kriteria infeksi umum
adekuat. hasil : lainnya.
 Hindari kontak
No Indikator IR ER dengan sumber
1. Tanda 2 5 infeksi.
infeksi  Sediakan waktu
2. Hygiene 3 5 istirahat yang
adekuat.
 Sediakan
kebutuhan nutrisi
yang adekuat sesuai
kebutuhan.
e. Resiko Setelah diberikan asuhan keperawatan  Monitor tanda-
terjadinya spell

17
berulang b.d selama 3 x 24 jam, diharapkan tanda vital
hipoksia serangan spell tidak terjadi dengan  Kenali secara dini
jaringan kriteria hasil : adanya tanda-tanda
meningkat spell, seperti klien
pada
No indikator IR ER bertambah sianosis,
peningkatan
aktivitas 1. Tanda-tanda 1 5 peningkatan
spell frekuensi
2. Tanda-tanda 1 4 pernapasan,
vital gelisah, lemas
3. Akral hangat 3 4 kesadaran menurun
4. Kesadaran 2 5 dan kejang.
klien  Ciptakan
lingkungan yang
tenang, hindari
lingkungan penuh
stres
 4) Batasi
aktivitas dan
pengunjung
 5) Atur posisi
squatting atau knee
chest jika terjadi
tanda-tanda spell
mulai terjadi
 6) Beri
makanan yang
lunak dan mudah
dicerna
 7) Kolaborasi
pemberian O2/obat
batuk/ penurun
panas/pelunak
faeses/penenang
serta propanolol
jika diperlukan.
 8) Hidrasi
cairan
f. Penurunan Setelah diberikan asuhan keperawatan  Monitor tanda vital,
cardiac output selama 3 x 24 jam, diharapkan anak pulsasi perifer,
b.d sirkulasi dapat mempertahakan ardia output capilarry refill
yang tidak adekuat dengan kriteria hasil : dengan
efektif dengan • Tanda-tanda vital normal sesuai membandingkan
adanya
umur pengukuran pada
malformasi
jantung • Tidak ada ; dyspneu, napas cepat kedua ekstremitas

18
dan dalam, sianosis, gelisah/letargi, dengan posisi
takikardi, mur-mur berdiri, duduk, dan
• Pasien compos mentis tiduran jika
• Akral hangat memungkinkan.
• pulsasi perifer kuat dan sama pada  Kaji dan catat
kedua ekstremitas denyut apikal
• Capilarry Refill time < 3 detik selama satu menit
• urine output 1-2 cc/kgBB/jam penuh
 Observasi adanya
serangan sianotik
 Berikan posisi knee
chest pada anak
 Obsrevasi adanya
tanda-tanda
penurunan sensori:
letargi, bingung
dan disorientasi
 Monitor intake dan
output secara
adekuat
 Sediakan waktu
istirahat yang
cukup bagi anak
dan dampingi anak
pada saat
melakukan
aktivitas
 Sajikan makanan
yang mudah
dicerna dan kurangi
konsumsi kafein
 Kolaborasi dalam
pemeriksaan serial
ECG, foto thorak,
pemberian obat-
obatan anti
disritmia.
 Kolaborasi
pemberian oksigen
 Kolaborasi
pemberian cairan
tubuh melalui infus

19
J. Evaluasi
1. Klien tidak terlihat pucat.
2. Klien tidak terlihat lemah.
3. Mengalami sianosis pada tubuhnya.
4. Saturasi o2 saat aktifitas tercukupi.
5. Kecepatan respiratori normal saat aktifitas.
6. Nadi normal saat aktifitas.
7. Kemudahan bernafas saat bernafas.
8. Tekanan darah sistol dan diastol normal saat aktifitas
9. Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan batas kemampuan
10. Klien dapat tidur nyenyak pada malam hari
11. Klien terlihat lebih segar ketika terbangun.
12. Anak usia 6 bulan dapat :
Merangkak,duduk dengan bantuan, menggenggam, dan memasukkan
benda ke mulut.
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan rata – rata masa
tubuh berada dalam batas normal sesuai usia.
13. Klien dapat berinteraksi dengan keluarga
14. Terbebas dari tanda - tanda infeksi
15. Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, disimpulka bahwa Tetralogi fallot
(TF) adalah kelainan jantung bawaan dengan gangguan
sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal
meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding
aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Penyakit TOF juga
sangat mempengaruhi terhadap tumbuh kembang anak,
sehingga akan didapatkan body emage yang tidak normal pada
anak
B. Saran
1. Sebaiknya seorang perawat dalam melakuka tidaka
keperawata ynag aka dilakuka harus memahami
patofisiologi dari penyebab utama diri timbulnya penyakit.
2. Sebagai seorang perawat harus memberika penkes mengenai
penyakit TOF kepada keluarga sehingga dapat membtu
dalam proses peyembuha atau meegh terjadinya serangan
dari penyakit TOF.

21
DAFTAR PUSTAKA
http://majalahkesehatan.com/kelainan-jantung-bawaan-pada-anak/
http://www.scribd.com/doc/41615979/tof
http://www.wayantulus.com/jenis-jenis-penyakit-jantung-bawaan
Lynn Betz Cecily dan A. Sowden Linda. Buku saku keperawatan pediatri, Edisi 5;
Jakarta, 2004. Penerbit Buku Kedokteran ECG
Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009.
Penerbit Buku Kedokteran ECG
Harianto, Agus, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi; Surabaya, 1994. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 1993. Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak; Jakarta, 1992. Penerbit Buku Kedokteran ECG.

22

Anda mungkin juga menyukai