Anda di halaman 1dari 4

INTRODUCTION

Sebelumnya kita perlu mengetahui bahwa Plasmodium knowlesi merupakan parasite


yang mengalami infeksi sehingga menyebabkan timbulnya penyakit malaria itu sendiri,
awalnya diketahui menyebabkan Simian Malaria atau infeksi yang disebabkan oleh kera,
sekarang dikenal sebagai parasit malaria kelima pada manusia. pengetahuan manusia tentang
infeksi ini telah dilaporkan di hampir semua negara di Asia Tenggara dan pada pelancong
yang kembali dari negara-negara tersebut. Kemudian ditemukan di Kalimantan Malaysia
sebanyak 3413 kasus dengan 91,47% dan terdapat 2 sampai 4 Jumlah kasus kumulatif
malaria knowlesi di kawasan Asia Tenggara dari tahun 2004 hingga 2015.
Inang reservoir alami parasit adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis), monyet
ekor babi (Macaca nemestrina), dan monyet daun berpita (Presbytis melalophos). Selama ini
beberapa spesies nyamuk yang termasuk dalam golongan Leucosphyrus telah dijadikan
sebagai vektor penyakit malaria knowlesi, yaitu, Anopheles hackeri, Anopheles latens,
Anopheles cracens, Anopheles balabacensis, Anopheles dirus, dan Anopheles introlatus. Dan
Tidaklah mengherankan jika distribusi geografis P. knowlesi terbatas di Asia Tenggara
karena mengikuti batas-batas distribusi alami dari inang dan vektor alaminya. Pola penularan
knowlesi pada manusia hingga saat ini tidak menunjukkan bahwa penularannya melalui
manusia nyamuk-manusia.

Selanjutnya parasite plasmodium yang dibawa oleh nyamuk malaria menyebar


melalui aliran darah setelah gigitan nyamuk tersebut lalu menuju organ hati dan kemudian
berkembang biak dengan menggunakan sel darah merah. Penyebaran melalui aliran darah ini
juga dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya seperti paru-paru , jantung, ginjal dan lain-
lain. Dan perlu diketahui juga masuknya gigitan nyamuk itu secara alami.
Adapun klasifikasi dari plasmodium atau parasite ini diantaranya plasmodium
falciparum (sering ditemukan diindonesia dan dapat menyebabkan kematian dengan masa
inkubasi 9-14 hari), plasmodium ovale (dapat bersembunyi di hati dan menimbulkan relaps
atau kambuh dengan masa inkubasi 12-18 hari), plasmodium vivax (sering ditemukan di
Indonesia dapat bersembunyi di hati dan menimbulkan relaps atau kambuh) , plasmodium
malariae (masa inkubasi 18-40 hari) dan plasmodium knowlesi (dapat tersembunyi di hati dan
menimbulkan relaps atau kambuh dengan masa inkubasi 11-12 hari).
Beberapa faktor telah menyebabkan peningkatan laporan kasus tentang Plasmodium
knowlesi yang diantaranya termasuk kapasitas diagnostik yang lebih baik, penurunan kasus
malaria pada manusia yang gilirannya mengurangi kekebalan relatif, meningkatkan kesadaran
Plasmodium knowlesi, dan kedekatan manusia dengan inang reservoir alami atau vektor yang
terinfeksi karena perubahan penggunaan lahan oleh manusia. Banyak penelitian telah
dilakukan Plasmodium knowlesi sejak pertama kali dijelaskan pada tahun 1932 oleh Knowles
dan Das Gupta. Hal ini mengarah pada temuan penting dalam malarialogi, yang meliputi
penemuan variasi antigenik pada malaria dan demonstrasi persyaratan mutlak untuk reseptor
Duffy untuk invasi sel darah merah oleh parasit. Selanjutnya, sejak penerbitan laporan Singh
dan kawan-kawan yang sebagian besar berfokus pada infeksi plasmodium knowlesi pada
manusia, penyakit dan parasit telah dikarakterisasi lebih lanjut, baik secara klinis maupun
molekuler. Untuk memahami perspektif knowlesi malaria saat ini kita perlu mengeksplorasi
berbagai aspek penyakit termasuk faktor risiko, diagnosis, pengobatan, studi molekuler dan
fungsional, terutama berfokus pada publikasi dari lima tahun terakhir.

