RTRW Kabupaten Gorontalo
RTRW Kabupaten Gorontalo
BUPATI GORONTALO,
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 2
Mewujudkan Kabupaten Gorontalo sebagai kabupaten penyangga
ketahanan pangan dengan mengoptimalkan pengelolaan sumber
daya alam serta menjaga kelestarian lingkungan.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Paragraf 1
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 3
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten
Gorontalo dilakukan dalam pengembangan struktur ruang, pola
ruang dan pengembangan kawasan strategis wilayah agar tujuan
penataan ruang wilayah Kabupaten Gorontalo tercapai.
Pasal 4
Kebijakan penataan ruang Kabupaten Gorontalo, terdiri atas:
a. peningkatan kegiatan ekonomi wilayah berbasis sektor
unggulan melalui intensifikasi lahan dan modernisasi pertanian
dengan pengelolaan yang ramah lingkungan;
b. peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan
hidup dengan mempertahankan fungsi-fungsi lindung;
c. peningkataan akses perkotaan dan pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah secara merata dan hierarkis;
16
Paragraf 2
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 5
(1) Strategi peningkatan kegiatan ekonomi wilayah berbasis sektor
unggulan melalui intensifikasi lahan dan modernisasi pertanian
dengan pengelolaan yang ramah lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, meliputi:
a. memantapkan komoditas unggulan wilayah sesuai dengan
potensi sumber daya lahan, sosial budaya lokal dan ramah
lingkungan;
b. mengembangkan prasarana dan sarana wilayah yang
mendorong peningkatan produktivitas komoditas unggulan;
c. menguatkan sistem pelayanan wilayah sesuai peran dan fungsi
yang diemban masing-masing pusat kegiatan;
d. meningkatkan produksi hasil hutan kayu dan non kayu yang
dikelola secara amanah dan ramah lingkungan;
e. mengembangkan sektor pertanian pangan sebagai bagian dari
ketahanan pangan daerah;
f. meningkatkan dan mengembangkan sektor perkebunan yang
ramah lingkungan dengan komoditas unggulan;
g. menerapkan pendekatan pengembangan pertanian dan
perkebunan dengan pendekatan agropolitan.
(2) Strategi Peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian
lingkungan hidup dengan mempertahankan fungsi-fungsi lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, meliputi:
17
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Gorontalo meliputi:
a. sistem pusat kegiatan;
20
Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan
Pasal 7
(1) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah)
b. PKL (Pusat Kegiatan Lokal)
c. PKLp (Pusat Kegiatan Lokal promosi)
d. PPK (Pusat Pelayanan Kawasan); dan
e. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan)
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berada di
Isimu
(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada di
Limboto.
(4) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi
Telaga dan Limboto Barat
(5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. Pilohayanga di Kecamatan Telaga;
b. Pulubala di Kecamatan Pulubala;
c. Mulyonegoro di Kecamatan Tibawa;
d. Payunga di Kecamatan Batudaa; dan
e. Parungi di Kecamatan Boliyohuto.
(6) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. Huidu di Kecamatan Limboto Barat;
b. Talumelito di Kecamatan Telaga Biru;
c. Biluhu Timur di Kecamatan Batudaa Pantai;
d. Molopatodu di Kecamatan Bongomeme:
e. Biluhu Tengah di Kecamatan Biluhu;
f. Paris di Kecamatan Mootilango; dan
g. Lakeya di Kecamatan Tolangohula.
21
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 8
(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten
Gorontalo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut;
c. sistem jaringan transportasi udara; dan
d. sistem jaringan perkeretaapian.
