Anda di halaman 1dari 27

CASE BASED DISCUSSION

SEORANG LAKI – LAKI 32 TAHUN DENGAN TUBERKULOSIS PARU, SUSPEK


TUBERKULOSIS PERIOTENEAL DAN ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK

Disusun Oleh :
Nungqy Ardzila
30101607706

Pembimbing :
dr. Idil Fitri, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
RSUD dr. LOEKMONO HADI
KUDUS
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Nungqy Ardzila


NIM : 30101607706
Fakultas : Kedokteran
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Idil Fitri, Sp.PD

Telah di presentasikan pada tanggal, September 2021

Sekretaris Kordik Pembimbing

Dr. Irma Zaimatudinia, Sp.PD., M.Sc Dr. Idil Fitri, Sp.PD


LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pekerja proyek

Alamat : Getas, Kudus

Suku : Jawa

Pendidikan : SLTA/ Sederajat

Nomor RM : 850104

Dirawat di ruang : Bougenvil 3

Tanggal Masuk RS : 23 Agustus 2021 (15.15)

Tanggal Keluar RS : 26 Agustus 2021

DATA DASAR

ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan penderita dan alloanamnesis dengan istri


penderita pada tanggal 24 Agustus 2021 (14.00)

Keluhan Utama : Perut membesar

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang ke IGD RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus dengan keluhan utama
perut membesar sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan perut membesar dirasakan terasa penuh,
kencang, nyeri, mengganjal dan terjadi terus – menerus. Keluhan memberat saat aktivitas dan
saat pasien tidur dengan posisi miring ke kanan. Keluahan berkurang saat istirahat dan saat
pasien tidur dengan posisi terlentang. Penderita merasakan BAB dab BAK normal. Pasien
mengaku masih bisa buang angin. Tidak terdapat mual dan muntah. Terdapat keluhan lain
yaitu batuk.

Keluhan batuk terjadi sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengaku batuk dirasakan
berdahak namun susah untuk dikeluarkan. Batuk yang dirasakan pasien hilang timbul, tidak
menghitung berapa kali batuk dalam sehari. Batuk yang dirasakan pasien memberat saat
malam hari, tidak membaik dengan kondisi apapun. Pasien mengaku tidak pernah batuk
berdarah. Pasien mengaku nafsu makan baik dan makan teratur, namun pasien mengeluh
berat badan turun ± 5kg dalam ± 6 bulan. Pasien tidak mengeluh demam dan berkeringat
pada malam hari.

Riwavat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa disangkal

Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat batuk lama disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa disangkal

Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat batuk lama disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai buruh proyek, sudah menikah dan tinggal bersama istri beserta kedua
anaknya. Biaya rumah sakit menggunakan BPJS kelas 3.

Riwayat Status Gizi


Nafsu makan baik, selama dirumah sakit makan dan minum dihabiskan.

Riwayat Perawatan dan Pengobatan

Penderita telah dirawat selama 3 hari di Bougenvil lantai 3 dengan problem sebagai berikut :

1. Tuberkulosis Paru

2. Suspek Tuberkulosis Peritoneal

3. Anemia Mikrositik Hipokromik

Pengobatan awal yang telah diberikan

- Infus RL 30 tpm
- Infus ciprofloxacin 1x500mg
- Inj. Omeprazole 2x1 amp
- Inj. Furosemid 2x1 amp
- Inj. Sotatik 3 x 0,5 amp
- Infus paracetamol 3x1
- Infus propranolol 3x10mg
- Spironolakton 100mg PO
- NAC 3x1 PO
- UDCA 3x1 PO
- Sucralfate syr 3x1

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak lemah, kesadaran komposmentis

TB : 155 cm BB : 45 kg

BMI : 18,75 kg/m2 Kesan : Normoweight

Tanda Vital : Tekanan Darah : 92/65 mmHg pada lengan kanan

Nadi : 131x/menit regular, isi, tegangan cukup

Laju pernafasan : 22x/menit


Suhu : 36,7ºC (termogun pada dahi)

SpO2 : 95% (menggunakan nasal oksigen 3lpm)

Kepala : Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut,


turgor kulit dahi cukup kembali < 2 detik

Mata : Penglihatan baik, konjungtiva palpebral pucat, sklera tidak


ikterik, pupil isokhor diameter 2 mm, refleks cahaya +/+

Hidung : Penciuman baik, nafas cuping hidung tidak ada

Mulut : bentuk rahang normal, mukosa tidak kering, papil lidah tidak
atrofi, bercak ungu (-), hipertrofi gingiva (-), gusi berdarah (-)

Leher : JVP R-2cm, kelenjar limfe tidak membesar, kelenjar tiroid


tidak membesar, trachea di tengah

Dada : Bentuk simetris, sela iga tidak melebar, simetris statis dan
dinamis, pemebesaran kelenjar limfe tidak ditemukan, spider
nevi (-), nyeri tekan sternum (-)

Jantung

Inpeksi : iktus kordis tak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea midclavicular


sinistra, kuat angkat, tidak melebar, pulsasi parasternal tidak
ada, pulsasi epigastrial tidak ada, sternal lift tidak ada, thrill
sistolik/diastolic tidak ada.

Perkusi : batas atas SIC II linea parasternal kiri

batas kanan SIC V linea parasternal kanan

batas kiri SIC V 2 cm medial linea midclavicular


kiri

Auskultasi : suara jantung I – II murni


HR :131x/menit, regular, alternasi (-), mengeras (-), gallop (-),
bising (-), friction rubs (-)

Paru-paru

Depan

Inspeksi : sela iga tidak melebar, venektasi (-), kanan dan kiri simetris
statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus meningkat pada dada kanan

Perkusi : redup pada dada kanan

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara ronkhi di paru kanan atas

Belakang

Inspeksi : kanan dan kiri simetris statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus meningkat pada dada kanan

Perkusi : redup pada dada kanan

Auskultas : suara dasar vesikuler, suara ronkhi di paru kanan atas

Abdomen:

Inspeksi : cembung, tidak terlihat gerakan dinding usus, tidak ada massa

Auskultasi : tidak terdengar bising usus

Perkusi : pekak sisi positif normal, pekak alih positif, liver span 10
cm nyeri ketok sudut kostovertebra (-)

Palpasi : perabaan keras, hepar tidak teraba, lien tidak teraba


ballottement ginjal kiri (-)

Genitalia : seorang laki-laki dalam batas normal

Ekstremitas: Superior Inferior


Pembesaran kel.limfe axiler -/-

Pembesaran kel.limfe inguinal -/-

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Ptechiae -/- -/-

Gerakan +/+ +/+

Kekuatan 5/5 5/5

Refleks fisiologis N/N N/N

Refleks patologis -/- -/-

Tonus N/N N/N

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Data yang sudah ada sebelum dikasuskan)

Hematologi (23-8-2021)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


Hemoglobin L 9,1 g/dl 14,00-18,00
Eritrosit L 3,58 Jt/ul 4,5-5,9
Hematokrit L 26,0 % 40-52
Trombosit 256 10^3/ul 150-400
Leukosit H 25.6 10^3/ul 4,0-12,0
Netrofil H 90,2 % 50-70
Limfosit L 5,6 % 20-40
Monosit 3,5 % 2-8
Eosinofil L 0,0 % 2-4
Basofil 0,7 % 0-1
MCH L 25,4 Pg 27,0-31,0
MCHC 35,0 g/Dl 33,0-37,0
MCV L 72,6 Fl 79,0-99,0
RDW L 9,4 % 10,0-15,0
Neutrofil absolut 23,1 10ˆ3/ul
Limfosit absolut 1,4 10ˆ3/ul
NLR 16,5
Kimia Klinik (23-8-2021)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Ureum H 86,9 mg/dl 19-44


Creatinin 1,3 mg/dl 0,6-1,3

Albumin L 2,1 g/dL 3,5-5,2

Bilirubin total 0,80 mg/dL 0,20-1,20

Bilirubin direk H 0,54 mg/dL 0,0-0,40

Bilirubin indirek 0,26 mg/dL 0-0,75

SGPT 49 U/L 0-50

SGOT 25 U/L 0-50

Elektrolit (23-8-2021)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Calsium 2,26 Mmol/L 2,20-2,90


Kalium L 3,3 Mmol/L 3,5-5,5

Natrium 137 Mmol/L 135-145

Klorida 105 Mmol/L 98-108

Immunologi

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


Sars Cov 2 antigen Negatif Negatif
HBsAg Negatif Negatif
Anti HIV Non reaktif Non reaktif
Anti HCV Negatif Negatif

X - Foto Thorax AP 23-8-2021

Foto thorax AP, supine, simetris, inspirasi kurang dan kondisi cukup.
Hasil :
Cor : Tertarik ke kanan
Besar sulit dinilai
Pulmo : Corakan baronkovaskular normal
Tampak bercak infiltrate dikedua paru
Diafragma sinus kanan tumpul
Kesan :
- Cor besar sulit dinilai
- TB paru lama aktif dengan fibrosis di paru kanan

PROBLEM AKTIF

1. Suspek Tuberkulosis Peritoneal

2. Tuberkulosis Paru

3. Anemia Mikrositik Normokromik

RENCANA PEMECAHAN MASALAH

PROBLEM 1 : Tuberculosis Paru


 Ass :
 IP Dx : Pemeriksaan BTA sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu)
Pemeriksaan TCM
X foto thorax
 IP Tx : Fase intensif :
2RHZE (Rifampisin 150mg, Isoniazid 75mg, Pirazinamid 400mg,
Etambutol 275mg selama 56 hari)
Fase Lanjutan :
4RH (Rifampisin150mg, Isoniazid 75mg selama 16 minggu)
 IP Mx : Klinis : batuk, berat badan, keringat malam hari
Bakteriologis : Pemeriksaan BTA sputum SP (sewaktu dan pagi)
Radiologis : X foto thorax
Efek samping obat
 IP Ex : Menjelaskan mengenai penyakit TB paru
Menjelaskan mengenai pengobatan dan efek samping pengobatan
Menjelaskan mengenai kepatuhan minum obat
Menunjuk seseorang untuk dijadikan pengawas minum obat
Menggunakan masker untuk mencegah penularan

PROBLEM 2 : Suspek Tuberkulosis Peritoneal


 Ass : Etiologi :
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium other than tuberculosis
 IP Dx : Pemeriksaan BTA cairan asites
Pemeriksaan kimia darah albumin
Pemerikaan glucosa asites dan darah
 IP Tx : Pungsi asites
2HRZE/ 4HR
Kortikosteroid
 IP Mx : Monitor keadaan pasien, TTV

 IP Ex : Menjelaskan mengenai penyakit tuberculosis peritoneal


Menjelaskan untuk berobat secara teratur

PROBLEM 3 : Anemia Mikrositik Hipokromik


 Ass : etiologi :
Anemia defisiensi besi
Thalasemia
Anemia karena penyakit kronis
Anemia Sideroblastik
 IP dx : Pemeriksaan bei serum
Pemeriksaan TIBC
 IP Tx : Transfusi
Preparat besi
Eritropoietin
 IP Mx : Tanda Vital
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan reaksi transfusi
Hitung darah lengkap
 IP Ex : Menjelaskan tentang anemia dan pengobatannya
Menjelaskan tentang reaksi transfusi
Diet tinggi zat besi
Diet tinggi vitamin c

PERMASALAHAN

Pasien asites dengan tb paru, dan anemia bagaimana penatalaksanaannya?

CATATAN KEMAJUAN PASIEN

Tanggal 25 Agustus 2021


Problem Asites
S : perut terasa kencang, diare 3x pada malam hari
O : KU lemah, composmentis, TD 95/75, nadi 90x/menit, suhu 36c, SpO2 97%
Hasil USG Abdomen :
- Hepar : ukuran normal, tepi rata, densitas gema homogen, nodul (-), vena porta
vena hepatica tidak melebar, vena cava inferior tak melebar
- Lien : ukuran normal, densitas gema homogeny, nodul (-), vena lien tak
melebar
- KE : dinding tak menebal, batu (-), sludge (-)
- Pankreas : ukuran normal, massa (-)
- Ginjal kanan : ukuran normal, batas korteks medulla normal, pielocalyoes
system tak melebar, batu (-)
- Ginjal kiri : ukuran normal, batas korteks medulla normal, pielocalyoes system
tak melebar, batu (-)
- Vesical urinaria : dinding tak menebal, batu (-), massa (-)
- Prostat : tak membesar
- Aorta : tak tampak pembesaran limfonodi paraorta
- Asites minimal
- Meteorismus
- Tak tampak massa intra abdomen
Kesan :

- Asites minimal
- Meteorismus
- Tak tampak masa intra abdomen
- Sonografi organ ingtra abdomen lainnya normal
A : Asites bukan karena kelainan atau pembesaran organ dan bukan karena massa intra
abdomen
P DX : Pemeriksaan Albumin
TX : UDCA 3 x 250mg
Spironolactone 1 x 100mg
Propranolol 3 x 10mg
Levofloxacin 1 x 1
Salofalk 3 x 500mg
Arcapect 3 x 1 (bila diare)
L Bio 3 x 1
Infus paracetamol 3 x 10mg/ml
Infus ciprofloxacin 2 x 1
Inj omeprazole 2 x 40mg
Inj metoclopramide 3 x 5mg
Tanggal 26 Agustus 2021
Problem Asites
S : sesak nafas, perut terasa kencang
O : TD 88/60, RR 25x/menit, Nadi 118x/menit (isi dan tegangan lemah)
Suhu 36,8ºC, SpO2 90% NRM 15lpm
Pemeriksaan kimia klinik :
- Albumin : 2,1 g/dL
Nadi tidak teraba pada pukul 05.15 WIB

A : Asites, TB paru, Anemia


P :-
ALUR KETERKAITAN MASALAH

Tuberkulosis Paru

Tuberculosis Peritoneal Anemia Mikrositik Hipokromik


TINJAUAN PUSTAKA

TUBERCULOSIS PARU

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


tuberculosis. Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-
hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila
ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian
baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman
menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di sini ia dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan ber-
bentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau
sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru
menjadi TB milier.
Gejala klinis pada tuberculosis adalah demam, malaise, berat badab menurun dan rasa
lelah. Keluhan pada pernapasan antara lain batuk / batuk berdarah, sesak nafas, dan nyeri
dada. Tuberkulosis paru cukup mudah dikenal mulai dari keluhan-keluhan klinis,
gejalagejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi
dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American
Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan
menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru secara
biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena
kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan
sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali. Di Indonesia
agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas
untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam sediaan
sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosi s tuberkulosis
paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun
begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru yang dapat didiagnosis secara
bakteriologis. Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan
klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosi s dengan cara ini cukup banyak sehingga
memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebab itu
dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis ,
status radiologis dan status kemoterapi.
WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru. Pasien dengan
sputum BTA positif :
1). pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau
2). satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran
TB aktif, atau
3). satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
Pasien dengan sputum BTA negatif:
1. pasien yang pada pemeriksaan sputum-nya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA
sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau,
2. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama
sekali, tetapi pada biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan kelainan
histologis atau/dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan satu
sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M. tuberculosae. Di luar
pembagian tersebut di atas pasien digolongkan lagi berdasarkan riwayat penyakitnya, yakni:
kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan. kasus kambuh,
yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi kemudian timbul lagi TB
aktifnya. kasus gagal (smear positive failure), yakni: Pasien yang sputum BTA-nya tetap
positif setelah mendapat obat anti TB lebih dari 5 bulan, atau Pasien yang menghentikan
pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTA-nya masih positif.
kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah mendapat pengobatan
ulang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik. Hal lain yang agak jaran g
ditemukan adalah cryptic tuberculosis. Di sini pemeriksaan radiologis dan
laboratorium/sputum menunjukkan hasil negatif dan kelainan klinisnya sangat minimal
(biasanya demam saja dan dianggap sebagai fever of unknown origin.
Diagnosis diberikan berdasarkan percobaan terapi dengan obat anti tuberkulosis
seperti INH + Etambutol selama 2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti
tuberkulosis diteruskan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka obat-obat di
atas dihentikan.

TUBERCULOSIS PERITONEAL

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral


yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai
seluruh peritoneum dan alat-alat sistem gastrointestinal, mesenterium, serta organ genitalia
interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan proses
tuberkulosis di tempat lain terutama dari paru, namun seringkali ditemukan pada waktu
diagnosis ditegakkan, proses tuberkulosis di paru sudah tidak kelihatan lagi. Insideni
tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada perempuan dibandingkan pria dengan
perbandingan 1,5 : 1 dan lebih sering pada dekade ke 3 dan 4. Tuberkulosis peritoneal
dijumpai pada 2% dari seluruh tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberkulosis abdominal.

Patogenesis pada Peritoneum dapat dikenal oleh tuberkulosis melalui beberapa cara:
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paruparu. 2. Melalui dinding usus yang
terinfeksi. 3. Dari kelenjar limfe mesenterium. 4. Melalui tuba fallopii yang terinfeksi. Pada
kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran
perkontinuitatum, tetapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum
yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu.

Gejala klinis bervariasi, umunya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan, sering
pasien tidak menyadari keadaan ini. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu sampai 2 tahun dengan rata-rata lebih
dari 16 minggu. Keluhan yang paling sering iaIah; tidak ada nafsu makan, batuk dan demam.
Variasi keluhan-keluhan pasien tuberkulosis peritoneal menurut beberapa penulis (Tabel 1)
Pada pemeriksaan fisis gejala yang sering dijumpai iaIah: asites, demam, pembengkakan
perut dan nyeri, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien
bisa masih cukup baik, sampai kedaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan sering
dijumpai tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba,
sehingga pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering
sukar dibedakan dari kista ovari.
Diagnosis pada tuberculosis peritoneal adalah pemeriksaan darah sering ditemui
anemia penyakit kronik, leukositosis ringan atau leukopenia, trombositosis dan sering
dijumpai laju endapan darah (LED) yang meningkat. Sebagian besar pasien mungkin negatif
uji tuberkulinnya. Uji faal hati terganggu dan sirosis hati tidak jarang ditemui bersama-sama
dengan tuberkulosis peritoneal. Pemeriksaan cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat
dengan protein > 3 g/dl. Jumlah sel di antara 100-3000 sel/ml, biasanya lebih dari 90%
limfosit. LDH biasanya meningkat. Cairan asites yang purulen dapat ditemukan, begitu juga
cairan asites yang bercampur darah (serosanguineus). Basil tahan asam didapati hasilnya
kurang dari 5% yang positip dan kultur cairan ditemukan kurang dari 20 % yang positip. Ada
beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66 % kultur BTA positip yang akan meningkat
sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah disentrifuge dengan jumlah
cairan lebih dari 1 liter. Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu.
Perbandingan albumin serum asites pada tuberkulosis peritoneal ditemukan rasionya 1,1 gr/dl
merupakan cairan asites akibat portal hipertensi. Perbandingan glukosa asites dan darah pada
tuberkulosis peritoneal tersebut < 0,96, sedangkan pasien asites dengan penyebab lain
rasionya > 0,96. Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu diagnosis tuberkulosis
peritoneal, cepat dan non invasif adalah pemeriksaan adenosin deaminase activity (ADA),
interferon gamma (IFNy), dan PCR. Menurut Gimene dkk nilai ADA lebih dari 0,40 uKat/l
mempunyai sensitifitas 100% dan spesifisitas 99% untuk mendiagnosis tuberculosis
peritoneal. Menurut Gupta dkk nilai ADA 30 u/l mempunyai sensitifitas 100% dan
spesifisitas 94,1%, serta mengurangi positip palsu dari sirosis hati atau keganasan karena nilai
ADA nya 14 ± 10,6 u/l.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Penunjang Ultrasonografi. Pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau
terfiksasi (dalam bentuk kantongkantong). Menurut Ramaiya dan Walter gambaran sonografi
tuberkulosis peritoneal yang sering antara lain, cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam
rongga abdomen, abses dalam abdomen, massa di daerah ileosekal dan pembesaran kelenjar
limfe retroperitoneal. Adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan
penebalan omentum, dapat dilihat dan harus diperiksa dengan seksama. CT Scan.
Pemeriksaan CT Scan untuk tuberkulosi s peritoneal tidak ada suatu gambaran yang khas,
secara umum ditemukan gambaran peritoneum yang berpasir. Rodriguez dkk melakukan
suatu penelitian yang membandingkan tuberkulosis peritoneal dengan karsinoma peritoneal.
Didapatkan penemuan yang paling baik untuk membedakannya dengan melihat gambaran CT
scan terhadap peritoneum parietalis. Bila peritoneumnya licin dengan penebalan yang
minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan gambaran tuberkulosis peritoneal,
sedangkan karsinoma peritoneal terlihat adanya nodul yang tertanam dan penebalan
peritoneum yang tak teratur. Peritoneoskopi. Peritoneoskopi cara yang terbaik untuk
mendiagnosis tuberkulosis peritoneal. Tuberkel pada peritoneum yang khas akan terlihat pada
lebih dari 90% pasien dan biopsi dapat dilakukan dengan terarah, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan histologi. Pada tuberkel peritoneal ini dapat ditemui BTA hampir 75 % pasien
tuberkulosis peritoneal. Hasil histologi yang penting adalah didapatnya granuloma. Yang
lebih spesifik lagi adalah jika didapati granuloma dengan perkejuan. Gambaran yang dapat
dilihat pada tuberkulosis peritoneal : 1). Tuberkel kecil ataupun besar pada dinding
peritoneum atau pada organ lain dalam rongga peritoneum seperti hati, omentum,
ligamentum atau usus; 2). Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu dan
peritoneum; 3). Penebalan peritoneum; 4). Adanya cairan eksudat atau purulen, mungkin
cairan bercampur darah. Walaupun dengan cara peritoneoskopi tuberkulosis peritonea l dapa t
dikena l dengan mudah namun gambarannya dapat menyerupai penyakit lain seperti
peritonitis karsinomatosis. Karena itu pengobatan baru diberikan bila hasil pemeriksaan
histologi menyokong suatu tuberkulosis peritoneal. Kadang-kadang peritoneoskopi tidak
dapat dilakukan pada kasus dengan perlengketan jaringan yang luas, sehingga trokar sulit
dimasukkan. Pada keadaan seperti itu sebaiknya dilakukan laparatomi diagnostik.
Laparatomi. Dahulu laparatomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosis yang sering
dilakukan, namun saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika
cara lain yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian diagnosis atau jika dijumpai
indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus.
Pengobatannya sama dengan tuberkulosis paru. Obatobatan seperti streptomisin, INH,
etambutol, rifampisin, pirazinamid memberikan hasil yang baik, perbaikan akan terlihat dalan
waktu 2 bulan. Lama pengobatan biasanya mencapai 9 bulan sampai 18 bulan atau lebih.
Beberapa penulis berpendapat kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan
mengurangi terjadinya asites. Terbukti juga kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan
dan kematian, namun pemberian kortikosteroid harus dicegah pada daerah endemis dimana
terjadi resistensi terhadap mikobakterium tuberkulosis.

ANEMIA

Anemia adalah penurunan hemoglobin (Hb) atau hematokrit (HCT) atau jumlah RBC.
Ini adalah presentasi dari kondisi yang mendasarinya dan dapat dibagi menjadi makrositik,
mikrositik, atau normositik. Pasien dengan anemia biasanya datang dengan gejala yang tidak
jelas seperti lesu, lemah, dan lelah. Anemia berat dapat hadir dengan sinkop, sesak napas, dan
toleransi latihan berkurang.

Etiologi anemia tergantung pada apakah anemia hipoproliferatif (yaitu, jumlah


retikulosit terkoreksi <2%) atau hiperproliferatif (yaitu, jumlah retikulosit terkoreksi >2%).
Anemia hipoproliferatif selanjutnya dibagi berdasarkan volume sel rata-rata menjadi anemia
mikrositik (MCV<80 fl), anemia normositik (MCV 80-100 fl), dan anemia makrositik
(MCV>100 fl).

1) Anemia Mikrositik Hipoproliferatif (MCV<80 fl)


 Anemia defisiensi besi
 Anemia penyakit kronis (AOCD)
 Anemia sideroblastic (mungkin terkait dengan peningkatan MCV juga, menghasilkan
populasi sel dimorfik)
 Thalasemia
 keracunan timbal

2) Anemia Normositik Hipoproliferatif (MCV 80-100 fL)


 Anemia penyakit kronis (AOCD)
 Gagal ginjal
 Anemia aplastik
 Aplasia sel darah merah murni
 Myelofibrosis atau proses myelophthisic
 Mieloma multipel

Anemia makrositik dapat disebabkan oleh gangguan hipoproliferatif, hemolisis, atau


keduanya. Dengan demikian, penting untuk menghitung jumlah retikulosit yang dikoreksi
saat mengevaluasi pasien dengan anemia makrositik. Pada anemia makrositik
hipoproliferatif, jumlah retikulosit yang terkoreksi <2%, dan MCV lebih besar dari 100 fl.
Tetapi, jika jumlah retikulosit > 2%, anemia hemolitik harus dipertimbangkan.

3) Anemia Makrositik Hipoproliferatif (MCV>100 fL)

 Alkohol
 Penyakit hati
 Hipotiroidisme
 Kekurangan folat dan vitamin B12 [3]
 Sindrom mielodisplastik (MDS)
- Anemia refrakter (RA)
- Anemia refrakter dengan sideroblas bercincin (RA-RS)
- Anemia refrakter dengan blas berlebih (RA-EB)
- Anemia refrakter dengan ledakan berlebih dalam transformasi
- Leukemia mielomonositik kronis (CMML)
 Diinduksi obat
- Diuretik
- Agen kemoterapi
- Agen hipoglikemik
- Agen antiretroviral
- Antimikroba
- Antikonvulsan

4) Anemia hemolitik Anemia hemolitik (HA) dibagi menjadi penyebab ekstravaskular dan
intravaskular.
 Hemolisis ekstravaskular: sel darah merah secara prematur dikeluarkan dari sirkulasi
oleh hati dan limpa. Ini menyumbang sebagian besar kasus HA
- Hemoglobinopati (sel sabit, talasemia)
- Enzyemopathies (defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase)
- Defek membran (sferositosis herediter, eliptositosis herediter)
- Diinduksi obat
 Hemolisis intravaskular: sel darah merah lisis dalam sirkulasi, dan lebih jarang terjadi.
- PNH
- AIHA
- Reaksi transfusi
- MAHA
- DIC
- Infeksi
- Gigitan/bisa ular
(Turner J, 2021)
DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.edisi 12. Jakarta : EGC. 2014

Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Edisi vi. Volume 1. Jakarta : Internal Publishing

Turner J, Parsi M, Badireddy M. Anemia. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499994/
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai