KABUPATEN ACEH TIMUR JL. Banda Aceh – Medan Km. 375 R S U d ID I No. Dokumen Tanggal dan Nomor Revisi Jumlah Halaman BLUD RSUD KABUPATEN ACEH TIMUR 02 Januari 2014/I 7 Rumah Sakit Kebanggaan Aceh Timur IDI.010.01. Melayani DenganI khlas ANAK Ditetapkan, Pj. Direktur RSUD IDI Tanggal Ditetapkan PROSEDUR TETAP Dr. Munawwir, Sp.B Penata Tingkat I NIP.19730322 200212 1 002 Bayi baru lahir dan ibu yang diketahui mengindap HIV selama kehamilannya. Ibu sudah diskrining menggunakan PENGERTIAN pemeriksaan serologis atau sudah dikonfirmasi dengan pemeriksaan Westerm Blot. Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam TUJUAN penanganan terhadap kasus Bayi Baru Lahir Dari Ibu Pengidap HIV. SK Direktur RSUD dr. Zainoel Abidin No : 445/4240/2009, KEBIJAKAN tanggal 18 Agustus 2009 tentang pemberlakuan SOP Kegiatan Pelayanan Medis. PROSEDUR 1. Tata Laksana. 1.1. Tidak diberi ASI, berikan susu formula biasa. 1.2. Pengobatan profilaksis. 1.2.1. Bila ibu mendapat pengobatan antiretrovirus (ARV) semasa hamil dan intrapartum, AZT diberikan untuk bayi mulai dari usia 12 jam selama 6 minggu. 1.2.2. Bila baru mendapat pengobatan ARV intrapartum saja, atau tidak mendapat ARV, selain AZT, untuk bayi diberi juga neverapin (NVP) dosis tunggal dalam masa usia 48-72 jam. 1.2.3 Dosis tim BIHA IKA. 2. Sebelum Bayi Dipulangkan. 2.1 Pemeriksaan Laboratorium darah tepi lengkap (Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit). 2.2 Imunisasi rutin kecuali BCG, bila terdapat tanda klinis defisiensi imum berat tidak diberikan vaksin polio hidup. 3. Usia > 4 Minggu. 3.1. Pemeriksaan Laboratorium. 3.2.1. Enzim fungsi hati (SGOT / SGPT). 3.2.2. PCR DNA / RNA HIV, pertama, bila hasil positif langsung konfirmasi dengan PCR DNA HIV Negatif. 3.2.3. Bila PCR DNA posistif berarti infeksi HIV, diberi terapi ZDV, 3TC dan NVD. 3.2.4. Pengobatan profolaksis Pneumocytis sarinii dengan kotrimoksazol diberikan setelah usia 5 minggu sampai dinyatakan infeksi HIV (-) Dosis lihat tabel 4. 3.2.5. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA usia 2- 4 bulan. 3.2. Pemeriksaan Fisis 1 x per bulan. 3.2.1. keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan organ sistemik, tumbuh kembang. 3.2.2. Bila ada kelainan klinis infeksi HIV seperti pada Tabel 1, rujuk ke Tim BIHA. 3.2.3. Pemeriksaan Laboratorium sesuai klinis. 3.3. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat dan tidak diberi vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke tim BHA. 4. Usia ≥ 4 bulan. 4.1. Pemeriksaan Laboratorium. 4.1.1. PCR DNA kedua bila sebelumnya PCR DNA negatif, bila negatif berarti tidak terinfeksi HIV, bila positif, langsung dikonfirmasi dengan PCR RNA. 4.1.2. Bila PCR RNA konfirmasi positif, berartiterinfeksi HIV, diberikan terapi AZT, 3TC dan NVP. 4.1.3. Pemeriksaan lain sesuai indikasi. 4.2. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA. 5. Usia 6 bulan. 5.1. Pemeriksaan Fisis. 5.1.1. Keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan organ sistemik, tumbuh- kembang. 5.1.2. Bila ada kelainan klinis seperti pada tabel 1, rujuk ke Tim BIHA. 5.2. Pemeriksaan Lanoratorium. 5.2.1. Darah tepi, Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit. 5.2.2. Faal hati : SGOT / SGPT. 5.2.3. PCR RNA HIV untuk konfirmasi bila pemeriksaan PCRR RNA sebelum negatif. 5.3. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA. 5.4. Bila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan PCR RNA, periksa Seriologi HIV dengan 3 reagen yang berbeda. 5.5. Bila hasil sereologi HIV positif, diulang, 1 bulan kemdian untuk konfirmasi. Bila keduanya negatif maka tidak terinfeksi HIV. 5.6. Profilaksi kotrimoksasol dihentikan bila 2 kali pemeriksaan PCR negatif, bila salah satu hasil PCR positif, profilaksi diberikan sampai usia 12 bulan. 6. Usia 12 bulan. 6.1. Pemeriksaan Fisis. 6.1.1. Keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan sistematik, tumbuh-kembang. 6.1.2. Bila ada kelainan klinis seperti pada tabel 1, rujuk ke tim BIHA. 6.2. Pemeriksaan Laboratorium. 6.2.1. Darah tepi : Hb, Leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit. 6.2.2. Serologi anti HIV. 6.2.3. Bila serologi anti HIV (-) dan klinis yang baik dapat dianggab bukan sebagai infeksi HIV. Rencana pemeriksaan serologi anti HIV umur 18 bulan untuk konfirmasi. 6.2.4. Bila serologi HIV (+) dan klinis baik, ulangi serologi pada usia 18 bulan. 6.2.5. Bila serologi HIV (+) dan terdapat kelainan klinis seperti pada tabel 1, rujuk ke Tim BIHA untuk evaluasi. 6.2.6. Imunisasi rutin, tidak ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA. 7. Usia 18 Bulan. 7.1. Pemeriksaan Fisis. 7.1.1 Keadaan umum, tanda vutal, pemeriksaan organ sistemik, tumbuh-kembang. 7.1.2 Bila ada kelainan klinis seperti pad tabel 1, rujuk ke Tim BIHA. 7.2 Pemeriksaan Laboratorium. 7.2.1 Darah tepi : Hb, leukosit, trombosit dan hitung jenis leukosit. 7.2.2 Serologi anti HIV. 7.2.3 Serologi anit HIV (-) konfirmasi bukan infeksi HIV. 7.2.4 Serologi anti HIV (+) dianggap infeksi HIV, rujuk ke Tim BIHA untuk pengobatan ARV. 7.3 Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi vaksin polio hidup pasien dirujuk ke Tim BIHA. 8 Bayi dari Ibu Status HIV tidak diketahui Sistem klasifikasi diagnostik infeksi HIV pada anak kurag < 13 tahun 9CDC 1994) Confirmed HIV Infection 8.1. Pada anak berumur <18 bulan yang diketahui serologi HIV + atau lahir dari ibu HIV .Memiliki hasil deteksi positif berdasarkan dua kali pemeriksaan : 8.1.1. Kultur virus HIV. 8.1.2. PCR HIV (DNA/RNA). 8.1.3. Antigen HIV (terutama p24). 8.1.4. Diagnosis AIDS menurut defenisi temuan kasus tahun 1987. 8.2. Pada anak > 18 bulan. 8.2.1. Serologi anti HIV (dengan 3 reagen yang berbeda antara datu ELISA dengan teskonfirmasi). 8.2.2. Berdasarkan diagnosis point 1. 8.3. Exposed Infection Status (Prefix E) Seorang anak yang tidak memenuhi kriteria di atas tetapi : 8.3.1. Serologi HIV positif dengen ELISAdan tes konfirmasi (<18 bulan waktu periksa). 8.3.2. Lahir ibu yang terinfeksi HIV, status antibodi bayi tidak diketahui. 8.4. Seroreverter (SR) Seorang anak lahir dari ibu dengan status infeksi HIV + dan diasumsikan tidak terinfeksi bila : 8.4.1. Terdokumentasi sebagai serologi HIV negatif dengan 2 kali ELISA negatif yang diperiksa setelah umur 6 bulan atau 1 kali ELISA negatif setelah 18 bulan. 8.4.2. Tidak memiliki bukti Laboratorium infeksi HIV dengan PCR 2 kali. 8.4.3. Tidak memiliki gejala klinis ketegori C. 8.5. Bila BIHA tidak mampu Periksa PCR. 8.5.1. Bila klinis baik (tidak ada AIDS defening illness) periksa serologi HIV pada usia > 6 bulan, bila hasil negatif, bayi tidak terinfeksi HIV. Bila hasil positif, ulangan serologi HIV pada jarak 1 bulan. Bila positif maka masih mungkin terinfeksi HIV. 8.5.2. Bila klinis ada AIDS defening ilness, antara usia 1-3 bulan dapat diperiksa antigen p24. 9. Klasifikasi Klinis. Sistem Klasifikasi Infeksi HIV Pada Anak Kategori Klinis (CDC revisi 1994). 9.1. Kategori N (tanpa gejala) .Tidak terdapat tanda dan gejala klinis akibat HIV, atau hanya terdapat satu gejela kategori A. 9.2. Kategori A (gejala klinis ringan) .Terdapat dua atau lebih berikut tanpa gejala kategori B dan C 9.2.1. Imfadenopati ≥0,5 cm lebih dari satu tempat bilateral dianggap lebih dari satu tempat. 9.2.2. Hepertamegali 9.2.3. Splenomegali 9.2.4. Dermatitis 9.2.5. Parotitis 9.2.6. Infeksi saluran napas atas, sinusitis, atau otitis media berulang atau menetap. 9.3. Kategori B (gejala klinis sedang) .Terdapat gejala klinis lain selain kategori A atau C 9.3.1. Anemia (<8 g/dl) neutrophari. 9.3.2. Meningitis bacterial, pneumonia atau species (episode tunggal) 9.3.3. Kandidiasis orofarinig menetap > 2 bulan pada anak usia > 6 bulan 9.3.4. Kardiomiopoti 9.3.5. Infeksi sitomegalovirus denga onset < usia 1 bulan 9.3.6. Diare berulang atau kronik 9.3.7. Hepatitis 9.3.8. Stomatitis herpes simpleks (HVS) berulang (> 2 episode dalam setahun) 9.3.9. Brongkitis, pneumonitis atau esofagitis HSV dengan onset usia < 1 tahun 9.3.10. Herpes zoster pada paling sedikit dua episode berbeda atau > 1 dematom 9.3.11. elomiosarkoma 9.3.12. neumonitis interstisial limfoid atau kompleks hyperplasia limfoid paru 9.3.13. efropati 9.3.14. okardiosis 9.3.15. demam > 1 bulan 9.3.16. Toksoplasmosis dengan onset usia > 1 bulan 9.3.17. Varisela diseminata (cacar air dengan komplikasi) 9.4. Kategori C (gejala klinis berat) 9.4.1. Semua anak yang memenuhi kriteria AIDS, kecuali untuk pneumatis interstisial lomfoid yang masuk dalam kategori B 10. Indikasi Pengobatan Antiretrovirus pada anak 10.1. Diagnosis infeksi HIV (+) 10.2. Gejala klinis A, B, C (Tabel 1) 10.3. Imunosupresi kategori 2 atau 3 (Tabel 2) 10.4. Semua bayi dengan diagnosis HIV (+) usia < 12 bulan 10.5. Usia ≥ 1 tahun tanpa gejala klinis (asimtomatik) dan status imun normal 10.5.1. Opsi 1) beri terapi antiretrovirus 10.5.2. Opsi 2) terapi antiretrovirus bila resiko progresivitas klinis tinggi, bila resiko progresivitas rendah lebih baik antiretrovirus ditunda sambil memonitor status klinis dan viology untuk melihat perubahan resiko progresivitas klinis. 11. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk memulai terapi antiretrovirus pada anak dengan diagnosis infeksi HIV asimtomatik status imun normal 11.1. Jumlah kopi RNA HIV tinggi atau meningkat 11.2. Jumlah atau rasio CD4 cepat menurun 11.3. Perkembangan gejala klinis cepat 12. Dosis Obat Anti Retrovirus 12.1. ZDV (AZT) (Zidovudine, Retrovir) 12.1.1. Neonatus kurang bulan :1,5 mg/kg tiap 12 jam sampai usia 2 minggu, kemudian 2 mg/kg/ jam. 12.1.2. Neonatus cukup bulan (sampai bayi usia 90 hari). i. Oral : 2 mg/kg tiap 6 jam (Oral) ii. IV : 1,5 mg/kg tiap 6 jam 12.1.3. Pediatrik (rentang dosis 90 mg-180 mg/m- LPB dosis terapi LPB tiap jam i. Oral : 150 mg/m2 LPB tiap 8 jam 5 mg/kg/ 1 x 3 c/ hari ii. IV ( infuse intemiten) : 20 mg/m2 LPB/jam iii. IV (infuse rumatan) : 20 mg/m2 LPB/jam 12.1.4. Adolesen 3 x 200 mg/200 mg/hari atau 2x300 mg/hari 12.2. JIC (Lanivudine, Viracep) 12.2.1. Neonatus (bayi <30 hari) 2 mgkg, 2 x sehari. 12.2.2. Pediatrik 4 mg/kg. 2 x sehari – dosis terapi. 12.2.3. Adolesan. a. BB < 50 kg : 2 mg/kg, 2 x sehari. b. BB ≥ 50 kg : 2 x 150 mg/hari.
12.3. NNFV (Nevirafine, VI)
12.3.1. Neonatus 40 mg/kg, 2x sehari. 12.3.2. Pediatrik 20-30 mg/kg, dapat sampai 45 mg/kg, 3 x sehari. 12.3.3. Adoleson 2 x 1250 mg/hari atau 3x 750 mg/hari. 12.4. NVP (Nevirapine, Viramune). 12.4.1. Perinatal profilaksis 2 mg/kg (oral). 12.4.2. Neonatus (sampai usia 2 bulan). i. 14 hari pertama 5 mg/kg atau 120 mg/m2 sekali sehari. ii. 14 hari kedua : 120 mg/ m2 2 x sehari. iii. Beriutnya : 200 mg/m2 2 x sehari sampai usia 2 bulan periodik. iv. 14 hari pertama : inisial 120 mg/m2 2 x sehari (max.200 mg). i. Ruang Anak. ii. Instalasi Patologi Klinik. UNIT TERKAIT iii. Instalasi Gawat Darurat. iv. Instalasi Rawat Jalan.