Anda di halaman 1dari 19

“METODE ETNOGRAFI”

(James P. Spradley, 2007)

Dosen Pengampu : Dr. Rosramadhana, M.Si / Purnama Sari, S.Pd,.M.Pd

DISUSUN OLEH :

Nama : Erino Nainggolan Nim : 3202422014 Kelas : Antropologi D

PRODI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya,
sehingga saya dapat menyelesaikan Critikal Book Report ini dengan baik. Adapun dalam
penyelesaian Critikal Book Report ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Terimakasih
saya ucapkan kepada Dr. Rosramadhana, M.Si / Purnama Sari, S.Pd,.M.Pd, selaku dosen mata
kuliah Metode Penelitian Antropologi. Yang telah mengajari penulis dalam penyusunan Critical
Book Report ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang turut serta
membantu saya dalam penyelesaian Critikal Book Report ini.

Critical Book Report ini berisikan tentang kritik terhadap buku yang satu dengan buku
yang lain. Kiranya dapat diterima dengan baik, walaupun di dalamnya masih banyak
kekurangan. Tiada gading yang tak retak, demikianlah dalam penyusunan Critical Book Report
ini yang jauh dari sempurna. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik
dari segi penyusunan kata, bahasa, isi maupun segi lainnya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sehingga penulis dapat
memperbaiki Critical Book Report ini menjadi lebih baik.

Saya berharap, semoga makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan pembaca
tentang Metode Penelitian ini. Akhir kata saya ucapkan sekian dan terima kasih.

Medan, September 2021

Erino Nainggolan
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….1

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………..3

A. Latar Belakang………………………………………………………………………… ……..4

B. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………….. ….4

C. Manfaat Penulisan …………………………………………………………………………….4

D. Identitas Buku…………………………………………………………………………….. ….5

BAB II RINGKASAN……………………………………………………………………………6

RINGKASAN BUKU……………………………………………………………………………..6

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………………………….17


A. Kelebihan Buku……………………………………………………………………….…17
B. Kelemahan Buku…………………………………………………………………………17

BAB IV PENUTUP…………….……………………………………………………………….18

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………18
B. Saran……………………………………………………………………………….…….18

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………...19

Lampiran………………………………………………………………………………………...19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang CBR

Mata Kuliah Metode Penelitian Antropologi adalah dapat dirumuskan agar mahasiswa memiliki
kemampuan dalam memahami, menerapkan, menganalisis, serta mengaplikasikan berbagai
konsep dan teori etnografi baik sebagai kajian maupun metode penelitian dalam sebuah laporan
penelitian. Dalam hal ini beberapa materi dapat dijelaskan melalui buku ini. Banyak hal yang
dapat kita ketahui mengenai bagaimana proses melaksanaan metode etnografi yang ada secara
lebih detail. Mengingat hal di atas maka Metode Etnografi menjadi salah satu mata kuliah yang
dapat membahas secara mendalam.

B. Tujuan CBR

1. Untuk mengetahui secara detail mengenai Metode Etnografi


2. Untuk mengetahui berbagai bentuk proses dalam melaksanakan penelitian Etnografi.
3. Untuk menambah wawasan dalam dunia Penelitian Etnografi.

C. Manfaat CBR

1. Agar dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan yang ada dalam buku.
2. Agar mengetahui secara mendalam Metode penelitian Etnografi.
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Antropologi

D. Identitas Buku

BUKU 1

Judul Buku : Metode Penelitian Etnografi


Penulis : James P. Spradley
ISBN : 979-8120-69-8
Penerbit : Tiara Wacana
Tahun Terbit : 2007
Urutan Cetak : Cetakan Kedua
Tebal Buku : 384 halaman

BUKU 2

Judul Buku : Budaya dan Religi


Pengarang : Dr. Ayatullah Humaeni, MA
Penerbit : Laboratorium Bantenologi
Tahun Terbit : 2017
Kota Terbit : Serang
ISBN : 978-602-6671-05-9
BAB II