(2) Sistem jaringan transportasi dan sistem pusat kegiatan
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. jaringan jalan dan jembatan;;
b. jaringan prasarana lalu lintas; dan
c. jaringan layanan lalu lintas
(2) Jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, meliputi:
a. jaringan jalan bebas hambatan
b. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten;
c. jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten;
d. jaringan jalan kabupaten; dan
e. jembatan
(3) Jaringan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a berupa pembangunan jalan bebas hambatan, meliputi;
a. ruas jalan bebas hambatan Isimu-Gorontalo berupa Gorontalo
Outter of Ring Road;
22
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Gorontalo sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah pelabuhan khusus, terdiri
atas:
a. Pelabuhan Kayubulan di Kecamatan Batudaa Pantai;
b. Pelabuhan Luluo di Kecamatan Biluhu; dan
c. Pelabuhan Bilato di Kecamatan Bilato
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas alur pelayaran lokal yaitu:
25
a. Kayubulan - Gorontalo;
b. Luluo – Gorontalo; dan
c. Bilato - Gorontalo
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 11
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, adalah bandar udara pengumpul skala
sekunder Djalaluddin di Kecamatan Tibawa.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. penentuan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
meliputi:
1. Kecamatan Pulubala;
2. Kecamatan Tibawa;
3. Kecamatan Limboto Barat;
4. Kecamatan Limboto;
5. Kecamatan Batudaa;
6. Kecamatan Batudaa Pantai;
7. Kecamatan Tabongo;
8. Kecamatan Bongomeme;
9. Kecamatan Biluhu; dan
10. Kecamatan Dungaliyo.
b. penetapan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
oleh Menteri Perhubungan dan pengaturan lebih lanjut diatur
dalam Peraturan Bupati.
26
Paragraf 4
Sistem Jaringan Kereta Api
Pasal 12
(1) Sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf d adalah jaringan kereta api lintas utama.
(2) Sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri
atas :
a. jalur kereta api; dan
b. Stasiun kereta api
(3) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
merupakan jaringan jalur kereta api nasional terdiri atas:
a. Isimu - Marisa;
b. Isimu - Kwandang; dan
c. Isimu - Bone Bolango.
(4) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
adalah Isimu.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 13
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya sebagiamana dimaksud pada
pasal 6 ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan listrik;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
Paragraf 1
Sistem Jaringan listrik
Pasal 14
(1) Sistem jaringan listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf a, terdiri atas:
a. pengembangan pembangkit listrik; dan
27
Pasal 15
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. sistem kabel;
b. sistem seluler; dan
c. sistem satelit.
(2) Sistem kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa
peningkatan jaringan kabel telekomunikasi hingga pelosok
Kabupaten, termasuk optimalisasi dan pengembangan stasiun
telepon otomatis (STO) yang meliputi:
a. STO Telaga;
b. STO Limboto; dan
c. STO Isimu.
28
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 16
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. sistem Wilayah Sungai (WS);
b. sistem Jaringan Irigasi ;
c. sistem pengelolaan air baku; dan
d. sistem pengendalian banjir.
(2) Sistem Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. WS Paguyaman mencakup DAS Paguyaman dan DAS
Telehu;dan
b. WS Limboto–Bone-Bolango mencakup DAS Limboto, DAS
Bolango, DAS Batudaa Pantai, DAS Botulobuato, DAS
Kayubulan, DAS Lamu, DAS Luluo, dan Das Batulangea.
(3) Sistem jaringan irigasi dalam wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan dan pengelolaan Daerah Irigasi (DI) kewenangan
Pemerintah Pusat yang meliputi:
1. DI Alo Pohu; dan
2. DI Paguyaman
b. pengembangan dan pengelolaan Daerah Irigasi kewenangan
Pemerintah Provinsi yang meliputi:
1. DI Pilohayanga;
2. DI Huludupitango;
29
3. DI Bulia;dan
4. DI Bongo;
c. pembangunan jaringan irigasi teknis berupa Daerah Irigasi
yang meliputi:
1. DI Mohiyolo I berada di Kecamatan Asparaga;
2. DI Pangahu berada di Kecamatan Asparaga;
3. DI Prima berada di Kecamatan Asparaga; dan
4. DI Toyidito berada di Kecamatan Pulubala.
d. peningkatan pengelolaan jaringan irigasi dalam DI kewenangan
Kabupaten; dan
e. rehabilitasi pada bangunan dan saluran irigasi primer,
sekunder dan tersier dalam DI sebagaimana dimaksud pada
ayat (3)
huruf d.
