Anda di halaman 1dari 8

1

TERM OF REFFERENCE (TOR)


INTERVENSI KELUARGA

INSTANSI : Puskesmas Melata


BIDANG/UPT : Program Indonesia Sehat dgn Pendekatan Keluarga
PROGRAM : Intervensi dan Monitoring
SASARAN PROGRAM Rumah Tangga
INDIKATOR KINERJA PROGRAM IKS ( Indeks Keluarga Sehat ) 0,40
KEGIATAN : Pendataan Keluarga Sehat
SASARAN KEGIATAN : Rumah Tangga
KELUARAN : Prilaku Hidup Sehat
HASIL : Meningkatkan Derajat Status Kesehatan dan Gizi
Ibu dan Anak
Meningkatnya Pengendalian Penyakit
Meningkatnya Akses dan Mutu Pelayanan
Kesehatan Dasar
Meningkatnya Cakupan Pelayanan Kesehatan
Universal memlalui KIS
TARGET/VOLUME KEGIATAN : 100 %
PENDANAAN ANGGARAN (TAGGING) : BOK

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat dijelaskan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Upaya kesehatan esensial yang harus diselenggarakaan di Puskesmas, meliputi pelayanan
promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak, dan
keluarga berencana, pelayanan gizi, pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular. Selain dari pada itu, puskesmas juga melaksanakan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan yaitu upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya
yang sifatnya inovatif dan atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan,
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan.
Kunjungan kepada keluarga / Intervensi PIS-PK merupakan kegiatan tindak lanjut dari
pendataan Pendekatan Keluarga.Intervensi PIS-PK merupakan kegiatan Promosi Kesehatan
sebagai Upaya meningkatkan promotif dan preventif kepada masyarakat.

B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2006-2025

1|Page
2

2. Permenkes Nomor 39 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelaksanaan


Program Indonesia dengan Pendekatan Keluarga.
3. Permenkes 43 tahun 2016 tentang Pedoman Manejemen Puskesmas
4. Keputusan Menteri RI No.HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementrian Kesehatan tahun 2015-2019.

C. Gambaran Umum Singkat


Kegiatan Intervensi dilakukan kepada keluarga yang memiliki masalah kesehatan sesuai
dengan permasalahan yang ada pada 12 indikator keluarga sehat.

2. KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN


Kegiatan Intervensi Keluarga dilaksanakan pada Semester 2 di tahun 2020 meliputi 11 Desa
di kec.Menthobi Raya.

3. MAKSUD DAN TUJUAN


a) Maksud kegiatan
Mengintervensi Permasalahan yg ada dikeluarga
b) Tujuan Kegiatan
Permasalahan yang di dalam PIS-PK yaitu 12 Indikator dapat diatasi dengan
mengedepankan skala prioritas dan meningkatkan status kesehatan masyarakat melalui
pendekatan keluarga di wilayah kerja puskesmas melata kec.menthobi raya.

4. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


a) Pelaksana Dan Penanggung Jawab Kegiatan
Koordinator Pelayanan PIS-PK di Puskesmas Melata dan di Bantu seluruh petugas
kesehatan Puskesmas Melata dan jejaringnya.
b) Penerima manfaat
Keluarga dan petugas dilapangan mengetahui hasil kegiatan Intervensi PIS-PK

5. JADWAL DAN MATRIK KEGIATAN


Berisi tentang jadwal pelaksanaan disertai matrik kegiatan :
No KEGIATAN Kode belanja jadwal
yang digunakan pelaksanaan penarikan

2|Page
3

Bulan minggu bulan minggu


1 Intervensi 5.2.2.15.01 Bulan
PIS-PK Februari
s/d
Agustus
2021

6. BIAYA
Sumber Pendanaan berisi tentang menggunakan Dana BOK sesuai perkiraan total biaya
untuk kegiatan sesuai dalam Rencana Anggaran Biaya/ RAK (Terlampir).

Melata, 31 Oktober 2020


Pemegang Program PIS-PK
Puskesmas Melata

Nanik Martanti, Amd.Kep


NIP.19830820 201001 2 010

3|Page
4

4|Page
5

TB / HIV
Beban HIV di Indonesia

5|Page
6

 Munculnya epidemi HIV dan AIDS di dunia menambah permasalahan TB, ko-infeksi
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) akan meningkatkan risiko kejadian TB secara
signifikan. Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian utama pada Orang dengan HIV/AIDS
(ODHA)
 Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6
juta orang terjangkit TB dan 1,3 juta orang meninggal karena TB, termasuk 320 ribu kematian
diantara orang dengan HIV positif (Global Report WHO 2013).
 Diperkirakan pada tahun 2012 sebanyak 1,1 juta orang (13%) dari seluruh jumlah yang terjangkit TB
adalah HIV positif. Sekitar 75% dari jumlah kasus ini terdapat di wilayah Afrika (Global Report
2013).
 Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada 1987 di Bali. Sejak saat itu penyebaran epidemi mulai
terjadi di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus AIDS dari 1987 sampai Juni 2013 sebanyak 43.667
kasus. Data pada April – Juni 2013 menunjukkan bahwa persentase faktor risiko AIDS tertinggi
adalah hubungan seksual yang tidak aman pada heteroseksual (78,4%) diikuti dengan penularan
melalui jarum suntik tidak steril pada penasun (14,1%), penularan dari Ibu yang HIV positif ke anak
sebesar 4,1%, dan LSL (2,5%).
 Saat ini perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Jumlah kumulatif
kasus HIV dari 2005 sampai Juni 2013 sebanyak 108.600 kasus. Secara umum, Indonesia memiliki
prevalensi HIV rendah. Estimasi prevalensi HIV di antara populasi orang dewasa adalah 0,2 % secara
nasional dan diperkirakan bahwa ada 186.000 orang yang hidup dengan HIV (2010). Meskipun
demikian, beberapa daerah merupakan wilayah dengan epidemi terkonsentrasi, bahkan Papua
merupakan wilayah dengan epidemi yang meluas di mana prevalensi HIV pada populasi umum adalah
sebesar 2,4 %. Dua belas provinsi telah diidentifikasi sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV.
Pada triwulan kedua tahun 2012, ada 196 rumah sakit, 76 klinik dan 159 puskesmas yang mempunyai
layanan konseling dan tes sukarela (VCT) serta 238 rumah sakit yang menyediakan pengobatan
antiretroviral (ART) secara nasional.

Ko-infeksi TB-HIV

 Pasien ko-infeksi TB-HIV adalah pasien TB dengan HIV positif dan ODHA dengan TB.
 Pada orang dengan sistem imunitas yang menurun misalnya ODHA, infeksi TB laten mudah
berkembang menjadi TB aktif. Sekitar 60% ODHA yang terinfeksi kuman TB (laten) akan menjadi
TB aktif.

Survei prevalensi HIV di antara pasien TB baru di beberapa provinsi menunjukkan hasil dari 2 %
di Jogyakarta ( 2006) dan 0,8 % di Jawa Timur , 3,8 % di Bali dan 14 % di Papua ( 2008).


o Di Indonesia TB merupakan tantangan bagi pengendalian AIDS karena
merupakan infeksi penyerta yang sering terjadi pada ODHA (31,8%). (textbox)
o WHO memperkirakan jumlah pasien TB dengan status HIV positif di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 7,5%, terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan
tahun 2012 yang hanya 3,3% (Global Report WHO 2013).

Kegiatan kolaborasi TB-HIV

 Kegiatan kolaborasi TB-HIV di Indonesia merupakan rangkaian kegiatan bersama program


Pengendalian TB dan program pengendalian HIV yang bertujuan untuk mengurangi beban TB dan
HIV pada masyarakat akibat kedua penyakit ini.
 Sejalan dengan rekomendasi WHO, kegiatan kolaborasi TB-HIV di Indonesia adalah kegiatan yang
berupaya untuk mempercepat diagnosis dan pengobatan TB pada pasien HIV dan sebaliknya
mempercepat diagnosis dan pengobatan HIV pada pasien TB, dengan memperkuat jejaring layanan
keduanya.
 Kegiatan Kolaborasi TB-HIV dimulai pada tahun 2007 dan telah disosialisasikan ke seluruh provinsi
mulai tahun 2008. Selanjutnya diperkuat melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1278 tahun
2009 tentang Pedoman Pelaksanaan kolaborasi pengendalian Penyakit TB dan HIV.
 Sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, pada tahun 2012 telah kembangkan Buku Manajemen
Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TBHIV di Indonesia dan Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis
Ko-infeksi TB-HIV, yang selanjutnya juga dilakukan akreditasi modul pelatihan kolaborasi TB-HIV,
termasuk di dalamnya adalah materi TIPK dan PPI TB. Bahan KIE TB-HIV telah dikembangkan dan
didistribusikan ke daerah. Format pencatatan dan pelaporan dengan memasukkan informasi tentang
TB-HIV juga telah dibangun dimanfaatkan.

6|Page
7

 Pada tahun 2013 telah diterbitkan Permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV AIDS
di Indonesia, di mana pasien TB merupakan salah satu kriteria pasien yang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan penawaran tes HIV dan perlu dilakukan percepatan pemberian ARV bagi pasien ko-
infeksi TB-HIV.
 Sebagai upaya mempercepat diagnosis TB pada ODHA, pada tahun 2013 sebanyak 17 RS/fasyankes
sudah mengoperasikan mesin Xpert MTB/RIF. Pada tahun 2014 direncanakan setiap provinsi
mempunyai sedikitnya satu alat tes cepat yang berbasis PCR ini (Xpert MTB/RIF) yang dapat
dimanfaatkan oleh ODHA.
 Di tingkat nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga telah memasukan rencana
strategis TB dan HIV dan mengembangkan model layanan di beberapa Lapas/Rutan dengan menitik
beratkan pada layanan TB HIV.

Tantangan ke depan
Secara umum, tantangan utama kolaborasi TB-HIV adalah:

1. Meningkatkan jejaring layanan kolaborasi antara program TB dan program HIV di semua tingkatan,
komitmen politis dan mobilisasi sumber daya.
2. Meningkatkan akses tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan yang ditujukan bagi pasien TB dan
bagaimana membangun jejaring pelayanan diagnosis dan pengobatan.
3. Memastikan bahwa pasien yang terdiagnosis TB dan HIV harus mendapatkan pelayanan yang optimal
untuk TB dan secara cepat harus dirujuk untuk mendapatkan dukungan dan pengobatan HIV AIDS
dalam hal ini termasuk pemberian pengobatan pencegahan dengan Kotrimoksasol dan pemberian
ARV.
4. Memastikan pendekatan pelayanan kepada pasien TB-HIV dengan konsep “one stop services”
5. Monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV.
6. Ekspansi ke seluruh layanan kesehatan di Indonesia.

Perkembangan kegiatan tahun 2013

Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Perkembangan saat ini


Memperkuat mekanisme  
koordinasi
Membentuk dan memperkuat Forum komunikasi TB-HIV telah dibentuk di tingkat nasional
koordinasi program TB dan programsebagai wadah koordinasi para mitra. Di tingkat provinsi,
HIV di semua tingkatan kelompok kerja TB-HIV telah terbentuk di 12 provinsi
Melaksanakan surveilans HIV pada Surveilans terkait TB-HIV menggunakan system SITT dan
pasien TB SIHA, dan memperkuat system pencatan pelaporan TB-HIV
dengan 20 variable terkait.
Melakukan perencanaan bersama Perencanaan strategis kegiatan TB-HIV dilakukan setiap tahun
kegiatan  TB-HIV untuk mempercepat ekspansi kegiatan
Monitoring dan evaluasi Pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik sudah
dilaksanakan secara bertahap di seluruh provinsi mulai tahun
2012. Workshop penguatan surveillans TB-HIV bagi pengelola
program TB dan HIV Provinsi
Menurunkan beban TB pada HIV  
Intensifikasi penemuan kasus TB Intensifikasi penemuan kasus TB pada ODHA melalui kegiatan
pada ODHA skrining TB pada ODHA secara aktif dilanjutkan dengan
penegakan diagnosis dan pengobatan TB yang standar. Pada
tahun 2013, persentase ODHA yang berhasil diskrining secara
aktif sebanyak 78% (data 20 variabel TB-HIV sd TW2 2013).
Pengobatan pencegahan dengan INH Uji pendahuluan telah dilaksanakan di 4 Rumah Sakit (RSCM,
RSUP Persahabatan Jakarta, RSU Hasan Sadikin Bandung dan
RS Marzuki Mahdi Bogor). Mulai tahun 2014 akan diperluas
secara bertahap ke seluruh provinsi.

7|Page
8

Memastikan Pencegahan dan Pelaksanaan PPI TB perlu dipercepat dan diperluas sesuai
Pendalian (PPI) TB di layanan HIV dengan Pedoman PPI TB di RS, fasyankes, dan Lapas/Rutan.
Menurunkan beban HIV pada  
pasien TB
Menyediakan layanan Tes HIV pada Tes HIV atas inisiasi petugas Kesehatan dan konseling (TIPK)
pasien TB dan konseling pada semua pasien TB sesuai dengan Permenkes no 21 tahun
2013 tentang penanggulangan HIV AIDS menyebutkan bahwa
pada wilayah epidemi terkonsentrasi dan epidemi rendah, TIPK
dilakukan pada semua orang dewasa, remaja dan anak yang
memperlihatkan tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi
HIV, termasuk tuberkulosis. Dalam hal ini TIPK dilakukan
pada semua pasien TB tanpa memandang faktor risiko. Data
nasional menunjukkan baru menunjukkan capaian sekitar 3%
(Data tw 3 tahun 2013, subdit TB). Pada tahun 2014 akan
dilakukan percepatan pelaksanaan TIPK pada pasien TB.
Menyediakan Layanan Pencegahan Layanan Pencegahan HIV dilaksanakan pada populasi umum
HIV
Pengobatan Pencegahan dengan Terapi ARV diberikan untuk semua ODHA yang sakit TB
Kotrimoksasol dan Pemberian ARV tanpa memandang jumlah CD4. Cakupan pemberian ARV pada
pada pasien TB-HIV pasien koinfeksi TB-HIV baru sebanyak 54% dan pemberian
pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol sebanyak 56%.
(Data Tw 3 tahun 2013, Subdit TB). Pada tahun 2014 dan
seterusnya, diharapkan 100% pasien TB-HIV mendapatkan
pengobatan TB, ARV serta PPK.

8|Page

Anda mungkin juga menyukai