Anda di halaman 1dari 36

Tugas ke-5

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (TGG616302)

Klasifikasi Berbasis Piksel

Dibuat oleh:
Ahmad Riyo Kunang (NPM: 1915013019)

1.1 Pengembangan teknik klasifikasi citra berbasis piksel


Teknik klasifikasi citra penginderaan jauh telah
dikembangkan sejak tahun 1980-an Untuk menghasilkan
penggunaan lahan dan tutupan lahan yang mencakup
informasi pada skala yang berbeda. Selama tahun 1980-an
dan 1990-an, sebagian besar teknik klasifikasi menggunakan
piksel citra sebagai unit dasar analisis, yang masing-masing
piksel dilabeli sebagai kelas tutupan lahan penggunaan lahan
tunggal (Li dkk., 2014).(Ramadhani et al.)

1.2 Tujuan teknik klasifikasi citra berbasis piksel


Tujuan utama dari prosedur klasifikasi citra adalah
mengkategorikan secara otomatis semua piksel di citra ke
dalam berbagai kelas yang nantinya di olah mengunakan
softwere

1.3 Pembagian klasifikasi berbasis piksel


Pada klasifikasi berbasis piksel secara algoritma terbagi
berdasarkan dua kelompok yaitu klasifikasi tak terbimbing
dan klasifikasi terbimbing. Terdapat berbagai macam
algoritma klasifikasi terbimbing seperti minimum distance,
parallelepiped, maximum likelihood, mahalanobis distance,
dan lainlain.

1
A. klasifikasi tak terbimbing
klasifikasi tidak terbimbing merupakan klasifikasi dengan
pembentukan kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh
komputer. Kelas-kelas atau klaster yang terbentuk dalam
klasifikasi ini sangat bergantung kepada data itu sendiri, yaitu
dikelompokkannya piksel-piksel berdasarkan kesamaan atau
kemiripan spektralnya (Riswanto 2009).
B. klasifikasi terbimbing
Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan
dengan arahan analis (supervised), dimana kriteria
pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas
(class signature) yang diperoleh melalui pembuatan area
contoh (training area) (Riswanto 2009).

1.4 Pembahasan
Pada tugas ini penulis melakukan sedikit analisis terhadap
gambar/citra yg saya olah dengan cukup sederhana, metode
yg saya gunakan adalah klasifikasi terbimbing dan klasifikasi
tak terbimbing sebelum malakukan klasifikasi citra dilakukan
filter majority agar citra dapat lebih halus secara visual, pada
tugas ini saya mengunakan aplikasi arcgis berikut tahapan yg
saya lakukan :
 Filter majority : masukan gambar ke lembar kerja
search tool ketik majority filter olah citra yg ingin di
lakukan majority filter tekan oke  selesai

2
Gambar 1.1 Hasil majority filter

 klasifikasi tak terbimbing : aktifkan analisis tool pada


customize pilih Unsuppervised Classification pada
image Classification  pilih banyak klasifikasi yg
ingin di buat tekan oke  selesai

Gambar 1.2 Hasil Unsuppervised Classification

3
Gambar 1.3 Klasifikasi yg di buat untuk Unsuppervised Classification
 klasifikasi terbimbing : aktifkan analisis tool pada
customize polygon buat klasifikasi pilih
Suppervised Classification pada image Classification

Gambar 1.4 Hasil Suppervised Classification

Gambar 1.5 Klasifikasi yg di buat untuk Suppervised Classification

Pada 3 hasil gambar di atas memiliki gambar original seperti


berikut :

4
Gambar 1.3 Gambar original

1.5 Kesimpulan
Secara sekilas hasil pada metode Suppervised
Classification dan Unsuppervised Classification terlihat hanya
memiliki perbedaan yg tak jauh beda pada klasifikasi
terdapat jumlah yg sama ya itu 8 klasifikasi namun pada
klasifikasi terbimbing hasil yg di miunculkan cukup akuraty
sesuai banyaknya klasifikasi yg di buat pada tugas ini hanya
dengan 8 klasifikasi tida terlalu akurat banyak objek gambar
yg menjadi berubah bahkan menyatu berbeda pada
klasifikasi tak terbimbing objek terlihat cukup terlihat
klasifikasi yg di hasilkan namun sangat kurang akurat
terutama pada warnayg hamper sama pada objek yg
berbeda.

1.6 Daftar pustaka


Ramadhani, Habib Azka, et al. Jurnal Geodesi Undip Januari
2019 Jurnal Geodesi Undip Januari 2019. no. 1, 2019, pp.
278–87.
Riswanto.“Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan”.
https://repository.ipb.ac.id/.2009.
Farid firman.Pengindraan Jauh.2002.
Li, M., Zang, S., Zhang, B., Li, S., dan Wu, C. 2014. A Review of
Remote Sensing Image Classification Techniques: the

5
Role of Spatio- contextual Information. European Journal
of Remote Sensing - 2014, 47: 389-411
Tugas ke-5
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (TGG616302)

Klasifikasi berbasis segmentasi

Dibuat oleh:
Duwi Utari (NPM: 1915013001)
1.1 Segmentasi Objek
Segmentasi objek adalah pemisahan objek yang satu
dengan objek yang lain dalam suatu gambar. Metode
segmentasi ini menghasilkan tingkat efektifitas dan
akurasi yang tinggi didukung oleh resolusi spasial citra
yang baik. Metode dalam mengidentifikasi objek
mengarah pada metode klasifikasi berbasis objek, salah
satunya adalah metode segmentasi.

