Disusun Oleh :
Nungqy Ardzila
30101607706
Pembimbing :
dr. Idil Fitri, Sp.PD
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Nomor RM : 850104
DATA DASAR
Penderita datang ke IGD RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus dengan keluhan utama
perut membesar sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan perut membesar dirasakan terasa penuh,
kencang, nyeri, mengganjal dan terjadi terus – menerus. Keluhan memberat saat aktivitas dan
saat pasien tidur dengan posisi miring ke kanan. Keluahan berkurang saat istirahat dan saat
pasien tidur dengan posisi terlentang. Penderita merasakan BAB dab BAK normal. Pasien
mengaku masih bisa buang angin. Tidak terdapat mual dan muntah. Terdapat keluhan lain
yaitu batuk.
Keluhan batuk terjadi sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengaku batuk dirasakan
berdahak namun susah untuk dikeluarkan. Batuk yang dirasakan pasien hilang timbul, tidak
menghitung berapa kali batuk dalam sehari. Batuk yang dirasakan pasien memberat saat
malam hari, tidak membaik dengan kondisi apapun. Pasien mengaku tidak pernah batuk
berdarah. Pasien mengaku nafsu makan baik dan makan teratur, namun pasien mengeluh
berat badan turun ± 5kg dalam ± 6 bulan. Pasien tidak mengeluh demam dan berkeringat
pada malam hari.
Pasien bekerja sebagai buruh proyek, sudah menikah dan tinggal bersama istri beserta kedua
anaknya. Biaya rumah sakit menggunakan BPJS kelas 3.
Penderita telah dirawat selama 3 hari di Bougenvil lantai 3 dengan problem sebagai berikut :
1. Tuberkulosis Paru
- Infus RL 30 tpm
- Infus ciprofloxacin 1x500mg
- Inj. Omeprazole 2x1 amp
- Inj. Furosemid 2x1 amp
- Inj. Sotatik 3 x 0,5 amp
- Infus paracetamol 3x1
- Infus propranolol 3x10mg
- Spironolakton 100mg PO
- NAC 3x1 PO
- UDCA 3x1 PO
- Sucralfate syr 3x1
PEMERIKSAAN FISIK
TB : 155 cm BB : 45 kg
Mulut : bentuk rahang normal, mukosa tidak kering, papil lidah tidak
atrofi, bercak ungu (-), hipertrofi gingiva (-), gusi berdarah (-)
Dada : Bentuk simetris, sela iga tidak melebar, simetris statis dan
dinamis, pemebesaran kelenjar limfe tidak ditemukan, spider
nevi (-), nyeri tekan sternum (-)
Jantung
Paru-paru
Depan
Inspeksi : sela iga tidak melebar, venektasi (-), kanan dan kiri simetris
statis dan dinamis
Belakang
Abdomen:
Inspeksi : cembung, tidak terlihat gerakan dinding usus, tidak ada massa
Perkusi : pekak sisi positif normal, pekak alih positif, liver span 10
cm nyeri ketok sudut kostovertebra (-)
Hematologi (23-8-2021)
Elektrolit (23-8-2021)
Immunologi
Foto thorax AP, supine, simetris, inspirasi kurang dan kondisi cukup.
Hasil :
Cor : Tertarik ke kanan
Besar sulit dinilai
Pulmo : Corakan baronkovaskular normal
Tampak bercak infiltrate dikedua paru
Diafragma sinus kanan tumpul
Kesan :
- Cor besar sulit dinilai
- TB paru lama aktif dengan fibrosis di paru kanan
PROBLEM AKTIF
2. Tuberkulosis Paru
PERMASALAHAN
- Asites minimal
- Meteorismus
- Tak tampak masa intra abdomen
- Sonografi organ ingtra abdomen lainnya normal
A : Asites bukan karena kelainan atau pembesaran organ dan bukan karena massa intra
abdomen
P DX : Pemeriksaan Albumin
TX : UDCA 3 x 250mg
Spironolactone 1 x 100mg
Propranolol 3 x 10mg
Levofloxacin 1 x 1
Salofalk 3 x 500mg
Arcapect 3 x 1 (bila diare)
L Bio 3 x 1
Infus paracetamol 3 x 10mg/ml
Infus ciprofloxacin 2 x 1
Inj omeprazole 2 x 40mg
Inj metoclopramide 3 x 5mg
Tanggal 26 Agustus 2021
Problem Asites
S : sesak nafas, perut terasa kencang
O : TD 88/60, RR 25x/menit, Nadi 118x/menit (isi dan tegangan lemah)
Suhu 36,8ºC, SpO2 90% NRM 15lpm
Pemeriksaan kimia klinik :
- Albumin : 2,1 g/dL
Nadi tidak teraba pada pukul 05.15 WIB
Tuberkulosis Paru
TUBERCULOSIS PARU
TUBERCULOSIS PERITONEAL
Patogenesis pada Peritoneum dapat dikenal oleh tuberkulosis melalui beberapa cara:
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paruparu. 2. Melalui dinding usus yang
terinfeksi. 3. Dari kelenjar limfe mesenterium. 4. Melalui tuba fallopii yang terinfeksi. Pada
kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran
perkontinuitatum, tetapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum
yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu.
Gejala klinis bervariasi, umunya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan, sering
pasien tidak menyadari keadaan ini. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu sampai 2 tahun dengan rata-rata lebih
dari 16 minggu. Keluhan yang paling sering iaIah; tidak ada nafsu makan, batuk dan demam.
Variasi keluhan-keluhan pasien tuberkulosis peritoneal menurut beberapa penulis (Tabel 1)
Pada pemeriksaan fisis gejala yang sering dijumpai iaIah: asites, demam, pembengkakan
perut dan nyeri, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien
bisa masih cukup baik, sampai kedaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan sering
dijumpai tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba,
sehingga pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering
sukar dibedakan dari kista ovari.
Diagnosis pada tuberculosis peritoneal adalah pemeriksaan darah sering ditemui
anemia penyakit kronik, leukositosis ringan atau leukopenia, trombositosis dan sering
dijumpai laju endapan darah (LED) yang meningkat. Sebagian besar pasien mungkin negatif
uji tuberkulinnya. Uji faal hati terganggu dan sirosis hati tidak jarang ditemui bersama-sama
dengan tuberkulosis peritoneal. Pemeriksaan cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat
dengan protein > 3 g/dl. Jumlah sel di antara 100-3000 sel/ml, biasanya lebih dari 90%
limfosit. LDH biasanya meningkat. Cairan asites yang purulen dapat ditemukan, begitu juga
cairan asites yang bercampur darah (serosanguineus). Basil tahan asam didapati hasilnya
kurang dari 5% yang positip dan kultur cairan ditemukan kurang dari 20 % yang positip. Ada
beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66 % kultur BTA positip yang akan meningkat
sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah disentrifuge dengan jumlah
cairan lebih dari 1 liter. Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu.
Perbandingan albumin serum asites pada tuberkulosis peritoneal ditemukan rasionya 1,1 gr/dl
merupakan cairan asites akibat portal hipertensi. Perbandingan glukosa asites dan darah pada
tuberkulosis peritoneal tersebut < 0,96, sedangkan pasien asites dengan penyebab lain
rasionya > 0,96. Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu diagnosis tuberkulosis
peritoneal, cepat dan non invasif adalah pemeriksaan adenosin deaminase activity (ADA),
interferon gamma (IFNy), dan PCR. Menurut Gimene dkk nilai ADA lebih dari 0,40 uKat/l
mempunyai sensitifitas 100% dan spesifisitas 99% untuk mendiagnosis tuberculosis
peritoneal. Menurut Gupta dkk nilai ADA 30 u/l mempunyai sensitifitas 100% dan
spesifisitas 94,1%, serta mengurangi positip palsu dari sirosis hati atau keganasan karena nilai
ADA nya 14 ± 10,6 u/l.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Penunjang Ultrasonografi. Pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau
terfiksasi (dalam bentuk kantongkantong). Menurut Ramaiya dan Walter gambaran sonografi
tuberkulosis peritoneal yang sering antara lain, cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam
rongga abdomen, abses dalam abdomen, massa di daerah ileosekal dan pembesaran kelenjar
limfe retroperitoneal. Adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan
penebalan omentum, dapat dilihat dan harus diperiksa dengan seksama. CT Scan.
Pemeriksaan CT Scan untuk tuberkulosi s peritoneal tidak ada suatu gambaran yang khas,
secara umum ditemukan gambaran peritoneum yang berpasir. Rodriguez dkk melakukan
suatu penelitian yang membandingkan tuberkulosis peritoneal dengan karsinoma peritoneal.
Didapatkan penemuan yang paling baik untuk membedakannya dengan melihat gambaran CT
scan terhadap peritoneum parietalis. Bila peritoneumnya licin dengan penebalan yang
minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan gambaran tuberkulosis peritoneal,
sedangkan karsinoma peritoneal terlihat adanya nodul yang tertanam dan penebalan
peritoneum yang tak teratur. Peritoneoskopi. Peritoneoskopi cara yang terbaik untuk
mendiagnosis tuberkulosis peritoneal. Tuberkel pada peritoneum yang khas akan terlihat pada
lebih dari 90% pasien dan biopsi dapat dilakukan dengan terarah, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan histologi. Pada tuberkel peritoneal ini dapat ditemui BTA hampir 75 % pasien
tuberkulosis peritoneal. Hasil histologi yang penting adalah didapatnya granuloma. Yang
lebih spesifik lagi adalah jika didapati granuloma dengan perkejuan. Gambaran yang dapat
dilihat pada tuberkulosis peritoneal : 1). Tuberkel kecil ataupun besar pada dinding
peritoneum atau pada organ lain dalam rongga peritoneum seperti hati, omentum,
ligamentum atau usus; 2). Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu dan
peritoneum; 3). Penebalan peritoneum; 4). Adanya cairan eksudat atau purulen, mungkin
cairan bercampur darah. Walaupun dengan cara peritoneoskopi tuberkulosis peritonea l dapa t
dikena l dengan mudah namun gambarannya dapat menyerupai penyakit lain seperti
peritonitis karsinomatosis. Karena itu pengobatan baru diberikan bila hasil pemeriksaan
histologi menyokong suatu tuberkulosis peritoneal. Kadang-kadang peritoneoskopi tidak
dapat dilakukan pada kasus dengan perlengketan jaringan yang luas, sehingga trokar sulit
dimasukkan. Pada keadaan seperti itu sebaiknya dilakukan laparatomi diagnostik.
Laparatomi. Dahulu laparatomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosis yang sering
dilakukan, namun saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika
cara lain yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian diagnosis atau jika dijumpai
indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus.
Pengobatannya sama dengan tuberkulosis paru. Obatobatan seperti streptomisin, INH,
etambutol, rifampisin, pirazinamid memberikan hasil yang baik, perbaikan akan terlihat dalan
waktu 2 bulan. Lama pengobatan biasanya mencapai 9 bulan sampai 18 bulan atau lebih.
Beberapa penulis berpendapat kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan
mengurangi terjadinya asites. Terbukti juga kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan
dan kematian, namun pemberian kortikosteroid harus dicegah pada daerah endemis dimana
terjadi resistensi terhadap mikobakterium tuberkulosis.
ANEMIA
Anemia adalah penurunan hemoglobin (Hb) atau hematokrit (HCT) atau jumlah RBC.
Ini adalah presentasi dari kondisi yang mendasarinya dan dapat dibagi menjadi makrositik,
mikrositik, atau normositik. Pasien dengan anemia biasanya datang dengan gejala yang tidak
jelas seperti lesu, lemah, dan lelah. Anemia berat dapat hadir dengan sinkop, sesak napas, dan
toleransi latihan berkurang.
Alkohol
Penyakit hati
Hipotiroidisme
Kekurangan folat dan vitamin B12 [3]
Sindrom mielodisplastik (MDS)
- Anemia refrakter (RA)
- Anemia refrakter dengan sideroblas bercincin (RA-RS)
- Anemia refrakter dengan blas berlebih (RA-EB)
- Anemia refrakter dengan ledakan berlebih dalam transformasi
- Leukemia mielomonositik kronis (CMML)
Diinduksi obat
- Diuretik
- Agen kemoterapi
- Agen hipoglikemik
- Agen antiretroviral
- Antimikroba
- Antikonvulsan
4) Anemia hemolitik Anemia hemolitik (HA) dibagi menjadi penyebab ekstravaskular dan
intravaskular.
Hemolisis ekstravaskular: sel darah merah secara prematur dikeluarkan dari sirkulasi
oleh hati dan limpa. Ini menyumbang sebagian besar kasus HA
- Hemoglobinopati (sel sabit, talasemia)
- Enzyemopathies (defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase)
- Defek membran (sferositosis herediter, eliptositosis herediter)
- Diinduksi obat
Hemolisis intravaskular: sel darah merah lisis dalam sirkulasi, dan lebih jarang terjadi.
- PNH
- AIHA
- Reaksi transfusi
- MAHA
- DIC
- Infeksi
- Gigitan/bisa ular
(Turner J, 2021)
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.edisi 12. Jakarta : EGC. 2014
Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Edisi vi. Volume 1. Jakarta : Internal Publishing
Turner J, Parsi M, Badireddy M. Anemia. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499994/
LAMPIRAN