RINGKASAN

BUKU 1

ETNOGRAFI DAN KEBUDAYAAN

Penelitian lapangan merupakan cirri khas antropologi budaya. Baik di sebuah desa di Papua
Nugini maupun di jalan-jalan New York, ahli antropologi berada di lokasi penduduk bertempat
tinggal dan melakukan penelitian lapangan. Buku ini membahas tugas utama penelitian lapangan
antropologi. Pada bagian satu, akan ditelusuri secara detail makna dari etnografi. Pada bagian
kedua secara bertahap akan membahas cara melakukan wawancara etnografi. Inti dari etnografi
adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang
yang ingin kita pahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung dalam bahasa,
dan di antara makna yang diterima, banyak yang disampaikan hanya secara tidak langsung
melalui kata-perkata dan perbuatan.

KEBUDAYAAN

Kebudayaan didefinisikan denga berbagai cara. Kita akan memulainya dengan suatu defenisi
tipikal yang diusulkan oleh Marvin Harris, bahwa konsep kebudayaan ditampakkan dalam
berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok, masyarakat tertentu,
seperti adat(custom) atau cara hidup masyarakat. Di lainpihak, polisi menggunakan kebudayaan
mereka untuk

1. Menginterpretasikan kondisi wanita itu sebagai gangguan jantung dan


menginterpretasikan tingkah laku mereka sebagai usaha untuk menyelamatkan wanita itu.
2. Untuk memberikan pijatan jantung serta member bantuan oksigen kepada wanita itu.
MEMBUAT KESIMPULAN BUDAYA

Dimana pun, orang mempelajari kebudayaan mereka dengan mengamati orang lain,
mendengarkan mereka, dan kemudian membuat kesimpulan. Etnografer pun melakukan proses
yang sama yaitu dengan memahami hal yang dilihat dan di dengarkan untuk menyimpulkan hal
yang diketahui orang. Perbuatan ini meliputi pemikiran atas kenyataan atau atas suatu premis
yaitu hal yang kita asumsikan. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat
kesimpulan budaya dari tiga sumber

1. Dari yang dikatakan orang


2. Dari cara bertindak
3. Dari berbagai artefak yang digunakan orang-orang

Kadang kala, pengetahuan budaya disampaikan secara langsung dengan bahasa sehingga kita
dapat membuat kesimpulan secara muda. Berbagai perintah terhadap anak-anak seperti cucilah
tanganmu sebelum engkau maka.

UNTUK APA ETNOGRAFI ITU?

Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Etnografi merupakan
suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografis, dan berbagai
macam deskripsi kebudayaan. Etnografi bermakna untuk membangun suatu pengertian yang
sistematik mengenai semua kebudayaan manusia dari pespektig orang yang telah mempelajari
kebudayaan itu.

MEMAHAMI RUMPUN MANUSIA

Marilah kita mulai dengan melihat tujuan antropologi sosial, yaitu untuk mendskripsikan dan
menerangkan keteraturan serta berbagai variasi tingkah laku sosial. Mungkin, gambaran yang
paling menonjol adalah diversitasnya. Mengapa suatu rumpun manusian menunjukkan variasi
semacam itu, menciptakan pola perkawinanyang berbeda, memegang nilai yang berbeda,
mengkonsumsi makanan yang berbeda, mengasuh anak dengan cara yang berbeda, mempercayai
Tuhan yang berbreda hingga mengejar Tuhan yang berbeda pula. Para ilmuwan sosial dengan
berbagai teori mereka tidak kurang merupakan ikatan-budaya manusia lain. sistem pendidikan
barat member semua cara untuk menginterpretasikan pengalaman. Memahami masyarakat yang
kompleks, sampai saat ini etnografi umumnya diturunkan ke berbagai kebudayaan kecil non-
barat. Manfaat dari mempelajari masyarakat-masyarakat seperti ini sudah didapatkan jika tidak
banyak tahu tentang mereka, maka kita tidak dapat melakukan survey atau eksperimen. Untuk
alasan itu, keberadaaan etnografi tampak cukup tepat. Tetapi manfaat etnografi dalam
memahami kebudayaan kita sendiri(yang kompleks sering kali diabaikan).