(4) Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d,
meliputi 48 (empat puluh delapan) daerah irigasi tercantum dalam
lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(5) Sistem pengelolaan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c:
a. pemanfaatan air pemukaan dan air tanah sebagai sumber air
baku
b. pengoptimalan sumber mata air meliputi;
1. Kecamatan Asparaga;
2. Kecamatan Boliyohuto;
3. Kecamatan Bilato;
4. Kecamatan Mootilango;
5. Kecamatan Pulubala;
6. Kecamatan Tibawa;
7. Kecamatan Bongomeme; dan
8. Kecamatan Batudaa.
c. peningkatan dan pemeliharaan kualitas dan kuantitas produksi
sumber air baku; dan
d. sistem penyediaan air bersih non perpipaan dari pemerintah
maupun dengan swadaya murni dari masyarakat.
(6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas:
30
a. penyediaan embung;
b. sumur resapan;
c. bio pori;
d. pembangunan tanggul; dan
e. menerapkan prinsip zero delta q policy terhadap setiap kegiatan
budidaya terbangun yang diajukan diizinnya.
Paragraf 4
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Persampahan, Limbah Cair dan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) Wilayah Kabupaten
Pasal 17
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. sistem pelayanan persampahan;
b. sistem pelayanan air minum;
c. sistem pelayanan drainase; dan
d. jalur evakuasi bencana;
(2) Sistem pelayanan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, meliputi;
a. pengembangan serta kerjasama pemanfaatan Tempat
Pengolahan dan Pemrosesan Akhir (TPPAS) meliputi:
1. pengembangan TPPAS Huidu berada di Kecamatan Limboto
Barat; dan
2. kerjasama pemanfaatan TPPAS Regional Talumelito berada
di Kecamatan Telaga Biru.
b. Tempat Penampungan Sementara (TPS) ditempatkan di pusat
kegiatan masyarakat di seluruh kecamatan meliputi :
1. pasar;
2. permukiman;
3. perkantoran; dan
4. fasilitas sosial lainnya.
(3) Sistem pelayanan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pengembangan sistem perpipaan di kawasan perkotaan;
b. pengembangan sistem perpipaan dan non perpipaan di Ibu Kota
kawasan Kecamatan (IKK);
31
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi :
a. rencana kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
lampiran I.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
32
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Kawasan Lindung di Wilayah Kabupaten
Pasal 19
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam dan pelestarian alam;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 20
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf a, terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung Telaga;
b. kawasan hutan lindung Telaga Biru;
c. kawasan hutan lindung Limboto;
d. kawasan hutan lindung Batudaa;
e. kawasan hutan lindung Tabongo;
f. kawasan hutan lindung Batuda Pantai;
g. kawasan hutan lindung Biluhu;
h. kawasan hutan lindung Bongomeme;
i. kawasan hutan lindung Pulubala; dan
j. kawasan hutan lindung Boliyohuto.
33
Paragraf 2
Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 21
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b,
adalah kawasan resapan air.
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdapat di Kecamatan Telaga, Telaga Biru, Limboto, Limboto
Barat, Tibawa, Batudaa, Batudaa Pantai, Biluhu, Bilato, Tabongo,
Bongomeme, Pulabala, Bolyohuto, Mootilango, Tolangohu, dan
Asparaga.
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 22
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf c, terdiri atas:
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau/waduk;
d. kawasan sekitar mata air;
e. kawasan ruang terbuka hijau (RTH);
f. kawasan lindung spiritual; dan
g. kawasan kearifan lokal lainnya.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdapat di Batudaa Pantai, Biluhu dan Bilato, dengan
ketentuan:
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter
dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdapat pada setiap wilayah kecamatan yang dilewati
sungai dengan ketentuan:
34
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam
Pasal 23
(1) Kawasan suaka alam dan pelestarian alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf d, terdiri atas:
a. kawasan margasatwa;dan
b. kawasan cagar alam;
(2) Kawasan suaka alam dan peleestarian alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan cagar alam Tangale terdapat di Kecamatan Tibawa;
b. kawasan suaka margasatwa Taman Nasional Promosi (TNp)
Nantu terdapat di Kecamatan Mootilango, Kecamatan
Tolangohula, dan Kecamatan Asparaga.
35
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 24
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 huruf e, terdiri atas:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdapat di Kecamatan Tibawa, Telaga Biru, Batudaa
Pantai, Biluhu, dan Bilato.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdapat di Kecamatan Batudaa Pantai, Biluhu,
dan Bilato.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, terdapat di Kecamatan Limboto, Limboto Barat, Talaga Jaya,
Tilango, Tibawa, Tolangohula, Tabongo, dan Bilato.
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 25
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf f, terdiri atas:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
36
Paragraf 7
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 26
Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf g, adalah kawasan lindung terumbu karang yang terdapat di
Batudaa Pantai, Biluhu, dan Bilato.
37
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Yang Memiliki Nilai Strategis
Pasal 27
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 huruf a, terdiri atas:
a. kawasan hutan produksi terbatas;
b. kawasan hutan produksi tetap; dan
c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari;
a. kawasan hutan produksi Biluhu;
b. kawasan hutan produksi Tibawa;
c. kawasan hutan produksi Bongomeme;
d. kawasan hutan produksi Pulubala;
e. kawasan hutan produksi Mootilango;
f. kawasan hutan produksi Tolangohula; dan
g. kawasan hutan produksi Asparaga.
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri dari;
a. kawasan hutan produksi tetap Telaga Biru;
38
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Pasal 29
Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf b terdapat di Kecamatan Telaga Biru, Limboto,
Batudaa Pantai, Bulili, Tabongo, Batudaa, Bongomeme, Tibawa,
Mootilango, dan Tolangohula.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf c, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan pertanian hortikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
39
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf d, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c. kawasan pengolahan perikanan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, meliputi;
a. kawasan perikanan tangkap Kecamatan Batudaa Pantai;
b. kawasan perikanan tangkap Kecamatan Biluhu; dan
c. kawasan perikanan tangkap Kecamatan Bilato.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b meliputi;
a. kawasan peruntukan budidaya perikanan Telaga;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan Telaga Biru;
c. kawasan peruntukan budidaya perikanan Limboto;
d. kawasan peruntukan budidaya perikanan Limboto Barat;
e. kawasan peruntukan budidaya perikanan Tabongo;
f. kawasan peruntukan budidaya perikanan Bongomeme;
g. kawasan peruntukan budidaya perikanan Dungaliyo;
h. kawasan peruntukan budidaya perikanan Batudaa;
i. kawasan peruntukan budidaya perikanan Pulubala;
j. kawasan peruntukan budidaya perikanan Tibawa;
k. kawasan peruntukan budidaya perikanan Mootillango;
l. kawasan peruntukan budidaya perikanan Boliyohuto;
m. kawasan peruntukqn budidaya perikanan Bilato;
n. kawasan peruntukan budidaya perikanan Batudaa Pantai;
o. kawasan peruntukan budidaya perikanan Tolangohula;dan
p. kawasan peruntukan budidaya perikanan Asparaga.
(4) Kawasan peruntukan pengolahan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi:
a. kawasan peruntukan pengolahan perikanan Biluhu;
b. kawasan peruntukan pengolahan perikanan Bilato;
41
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 huruf e, meliputi:
a. Wilayah peruntukan pertambangan mineral logam; dan
b. Wilayah peruntukan pertambangan mineral bukan logam dan
batuan;
(2) Wilayah peruntukan pertambangan mineral logam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Kecamatan Telaga,
Telaga Biru, Limboto, Limboto Barat, Batudaa, Tabongo,
Bongomeme, Dungaliyo, Batudaa Pantai, Biluhu, Tibawa,
Pulubala, Mootilango, Boliyohuto, Bilato, Tolangohula dan
Asparaga.
