Anda di halaman 1dari 8

REVIEW ARTIKEL

BURNOUT

Penelitian yang dilakukan sebagai lanjutan dari penelitian sebelumnya tentang

organisasi perubahan yang memberi konstribusi terhadap stress di lingkungan kerja.

Organisasi perubahan yang terjadi pada manajemen keperawatan dekade terakhir ini

memicu burnout sebagai sindrom multidimensional yang terdiri dari tiga komponen yaitu,

kelelahan emosional, depersonalisasi dan prestasi pribadi yang menurun ( Maslach, 1993 ).

Dari penelitian sebelumnya tingkat kejenuhan dihubungkan dengan factor usia

(Huebner, 1994 dan masalah gender : van Horn et al, 1997), sedangkan tingkat kejenuhan

yangdihubungkan dengan karakteristik pekerjaan ( jam kerja : Everst et al, 2001 ).

Beberapa penelitian mengangkat permasalahan perubahan yang terjadi dalam organisasi

menimbulkan depersonalisasi dan berkurangnya prestasi kerja.

Penelitian tentang Burnout di lingkungan kerja profesi keperawatan di Victoria,

dilakukan pada 574 orang perawat dengan menggunakan metodologi random survey

memberikan hasil sebagai berikut :

1. Adanya perbedaan yang signifikan dalam depersonalisasi, perawat dengan

depersonalisasi lebih rendah memiliki kinerja yang tinggi.

2. Kelelahan emosional dan depersonalisasi berbanding terbalik dengan umur.

Apabila umur perawat bertambah maka kelelahan emosional dan

depersonalisasi berkurang. Pengalaman perawat juga berpengaruh signifikan

dengan kedua komponen burnout tersebut. Sedangkan lamanya waktu bekerja

berbanding lurus dengan kelelahan emosional dan depersonalisasi. Apalagi jika

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 1


waktu kerja di perpanjang, perawat cenderung memiliki kerentanan dalam hal

kelelahan emosional dan depersonalisasi.

3. Perawat yang bekerja di Universitas dibandingkan dengan yang bekerja di

rumah sakit memiliki tingkat kelelahan emosional dan depersonalisasi lebih

tinggi. Pekerjaan yang dilakukan dengan jangka waktu yang lama, dalam hal ini

berhubungan dengan lembur di bagian keperawatan memicu kondisi burnout di

lingkungan pekerjaan. Tidak ada perbedaan tingkat burnout pada perawat yang

lembur atas dasar sukarela dengan yang di wajibkan lembur karena kondisi

yang ada.

Burnout merupakan stress yang dikonseptualisasikan sebagai konstuksi

multidimensi yang terdiri dari kelelahan emosional, depersonalisasi, dan pengurangan

prestasi kerja. Kelelahan emosional muncul disaat seorang perawat tidak mampu lagi

memberikan yang terbaik dari pelayanannya kepada klien, konflik ini terjadi didalam diri

mereka sendiri ( Maslach dkk, 1996 ). Depersonalisasi terjadi ketika perawat

mengembangan sikaf negative ( sinis ) terhadap perasaan klinis seorang klien. Prestasi

kerja yang berkurang mengacu kepada kecendrungan evaluasi diri yang negative,

khususnya dalam hal pelayanan yang berhubungan dengan klien ( Maslach, 1996 ).

Ketidakstabilan emosi timbul akibat dari adanya sesuatu yang hilang dari diri

seseorang atau tidak terwujudnya suatu keinginan. Jika seseorang gagal memaknai

kejadian yang tidak diinginkan tersebut dengan positif, maka yang terjadi adalah respon

stress yang akan menganggu seseorang. Sebaliknya jika seseorang dapat memaknai dengan

positif, maka respon yang terjadi tidak akan menganggu kita. Dalam batas-batas tertentu

stress diperlukan untuk meningkatkan kedewasaan. Tetapi apabila stress tersebut berjalan

lama karena proses koping (mekanisme untuk mengatasi perubahan yang terjadi) yang

gagal, maka tentu akan mengganggu bukan hanya jiwa, juga fisik.

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 2


Burnout menurut Beck ( 1995 ) adalah suatu sindrom yang terdiri dari kelelahan

emosinal, depersonalisasi dan prestasi kerja yang menurun. Pada profesi perawat, burnout

terutama disebabkan oleh perubahan dari beban kerja yang dipengaruhi juga oleh

ketidakmampuan dalam menentukan prioritas pekerjaan.

Pada saat mendapat tekanan /stress, fisik manusia memberikan tiga tahapan reaksi;

pertama fase peringatan. Pada fase ini sistem saraf pusat dibangkitkan dan pertahankan

tubuh dimobilisasi. Stress terjadi ketika individu terus menerus mengalami kesulitan dalam

mengambil keputusan, misalnya lari atau bertempur. Kedua, fase perlawanan atau adaptasi

(the stage of resistance). Ketiga, tahap keletihan (stage of exhaustion). Suatu tahap stress

berkelanjutan yang menyebabkan terganggunya homeostatis (keseimbangan tubuh)

Ketika tanggapan fight of fight berlangsung lama dalam tubuh manusia,

konsekuensinya akan mengganggu kesehatan. Ketidakseimbangan terus menerus yang

diciptakan oleh stress yang tidak kunjung reda, dapat menimbulkan gejala fisik dan

psikologis, seperti ketegangan otot, asam lambung meningkat, salah cerna, susah tidur dan

lambat laun akan menimbulkan sakit.

Menurut penelitian di atas, pekerjaan tambahan atau kelebihan jam kerja ( lembur )

memicu timbulnya stress. Menurut Davis dan Newstrom stress di tempat kerja juga

disebabkan oleh :

1. Pemberian kerja yang terlalu banyak, tanpa memperhitungkan kemampuan

secara fisik, keahlian serta waktu yang dimiliki untuk menyelesaikan pekerjaan

tersebut.

2. Adanya supervisor yang tidak memahami wewenang dan lebih berorientasi

kepada kinerja tanpa memperhatikan aspek psikologis dan spiritual.

3. Kurangnya tanggungjawab yang memadai pada karyawan yang memiliki

kemampuan lebih.

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 3


4. Peran yang tidak jelas ( Ambiguitas peran )

5. Perbedaan nilai yang ditetapkan oleh instansi tempat bekerja.

6. Terjadinya frustasi oleh suasana pekerjaan atau kondisi dari luar pekerjaan.

7. Perubahan dari jenis pekerjaan.

8. Adanya konflik yang terjadi dengan faktor peran yang didapatkan di tempat

kerja.

Dikatakan juga bahwa stress adalah kondisi psikologis dimana terjadi suatu

penolakan dalam jiwa terhadap sesuatu respons yang muncul, dan menimbulkan perasaan

tidak nyaman. Stress juga dianggap sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi

kebutuhan fisik dan rohaninya sehingga merasa tegang dan akan membuat jiwanya

tertekan. Kehadiran stimulan tersebut juga akan mempengaruhi pola kepribadian seseorang

dalam menjalani kehidupannya. Secara sederhana stress diartikan sebagai perasaan tidak

enak yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan tindakan yang bersifat sangat subjektif dan

individualis.

Menurut ahli, stress banyak menyerang orang-orang yang sibuk dan tidak punya

waktu untuk istirahat. Penyebab lain meningkatnya tuntutan hidup agar seseorang mampu

menghasilkan produk yang berkualitas, baik yang bersifat material maupun moral, tapi

kemampuan tidak seimbang dengan tuntutan. Stress juga disebabkan oleh banyaknya

permasalahan-permasalahan hidup yang tidak teratasi.

Ada beberapa macam pekerjaan yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi stress :

1. Memahami keterbatasan diri.

2. Memahami diri ( cara berfikir, cara merasa dan cara bertingkah laku )

3. Hilangkan stress dengan :

- Olah raga teratur

- Pijat

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 4


- Nyanyi

- Jongging

- Berteriak

- Menagis

4. Menjaga dan merawat tubuh.

- Makanan (sehat)

- Istirahat (cukup)

5. Pengembangan kehidupan spiritual

- Berdo’a

- Beribadah

6. Lakukan penenangan

- Penenangan sederhana

- Penenangan penuh

7. Lakukan hobi

8. Rileks kan otot-otot

Mengobati stress sebelum menghilangkan penyebabnya tampak seperti menaruh

kereta didepan kuda. Pengobatan terbaik adalah menghilangkan penyebabnya,

menghilangkan stress tanpa menghilangkan penyebabnya akan membawa suatu seri

lingkaran setan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pentingnya pengelolaan

sumber daya manusia. Manajemen jenjang karir, pengendalian lembur, dan manajemen

supervisi keperawatan menjadi hal mutlak untuk di manajerial secara komprehensif dengan

tetap mengacu kepada visi dan misi rumah sakit.

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 5


Ketenagaan merupakan salah satu sumber daya yang diperlukan dalam sistem

kesehatan suatu negara untuk meningkatkan kesehatan hidup masyarakat. Ketenagaan

membutuhkan masa persiapan yang terpanjang dibandingkan dengan sumber daya yang

lain dan tergantung yang menyalurkan mobilisasi atau usaha-usaha untuk pemerataan

pelayanan.

Tenaga perawat yang merupakan “The caring profession” mempunyai kedudukan

penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena

pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual merupakan

pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan

kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses profesionalisasi,

yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntutan secara

global dan lokal. Untuk mewujudkannya maka perawat harus mampu memberikan asuhan

keperawatan secara profesional kepada klien. Salah satu bukti asuhan keperawatan yang

profesional tercermin dalam pendokumentasian proses keperawatan (Nursalam, 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pandawa (2006) ditemukan bahwa

mayoritas perawat pelaksana mempunyai kinerja kurang baik dalam pendokumentasian

asuhan keperawatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mobiliu (2005) diketahui

bahwa beban kerja perawat pelaksana rata-rata tinggi.

Menurut Giebing dan Marr (1994), Penilaian kualitas pelayanan keperawatan dapat

dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem ini meliputi masukan (input),

proses dan hasil akhir (out come). Kriteria setiap komponen sistem harus terukur. Ketiga

komponen tersebut saling mempengaruhi dan saling menunjang. Semakin tinggi kualitas

input, akan semakin tinggi kualitas prosesnya dan pada akhirnya semakin tinggi kualitas

outcome (Azwar, 1996)

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 6


Dalam komponen input, jumlah perawat, ketergantungan pasien dan panjangnya

shift sangat menetukan beban kerja diunit palayanan keperawatan (Marguis & Huston,

2000). Beban kerja disuatu unit pelayanan keperawatan adalah seluruh tindakan atau

kegiatan yang dilakukan oleh perawat selama 24 jam. Beban kerja disuatu unit pelayanan

keperawatan adalah seluruh tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh perawat selama 24

jam.

Menurut Illyas (2000), beban kerja dapat mempengaruhi prestasi kerja/

performance, maka unit-unit keperawatan perlu mengkaji tingkat beban kerjanya, dikaitkan

dengan perbedaan waktu jaga untuk menyesuaikan kemampuan perawat terhadap

banyaknya tindakan disetiap waktu jaga yang ada diunit perawatan tersebut. Salah satu

hasil kinerja perawat dapat dilihat dari kualitas dokumentasi asuhan keperawatan yang

diberikan.

Beban Kerja itu sendiri erat kaitannya dengan produktifitas tenaga kesehatan, studi

yang dilakukan oleh Gani (Ilyas, 2000) mendapatkan bahwa hanya 53,2% waktu yang

benar-benar produktif yang digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya

39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang.

Produktifitas tenaga kesehatan dipengaruhi oleh beban kerja yang berlebih,

sementara beban kerja tersebut disebabkan oleh jumlah tenaga kesehatan yang belum

memadai. Pada tenaga kesehatan khususnya perawat analisa beban kerjanya dapat dilihat

dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utamanya.

Begitupun tugas tambahan yang ia kerjakan, jumlah pasien yang harus dirawatnya,

kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang ia peroleh, waktu kerja yang ia gunakan

untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta

kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik.

(Gillies, 1989)

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 7


Disamping tugas tambahan beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi

oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat melebihi

dari kapasitasnya maka akan berdampak buruk bagi produktifitas perawat tersebut.

(Kompas Cyber Media.Com / 3-03-2004).

Ketidaksesuaian jumlah perawat dengan penghitungan kebutuhan perawat

merupakan suatu permasalahan yang perlu dikaji. Salah satunya adalah dengan mengetahui

beban kerja yang sebenarnya, dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di

rumah sakit.

Manajerial rumah sakit perlu memperhatikan jam kerja, lembur baik yang diterima

secara sukarela oleh karyawan maupun yang ditetapkan oleh rumah sakit, dan sosialisasi

perubahan yang akan dilakukan. Hal ini akan berhubungan langsung dengan tingkat

kelelahan emosional, depersonalisasi dan prestasi kerja yang menurun.

Pergeseran paradigma mutu merupakan solusi terbaik untuk optimisasi rumah sakit

dalam menghadapi persaingan serta semakin besarnya konsumen power dalam membuat

pilihan. Hal ini merupakan perombakan dari keseluruhan elemen rumah sakit dengan satu

visi, sikap saling memiliki, dan kecntaan terhadap rumah sakit. Proses kerja yang efektif

dan efisen, diikuti oleh sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki loyalitas serta

daya juang yang tinggi. Peningkatan kinerja berakhir pada kepuasan konsumen. Ketika

kepuasan konsumen tercapai akan terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien, yang akan

menjadi marketer produk pelayanan kesehatan yang baik. Secara signifikan peningkatan

ini mendorong peningkatan total revenue rumah sakit.

Review Artikel Burnout - Zurrahmi ( 1021219041 ) Page 8

Anda mungkin juga menyukai