BURNOUT
Organisasi perubahan yang terjadi pada manajemen keperawatan dekade terakhir ini
memicu burnout sebagai sindrom multidimensional yang terdiri dari tiga komponen yaitu,
kelelahan emosional, depersonalisasi dan prestasi pribadi yang menurun ( Maslach, 1993 ).
(Huebner, 1994 dan masalah gender : van Horn et al, 1997), sedangkan tingkat kejenuhan
dilakukan pada 574 orang perawat dengan menggunakan metodologi random survey
tinggi. Pekerjaan yang dilakukan dengan jangka waktu yang lama, dalam hal ini
lingkungan pekerjaan. Tidak ada perbedaan tingkat burnout pada perawat yang
lembur atas dasar sukarela dengan yang di wajibkan lembur karena kondisi
yang ada.
prestasi kerja. Kelelahan emosional muncul disaat seorang perawat tidak mampu lagi
memberikan yang terbaik dari pelayanannya kepada klien, konflik ini terjadi didalam diri
mengembangan sikaf negative ( sinis ) terhadap perasaan klinis seorang klien. Prestasi
kerja yang berkurang mengacu kepada kecendrungan evaluasi diri yang negative,
khususnya dalam hal pelayanan yang berhubungan dengan klien ( Maslach, 1996 ).
Ketidakstabilan emosi timbul akibat dari adanya sesuatu yang hilang dari diri
seseorang atau tidak terwujudnya suatu keinginan. Jika seseorang gagal memaknai
kejadian yang tidak diinginkan tersebut dengan positif, maka yang terjadi adalah respon
stress yang akan menganggu seseorang. Sebaliknya jika seseorang dapat memaknai dengan
positif, maka respon yang terjadi tidak akan menganggu kita. Dalam batas-batas tertentu
stress diperlukan untuk meningkatkan kedewasaan. Tetapi apabila stress tersebut berjalan
lama karena proses koping (mekanisme untuk mengatasi perubahan yang terjadi) yang
gagal, maka tentu akan mengganggu bukan hanya jiwa, juga fisik.
emosinal, depersonalisasi dan prestasi kerja yang menurun. Pada profesi perawat, burnout
terutama disebabkan oleh perubahan dari beban kerja yang dipengaruhi juga oleh
Pada saat mendapat tekanan /stress, fisik manusia memberikan tiga tahapan reaksi;
pertama fase peringatan. Pada fase ini sistem saraf pusat dibangkitkan dan pertahankan
tubuh dimobilisasi. Stress terjadi ketika individu terus menerus mengalami kesulitan dalam
mengambil keputusan, misalnya lari atau bertempur. Kedua, fase perlawanan atau adaptasi
(the stage of resistance). Ketiga, tahap keletihan (stage of exhaustion). Suatu tahap stress
diciptakan oleh stress yang tidak kunjung reda, dapat menimbulkan gejala fisik dan
psikologis, seperti ketegangan otot, asam lambung meningkat, salah cerna, susah tidur dan
Menurut penelitian di atas, pekerjaan tambahan atau kelebihan jam kerja ( lembur )
memicu timbulnya stress. Menurut Davis dan Newstrom stress di tempat kerja juga
disebabkan oleh :
secara fisik, keahlian serta waktu yang dimiliki untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut.
kemampuan lebih.
6. Terjadinya frustasi oleh suasana pekerjaan atau kondisi dari luar pekerjaan.
8. Adanya konflik yang terjadi dengan faktor peran yang didapatkan di tempat
kerja.
Dikatakan juga bahwa stress adalah kondisi psikologis dimana terjadi suatu
penolakan dalam jiwa terhadap sesuatu respons yang muncul, dan menimbulkan perasaan
tidak nyaman. Stress juga dianggap sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan fisik dan rohaninya sehingga merasa tegang dan akan membuat jiwanya
tertekan. Kehadiran stimulan tersebut juga akan mempengaruhi pola kepribadian seseorang
dalam menjalani kehidupannya. Secara sederhana stress diartikan sebagai perasaan tidak
enak yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan tindakan yang bersifat sangat subjektif dan
individualis.
Menurut ahli, stress banyak menyerang orang-orang yang sibuk dan tidak punya
waktu untuk istirahat. Penyebab lain meningkatnya tuntutan hidup agar seseorang mampu
menghasilkan produk yang berkualitas, baik yang bersifat material maupun moral, tapi
kemampuan tidak seimbang dengan tuntutan. Stress juga disebabkan oleh banyaknya
Ada beberapa macam pekerjaan yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi stress :
2. Memahami diri ( cara berfikir, cara merasa dan cara bertingkah laku )
- Pijat
- Jongging
- Berteriak
- Menagis
- Makanan (sehat)
- Istirahat (cukup)
- Berdo’a
- Beribadah
6. Lakukan penenangan
- Penenangan sederhana
- Penenangan penuh
7. Lakukan hobi
lingkaran setan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pentingnya pengelolaan
sumber daya manusia. Manajemen jenjang karir, pengendalian lembur, dan manajemen
supervisi keperawatan menjadi hal mutlak untuk di manajerial secara komprehensif dengan
membutuhkan masa persiapan yang terpanjang dibandingkan dengan sumber daya yang
lain dan tergantung yang menyalurkan mobilisasi atau usaha-usaha untuk pemerataan
pelayanan.
yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntutan secara
global dan lokal. Untuk mewujudkannya maka perawat harus mampu memberikan asuhan
keperawatan secara profesional kepada klien. Salah satu bukti asuhan keperawatan yang
asuhan keperawatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mobiliu (2005) diketahui
Menurut Giebing dan Marr (1994), Penilaian kualitas pelayanan keperawatan dapat
dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem ini meliputi masukan (input),
proses dan hasil akhir (out come). Kriteria setiap komponen sistem harus terukur. Ketiga
komponen tersebut saling mempengaruhi dan saling menunjang. Semakin tinggi kualitas
input, akan semakin tinggi kualitas prosesnya dan pada akhirnya semakin tinggi kualitas
shift sangat menetukan beban kerja diunit palayanan keperawatan (Marguis & Huston,
2000). Beban kerja disuatu unit pelayanan keperawatan adalah seluruh tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh perawat selama 24 jam. Beban kerja disuatu unit pelayanan
keperawatan adalah seluruh tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh perawat selama 24
jam.
performance, maka unit-unit keperawatan perlu mengkaji tingkat beban kerjanya, dikaitkan
banyaknya tindakan disetiap waktu jaga yang ada diunit perawatan tersebut. Salah satu
hasil kinerja perawat dapat dilihat dari kualitas dokumentasi asuhan keperawatan yang
diberikan.
Beban Kerja itu sendiri erat kaitannya dengan produktifitas tenaga kesehatan, studi
yang dilakukan oleh Gani (Ilyas, 2000) mendapatkan bahwa hanya 53,2% waktu yang
benar-benar produktif yang digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya
sementara beban kerja tersebut disebabkan oleh jumlah tenaga kesehatan yang belum
memadai. Pada tenaga kesehatan khususnya perawat analisa beban kerjanya dapat dilihat
Begitupun tugas tambahan yang ia kerjakan, jumlah pasien yang harus dirawatnya,
kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang ia peroleh, waktu kerja yang ia gunakan
untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta
kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik.
(Gillies, 1989)
oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat melebihi
dari kapasitasnya maka akan berdampak buruk bagi produktifitas perawat tersebut.
merupakan suatu permasalahan yang perlu dikaji. Salah satunya adalah dengan mengetahui
beban kerja yang sebenarnya, dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
Manajerial rumah sakit perlu memperhatikan jam kerja, lembur baik yang diterima
secara sukarela oleh karyawan maupun yang ditetapkan oleh rumah sakit, dan sosialisasi
perubahan yang akan dilakukan. Hal ini akan berhubungan langsung dengan tingkat
Pergeseran paradigma mutu merupakan solusi terbaik untuk optimisasi rumah sakit
dalam menghadapi persaingan serta semakin besarnya konsumen power dalam membuat
pilihan. Hal ini merupakan perombakan dari keseluruhan elemen rumah sakit dengan satu
visi, sikap saling memiliki, dan kecntaan terhadap rumah sakit. Proses kerja yang efektif
dan efisen, diikuti oleh sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki loyalitas serta
daya juang yang tinggi. Peningkatan kinerja berakhir pada kepuasan konsumen. Ketika
kepuasan konsumen tercapai akan terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien, yang akan
menjadi marketer produk pelayanan kesehatan yang baik. Secara signifikan peningkatan