(3) Wilayah peruntukan pertambangan mineral bukan logam dan
batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
Kecamatan Telaga, Telaga Biru, Tilango Limboto, Limboto Barat,
Batudaa, Tabongo, Bongomeme, Dungaliyo, Batudaa Pantai,
Biluhu, Tibawa, Pulubala, Mootilango, Boliyohuto, Bilato,
Tolangohula dan Asparaga.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 huruf f, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri sedang; dan
c. kawasan peruntukan industri rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. kawasan peruntukan industri besar Tibawa; dan
42
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf g, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a terdapat di Desa Bongo Kecamatan
Batudaa Pantai.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b terdapat di Desa Pentadio Timur Kecamatan
Telaga Biru, Desa Barakati Kecamatan Batudaa, Desa Biluhu
Timur Kecamatan Batudaa Pantai, dan Desa Taulaa Kecamatan
Bilato.
43
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 35
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf h terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan yang meliputi;
1. kawasan peruntukan permukiman perkotaan merupakan
tatanan kawasan permukiman yang terdiri atas sumber daya
buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum,
prasarana dan sarana perkotaan;
2. bangunan permukiman ditengah kota terutama di PKW,
PKL, PKLp dan PPK yang padat penduduknya diarahkan
pembangunan perumahannya vertikal (rumah susun);
3. pola permukiman perkotaan yang paling rawan terhadap
bencana alam seperti banjir, gempa dan tsunami harus
menyediakan tempat evakuasi pengungsi bencana alam baik
berupa lapangan terbuka di tempat ketinggian paling rendah
30 (tiga puluh) meter di atas permukaan laut atau berupa
bukit penyelamatan;
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan yang meliputi:
1. didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan
bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan
yang rendah, dan kurang intensif dalam pemanfaatan lahan
untuk keperluan non agraris, termasuk permukiman
transmigrasi di Kecamatan Asparaga, Kecamatan
Tolangohula, Kecamatan Boliyohuto, Kecamatan Mootilango
dan Kecamatan Pulubala.;
2. bangunan-bangunan perumahan diarahkan menggunakan
nilai kearifan budaya lokal seperti pola rumah kebun dengan
bangunan berlantai panggung;
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a terdiri dari :
44
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 36
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 huruf i adalah kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan.
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam pada ayat (1) terdiri dari :
a. kawasan pertahanan darat Ulapato;
b. kawasan pertahanan darat Dumati;
c. kawasan pertahanan udara Tolotio;
d. kawasan keamanan Pantungo;
e. kawasan keamanan Isimu Utara; dan
f. kawasan keamanan Tri Darma.
Pasal 37
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 36 dapat
dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang
bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan
Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah
mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya
mengkoordinasikan penataan ruang di Kabupaten Gorontalo.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 38
(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Gorontalo adalah
Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
lampiran I.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
46
Pasal 39
(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
ekonomi;
b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
sosial budaya;
c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;
dan
d. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas;
a. kawasan Strategis Telaga, merupakan kawasan strategis
pengembangan permukiman, perdagangan dan jasa yang
meliputi Kecamatan Telaga, Kecamatan Telaga Biru Kecamatan
Tilango, Kecamatan Talaga Jaya, Kecamatan Batudaa; dan
b. kawasan Strategis Isimu, merupakan kawasan strategis
pengembangan agro industri, perdagangan dan jasa yang
meliputi Kecamatan Tibawa, Kecamatan Dungaliyo dan
Kecamatan Pulubala
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan Strategis Limboto, merupakan kawasan strategis
pengembangan pendidikan dan wisata belanja hasil kerajinan
tangan yang meliputi Kecamatan Limboto, Telaga dan
Kecamatan Telaga Biru; dan
b. kawasan Strategis Batudaa, merupakan kawasan strategis
pengembangan wisata budaya dan bangunan bersejarah
meliputi Kecamatan Batudaa, Batudaa Pantai, Tabongo dan
Bongomeme.
(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas :
47
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 40
(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Gorontalo berpedoman
pada rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Gorontalo dilaksanakan
melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang
beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima
tahunan yang ditetapkan dalam lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
48
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 42
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 43
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi
pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
utama; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
lainnya.
49
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Struktur Ruang.
Pasal 44
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) huruf a, terdiri
atas;
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem perdesaan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara terbatas pada
zona yang tidak termasuk dalam klasifikasi intensitas tinggi
dengan syarat maksimum pengembangan 25 (dua puluh lima)
persen;
b. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara keseluruhan
fungsi dasarnya;
c. diperbolehkan dengan syarat kegiatan bukan perkotaan yang
dapat mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan; dan
d. diperbolehkan untuk kegiatan perkotaan yang didukung
fasilitas dan prasarana sesuai skala kegiatan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan;
a. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara terbatas pada
zona yang tidak termasuk dalam klasifikasi intensitas tinggi
50
Pasal 45
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) huruf b
terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan transportasi darat;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan transportasi laut;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan transportasi udara; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan kereta api.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan jalan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
jembatan;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
lalu lintas; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
jaringan layanan lalu lintas.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
disusun dengan ketentuan:
51
Pasal 46
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) huruf c
terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan listrik;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan telekomunikasi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan sumber daya air; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar prasarana
sistem jaringan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, disusun dengan ketentuan:
a. membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT;
54
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pola Ruang
Pasal 47
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan
setempat;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pelestarian alam;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana
alam;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi;
dan
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan
ketentuan:
a. dibolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak mengubah
bentang alam;
b. dibolehkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian dengan
syarat tidak mengubah bentang alam;
c. kegiatan budidaya kehutanan hasil hutan bukan kayu hanya
diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak
mengurangi fungsi lindung kawasan, dan dalam pengawasan
ketat;
d. dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengurangi luas
kawasan hutan;
e. dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengganggu bentang
alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi
hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian
lingkungan hidup;
56
Pasal 48
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) huruf b terdiri
atas:
60
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 49
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (5) huruf a disusun
dengan ketentuan:
a. diperbolehkan dilakukan pengembangan untuk mendukung
kegiatan kawasan;
b. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara keseluruhan
fungsi dasarnya; dan
c. diperbolehkan untuk penyediaan fasilitas dan prasarana.
66
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 50
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang
berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan
rencana tata ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Ketentuan perizinan merupakan perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang.
(3) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap pejabat pemerintah yang berwewenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
(6) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh
dengan tidak melalui prosedur yang benar batal demi hukum.
Pasal 51
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten
Gorontalo, terdiri atas:
a. izin lingkungan; dan
b. izin perencanaan dan pembangunan.
67
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 52
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah
daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan
umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu
dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
68
Pasal 53
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah
kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh
instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 54
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1), terdiri atas :
a. insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang
yang mendukung pengembangan kawasan strategis ekonomi,
yaitu dalam bentuk :
1. kemudahan pengurusan perijinan;
2. urun saham
3. pembangunan serta pengadaan infrastuktur dan;
4. pemberian penghargaan
b. insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang
yang mendukung pengembangan kawasan strategis lingkungan
hidup, yaitu dalam bentuk :
1. penyediaan sarana
2. penghargaan dan
3. keringanan pajak
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif
diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 55
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3), yaitu disinsentif yang
dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
menghambat pengembangan kawasan strategis ekonomi, yaitu
dalam bentuk :
a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi; dan
c. penalti
69
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 56
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf d merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam
pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan
ruang.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten Gorontalo;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten
Gorontalo;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten Gorontalo;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai
milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
Pasal 57
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat
(2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
70
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(1) huruf c dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
SERTA KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 58
Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah, masyarakat
berhak :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan
ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
71
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 59
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 60
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 61
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara
lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 62
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf a pada tahap perencanaan tata ruang dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata
ruang.
Pasal 63
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf b dalam pemanfaatan ruang dapat berupa :
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal
dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di
dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
73
Pasal 64
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf c dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi
c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; dan
e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
Pasal 65
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan
secara langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
disampaikan kepada bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 66
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang
dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
74
Pasal 67
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Kelembagaan
Pasal 68
BAB IX
PENYIDIKAN
Pasal 69
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Pegawai Negeri Sipil Tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan
ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu
pejabat penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam
penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
75
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
(1) Setiap orang yang tidak mentaati Rencana Tata Ruang Wilayah
sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Peraturan Daerah ini yang
mengakibatkan:
a. tidak mentaati rencana tata ruang yang ditetapkan;
b. tidak memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat berweweng;
c. tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin dalam pemanfaatan ruang;
76
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 71
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar
sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.
Pasal 72
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gorontalo
adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan
dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas
teritorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gorontalo
dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan
77
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penatan ruang Daerah yang
telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak
sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku
ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,
dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan
ketentuan perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang
78
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 74
Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Gorontalo dilengkapi
dengan Rencana/ Materi teknis RTRW Kabupaten Gorontalo dan
album peta dengan skala minimal 1: 50.000 yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah RTRW Kabupaten
Gorontalo.
Pasal 75
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Gorontalo adalah 20 tahun (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
(2) Dalam lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara
dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, RTRW Kabupaten Gorontalo dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 2(dua) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan
strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten
dan/atau dinamika internal kabupaten.
80
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO
NOMOR 4 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GORONTALO
TAHUN 2012-2032
I. UMUM
Ruang Wilayah Kabupaten Gorontalo sebagai sub sistem dari Ruang
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang
Maha Esa kepada masyarakat Kabupaten Gorontalo yang perlu disyukuri,
dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta makna
yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila.
Secara geografis, letak Kabupaten Gorontalo sangat strategis dengan
batas Kabupaten Gorontalo Utara di sebelah Utara, Kota Gorontalo dan
Kabupaten Bone Bolango disebelah Timur, Teluk Tomini di sebelah Selatan
dan Kabupeten Boalemo disebelah Barat.
Sumber daya alam maupun sumber daya buatan yang terkandung di
wilayah Kabupaten Gorontalo, seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan
pertambangan merupakan sumber daya yang sangat potensial untuk
menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggungjawab, yang semuanya itu bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat Kabupaten Gorontalo.
Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas
wilayah. Namun untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah
yang nyata, luas dan bertanggungjawab, maka penataan ruang Kabupaten
Gorontalo menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya
demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan
antar daerah, antara Pusat dan Daerah, antar sektor, dan antar pemangku
kepentingan. Dalam Peraturan Daerah ini, penataan ruang didasarkan pada
81
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
82
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten
Gorontalo” adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar dalam pemanfaatan ruang darat, laut dan udara termasuk
ruang di dalam bumi untuk mencapai tujuan penataan ruang.
Yang dimaksud dengan “strategi penataan ruang wilayah Kabupaten
Gorontalo” adalah langkah-langkah pelaksanaan kebijakan penataan
ruang.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Yang dimaksud dengan rencana struktur ruang wilayah Kabupaten
Gorontalo adalah arahan perwujudan sistem perkotaan dalam wilayah
Kabupaten dan jaringan prasarana wilayah Kabupaten yang
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Kabupaten selain untuk
melayani kegiatan skala Kabupaten yang meliputi sistem jaringan energi
dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan
sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan/waduk dari
daerah aliran sungai.
Dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gorontalo digambarkan
sistem perkotaan dalam wilayah Kabupaten dan peletakan jaringan
prasarana wilayah yang menurut peraturan perundang-undangan,
pengembangan dan pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah
Daerah Kabupaten dengan sepenuhnya memperhatikan struktur ruang
yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan
RencanaTata Ruang Wilayah Propinsi.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
83
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud tower/Base Transceiver Station (BTS) yang biasa
dikenal dengan sebutan menara telekomunikasi adalah menara yang
berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan
jaringan menuju jaringan lain
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
84
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”zero delta q policy” adalah keharusan
agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya
debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Huruf a
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur
tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air
laut dan memelihara kesuburan tanah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”Kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan di bawahnya” berada pada ketinggian lebih dari
2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut (dpl) dengan
kemiringan lebih dari 40% (empat puluh) persen, bercurah hujan
tinggi atau mampu meresapkan air ke dalam tanah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”kawasan perlindungan setempat” adalah
kawasan yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai dan
saluran irigasi, kawasan sekitar danau/waduk/rawa, kawasan
sekitar mata air, kawasan sempadan jalan dan ruang terbuka hijau
(RTH)
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”kawasan rawan bencana alam” adalah
daerah yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami
bencana alam seperti banjir, gempa bumi, longsor dan lain-lain.