Gambar 1 Segmentasi gambar dari Jurnal Geodesi Undip,2015


Volume 4 Nomor 1

Segmentasi dapat mendeteksi objek dari citra


penginderaan jauh, segmentasi dilakukan agar memiliki
batas yang tegas dan juga mendeteksi persil
lahan/tutupan lahan yang memiliki batas yang kabur dan
tidak jelas. Untuk segmentasi biasanya sering
menggunakan Algoritma Multi Resolution Segmentation
(MRS). Dapat juga dengan menggunakan metode sobel

6
karena memiliki kemampuan dalam mempertajam tepi
dari masing-masing objek, dengan demikian akan
diperoleh hasil yang jelas.

Parameter yang digunakan dalam mempertimbangkan


segmentasi gambar menjadi objek seperti:
1. Skala (scale), Semakin besar nilai parameter skala
maka semakin besar heterogenitas yang diperbolehkan,
sehingga segmentasi yang dilakukan lebih kasar dan
menghasilkan objek-objek dengan ukuran yang lebih
besar.
2. Warna (colour), Parameter warna lebih berperan
untuk menciptakan objek citra yang baik, namun bobot
parameter bentuk yang sesuai sering meningkatkan
kualitas hasil segmentasi.
3. Bentuk (shape), Bobot parameter bentuk yang
semakin besar menimbulkan proses segmentasi lebih
dipengaruhi oleh homogenitas spasial dibandingkan
dengan homogenitas spektral objek. Nilai parameter
bentuk yang tinggi akan menyebabkan segmentasi lebih
ditekankan pada tekstur.
4. Kehalusan (smoothness), Parameter kehalusan
merupakan kebalikan dari parameter kekompakan.
Kekompakan (compactness), Parameter kekompakan
digunakan untuk memisahkan objek yang kompak
dengan objek yang tidak kompak yang memiliki
perbedaan nilai spektral yang relatif rendah.

7
Gambar 2 Gambar 2 Skala 10, Shape 0.1, Compactness 0.5

Gambar 3 Gambar 3 Skala 30, Shape 0.3, Compactness 0.9

1.2 OBIA (Object Based Image Analysis)


Object Based Image Analysis (OBIA) adalah salah satu
teknik yang popular untuk klasifikasi berbasis
segmentasi, banyak upaya telah dilakukan dalam dekade
terakhir untuk mendeteksi berbagai objek dari citra
penginderaan jauh optic. OBIA terdiri dari dua Langkah,
yaitu segmentasi citra dan klasifikasi objek.

Polygon
segmentasi

Gambar 4 Segmentasi (kiri), Klasifikasi (kanan) sumber: Laporan Ilmiah,


Nature Research 2021

OBIA memandang citra selayaknya cara manusia


memandang suatu objek oleh matanya. Hal itu

8
memberikan keuntungan lebih bagi metode ini dalam
menghasilkan hasil yang lebih akurat. Elemen yang
berhasil dideteksi dengan teknik OBIA, yaitu: jalan,
bangunan, vegetasi, sungai dll.

1.3 Cara Segmentasi dengan Software eCognition


Segmentasi dapat dilakukan dengan software
eCognition software tersebut berbayar akan tetapi dapat
digunakan trial, dengan menggunakan foto citra dari
google earth segmentasi dapat dilakukan langkahnya:
1. Klik File dan pilih Load Image File lalu, pilih citra yang
akan disegmentasi dengan format file .tif
2. Klik toolbar Process lalu pilih Process Tree akan
muncul jendela halaman Process Tree lalu klik kanan
dan pilih Add New Process.
3. Selanjutnya, akan muncul jendela halaman Process
Tree lalu klik kanan dan pilih Add New Process.
4. Setelah mengklik Add New Process maka akan
muncul jendela halaman Edit Process, di kolom
Algorithm pilih multiresolusion segmentation.
5. Lalu sesuaikan scale, shape, dan compactness yang
diinginkan untuk segmentasi lalu klik execute.
6. Setelah di execute maka citra akan tersegmentasi
secara otomatis.

Gambar 5 Hasil segmentasi dengan menggunakan Software eCognition

1.4 Kesimpulan

9
Segmentasi dapat dengan mudah dilakukan dengan
software dan dengan sebuah citra, dari pembahasan
yang di dapat dan praktik yang dilakukan segmentasi
memiliki kelemahan dan kelebihan yaitu:
Kelebihan:
1. Segmentasi dapat mendeteksi objek dari citra
2. Segmentasi objek dapat mempermudah dan
mempercepat pengolahan atau pemanipulasian citra
digital.
Kelemahan:
1. Kelemahan dari metode segmentasi ini adalah sulit
diaplikasikan untuk memisahkan land use berdasarkan
kegunaan seperti sawah, hutan lindung, dan sebagainya,
sehingga objek tersebut biasanya masuk dalam region
vegetasi.
2. Faktor subyektifitas yang tinggi, percampuran antara
lahan terbuka dan pemukiman dalam satu
region(Arisondang et al., 2015).

1.5 DaftarPustaka
Arisondang, V., Sudarsono, B., & Prasetyo, Y.
(2015). Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan
Metode Segmentasi Berbasis Algoritma Multiresolusi
(Studi Kasus Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat).
Jurnal Geodesi Undip, 4(1), 9–19.
Masanori Onishi, T. I. (2021). Explainable
Identification and mapping of trees using UAV RGB
image and deep learning. Scientific Reports, 11(1), 1–
15.
Nasution, T. (2012). Segmentasi Citra Digital
Berbasis Clustering Menggunakan Deteksi Tepi Sobel.
Sains Dan Teknologi Informasi, 1(2), 15–27.

10
Sutanto, D. (2014). Perbandingan Klasifikasi
Berbasis Objek dan Klasifikasi Berbasis Piksel Pada
Data Citra Satelit Synthetic Aperture Radar Untuk
Pemetaan Lahan (Comparison Of Object Based and
Pixel Based Classification On Synthetic Aperture
Radar Satellite Image Data For L. Lembaga Antariksa
Dan Penerbangan, 11(1), 63–75.

Tugas ke-5
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (TGG616302)

Klasifikasi Terbimbing Berbasis Piksel Dengan


Maximum Likelihood

Dibuat oleh:
Reza Amalia (NPM: 1915013007)
Lutfi Nur Umami (NPM: 1915013005)
1.1 Pengertian
Pengolahan data citra digital adalah sebuah proses
mengelompokkan suatu citra digital multispectral ke dalam
beberapa kelas berdasarkan kategori objek (Jayanti, 2017).
Klasifikasi terbimbing terbagi menjadi beraneka ragam, salah
satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah
klasifikasi maximum likelihood (Rusdi, 2005).

Maximum likelihood adalah suatu algoritma yang


digunakan untuk mendapatkan kemiripan maksimum dari
suatu vector yang belum terklasifikasi berdasarkan kelas yang
telah ditentukan, dengan menggunakan persamaan Bayesian
(1) (Catur et al., 2015).

D = In(ac) - [0.5 In(ǀcovcǀ)] - [0.5 (X-Mc) T (covc - 1) (X-Mc)]

11
Dimana:
D = Bobot kemiripan
X = Vektor yang belum terklasifikasi
Mc = Kelas yang sudah diketahui
Suatu vektor yang belum terklasifikasikan tersebut
dimasukan dalam suatu kelas yang mempunyai tingkat
kemiripan maksimum.

1.2 Tahapan Analisis Citra Digital


Setiap piksel citra digital yang berada pada satu kelas
tertentu diartikan memiliki karakteristik sama, sehingga
dilakukan pemilihan training area untuk mengelompokkan
objek secara terpisah (Prahasta, 2008). Tahapan analisis citra
digital pada tutupan lahan, yaitu:

 Penentuan area contoh (Training Area)

Training area dibutuhkan untuk setiap kelas yang akan


diklasifikasi. Dalam (Jayanti, 2017) menjelaskan secara teori
jumlah piksel dari setiap kelas harus sebanyak jumlah band
yang digunakan plus satu (N+1), tetapi pada kebanyakan
kasus jumlah piksel yang digunakan dari setiap kelas biasanya
10 sampai dengan 100 kali jumlah band yang digunakan
(10N~100N).

 Klasifikasi tutupan lahan

Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi maximum


likelihood. Tahap klasifikasi tersebut akan membandingkan
nilai setiap piksel pada citra dengan training area untuk
setiap kelas.

 Uji akurasi

12
Uji akurasi dilakukan untuk melihat tingkat ketelitian dari
berbagai citra hasil klasifikasi yang telah dilakukan dengan
data training area sehingga dapat mengetahui persentase
ketelitian pemetaan tutupan lahan yang telah dilakukan.

Klasifikasi berbasis piksel didasarkan pada nilai reflektan


pada setiap piksel, sehingga ketika ada objek yang berbeda
tetapi mempunyai nilai reflektan yang hampir sama pada
suatu piksel akan dikelompok menjadi satu kelas.

1.3 Kesalahan dan Keuntungan Dalam Klasifikasi


Proses klasifikasi yang tidak berjalan dengan baik dapat
disebabkan oleh adanya nilai reflektan pada suatu piksel yang
hampir sama antara objek sehingga dengan objek yang
berbeda akan menghasilkan kelas yang sama. Hal itu dapat
membuat proses pengolahan menjadi terganggu dan hasil
dari klasifikasi tidak maksimal akibat terjadinya kesalahan
dalam penginterpretasian.

Keuntungan dari klasifikasi maximum likelihood adalah


metode ini memperhitungkan varians - kovarians dalam
distribusi kelas dan untuk data terdistribusi normal. Dalam
(Catur et al., 2015) mengatakan bahwa maximum likelihood
melakukan klasifikasi lebih baik daripada metode klasifikasi
yang lain. Namun, untuk data dengan distribusi non-normal,
hasilnya kurang tepat.

1.4 Implementasi Metode Klasifikasi Maximum Likelihood


Dalam Software
Untuk melakukan metode ini bisa menggunakan
beberapa software seperti ArcGIS, QGIS, dan lain-lain. Pada
implementasi ini, menggunakan software QGIS untuk

13
mengklasifikasi dan uji akurasi. Berikut merupakan langkah-
langkah dalam melakukan klasifikasi Maximum Likelihood
dan uji akurasi terhadap hasil dari klasifikasi.
1. Membuka software QGIS dan memasukkan data citra
terkoreksi dan shp daerah dengan mengklik menu Layer
 Add Layer  Add Vector Layer / Raster Layer.
2. Clip data terkoreksi dengan shp daerah dengan cara klik
menu Raster  Extraction  Clip Raster by Mask Layer.
3. Kemudian klik menu SCP  Bandset, lalu masukkan data
yang telah diclip. Jika belum terdapat menu SCP maka
instal Plugin terlebih dahulu pada menu Plugins.
4. Setelah itu pada menu SCP klik Training Input kemudian
save data dan dilanjutkan dengan mendigitasi.
5. Selanjutnya setelah selesai mendigitasi kembali klik menu
SCP  Band Processing  Classification dengan memilih
algoritma Maximum Likelihood Classification untuk
mendapatkan hasil klasifikasi Maximum Likelihood
6. Setelah mendapat hasil klasifikasi, klik menu SCP 
Postprocessing  Accuracy untuk mendapatkan uji
akurasi

Gambar 1.4.1 Klasifikasi citra Gambar 1.4.1 Hasil klasifikasi citra


dengan data non spasial dengan data non spasial

14
Gambar 1.4.3 Klasifikasi citra Gambar 1.4.4 Hasil klasifikasi citra
dengan data spasial dengan data spasial
Total akurasi dari klasifikasi maximum likelihood pada
gambar 1.4.4 adalah sebesar 92%. Sesuai dengan
kesepakatan yang dikeluarkan oleh Badan Survei Geologi
Amerika Serikat (USGS) dimana telah memberikan syarat
untuk tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem
klasifikasi penutupan lahan yang disusun. Tingkat ketelitian
klasifikasi minimum dengan menggunakan penginderaan
jauh harus tidak kurang dari 85%

1.5 Kesimpulan
Dengan menggunakan metode klasifikasi Maximum
Likelihood dinilai lebih unggul dibandingkan metode
klasifikasi lainnya, karena klasifikasi maximum Likelihood
merupakan klasifikasi yang melihat penggolongan parameter
dengan mengasumsikan distribusi spektral normal atau
mendekati normal untuk masing-masing karakteristik yang
menarik yang sama di antara kelas yang diasumsikan. Dari
hasil uji akurasi pada gambar 1.4.4 yang lebih dari 85%
dikatakan sudah bisa mengidentifikasi tutupan lahan dengan
baik.

1.6 Daftar Pustaka


Catur, U., Susanto, Yudhatama, D., & Mukhoriyah. (2015).
Identifikasi Lahan Tambang Timah Menggunakan

15
Metode Klasifikasi Terbimbing Maximum Likelihood
Pada Citra Landsat 8. Majalah Globe, 17(1), 9–15.
Jayanti, I. (2017). Perbandingan Metode Klasifikasi Maximum
Likelihood dan Minimum DIstance Pada Pemetaan
Tutupan Lahan di Kota Langsa.
Prahasta. (2008). REMOTE SENSING : Praktis Pengindraan
Jauh & Pengolahan Citra Dijital Dengan Perangkat
Lunak ER Mapper.
Rusdi, M. (2005). Perbandingan Klasifikasi Maximum
Likelihood dan Object Oriented Pada Pemetaan
Penutup/Penggunaan Lahan Studi Kasus Kabupaten
Gayo Lues, NAD HTI PT Wirakarya Sakti Jambi dan
Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah.

16
17
18
19
20
Tugas ke-5
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (TGG616302)

Klasifikasi Terbimbing Berbasis Piksel dengan


Paralelpiped

Dibuat oleh:
Femmi Aulia Azzahra (NPM : 1915013013)
Armanda Akhmal Aerlangga (NPM : 1915013015)
1.1 Klasifikasi Terbimbing Paralelpiped
Klasifikasi citra terbimbing (supervised) merupakan
klasifikasi dengan memilih kelas-kelas yang diinginkan dan
memilih daerah latihan yang mewakili tiap kategori.
Klasifikasi parallelepiped merupakan klasifikasi yang
didasarkan pada nilai standar deviasi dari nilai rata-rata
untuk setiap kelas (Region 0ff Interest/ROI) pada setiap
kanalnya (Jensen, 1996). Adapun rumus yang digunakan
untuk menentukan batas kelas ialah :
µck−Std ck ≤BV ijk ≤ µ ck +Std ck … … …… …… …… …… … …… …… …… …

Dimana : µ adalah nilai rata rata, c adalah jumlah kelas


penutupan lahan, k adalah jumlah kanal, BV adalah nilai
pixel, S adalah standart deviasi dan ij kolom dan baris dari
lokasi pixel yang dievaluasi. Parallelepiped dimulai dari piksel
baris 1 kolom 1, sampai pada baris terakhir kolom terakhir.
Piksel yang bersangkutan masuk ke salah satu kotak sampel
maka piksel ini diklasifikasikan sebagai kelas yang menandai
kotak tersebut. Itulah sebabnya klasifikasi parallepiped
disebut klasifikasi box (Suryo Budi Anindityo, 2013).
Kelebihan dari klasifikasi ini jika semakin banyak jumlah kanal
yang digunakan untuk klasifikasi maka akurasinya semakin

21
tinggi dan lebih mudah dipakai, sedangkan kelemahannya
ialah pada uji akurasi berbasis ROI dengan tingkat akurasi
paling rendah ialah hasil dari klasifikasi berbasis paralelpiped.

1.2 Konsep Klasifikasi Paralelpiped


Klasifikasi paralelpiped menggunakan aturan keputusan
yang sederhana untuk mengklasifikasikan data multispectral
(Ikatan Geografi Indonesia, 2013). Klasifikasi ini sangat
berkaitan dengan nilai p atau koefisien penggali p, yang mana
besarnya nilai p akan sangat berpengaruh pada teliti atau
tidak telitinya hasil klasifikasi dalam menentukan tingkat
generalisasi. Faktor dari nilai penggali atau p dapat diatur
sesuai keinginan pengguna. Jika nilai p nya terlalu kecil, maka
ukuran kotak pun relatif kecil dan berisiko pada banyaknya
piksel yang tidak terklasifikasi, sedangkan terlalu besar
berdampak pada banyaknya piksel yang tidak terklasifikasi.
Dalam melakukan klasifikasi ini diperlukan data dari
koreksi radiometrik. Kemudian dilakukannya uji akurasi
dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran baik secara
visual maupun hasil klasifikasi menurut algoritma ini. Uji
akurasi dilakukan dengan dua metode yaitu berbasis dari
hasil klasifikasi. Kemudian nilai piksel pada kanal dikelaskan
dalam suatu kelas yang berkisaran antara batas bawah dan
atas. Jika nilai piksel tidak memenuhi syarat tersebut, maka
nilai piksel tersebut tidak terklasifikasi dalam menentukan
batas atas dan bawah. Selain itu, algoritma ini juga
menerapkan penggunaan ROI yang sudah diuji.

1.3 Penerapan Klasifikasi Paralelpiped


Pada klasifikasi terbimbing berbasis piksel dengan
menggunakan metode algoritma paralelpiped dapat diproses
dengan menggunakan software ENVI dan SAGA. Namun kali
ini untuk penerapan klasifikasi terbimbing paralelpiped

22
menggunakan SAGA versi 2.3.2 yang sudah didownload pada
website :

http://www.saga-gis.org

SAGA yang merupakan singkatan dari System for


Automated Geoscientific Analysis ini software yang memiliki
konsep GIS dengan mengolah serta menampilkan data
spasial dan data elevasi untuk membuat berbagai keperluan
salah satunya ialah analisis atau klasifikasi baik itu
termbimbing maupun tidak terbimbing. Berikut merupakan
tahapan dari klasifikasi terbimbing berbasis piksel dengan
algoritma paralelpiped yang menggunakan citra Landsat 8
Kota Malang tanggal 18 November 2019 :
1. Langkah pertama, lakukan koreksi radiometrik supaya
citra Landsat 8 yang akan diolah menjadi lebih akurat.
Proses ini dapat dilakukan pada Quantum GIS.

Gambar 1.1 Hasil Citra Landsat 8 Terkoreksi

2. Langkah kedua ialah penginputan data dengan software


SAGA dan masukkan band 4 (Red), 3 (Green), dan 2 (Blue).
3. Langkah ketiga, lakukan pemotongan atau cropping pada
citra Landsat 8 grid system kemudian clip grids
(interactive) dan masukkan band-band untuk dilakukan
pemotongan citra Landsat 8. Berikut merupakan
perbandingan citra sebelum diclip dan sesudah diclip.

23
Gambar 1.2 Hasil citra sesudah cropping dan sebelum di cropping.

4. Langkah keempat, menajamkan citra dengan klik Maps


pada Manager kemudian klik Adjusment histogram
stretch to map extent, dan ubah band 4,3,2. Berikut
merupakan hasil dari penajaman citra :

Gambar 1.3 Hasil penajaman citra

5. Langkah kelima, lakukan training sample pada daerah


yang akan diidentifikasi. Gunakan citra yang sudah
dilakukan cropping. Dengan klik geoprocessing, lalu shape
dan pilih create new shapes layer.

Gambar 1.4 Training sample atau ROI pada citra cropping

6. Langkah terakhir ialah melakukan klasifikasi terbimbing


berbasis paralelpiped dengan memasukkan ROI yang
sudah dibuat, dan pilih klasifikasi paralelpiped. Berikut
merupakan hasil dari klasifikasi terbimbing paralelpiped.

24
Gambar 1.5 Hasil klasifikasi paralelpiped Landsat 8

1.4 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa banyaknya pemanfaatan dari data spasial yang diolah
dan diproses pada berbagai bidang membantu dalam
melakukan analisis terutama pada pengolahan citra digital,
yang mana salah satunya ialah klasifikasi. Pada klasifikasi
terbimbing menggunakan algoritma parallelepiped
dimanfaatkan untuk tutupan lahan dalam mengidentifikasi
permukaan bumi yang diimplementasikan dalam bentuk peta
Pada metode klasifikasi ini dilakukan dengan training sample
dan uji akurasi untuk mengakuratkan hasil citra dari
klasifikasi.

1.5 Daftar Pustaka


Ikatan Geografi Indonesia. 2013. Kajian Akurasi Metode
Klasifikasi Supevised untuk Mendeteksi Jalur Lahar
Gunung Merapi. Universitas Lambung Mangkurat (392-
398).
Noviar Heru. 2013. Pemanfaatan Kanal Polarisasi dan Kanal
Tekstur Data Pisar-L2 untuk Klasifikasi Penutupan
Lahan Kawasan Hutan dengan Metode Klasifikasi
Terbimbing. Universitas Trisakti. Jurnal Sinta 2 (47-58).
Suryo Budi Anindityo. 2013. Studi Perubahan Tutupan Lahan
DAS Ciliwung dengan Metode Klasifikasi Terbimbing
Citra Landsat ETM 7+ Multi Temporal. Insitut Teknologi
Sepuluh November (9-11).

25
Tugas ke-5
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (TGG616302)

Klasifikasi Tidak Terbimbing dengan K-Means Clustering

Dibuat oleh:
Christas Gracia (NPM: 1915013023)
Muhammad Zaki Alfarizi (NPM: 1915013019)

1.1 Pendahuluan
Pengolahan Citra Digital merupakan ilmu yang
mempelajari teknik-teknik pengolahan citra (Kusumanto &
Tompunu, 2011). Pengolahan data secara digital umum
digunakan untuk analisis citra satelit dimana hasilnya dapat
dibandingkan dengan kenampakan asli citra tersebut secara
langsung (Apriyanti et al., 2016). Sebelum suatu citra dapat
digunakan, perlu dilakukan pengolahan citra digital dengan
melakukan klasifikasi citra yang memiliki beberapa cara juga
algoritma khusus yang umum diaplikasikan dengan
memanfaatkan perangkat lunak tertentu seperti QGIS atau
ArcGIS.

1.2 Klasifikasi Citra


Klasifikasi citra adalah suatu proses pengelompokan
pixel pada citra tertentu ke dalam beberapa kelas (class)
sehingga dari setiap kelas tersebut dapat direpresentasikan
suatu entitas dengan beberapa ciri tertentu. Klasifikasi citra
penginderaan jauh umumnya dilakukan untuk memberikan
luaran berupa peta tematik yang menampilkan warna
tertentu yang mewakili sebuah objek yang berkaitan dengan
permukaan bumi seperti sawah, air, hutan, jalan, dan lainnya.

26
Metode klasifikasi citra yang digunakan dalam proses
pengolahan data sangat menentukan hasil dari klasifikasi
citra, oleh karena itu metode klasifikasi yang digunakan harus
sesuai dengan citra yang akan diolah. Metode pengumpulan
informasi data inderaja yang dewasa ini kerap digunakan
ialah metode multispectral. Klasifikasi multispectral memiliki
2 metode klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised)
serta klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised).

1.3 K-means Clustering


K-means clustering merupakan salah satu metode
clustering non-hirarki yang dalam penerapannya mempartisi
data yang ada ke dalam satu atau beberapa cluster. Metode
ini mampu mengelompokkan data sehingga data dengan
karakteristik yang sama dapat masuk ke dalam cluster yang
sama. Sebaliknya, apabila data tidak memiliki karakteristik
yang sama maka data tersebut akan dimasukkan ke cluster
yang berbeda. K-means clustering memiliki beberapa
keunggulan yaitu mudah digunakan dalam pengklasifikasian
karakteristik objek dan tidak terpengaruh terhadap urutan
objek yang digunakan, klasterisasi sangat cepat, dan sangat
sensitif pada pembangkitan centeroids awal (Apriyanti et al.,
2016).

1.4 Klasifikasi Citra Tidak Terbimbing dengan K-Means


Clustering
Klasifikasi citra tidak terbimbing dengan K-means
Clustering dapat dilakukan dengan langkah awal menentukan
jumlah cluster serta ambang batas perubahan fungsi objektif,
lalu menentukan centeroid awal yang digunakan,
menghitung jarak setiap data ke masing-masing centroid
dengan jarak Euclidean untuk memperoleh jajrak terdekat
data dengan centroidnya. Kemudian tentukan centroid baru

27
dengan perhitungan nilai rata-rata dari data yang ada pada
centroid yang sama, terakhir ulangi langkah-langkah tersebut
hingga kondisi konvergen tercapai dimana perubahan fungsi
objektif sudah dibawah ambang batas yang diinginkan dan
tidak ada data yang berpindah cluster serta posisi centroid
sudah di bawah ambang batas yang ditentukan pada langkah
awal (Putra, 2018).

1.5 Hasil Praktikum


Contoh penggunakan algoritma K-means Clustering
dalam mengolah citra secara digital ialah dalam
pengklasifikasian citra landsat. Hasil dari klasifikasi citra ini
dapat dimanfaatkan untuk klasifikasi lahan yang merupakan
proses pengelompokan lahan berdasarkan kesamaan
karakteristik tertentu. Klasifikasi lahan yang telah diperoleh
tersebut kemudian dapat digunakan bagi pemetaan
penggunaan lahan di wilayah tertentu.
Dengan memanfaatkan data Citra Landsat 7 tahun 2016
yang diunduh dari website USGS, yang kemudian diklasifikasi
dengan algoritma K-means menggunakan perangkat lunak
QGIS.

Gambar 1. 1 Hasil Clip Landsat 7 Gambar 1. 2 Proses K-means Clustering


tahun 2016

Data Citra Landsat 7 tahun 2016 tersebut telah di-clip


dengan menu clip raster by extent sehingga didapatkan
wilayah lebih kecil dan spesifik untuk dilakukan proses

28
klasifikasi. Selanjutnya proses clustering dijalankan dengan
menggunakan menu Clustering pada Semi-Automatic
Classification Plugin (SCP) lalu pilih band processing,
kemudian set kelas pengkelompokan dari K-means clustering
dengan cara buka menu “clustering” pada menu band
processing, dan setting “number of classes”, “max number of
iterations”, dan “ISODATA minimum class size in pixels”
sesuai kelas yang diinginkan, kemudian klik “run” (Gambar
1.2). Kemudian hasil clustering diperoleh dan dilakukan
layout dengan memperhatikan kaidah-kaidah kartografi
(Gambar 1.3).

Gambar 1. 3 Hasil K-means Clustering

1.6 Pengaplikasian K-means Clustering


K-means clustering dapat digunakan dalam analisis
sentimen pelayanan publik (Saputra & Arianty, 2019),
pengelompokan potensi produksi buah-buahan (MURTI,
2017), analisis penyakit menular manusia (Bastian et al.,
n.d.), menentukan status gizi balita (Dhuhita, 2015), dan
klasifikasi data mahasiswa (Nasari & Darma, 2015)

1.7 Daftar Pustaka


Apriyanti, nur ridha, Nugroho, radityo adi, & Soesanto, O.
(2016). Algoritma K-Means Clustering Dalam

29
Pengolahan Citra Digital Landsat. KLIK Kumpulan JurnaL
Ilmu Komputer, 2(2), 110–122.
Bastian, A., Sujadi, H., & Febrianto, G. (n.d.). Penerapan
Algoritma K-Means Clustering Analysis Pada Penyakit
Menular Manusia (Studi Kasus Kabupaten Majalengka).
1, 26–32.
Dhuhita, W. (2015). Clustering Menggunakan Metode K-
Mean Untuk Menentukan Status Gizi Balita. Jurnal
Informatika Darmajaya, 15(2), 160–174.
Kusumanto, R. D., & Tompunu, A. N. (2011). PENGOLAHAN
CITRA DIGITAL UNTUK MENDETEKSI OBYEK
MENGGUNAKAN PENGOLAHAN WARNA MODEL
NORMALISASI RGB. 2011(Semantik).
MURTI, M. A. W. K. (2017). Penerapan Metode K-Means
Clustering Untuk Mengelompokan Potensi Produksi
Buah – Buahan Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Skripsi.
Nasari, F., & Darma, S. (2015). Seminar Nasional Teknologi
Informasi dan Multimedia 2015 PENERAPAN K-MEANS
CLUSTERING PADA DATA PENERIMAAN MAHASISWA
BARU (STUDI KASUS : UNIVERSITAS POTENSI UTAMA).
6–8.
Putra, I. M. A. W. (2018). Klasifikasi Citra Satelit Dengan
Menggunakan Algoritma K-Means. Proceeding Seminar
Nasional Sistem …, 881–884.
http://sisfotenika.stmikpontianak.ac.id/index.php/sensi
tek/article/view/913
Saputra, T. I., & Arianty, R. (2019). Implementasi Algoritma K-
Means Clustering Pada Analisis Sentimen Keluhan
Pengguna Indosat. Jurnal Ilmiah Informatika Komputer,
24(3), 191–198.
https://doi.org/10.35760/ik.2019.v24i3.2361

30
Tugas ke-5
PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (TGG616302)

Klasifikasi Tidak Terbimbing dengan Metode Isodata

Dibuat oleh:
Fabil Al Barru Romadhon Mu’an (NPM: 1915013027)
M. Surya Dwi Anugrah (NPM: 19150103025)

1.1 Klasifikasi Citra


Klasifikasi citra adalah suatu proses pengelompokan
pixel pada citra tertentu ke dalam beberapa kelas (class)
sehingga dari setiap kelas tersebut dapat direpresentasikan
suatu entitas dengan beberapa ciri tertentu. Klasifikasi citra
penginderaan jauh umumnya dilakukan untuk memberikan
luaran berupa peta tematik yang menampilkan warna
tertentu yang mewakili sebuah objek yang berkaitan dengan
permukaan bumi seperti sawah, air, hutan, jalan, dan lainnya.

Metode klasifikasi citra yang digunakan dalam


prosespengolahan data sangat menentukan hasil dari
klasifikasi citra, oleh karena itu metode klasifikasi yang
digunakan harus sesuai dengan citra yang akan diolah.
Metode pengumpulan informasi data inderaja yang dewasa
ini kerap digunakan ialah metode multispectral. Klasifikasi
multispectral memiliki 2 metode klasifikasi yaitu klasifikasi
terbimbing (supervised) serta klasifikasi tidak terbimbing
(unsupervised).

31
1.2 Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised
Classification)
Cara kerja metode ini adalah mengelompokkan nilai-nilai
piksel dengan komputer ke dalam kelas
spektralmenggunakan algoritma klusterisasi. Dalam metode
ini, di awal proses analisis biasanya akan menentukan jumlah
kelas (cluster) yang akan dibuat. Kemudian, setelah
mendapatkan hasil, analisis menetapkan kelas-kelas objek
terhadap kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh
komputer. Dari kelas-kelas (cluster) yang dihasilkan, analisis
bisa menggabungkan beberapa kelas yang dianggap memiliki
informasi sama menjadi satu kelas.

1.3 Isodata Clustering


Mengklasifikasikan kelas secara merata, setiap pixel
diklasifikasikan ke kelas terdekat. Setiap interaksi akan
dikalkulasi ulang dan mereklasifikasi pixel ke bentuk baru.
Memisah kelas, menggabungkan dan menghapus dilakukan
berdasarkan parameter input. Semua pixel diklasifikasikan ke
kelas terdekat kecuali deviasi standar atau ambang batas
jarak yang telah ditentukan, dalam hal ini beberapa pixel
mungkin tidak diklasifikasikan jika tidak memenuhi kriteria
yang ditentukan. Proses ini berlanjut sampai jumlah pixel
dalam setiap perubahan kelas kurang dari ambang
perubahan pixel yang dipilih atau jumlah maksimum interasi
tercapai.

Dalam algoritma Isodata, cluster digabungkan jika


jumlah anggota (pixel) dalam cluster kurang dari ambang
batas tertentu atau jika pusat dua cluster lebih dekat dari
ambang batas tertentu. Semua pixel diklasifikasikan ke kelas
terdekat kecuali deviasi standar atau ambang batas jarak
yang telah ditentukan, dalam hal ini beberapa pixel mungkin

32
tidak diklasifikasikan jika tidak memenuhi kriteria yang
ditentukan.
1.4 Hasil Praktikum
Contoh penggunaan algortima Isodata Clustering dalam
mengolah citra secara digital ialah dalam pengklasifikasian
citra landsat. Hasil dari klasifikasi citra ini dapat
dimanfaatkan untuk klasifikasi lahan yang merupaka proses
pengelompokkan lahan berdasarkan kesamaan karakteristik
tertentu. Dengan memanfaatkan data Citra Landsat 8 tahun
2018 yang diunduh dari website USGS, yang kemudian
diklasifikasi dengan Isodata dengan aplikasi Qgis.
Digunakannya data spasial dan tidak non-spasial dikarenakan
pada proses klasifikasi baik terbimbing maupun tidak
terbimbing, merupakan klasifikasi citra jadi hanya bekerja
pada data citra.

33
Gambar 1.1 Hasil Clip Gambar 1.2 Proses Isodata Clustering
Landsat 8 tahun 2018

Data Citra Landsat 8 tersebut telah di clip dengan menu


clip raster by extent sehingga didapatkan wilayah lebih kecil
dan spesifik untuk dilakukan proses klasifikasi. Selanjutnya
proses clustering dijalankan dalam menu clustering. Memilih
band processing, dan “setting number of classes”,“max
number of iterations”. Sesuai dengan jumlah kelas dan iterasi
yang diinginkan, kemudian click “run”.
Pada citra ini iterasi max yang dimiliki ialah 17, sehingga
dicoba dengan menggunakan iterasi dan class 5, 10, 15 dan
20 untuk mengetahui perbedaannya, dan sebagai berikut
perbandingan dari 4 gambar tersebut.

Gambar 1.3 Cluster 5, Iterasi 5 Gambar 1.4 Cluster 10, Iterasi 10

34
Gambar 1.5 Cluster 15, Iterasi 15 Gambar 1.6 Cluster 20, Iterasi 20

1.5 Kesimpulan
Dapat kita lihat perbandingan dari hasil klasifikasi dengan
metode isodata tersebut, bahwa semakin banyak kelas yang
akan diklasifikasi maka akan semakin jelas penggunaan citra
tersebut, seperti kita lihat pada gambar Cluster 5 Iterasi 5
tidak terlalu banyak objek yang teridentifikasi, sedangkan
semakin bertambahnya Cluster dan Iterasi maka objek yang
teridentifikasi semakin banya, seperti kita lihat pada gambar
Cluster 20 Iterasi 20, tetapi karna maksimal iterasi dari citra
yang saya klasifikasi tersebut adalah 17 walaupun kita
menambah diatas iterasi diatas 20 maka tetap tidak akan
terjadi perubahan apapun pada hasil klasifikasi.

1.6 Daftar pustaka


Evi, M., Rovinsi, D. I. P., & Arat, J. A. W. A. B. (2017). E Stimasi
P Erubahan L Ahan S Awah Dengan K Lasifikasi T Idak T
Erbimbing C Itra. 11(2), 55–66.
Literate, S., & Indonesia, J. I. (2020). View metadata, citation
and similar papers at core.ac.uk. 274–282.
Rahmawan, A. D., Pawestri, D. A., Fakhriyah, R. A., Pasha, H.
D. S., Ferryandy, M., Sugandi, D., Ridwana, R., &
Somantri, L. (2020). Penggunaan Metode Unsupervised
(ISO Data) untuk Mengkaji Kerapatan Vegetasi di
Kecamatan Pangandaran. Jurnal Pendidikan Geografi

35
Undiksha, 8(1), 01.
https://doi.org/10.23887/jjpg.v8i1.22752
Septiani, R., Citra, I. P. A., & Nugraha, A. S. A. (2019).
Perbandingan Metode Supervised Classification dan
Unsupervised Classification terhadap Penutup Lahan di
Kabupaten Buleleng. Jurnal Geografi : Media Informasi
Pengembangan Dan Profesi Kegeografian, 16(2), 90–96.
https://doi.org/10.15294/jg.v16i2.19777
Sirat, E. F., Setiawan, B. D., & Ramdani, F. (2018). Analisis
Perbandingan Algoritme K-Means dan Isodata untuk
Klasterisasi Data Kejadian Titik Api di Wilayah Sumatera
pada Tahun 2001 hingga 2014. Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 2(11), 5105–
5112.
Wardani, R. W., Setiawan, B. D., & Dewi, C. (2019).
Perbandingan Kualitas Hasil Klaster Algoritme K-Means
dan Isodata pada Data Komposisi Bahan Makanan.
3(7), 6712–6720.

36

Anda mungkin juga menyukai