TINGKAT EKOLOGIS DAN INDIVIDU FAKTOR YANG TERKAIT DENGAN


INFEKSI
Sebelumnya kita harus mengetahui ap aitu ekologi.Yang dimana ekologi itu sendiri
adalah ilmu yang mempelajari tentang interaksi antar makhluk hidup dengan lingkungannya.
Adapun Faktor risiko terkait dengan infeksi Plasmodium knowlesi telah menjadi bidang
perhatian selama beberapa tahun terakhir karena para peneliti mulai menyelidiki hubungan
antara faktor lingkungan, pekerjaan, sosiodemografi, dan rumah tangga yang dapat
berkontribusi pada peningkatan risiko infeksi tersebut. Pemahaman dan identifikasi faktor-
faktor risiko ini akan sangat berharga dalam merancang intervensi kesehatan masyarakat
yang tepat dan efektif untuk pengetahuan malaria.
Dengan kemajuan teknologi, termasuk penggunaan sistem pesawat tak berawak atau
drone, tugas pemetaan data spasial dan geografis untuk mengidentifikasi hubungan faktor
lingkungan dengan kasus plasmodium knowlesi telah meningkat pesat. Fornace dan kawan-
kawan mempelajari hubungan antara kasus Plasmodium knowlesi dan berbagai variabel
lingkungan melalui data penginderaan jauh berbasis satelit di Kudat dan Kota Marudu,
Sabah. Studi ini menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kasus ini semakin
pesat adalah seperti lebih dari 65% tutupan hutan dalam radius 2 km, kehilangan hutan
historis yang lebih tinggi, dan ketinggian yang lebih rendah secara signifikan terkait dengan
insiden yang lebih tinggi. Penulis mendalilkan bahwa asosiasi tersebut mungkin merupakan
akibat dari pergeseran pemukiman manusia serta perubahan habitat kera dan nyamuk akibat
deforestasi dan aktivitas pertanian.
Selanjutnya terdapat Faktor sosiodemografi dan tingkat individu juga dapat
meningkatkan risiko infeksi malaria knowlesi. Sebuah studi kasus-kontrol dua tahun
dilakukan oleh Grigg dan kawan-kawan dari 2012 hingga 2015 di Sabah, Malaysia. Dari
sudut pandang demografis, peserta dengan usia di atas 15 tahun ditemukan memiliki
peningkatan risiko Plasmodium knowlesi, sedangkan infeksi Plasmodium lainnya sering
ditemukan pada individu yang berusia dibawah 15 tahun yang dimana memiliki factor risiko
terjangkit malaria dengan rasio tinggi. Ada juga bisa karena gender yang kuat biasanya pada
laki-laki yang menunjukkan bahwa laki-laki di atas usia 15 tahun berisiko lebih tinggi terkena
infeksi Plasmodium knowlesi. Ini menunjukkan program intervensi Kesehatan fokus pada
kesehatan ibu dan anak mungkin tidak memadai untuk intervensi malaria P. knowlesi
Penelitian lain juga menunjukkan parasitemia yang lebih tinggi dan peningkatan
keparahan penyakit Plasmodium knowlesi memiliki kaitan dengan usia. Terkait hubungan
dengan usia mungkin berhubungan dengan risiko pekerjaan juga, seiring bertambahnya usia
individu mencari peluang kerja di daerah tersebut. Sehingga biasanya pada Pertanian dan
pekerjaan perkebunan kelapa sawit juga diidentifikasi terkait dengan risiko infeksi yang lebih
tinggi.
Adapun Faktor domestik dan peri-domestik, seperti keterbukaan atap dan celah di
dinding, memiliki rumput panjang di sekitar rumah, tidur di luar rumah, dan pembersihan
baru-baru ini vegetasi, juga dikaitkan dengan risiko tinggi infeksi Plasmodium knowlesi.
Mengenai Pengurangan risiko diamati di rumah tangga dengan melakukan penyemprotan
residu dalam ruangan, meskipun tempat tidur jaring hanya terbukti memiliki efek marjinal
terhadap risiko.
Tercatat bahwa kehadiran monyet belakangan ini cukup kuat untuk menjadi prediktor
risiko yang dimana menunjukkan kemungkinan tinggi monyet itu untuk menjadikan manusia
sebagai jalur transmisi utama sehingga penularan bukan dari manusia ke manusia. Secara
terpisah, itu juga mencatat bahwa defisiensi G6PD memberikan beberapa bentuk
perlindungan terhadap Plasmodium knowlesi, yang diasosiasikan dengan penurunan risiko
infeksi Plasmodium knowlesi, serupa dengan yang telah diamatai pada malaria Plasmodium
vivax. Keberadaan sedikit hutan dan sawah di sekitar rumah secara signifikan dapat
menurunkan risiko Plasmodium knowlesi.
Sebuah studi oleh Herdiana dan kawan-kawan pada tahun 2016 juga mengamati
penilaian factor risiko malaria menggunakan surveilans aktif dan pasif di Indonesia. Skrining
awal menunjukkan total 19 Kasus Plasmodium knowlesi yang merupakan penemuan tak
terduga di kaum pelajar. Perbandingan kasus Plasmodium knowlesi dengan non-kasus
menunjukkan temuan faktor risiko serupa dengan penelitian oleh Grigg et al, dengan
peningkatan risiko infeksi Plasmodium knowlesi dari jenis kelamin laki-laki, peserta usia
dewasa, dan paparan hutan atau yang berhubungan dengan pekerjaan yang lokasinya dihutan,
serta menghabiskan waktu bermalam di hutan. Ketika membandingkan kasus Plasmodium
knowlesi dengan Plasmodium falciparum dan Infeksi Plasmodium vivax, tercatat kasus
Plasmodium knowlesi lebih mungkin terkait dengan paparan hutan dan faktor di sekitar
rumah tangga daripada plasmodium lainnya.
Sebuah studi oleh De Silva dan teman-temannya membandingkan distribusi genotipe
Duffy yang berbeda antara pasien yang terinfeksi Plasmodium knowlesi dengan pendonor
sehat dengan tujuan untuk menentukan apakah ada hubungan antara genotipe Duffy dan
kerentanan terhadap Infeksi Plasmodium knowlesi. Hasilnya Penulis berpendapat bahwa
karena homogenitas luar biasa dari distribusi Duffy di Kawasan tersebut, penilaian
kerentanan tersebut dinyatakan masih tidak layak. Namun, studi lebih lanjut tentang distribusi
Duffy antara Pasien Plasmodium knowlesi di Semenanjung dan Kalimantan Malaysia
memungkinkan untuk studi kerentanan Plasmodium knowlesi, khususnya jika distribusi
Duffy antara kedua wilayah jelas berbeda.

Anda mungkin juga menyukai