85
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”Sungai Besar” adalah sungai yang
mempunyai daerah pengaliran seluas 500 km2 (lima ratus
kilometer persegi) atau lebih.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”Sungai Kecil adalah sungai yang
mempunyai daerah pengaliran seluas kurang dari 500 km2
(lima ratus kilometer persegi).
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud ”kawasan sekitar danau” adalah kawasan tertentu di
sekeliling danau yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau.
Kriteria garis sempadan pagar terhadap danau paling sedikit 50 (lima
puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Kriteria garis sempadan bangunan terhadap danau paling sedikit
100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan ”kawasan sekitar mata air” adalah kawasan
di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting
mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
86
Kriteria garis sempadan kawasan sekitar mata air paling sedikit 200
(dua ratus) meter dari mata air.
Ayat (6)
Yang termasuk ruang terbuka hijau kota antara lain meliputi hutan
kota, taman kota, jalur memanjang sepanjang sempadan sungai dan
jalur hijau di sepanjang jaringan jalan yang didominasi komunitas
tumbuhan
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Kawasan lindung geologi adalah kawasan
yang memiliki fungsi utama melindungi lingkungan geologi.
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan geologi adalah
segenap bagian kulit bumi yang mempengaruhi secara langsung
terhadap kondisi dan keberadaan masyarakat. Karena itu, batuan
(termasuk tanah), bentang alam, dan air merupakan faktor geologi
yang mendukung keberlanjutan manusia untuk mempertahankan
hidup. Sedangkan faktor pembatas/kendala seperti gempa bumi,
letusan gunung api, longsor, dan sebagainya merupakan faktor
geologi yang menimbulkan kerentanan bagi keberlangsungan hidup
manusia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kawasan cagar alam geologi adalah kawasan
lindung geologi yang memiliki keunikan lingkungan geologi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
87
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Kawasan peruntukan peternakan overlay dengan kawasan
peruntukan lainnya.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”kawasan peruntukan perikanan tangkap”
adalah kawasan yang diperuntukan untuk memperoleh ikan di
perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau
cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,
mengolah dan/atau mengawetkannya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”kawasan peruntukan budidaya perikanan”
adalah kawasan yang diperuntukan untuk memelihara,
membesarkan dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya
dalam lingkungan yang terkontrol, ternasuk kegiatan yang
88
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “peraturan zonasi” adalah ketentuan
yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
91
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan “izin lokasi” adalah izin yang diberikan
kepada pemohon untuk memperoleh ruang yang diperlukan
dalam rangka melakukan aktivitasnya.
Izin lokasi merupakan dasar untuk melakukan pembebasan
lahan dalam rangka pemanfaatan ruang. Izin lokasi diberikan
berdasarkan izin prinsip apabila berdasarkan peraturan daerah
yang berlaku diperlukan izin prinsip.
Izin lokasi diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh
tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang
berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk
menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
penanaman modalnya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “izin mendirikan bangunan (IMB)
adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
Ayat (5)
Cukup jelas
92
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
93
Pasal 68
Ayat (1)
Kelembagaan Penataan Ruang Daerah mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku..
Bentuk Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah adalah
koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, berupa:
1. keterlibatan antar instansi/dinas/sektor terkait dalam Kabupaten
melalui forum koordinasi penataan ruang dengan tetap
memperhatikan kewenangan masing-masing
instansi/dinas/sektor tersebut;
2. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas wilayah,
berupa kerjasama antar Pemerintah Kabupaten yang berbatasan
guna mensinergikan rencana tata ruang masing-masing daerah;
dan
3. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas pemangku
kepentingan, berupa pelibatan para pemangku kepentingan
lainnya (masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi dan lain-lain)
dalam penyelenggaraan penataan ruang yang diatur dalam
ketentuan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas.
94
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas