Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

1. Asal-usul Komunikasi Profetik

Secara historis, komunikasi merupakan instrumen yang integral dari islam sejak
kelahiran islam sebagai gerakan religius. Al-Qur’an merupakan sumber utama untuk
menjelaskan praktik dan aturan komunikasi. Secara trasendental, ada dua tipe utama
pemahaman komunikasi timbal balik antar Tuhan dan manusia. Pertama, bersifat
linguistik verbal, yaitu menggunakan tutur bahasa yang dapat dipahami manusia. Kedua,
bersifat nonverbal, yaitu menggunakan tanda-tanda alam. Ayat merupakan kehendak
Tuhan untuk membuka komunikasi dengan manusia. Ayat disampaikan kepada manusia
melalui Nabi.

Dalam studi ilmu Al-Qur’an, ayat tersebut disebut dengan wahyu. Wahyu
merupakan bentuk komunikasi khas antara Tuhan dan para Rasul-Nya. Komunikasi
tersebut kemudian “dialih turunkan” oleh para Nabi dan Rasul dalam bentuk ayat yang
tertulis, seperti yang terulang dalam kitab suci Al-Qur’an. Wahyu merupakan keinginan
nyata dari kehendak Tuhan untuk berkomunikasi mellaui penyampaian berita dalam
bentuk teks (ayat) kepada manusia.

Komunikasi profetik merupakan istilah baru dalam khazanah ilmu komunikasi,


yang mengacu pada pola komunikasi kenabian Rasulullah Muhammad saw yang sarat
dengan kandungan nilai dan etika. Komunikasi profetik merupakan kerangka baru
praktik ilmu komunikasi dalam perspektif lslam yang terintegrasi-terintegrasi dengan
kajian ilmu komunikasi yang sudah berkembang sebelumnya.

Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa usia komunikasi sebagai praktek
penyebaran informasi sama tuanya dengan usia manusia. Bahkan sebelum manusia
tercipta, komunikasi sudah terlebih dahulu ada. Hal tersebut dapat kita temui dalam kisah
komunikasi antara allah SWT dengan iblis ketika menciptkana Nabi Adam sebagai
manusia pertama. Inilah yang kemudian menmbulkan ambiguitas dan paradoks, jika
komunikasi sudah ada sejak manusia tercipta.

1
Rahasia dibalik konvergensi-intekoneksi keilmuan tersebut terletak pada luasnya
khazanah keilmuan Allah SWT yang belum terjamah dan tersentuh oleh manusia. Masih
banyak keilmuan Allah SWT tersebut yang perlu didekati dan diungkap kebenarannya.
Untuk berupaya “mendekati” Allah SWT dalam mengungkapkan sebagian tabir rahasia
keilmuan yang dimilik-Nya. Pendekatan ini diberi nama dengan “komunikasi Profetik”.

Pilar ilmu sosial profetik ada tiga, yaitu humanisasi (amar ma'ruf), liberasi (nahi
munkar), dan transendensi (tu'minu billah). Dalam buku ini diuraikan komuniksi dalam
perspektif lslam, yang menekankan pentingnya komunikasi yang memanusiakan manusia
(humanisasi), membebaskan (liberasi), dan selalu berorientasi kepada Tuhan
(transendensi) melalui integrasi-interkonesi kajian ilmu komunikasi.

Dalam konteks inilah, Iswandi Syahputra mengolah perenungan dan


pengalamannya dan berupaya mengajukan gagasan baru tentang konsep dan pendekatan
komunikasi yang memanusiakan manusia (humanisasi), membebaskan (liberasi) dan
selalu berorientasi pada Tuhan (transendensi). Inilah suatu kajian baru tentang
komunikasi profetik, komunikasi kenabian yang memberi porsi penting pada nilai dan
etika. Dalam hal ini, profetik merupakan kesadaran sosiologis para nabi dalam sejarah
untuk mengangkat derajat kemanusiaan dan membawa manusia beriman pada Allah.

Komunikasi profetik yang diajukan memang merupakan istilah baru dalam


khazanah ilmu komunikasi. Istilah ini buah dari pengembangan dari konsep Ilmu Sosial
Profetik (ISP) yang pernah keluar dari gagasan Kuntowijoyo, seorang ilmuwan Islam
yang terinspirasi juga oleh spirit Prophetic Reality yang diusung Muhammad Iqbal dan
Roger Geraudy. Dengan menyebut ilmu-ilmu profetik (seperti halnya komunikasi
profetik), kita hanya mendapatkan substansinya, bukan bentuk. Ilmu profetik
menemukan bentuknya dalam wujud ilmu integralistik yang menyatukan wahyu Tuhan
dan akal pikiran manusia.

Dalam hal inilah, komunikasi profetik diajukan dalam kerangka baru praktik ilmu
komunikasi Islam yang memadukan konsepnya dengan kajian ilmu komunikasi yang
sudah berkembang sebelumnya. Ini bisa dibilang sebuah upaya “suntikan imunisasi” bagi
perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, semacam menerapkan prinsip-prinsip
kaidah komunikasi kenabian terhadap dinamisnya ilmu komunikasi yang berperan
penting dalam kancah akselerasi perubahan sosial. Lebih jauh, hal itu dapat

2
menempatkan pengguna komunikasi, konsumen dan media komunikasinya jadi memiliki
”imunitas” pertimbangan etis dalam pelbagai praktik berkomunikasi.

2. Firman Allah SWT Yang Menyangkut Komuniaksi Profetik

(QS. Asy-Syura (42) ayat 51)

‫ب أَوْ يُرْ ِس َل َرسُوالً فَيُو ِح َي بِإ ِ ْذنِ ِه َما‬


ٍ ‫َو َما َكانَ لِبَ َش ٍر أَن يُ َكلّ َمهُ هّللا ُ إِالّ َوحْ يا ً أَوْ ِمن َو َرآ ِء ِح َجا‬
‫يَ َشآ ُء إِنّهُ َعلِ ّي َح ِكي ٌم‬  
Artinya:”Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata
dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan
mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa
yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”

seorang manusia tidak akan diajak bicara oleh Allah kecuali melalui wahyu–yaitu
pengutaraan tutur ke dalam kalbu–baik berupa ilham maupun mimpi. Atau dengan cara
memperdengarkan suara ilahi tanpa si pendengar dapat melihat pembicaranya.

Dapat juga dengan cara mengutus malaikat yang dapat dilihat dan dapat didengar
suaranya untuk kemudian mewahyukan kepadanya, dengan izin Allah, apa saja yang
dikeh2endaki-Nya. Allah benar-benar Mahaluhur, tidak dapat dicegah, lagi
Mahabijaksana atas segala urusan- Nya.

(Dan demikianlah) maksudnya, sebagaimana Kami wahyukan kepada rasul-rasul selain


kamu (Kami wahyukan kepadamu) hai Muhammad (wahyu) yakni Alquran, yang
karenanya kalbu manusia dapat hidup (dengan perintah Kami) yang Kami wahyukan
kepadamu. (Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui) sebelum Kami mewahyukan

(QS. Asy-Syura (42) ayat 52)

ُ ‫َو َك َذلِكَ أَ ْو َح ْينَآ إِلَ ْيكَ ُروحا ً ّمنْ أَ ْم ِرنَا َما ُكنتَ تَ ْد ِري َما ا ْل ِكت‬
ُ‫َاب َوالَ ا ِإلي َمانُ َولَـ َ ِكن َج َع ْلنَاه‬
ٍ‫ستَقِيم‬
ْ ‫ّم‬ ِ ‫ي إِلَ َى‬
‫ص َرا ٍط‬ َ ‫نُوراً نّ ْه ِدي بِ ِه َمن نّشَآ ُء ِمنْ ِعبَا ِدنَا َوإِنّ َك لَتَ ْه ِد‬
Artinya: “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan
tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya,
yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba

3
Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.”  

Kepadamu (apakah Al-kitab) yakni Alquran itu (dan tidak pula mengetahui apakah
iman itu) yakni syariat-syariat dan tanda-tanda-Nya Nafi dalam ayat ini amalnya di-
ta'alluqkan kepada Fi'il dan lafal-lafal sesudah Fi'il menempati kedudukan dua Maf'ulnya
(tetapi Kami menjadikan Alquran itu) wahyu atau Alquran itu (cahaya, yang Kami
tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk) maksudnya kamu menyeru dengan
wahyu yang diturunkan kepadamu (kepada jalan) tuntunan (yang lurus) yakni agama
Islam.

Surat As-Shura ayat di atas menceritakan tentang ragamnya wahyu turun kepada


Nabi saw. Inilah tingkat penurunan wahyu dari sisi Allah kepada hamba-hambanya.
Dalam proses penurunannya, bahwasanya kadang-kadang Allah dengan menghembuskan
isi wahyu itu ke dada seorang Nabi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
Hiban :   

 , ‫ أن نفسا لن تموت حتي تستكملـ رزقها وأجلها‬: ‫ان روح القدس نفث في روعي‬
‫فاتقوا هللا وأجملوا في الطلب‬ 
Artinya : “Sesungguhnya  ruh qudus (Jibril) telah menghembuskan wahyu ke
dadaku, bahwasanya seseorang tidak akan mati sebelum menerima lengkap rezeki dan
ajalnya, maka bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan sederhanakanlah dalam
permohonan.”

Sebab an-Nuzul ayat di atas berkenaan dengan perkataan Yahudi terhadap Nabi saw.
Seorang Yahudi berkata kepada Nabi  saw., “Hai Nabi bagaimana caramu  dapat
berbicara dan melihat Allah, jika kamu seorang Nabi, sebagaimana berbicanya dan
melihatnya Musa kepada Allah.  Sesungguhnya kami tidak akan beriman kepadamu
hingga kamu mengerjakan yang demikian itu.”   Lalu turunlah ayat surat as-Sura ayat ke
51 tersebut.

QS AL-HAJJ 22 : (15)(

4
‫س َما ِء ثُ َّم ْليَ ْقطَ ْع‬
َّ ‫ب إِلَى ال‬ ُ ‫َمنْ َكانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَ ْن‬
َ ِ‫ص َرهُ هَّللا ُ فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َر ِة فَ ْليَ ْم ُد ْد ب‬
ٍ َ‫سب‬
ُ‫فَ ْليَ ْنظُ ْر َه ْل يُ ْذ ِهبَنَّ َك ْي ُدهُ َما يَ ِغيظ‬

Artinya : Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya


(Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit,
kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu
dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.

Barangsiapa meyakini bahwa sesungguhnya Allah tidak akan menguatkan


RasulNya, Muhammad dengan pertolongan di dunia dengan memenangkan agamaNya
dan di akhirat dengan meninggikan derajatnya dan menyiksa orang-orang yang
mendustakannya, maka hendaklah dia membentangkan seutas tali ke atap rumahnya dan
menggantung dirinya dengan tali itu, kemudian memutus tali tersebut, lalu hendaklah dia
pikirkan, apakah tindakan itu akan menghilangkan rasa amarah yang ada di dalam
dirinya? Sesungguhnya Allah akan menolong NabiNya, Muhammad, dengan pasti tanpa
keraguan.

(QS AL-HAJJ 22 : (16)

Artinya : Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al Quran yang merupakan ayat-ayat
yang nyata, dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki.
Dan sebagaimana Allah menegakkan hujjah berupa bukti-bukti KuasaNya di
hadapan orang-orang kafir untuk membangkitkan mereka, Dia (juga) menurunkan al-
Qur’an, yang ayat-ayatnya jelas dalam lafaz-lafaz yang digunakannya dan maknanya,
Allah memberikan hidayah dengannya kepada orang-orang yang Allah kehendaki unruk
memperoleh hidayah; sebab tidak ada yang sanggup memberikan hidayah selainNya.

5
3. Konsekuensi Komunikasi Profetik

Konsekuensi adanya komunikasi profetik :

1. Jika melihat sejarah Orde lama, orde baru, dan reformasi sekarang, umat Islam
sebagai mayoritas di negeri ini seharusnya memiliki otoritas yang lebih dengan cara
penyampaian hak Umat Islam ke regulasi pemerintah. Kasus-kasus yang merugikan
kemurnian ajaran Islam sendiri seharusnya diatur lewat aturan yang dirancang oleh
wakil rakyat yang sebagian besar mereka adalah pemeluk Islam.

Ketegasan aturan agama merupakan sebuah upaya menolak penistaan agama


yang membuat ajaran Agama Islam sendiri tidak jelas. Satu contoh jika terbukti
bahwa Ahmadiyah bukan termasuk ajaran Islam maka perlu ada ketegasan baik dari
kesepakatan Ulama dan disampaikan pemerintah bahwa memang Ahmadiyah bukan
ajaran Islam. Ketegasan ini diambil agar tidak terjadi tindakan anarkisme dari
sekelompok golongan karena merasa ajaran Islam dinodai dengan ajaran-ajaran yang
tidak sesuai dengan Alquran dan hadist.

Seperti nabi menjelaskan bahwa tidak akan mungkin umatku bersepakat secara
mayoritas tentang bid’ah-bid’ah dalam agama. Andaikan benar terjadi bahwa
Ahmadiyah bukan menganut ajaran Islam dengan keputusan Ulama dan penyampaian
pemerintah maka jelas sudah masalah dan biarkan mereka menjalankan ritual tanpa
ada tindakan anarkisme karena mereka sudah jelas bukan Islam.