ETNOGRAFI DALAM MELAYANI MANUSIA

Sifat mudah diserang ini membuat tanggung jawab kita menjadi jelas. Mengabaikan sifat mudah
diserang ini(dengan sedikit mengubah metafor Auden), sama saja dengan astronot yang
mempelajari efek kebosanan dan kondisi nir-bobot pada sesame astronot padahal pesawat ruang
angkasa sudah kehabisan oksigen, kehabisan persediaan bahan bakar dan anggota penerbangan
terancam kematian. Selain itu para ilmuwan tidak dapat mengabaikan sama sekali manfaat yang
diperoleh dari penemuan penelitian. Ini tidak hanya berlaku bagi penelitian di bidang genetic dan
energy atom, tetapi juga untuk studi etnografi.

BAB 2

BAHASA DAN PENELITIAN LAPANGAN

BAHASA DAN PENEMUAN

Bahasa lebih besar dari sekedar alat mengomunukasikan realitas. Bahasa merupakan alat untuk
menyusun realitas. Bahasa yang berbeda akan menciptakan dan mengekspresikan realitas yang
berbeda. Bahasa yang berbeda akan mengkategorikan pengalaman dengan cara yang berbeda.
Bahasa yang berbeda member pola-pola alternative untuk berpikir dan memahami. Dalam upaya
untuk menemukan realitas budaya dari suatu kelompok penduduk tertent, etnografer menghadapi
suatu pernyataan penting.

BAHASA DAN DESKRIPSI ETNOGRAFIS

Hasil akhir dari pembuatan etnografi adalah suatu deskripsi verbal mengenai situasi budaya yang
dipelajari. Bahkan film-film etnografi sekalipun tidaklah mendeskripsikan bila tidak dilengkapi
dengan berbagai statemen verbal yang yang memberitahukan kepada penonton mengenai hal-hal
yang dapat menginterpretasikan suasana yang disajikan. Oleh karenanya, tak dapat di sangkal,
bahwa deskripsi etnografi senantiasa melibatkan bahasa. Etnografer biasanya menulis dalam
bahasa asli yang digunakannya atau dalam bahasa khalayak khususnya, seperti masyarakat,
kelompok ahli, atau masyarakat umum. Tetapi bagaimana mungkin mendeskripsikan suatu
budaya dalam istilah-istilahnya sendiri sementara sasarannya menggunakan bahasa yang asing?
Jawabannya terletak pada kenyataan bahwa setiap deskripsi etnografi merupakan suatu
terjemahan. Demikianlah, deskripsi etnografi harus menggunakan istilah-istilah dan makna-
maknanya yang asli(native), disamping juga menggunakan istilah yang digunakan oleh
etnografer.

BAB 3

INFORMAN

Etnografer bekerja sama dengan informan untuk menghasilkan suatu deskripsi kebudayaan.
Hubungan ini bersifat kompleks dan saya akan mengungkapkan hal ini secara panjang lebar pada
bab selanjutnya. Keberhasilan untuk melakukan etnografi tergantung pada sejauh mana
pemahaman terhadap sifat hubungan ini. Saya menggunakan istilah informan dengan cara yang
sangat spesifik, agar hal ini tidak dikacaukan dengan konsep-konsep seperti subjek, responden,
kawan atau pelaku.

KEKABURAN DENGAN PERAN TRADISIONAL


Kadang-kadang etnografer pemula yang merasa gelisah perihal pelaksanaan wawancara
etnografi memutuskan bahwa lebih mudah berbicara dengan teman, kerabat atau seorang teman
di ruang kuliah.

SUBJEK

Penelitian ilmu sosial yang menggunakan subjek biasanya mempunyai tujuan tertentu, yaitu
untuk menguji hipotesis. Peneliti utamanya tidak tertarik untuk menemukan pengetahuan budaya
subjek. Mereka berupaya menegaskan atau membatalkan suatu hipotesis tertentu dengan
mempelajari respons atau jawaban subjek. Bekerja dengan menggunakan subjek dimulai dengan
ide-ide yang telah ditetapkan sebelumnya. Bekerja dengan informan dimulai dari keidaktahuan.
Subjek tidak mendefenisikan hal-hal penting harus ditemukan oleh peneliti, tetapi informan yang
mendefenisikannya. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, studi etnogarfi dapat member
kontribusi penting pada penelitian ilmu sosial dengan subjek. Sebagai contoh, etnografi dapat
memunculkan hipotesis untuk pengujian dengan menggunakan teknik penelitian lain.

RESPONSEN

Seorang responden adalah siapa saja yang menjawab daftar pernyataan yang diajukan oleh
seorang peneliti. Banyak orang mengacaukan responden dengan informan lantaran keduanya
sama –sama menjawab pertanyaan dan tampak member informasi mengenai kebudayaan mereka.
Salah satu perbedaan terpenting antara kedua peran ini adalah berkaitan dengan bahasa yang
digunakan dalam memformulasikan pertanyaan. Penelitian survai dengan responden hampir
selalu menggunakan bahasa ilmuwan sosial. Penelitian etnografi, di lain pihak, lebih tergantung
sepenuhnya pada bahasa informan. Pertanyaan pun muncul dari budaya informan.

PELAKU

Seorang pelaku adalah seseorang yang menjadi objek pengamatan dalam suatu setting alam.
Seorang bayi yang sedang tidur di suatu ruang perawatan di sebuah rumah sakit atau seorang
hakim yang menghukum orang-orang tersangkut dalam kasus meminum minuman keras di
tempat umum, dapat diamatai sebagai pelaku. Seorang sarjana yang menyaksikan sekelompok
gorilla, tidak pernah dapat menjadi informan.
BEBERAPA PRINSIP ETIKA

Informan adalah manusia yang mempunyai masalah, keprihatinan dan kepentingan. Nilai yang
dipegang oleh etnografer tidak selalu sejalan dengan nilai yang dipegang informan. Dalam
melakukan kerja lapangan, kita selalu dihadapkan berbagai nilai yang bertentangan dan berbagai
macam pilihan kemungkinan.

BAGIAN DUA

ALUR PENELITIAN MAJU BERTAHAP

LANGKAH 1

MENETAPKAN INFORMAN

Walaupun hampir setiap orang dapat menjadi informan, namun tidak setiap orang dapat menjadi
informan yang baik. Hubungan antara etnografer dengan informan penuh dengan kesulitan.
Salah satu tantangan besar dalam melakukan etnografi adalah memulai, mengembangkan, dan
mempertahankan hubungan dengan informan yang produktif.

ENKULTURASI PENUH

Informan yang baik akan mengetahui budaya mereka dengan begitu baik tanpa harus
memikirkannya. Mereka melakukan berbagai hal secara otomatis dari tahun ke tahun. Pembawa
surat yang sudah melewati rutenya selama enam belas tahun mengetahui dengan baik setiap
nama, jalan, dan alamat sehingga dia dapat menyortir surat-surat sembari bercakap-cakap. Dia
benar-benar sudah terenkulturasi. Seorang pembawa surat yang sedang berperan sebagai
pengganti, yang sedang mempelajari suatu rute baru, bukanlah informan yang baik.

KETERLIBATAN LANGSUNG

Ketika saat ini seseorang terlibat dalam suasana budaya, ia menggunakan pengethuannya untuk
membimbing tindakannya. Ia meninjau hal-hal yang diketahuinya. Ia menerapkannya setiap hari.
Ketika orang lagi tidak menggunakan beberapa bagian dari pengetahuan budayanya,
pengetahuan itu sulit untuk diungkapkan kembali. Informan yang meninggalkan suasana budaya
akan melupakan detail suasana itu, dan hanya dapat mengingat garis besar umum dari berbagai
aktivitas yang sudah berlangsung.

LANGKAH 2

MEWAWANCARAI INFORMAN

Ada tiga unsure etnografis yang terpenting yaitu tujuan yang eksplisit, penjelasan, atau
pertanyaan yang bersifat etnografis.

Tujuan yang eksplisit. Ketika etnografer bertemu dengan seorang informan untuk melakukan
suatu wawancara, maka keduanya menyadari bahwa pembicaraan itu selayaknya mempunyai
arah.
Penjelasan etnografis. Sejak pertemuan pertama sampai wawancara trakhir, etnografer secara
berulang-ulang harus member penjelasan kepada informan.
- Penjelasan projek
- Penjelasan perekaman
- Penjelasan bahasa asli
- Penjelasan wawancara
- Penjelasan pertanyaan
Pertanyaan etnografis
- Pertanyaan deskriptif
- Pertanyaan structural
- Pertanyaan kontras

LANGKAH 3
MEMBUAT CATATN ETNOGRAFIS
BAHASA DAN CATATN ETNOGRAFIS
Suatu catatan etnografis meliputi catatan lapangan, alat perekam, gambar, artefak, dan benda-
benda yang lain yang mendokumentasikan suasana budaya yang dipelajari. Sebagaimana
dingkapkan oleh Charles O. Frake.

JENIS-JENIS CATATAN LAPANGAN


LAPORAN RINGKAS
LAPORAN YANG DIPERLUAS
JURNAL PENELITIAN LAPANGAN
ANALISIS DAN INTERPRETASI

LANGKAH 4

MENGAJUKAN PERTANYAAN DESKRIPTIF

PROSES HUBUNGAN

Hubungan merujuk pada suatu hubungan harmonis antara etnografer dengan informan. Hal ini
berarti bahwa pengertian dasar dari suatu kepercayaan telah berkembang sehingga
memungkinkan adanya arus informan secara bebas. Baik etnografer maupun informan
mempunyai perasaan yang positif terhadap wawancara, dan bahkan mungkin menikmatinya.

Keprihatinan
Penjajagan
Kerja sama
Partisipasi

BEBERAPA PERTANYAAN ETNOGRAFIS

Wawancara etnografis, dilain pihak dimulai dengan asumsi bahwa urutan pertanyaan-pertanyaan
merupakan sutau unsure tunggal dalam pemikiran manusia. pertanyaan selalu mengimplikasikan
jawaban.
RINGKASAN BUKU 2

Ciomas terletak 20 km sebelah Selatan Kota Serang. Ada dua nama tempat di provinsi Banten
yang menggunakan nama Ciomas, yaitu sebuah kecamatan yang terletak di antara kecamatan
Pabuaran dan kecamatan Padarincang, dan sebuah nama desa di Kecamatan Padarincang.
Seringkali ketika menyebut nama Ciomas, pikiran orang akan menghubungkannya dengan Golok
Ciomas, jawara, atau sikap keras, berani, bacokan, dan tindakan kekerasan lainnya. Konotasi
negatif terhadap orang Ciomas yang masih melekat sampai saat ini tentu saja bukan tanpa alasan
atau tanpa sebab. Seringnya tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang Ciomas baik
antar individu di daerahnya sendiri, atau dengan individu atau kelompok lain di luar daerahnya
yang tidak jarang menimbulkan korban fisik, bahkan korban jiwa, membuat label „keras dan
berani‟ pada orang Ciomas sulit dihapuskan dari persepsi masyarakat.
Kerusuhan ribuan massa masyarakat Padarincang yang terjadi baru-baru ini karena penolakan
pembangunan pabrik air mineral merek Aqua oleh PT Tirta Investama di wilayah mereka yang
diikuti oleh aksi penyanderaan Camat Padarincang, Wakapolres Serang, Kompol Amin Priyanto
dan satu anggota Polsek Padarincang, Brigadir Dodi, pada tanggal 2 10 Desember 2010 sebagai
aksi balasan atas penyanderaan lima warga Padarincang oleh Polres Serang pada tanggal 5
Desember 2010 merupakan aksi massal yang cukup berani dan nekat.1 Aksi kekerasan disertai
penghancuran sarana pembangunan pabrik dan penyanderaan aparat pemerintah dan aparat
hukum ini semakin membuat image orang Ciomas sebagai orang yang keras dan berani menjadi
lebih kuat dan kental. Tindak kekerasan dan sikap berani sekelompok orang tertentu dengan
berbagai latar belakang kondisi sosial budaya sebenarnya dimiliki oleh banyak masyarakat di
berbagai daerah baik di Indonesia maupun di negara lain. Istilah jago, jawara, pendekar, bandit
dan lain sebagainya merupakan istilah-istilah yang hampir merujuk ke sekelompok orang
tertentu yang memilki keberanian lebih dan seringkali melakukan berbagai aktifitas fisik atau
kekerasan baik untuk hal-hal yang dianggap benar maupun karena hal-hal sepele. Kekerasan itu
sendiri memiliki banyak makna bagi pelakunya. Kiefer, misalnya, menyatakan bahwa tindakan
kekerasan, bagi suku Tausug di Filipina, memilki makna kejantanan dan keberanian.2 Oleh
karena menunjukan keberanian merupakan suatu prilaku budaya yang mempunyai makna
simbolik tentang nilai dasar dari harga diri dan kehormatan laki-laki suku Tausug, maka tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat Tausugtersebut merupakan suatu prilaku budaya yang
memperoleh legitimasi dari lingkungan masyarakatnya.Selain itu, tindakan kekerasan yang
dilakukan dalam konteks untuk mempertahankan citra dan kehormatan diri sebagai laki-laki
merupakan suatu tuntutan budaya yang, apabila dipenuhi, dapat menimbulkan suatu kebanggaan
bagi yang bersangkutan.Dalam konteks ini, setiap tindakan kekerasan merupakan refleksi
simbolik dari nilai-nilai budaya masyarakat yang harus dipahami maknanya.3Dengan demikian,
tindakan kekerasan dan sikap berani yang ditunjukan oleh masyarakat Ciomas juga perlu
dipahami sebagai refleksi simbolik dari nilai-nilai dasar masyarakat yang harus dipahami
maknanya.
Popularitas Golok Ciomas sebagai salah satu jenis senjata khas Banten yang terkenal dengan
ketajaman dan kekuatan magisnya serta keunikan cara pembuatan dan ritualnya juga menjadi
karakteristik budaya tersendiri bagi masyarakat Ciomas. Tradisi pembuatan golok Ciomas
dengan berbagai ritual mistisnya merupakan tradisi dan warisan budaya Banten masa silam yang
sampai saat ini masih terjaga kelestariannya.5 Keberadaan golok ini, tentu saja bukan hanya
menjadi peninggalan dan warisan budaya kebanggaan orang Ciomas, tapi juga masyarakat
Banten pada umumnya. Barangkali, keberadaan Golok Ciomas ini pun memperkuat label „keras
dan berani‟ bagi masyarakat Ciomas karena Golok adalah simbol keperkasaan, kejantananan,
dan keberanian. Makna ini pun akan melekat pada orang yang memilki dan selalu menyelipkan
golok di pinggangnya kemanapun dia pergi. Dalam hal ini, tentu saja sebutan jawara lagi-lagi
muncul untuk orang-orang yang selalu membawa-bawa golok yang selalu terselip di
pinggangnya.
Golok Ciomas, Jawara, dan Sikap berani serta tindakan kekerasan yang menjadi image bagi
masyarakat Ciomas, tentu saja sebagai salah satu daerah yang berada di Wilayah Banten yang
terkenal religious, masyarakat Ciomas juga memiliki pemahaman Islam yang kuat dan
melakukan berbagai aktifitas sosial keagamaan berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Pemahaman
Islam yang kuat tidak lepas dari keberadaan pesantren dan juga kyai serta ustadz yang hampir
selalu ada di tiap kampung di Ciomas sebagai transmitter ajaran-ajaran Islam melalui pengajian
AL-Qur‟an dan kitab-kitab Arab klasik lainnya baik yang dilaksanakan di pesantren, masjid,
majlis ta‟lim maupun di rumah-rumah penduduk. Masyarakat di Ciomas diajarkan ngaji dan
sholat serta berbagai ritual ibadah lainnya sejak mereka kecil, dan umumnya mereka sudah bisa
membaca Al-Qur‟an sejak kecil karena di tiap-tiap rumah hampir selalu ada pengajian Al-
Qur‟an yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya setiap habis shalat magrib.
Disamping itu, keberadaan seorang kyai tasawuf di desa Ciomas serta beberapa ahli hikmah yang
bukan hanya terkenal di daerah Banten, tapi juga di luar daerah Banten, menjadi magnet
tersendiri bagi orang-orang diluar Banten seperti Jawa, Sumatera, Jakarta dan lain sebagainya
untuk datang ke Ciomas mengunjungi kyai-kyai tersebut dengan berbagai tujuan. Satu
karakteristik budaya Ciomas yang tak kalah menarik adalah penggunaan bahasa Jawa Banten dan
Bahasa Sunda Banten yang digunakan oleh masyarakat Ciomas.Menariknya adalah, ada
beberapa kampung yang menggunakan Bahasa Jawa, sementara daerah Ciomas dikenal sebagai
masyarakat yang berbahasa Sunda.Tentu hal ini tidak lepas dari perjalanan historis masyarakat
Banten, dimana ada 6 dua etnis yang kemungkinan dulunya masuk dan menyebar di daerah
Ciomas, yaitu etnis Jawa dan etnis Sunda.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Kelebihan

A. Dilihat dari aspek cover buku gerakan sosial ini cukup menarik perhatian pembaca karena
tampilan warna serta gambar yang menarik seehingga dapat menarik pembaca untuk membaca
buku tersebut .

B. Dari segi layout dan tata letak , buku ini disusun rapi dan tidak membosankan pembaca . Buku
ini juga berisikan identitas penulis yang lengkap .

C. Buku ini banyak menggunakan pendapat dari para ahli sehingga sumber dapat dipercaya .
Kelebihan Buku

D. Cover buku ini cukup menarik dikarenakan desain warna yang cerah. Buku ini disusun sesuai
dengan materi diktat perkuliahan mahasiswa yang mengambil mata kuliah profesi pendidikan.
Setiap materi dirangkum dengan bahasa yang mudah dimengerti dan disertai pengertian (teori)
yang membuktikan keakuratan buku ini. Penjelasan pun dijelaskan secara detail oleh penulis.

2. Kelemahan

A. Dari segi bahasa , buku gerakan sosial ini terdapat kata yang membuat pembaca harus
berusaha mencari tahu apa arti dari kata tersebut . Sehingga akan menyulitkan pembaca dalam
langsung memahami apa maksud dari penulis .

B. Penjelasan pada buku ini terlalu bertele – tele dalam menyampaikan kata kata sehingga
membutuhkan konsentrasi yang cukup tinggi bagi pembaca untuk menganalisis maksud dari
penjelasan penulis .
C. Tidak terdapat gambar atau pun tabel penjelasan sehingga kurang membantu menjelasan teks
dalam buku tersebut .

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian yang
menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna tersebut terekspresikan secara langsung
dalam bahasa, dan di antara makna yang diterima, banyak yang disampaikan hanya secara tidak
langsung melalui kata-perkata dan perbuatan.

Saran

Pada buku ini para mahasiswa maupun pelajar atau pembaca diharapkan menggunakan metode
penelitian ernografi dengan baik. Membuat dan memahami makna dari metode penelitian
etnografi.
DAFTAR PUSTAKA

James P. Spradley (2007), Metode Penelitian Etnografi,Tiara Wacana, Yogyakarta.

Humaeni, Ayatullah (2017), Budaya dan Religi, Laboratorium Bantenologi. serang.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai