“SINDROM NEFROTIK"
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
2020
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan tanda patognomonik dari penyakit glomerular. Sindrom nefrotik
adalah suatu sindrom klinis yang terdiri dari proteinuria (dewasa ≥3,5 g/hari ; anak-anak
≥40mg/h per m2), hipoalbuminemia <3,5 g/dl, edema, hiperkolesterolemia, dan lipiduria.
Etiologi
Menurut Arif Mansjoer sebab pasti belum diketahui. Sindrom nefrotik umumnya dibagi
menjadi :
Patofisiologi
Edema
Hiperkoagulabilitas
Menurunya respon imun karena penurunan kadar IgG dan IgA karena kehilangan
protein lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme seperti :
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defisiensi seng, menyebabkan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella,
Haemophillus. Pada sindrom nefrotik juga terjadi gangguan imunitas yang diperantai oleh sel
T, sehingga sering terjadi bronkopneumonia dan peritonitis.
Manifestasi Klinis
Penegakan Diagnosis
1. Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital, edema
dependen, pembengkakan genitelia eksterna, edema fasial, asites dan distensi
abdomen.
2. Anorexia
3. Penambahan berat badan
4. Oligouria
5. Kulit pucat
6. Malese
7. Keletihan
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah tanda-tanda retensi cairan seperti : bengkak di kedua
kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh, peningkatan berat badan, dan rasa
penuh di perut hingga dapat menyebabkan sesak Tanyakan juga mengenai Riwayat buang
air kecil, dalam 24 jam sudah berapa ml yang keluar, adakah oligouria. . Keluhan lain juga
dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan : edema palpebra, extremitas
(pitting edema), skrotum/labia, atau adanya asites dan efusi pleura. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi, atau tanda komplikasi seperti syok hipovolemik, peritonitis, atau
sepsis.
Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin; pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+
sampai 4+), dapat disertai, glikosuria, sel-sel granular, sel hialin, dan sel lemak.
Biasanya sedimen urin normal namun dapat ditemukan hematuria mikroskopik (>20
eritrosit/LPB) bisa dicurigai adanya lesi glomerular (misal : sklerosis glomerulus
fokal). Dari makroskopis, urin tampak berbuih.
2. Protein urin kuantitatif / Urin Esbach dapat berupa urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
hematokrit, dan LED) dan kimia darah; dapat ditemukan hipoalbuminemia (<3 g/dl),
rasio albumin / globulin terbalik, hiperkolesterolemia, leukositosis dan LED yang
meningkat
4. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin; didapatkan peningkatan ureum
keratinin, dimana jumlah kreatinin lebih dari 2.
5. Kadar komplemen C3; bila dicurigai SLE pemeriksaan ditambah dengan komplemen
C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA.
Terapi
Pengobatan sindrom nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan kepada
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria,
mengontrol edema, dan mengobati komplikasi.
Diuretik disertai diet rendah garam (sekitar 2 gram natrium per hari) dan tirah baring
dapat membantu mengontrol edema.
Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironalokton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada pemakaian
diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah
(kalium dan natrium).
Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya
disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin <1 g/dl),
dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1g/kgBB selama 4 jam untuk
menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid
intravena 1-2 mg/kBB.
Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20
ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung dan bila diperlukan, albumin atau plasma dapat
diberikan selang sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan.
Bila asites berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites
berulang. Adapun pungsi asites berupa tindakan memasukkan suatu kanula ke dalam
rongga peritoneum untuk mengeluarkan asites. Pungsi asites dilakukan untuk alasan
diagnostik dan bila asites menyebabkan kesulitan bernapas yang berat akibat volume
cairan yang besar. Pungsi asites dapat dilakukan 5 - 10 liter/jam dengan catatan harus
diberikan infus Albumin 6 – 8 gram/liter dari cairan asites yang harus dikeluarkan.
Efek dari pungsi asites adalah hipovolemia, hipokalemia, hiponatrium, ensefalopati
hepatica, dan gagal ginjal. Cairan asites mengandung 10 – 30 gram protein/liter
sehingga albumin serum mengalami deplesi, mencetuskan hipotensi, dan kembalinya
cairan asites.
Kortikosteroid merupakan pengobatan SN idiopatik pilihan utama, kecuali bila ada
kontraindikasi. Dapat diberikan prednison atau prednisolone. Sesuai dengan anjuran
ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children) pengobatan sindrom
nefrotik dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh 60 mg/hari atau 2
mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dibagi 3 dosis untuk menginduksi remisi. Bila
terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/hari atau 2/3 dosis awal secara alternating (selang
sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid
dosis penuh tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
Pada sindrom nefrotik yang telah resisten terhadap obat kortikosteroid, dapat
diberikan diuretik (bila ada edema), dikombinasikan dengan ACE inhibitor untuk
mengurangi proteinuria. Jenis obat yang biasa dipakai adalah Captopril 0,3
mg/kgBB, 3 kali sehari, atau Enalapril 0,5 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis. Obat ini
merupakan terapi imunosupresif untuk mengurangi proteinuria.
Selain itu diperlukan juga pengobatan untuk dislipidemia pada sindrom nefrotik untuk
membantu dalam menurunkan lemak. Adapun obat yang dibutuhkan berupa golongan
statin seperti simvastatin, atorvastatin, pravastatin, dan lovastatin dapat membantu
menurunkan kolesterol LDL, trigliserid, dan meningkatkan kolesterol HDL.
Komplikasi
Prognosis
Prognosis umumnya baik apabila didiagnosis segera mungkin. Pengobatan segera dapat
mengurangi kerusakan glomerulus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi ginjal maupun
proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap
kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.
Selain itu pada pasien yang menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun
atau di atas 6 tahun yang :
1. Disertai hipertensi.
2. Disertai hematuria.
3. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
4. Terdapat kelainan pada glomerulus ginjal.
DAFTAR PUSTAKA :
Siti Setiati,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam JIlid II Edisi VI. Jakarta : 2014