2. Anarkisme agama sebenarnya memberikan dampak negatif bagi keberlangsungan


sebuah struktur, baik itu entitas agama, gerakan sosial, lembaga politik, ormas Islam
dan kelompok-kelompok lainnya. Naluri manusia selalu memberikan apresiasi positif
terhadap hal-hal yang menyuguhkan kedamaian. Nilai Profetik (kenabian) mungkin
kata yang tepat untuk mewakili sebuah sikap saling menjaga, toleransi, berbicara
dengan hati, ketulusan.
Dengan nilai profetik inilah agama menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan
manusia akan hakikat diri sebagai seorang makhluk Tuhan. Nilai Profetik inilah yang
menjadi jawaban kenapa Muhammad begitu sangat ditaati dan diikuti ajarannya.
Tidak ada sedikitpun dalam sejarah manusia tentang agama yang mendahulukan
anarkisme dalam interaksi masa.

6
Bahkan tercatat dalam sejarah begitu banyaknya nabi yang sebenarnya menjadi
korban dari anarkisme kaumnya karena di tolak ajaran dakwahnya. Nabi Nuh, Isa,
Muhammad pernah mengalami hal demikian. Tapi yang sangat menakjubkan
kesabaran para nabi menjadi magnet dakwah tersendiri bagi sebagian manusia.
3. Memberikan pemahaman tentang ajaran-ajaran agama akan lebih berdampak positif
dari pada melakukan tindakan anarkisme agama. Dakwah bil hikmah wamauizhatil
hasanah (Dakwah dengan hikmah dan suri tauladan yang baik) gambaran yang paling
tepat bagi agama apapun. Walaupun nabi Muhammad pernah ditolak kaum taif namun
mereka menyadari bahwa Muhammadlah satu-satunya manusia saat itu yang dapat
dipercaya hingga dijuluki Al-amin, Muhammad adalah seorang yang jujur, selalu
menyambung tali silaturahmi.
Tidak ada satu orangpun yang meragukan kebenaran walau mereka telah
melempari Muhammad dengan batu saat memberi ajakan kepada Islam. Lalu yang
terjadi sekarang umat sudah berbeda jauh. Beberepa sekelompok ormas Islam sangat
miris dengan mengedepankan anarkisme. Upaya melakukan nilai profetik telah
berubah menjadi kebrutalan yang justru tidak membuat manusia simpati terhadap
ajaran Islam.
Akibat ulah beberapa kelompok ini yang nantinya merugikan agama dalam
membangun rahmatan lil alamin. Dan jangan heran jika nantinya isu tentang terorisme
terhadap islam tidak kunjung usai karena memang ada sebagian dari kita yang selalu
meneror tanpa memberikan kepemahaman profetik.
4. perlu adanya sebuah konstruksi dalam kepemimpinan umat Islam. Ini sekaligus
menjadi jawaban kenapa Kepemimpinan sangat penting bagi Islam. Dengan
pemimpin ini Islam akan mengembalikan kejayaan masa lampau dengan
menyuguhkan masyarakat berperadaban yang menjadi kiblat dunia di masa lalu di
mana istilah menyebut masyarakat madani.
Kepemimpinan dalam Islam perlu diselesaikan dengan cara bersama antara umat
Islam yang dijembatani Ormas Islam, Lembaga Agama, NGO Islam, Organisasi
kepemudaan Islam dan lainnya.
Konstruksi Kepemimpinan ini dibentuk untuk memberikan dasar-dasar
pemahaman arti pentingnya nilai profetik yang diajarkan para Nabi karena memang
agama bukan paksaan, sekaligus menjadi puncak regulasi dalam menjaga tatanan
moral agama sehingga tidak terjadi hal-hal yang membuat orang menjadi benci
dengan agama.

7
Sebagaimana filosofi yang para Nabi gunakan dalam interaksi bagaikan pohon
mangga yang telus dilempari dengan kayu dan batu tapi pohon selalu membalasnya
dengan menjatuhkan buah mangga yang manis. Inilah garis besar Nilai Profetik yang
disebut dalam Al-quran Id’fak bilatihiya ahsan (menolak kejahatan dengan kebaikan).
Pemimpin harus mampu menuntaskan salah urus negara yang telah terjadi agar klaim
kebenaran tidak harus dilakukan dengan kekerasan tapi dengan pemahaman.
(QS. ALI IMRAN (3) 112)

‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال ِّذلَّةُ أَ ْينَ َما ثُقِفُوا إِاَّل بِ َحب ٍْل ِمنَ هَّللا ِ َو َح ْب ٍل ِمنَ النَّاس‬
ْ َ‫ُرب‬
ِ ‫ض‬
‫َوبَا ُءوا‬

ُ ‫ت هَّللا ِ َويَ ْق‬


‫ت‬ َ ِ‫ت َعلَ ْي ِه ُم ْال َم ْس َكنَةُ ۚ ٰ َذل‬
ِ ‫ك بِأَنَّهُ ْم َكانُوا يَ ْكفُرُونَ بِآيَا‬ ِ ‫ب ِمنَ هَّللا ِ َوض‬
ْ َ‫ُرب‬ ٍ ‫َض‬ َ ‫بِغ‬
‫صوْ ا َو َكانُوا يَ ْعتَ ُدو‬ َ ‫ك بِ َما َع‬ َ ِ‫ق ۚ ٰ َذل‬
ٍّ ‫اأْل َ ْنبِيَا َء بِ َغي ِْر َح‬

Artinya :Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika
mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia,
dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para
nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas.

Allah menjadikan kehinaan dan kenistaan sebagai suatu kenicscayaan yang tidak
pernah terpisah dari kaum Yahudi. Karena itu, mereka adalah kaum terhina lagi
ternistakan di mana pun mereka berada, kecuali dengan adanya janji dari Allah dan
perjanjian dari manusia, maka barulah mereka merasakan aman pada jiwa dan harta
mereka. Itu merupakan perjanjian bagi ahli dzimmah atas mereka dan keharusan bagi
mereka untuk menjalankan hukum-hukum islam.

Dan mereka kembali dengan ditimpa kemurkaan Allah yang layak mereka dapatkan.
Dan mereka ditimpa oleh kehinaan dan kerendahan. Maka tidaklah kamu melihat orang
Yahudi kecuali pada dirinya terpancar rasa takut dan gentar terhadap orang-orang
beriman. Itulah yang telah Allah jadikan untuk mereka disebabkan kekafiran mereka
kepada Allah dan kelakuan melampaui batas yang mereka perbuat terhadap batas-batas
Allah, juga karena mereka membunuh para nabi secara zhaliman dan melampaui batas.

8
Dan tidak ada yang membuat mereka lancang untuk melakukan itu kecuali karena
mereka melakukan berbagai maksiat dan melanggar batasan-baatasan Allah.

(QS. AL- LUQMAN (31) 21)

ُ َ‫يل لَهُ ُم اتَّبِعُوا َما أَ ْنزَ َل هَّللا ُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِ ُع َما َو َج ْدنَا َعلَ ْي ِه آبَا َءنَا ۚ أَ َولَوْ َكانَ ال َّش ْيط‬
‫ان‬ َ ِ‫َوإِ َذا ق‬
‫ير‬ ِ ‫يَ ْد ُعوهُ ْم إِلَ ٰى َع َذا‬
ِ ‫ب الس َِّع‬

artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah".
Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-
bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak
mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala
(neraka)?

Dan apabila dikatakan kepada orang-orang yang mendebat keesaan Allah dan
pengesaan ibadah hanya kepadaNya tersebut, “Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah
kepada NabiNya, Muhammad.” Maka mereka menjawab, “Kami hanya mengikuti apa
yang telah dianut oleh nenek moyang kami berupa kesyrikan dan penyembahan kepada
berhala.” Apakah mereka tetap melakukan semua itu sekalipun setan mengajak mereka
dan memperindah perbuatan batil mereka serta kekafiran mereka kepada Allah, sehingga
mengantarkan mereka ke dalam azab neraka yang menyala-nyala?.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Komunikasi profetik merupakan istilah baru dalam khazanah ilmu komunikasi,


yang mengacu pada pola komunikasi kenabian Rasulullah Muhammad saw yang sarat
dengan kandungan nilai dan etika. Komunikasi profetik merupakan kerangka baru
praktik ilmu komunikasi dalam perspektif lslam yang terintegrasi-terintegrasi dengan
kajian ilmu komunikasi yang sudah berkembang sebelumnya. Dengan dilandasi dengan
Al-qur’an dan As-sunnah.

Pilar ilmu sosial profetik ada tiga, yaitu humanisasi (amar ma'ruf), liberasi (nahi
munkar), dan transendensi (tu'minu billah). Dalam buku ini diuraikan komuniksi dalam
perspektif lslam, yang menekankan pentingnya komunikasi yang memanusiakan manusia
(humanisasi), membebaskan (liberasi), dan selalu berorientasi kepada Tuhan
(transendensi) melalui integrasi-interkonesi kajian ilmu komunikasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Amin. 2007. KOMUNIAKSI PROFETIK. BANDUNG : Simbiosa Rekatama


Media

https://tafsirweb.com

11

Anda mungkin juga menyukai