Disusun oleh :
KELOMPOK V
PENDIDIKAN FISIKA B
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul MAKALAH ALIRAN FILSAFAT PERENIALISME, ESSENSIALISME DAN
REKONSTRUKSIONISME tepat waktu.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak faisal S.Pd M.Pd selaku
dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
KELOMPOK V
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
3. Untuk mengetahui ciri-ciri dari aliran filsafat pendidikan Perenialisme, Essensialisme dan
Rekontruksionalisme
PEMBAHASAN
ALIRAN PERENIALISME
A. Pengertian perenialisme
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau
“lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu
adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan
zaman moderen telah menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia.
Mengatasi krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan
masa lampau” regresive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting
peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren ini kapada
kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal yang telah teruji ketangguhannya. Asas
yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang terkiblat dua, yaitu (a)
perenialisme yang theologis – bernaung dibawah supremasi gereja katolik. Dengan orientasi
pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas – dan (b) perenialisme sekuler berpegang pada ide dan
cita Plato dan Aristoteles.
Aliran perenialisme lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi
terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa
ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-
prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa
tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
Kira-kira abad ke-6 hingga abad ke-15 merupakan abad kejayaan dan keemasan filsafat
perenialisme. Namun, mungkin saja kita bisa saja dengan terburu-buru melihat perkembangan
filsafat perenial ini hanya dalam kerangka sejalan pemikiran barat saja, melainkan juga terjadi di
wilayah lainnya dan memang harus tetap diakui bahwasanya jejak perkembangan filsafat
perenial jauh lebih tampak dalam konteks sejarah perkembangan intelektual barat, apalagi
sebagai jenis filsafat khusus, filsafat ini mendapat eleborasi sistem dari para perenialis barat,
seperti Agostino Steunco. Namun, filsafat perenial atau yang sering disebut sebagai
kebijaksanaan univeral, disebabkan oleh beberapa alasan yang kompleks secara berangsur-
angsur mulai rumtuh menjelang akhir abad ke-16. Salah satu alasan yang paling dimonan
adalah perkembangan yang pesat dari pilsafat materialis. Filsafat materialis ini membawa
perubahan yang radikal terhadap paradigma hidup dan pemikiran manusia pada saat itu.
Memasuki abad ke-18, karena pengaruh filsafat materialis, bayak aspek relita yang
diabaikan, dan yang tinggal hanyalah mekanistik belaka. Filsafat materialis ini begitu kuat
mempengaruhi pola pikir manusia abad modern yang merentang sejak abad ke-16 hingga akhir
abad ke-20. Memasuki akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, sehingga pada tia-tiap bentuk
pemikiran baru yang muncul hingga pada zaman kontemporer. Dan zaman kontemporer inilah
dapat dikatakan zama kebangkitan filsafat perenialisme.
1. Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles
dan Santo Thomas Aquines.
2. Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai
abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
4. Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman
pertengahan (renaissance).
Peremialisme memandang bahwa realitas itu bersifat universal dan ada dimana saja, juga sama
disetiap waktu. Inilah jaminan yang dapat dipenuhi dengan jalan mengerti wujud harmoni
bentuk-bentuk realita, meskipun tersembunyi dalam satu wujut materi atau pristiwa-pristiwa
yang berubah, atau pun didalam ide-de yang bereang.
Perennialisme mengakui bahwa impresi atau kesan melalui pengamatan tentang individual
thing adalah pangkal pengertian tentang kebenaran. Tetapi manusia akan memperoleh
pengetahuan lebih tepat jika bersandar pada asas-asas kepercayaan dan bantuan wahyu; dan
itulah tahu dalam makna tertinggi, yang ideal
Pandangan tentang hakikat nilai menurut perennialisme adalah pandangan mengenai hal-hal
yang bersifat spiritual. Yang absolut atau ideal (Tuhan) adalah sumber nilai dan oleh karena itu
nilai selalu bersifat teologis.
-Pendidikan
-Tujuan pendidikan
Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah yang harus
menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya adalah membantu
peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang abadi agar
mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup
Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari
aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas
Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Aristoteles: Mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan alam
kehidupan manusia sehari-hari. Manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus
ALIRAN ESENSIALISME
Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda
dengan progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14
Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha
untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala,
terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa
tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua
cabang dari aktivitas manusia. 14 Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930 dengan
beberapa orang pelopornya seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac
L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut dengan “the
essensialist committee for the advancement of American Education” sementara Bagley sebagai
pelopor esensialsme adalah seorang guru besar pada “Teacher College” Colombia University.
Bagley yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah mentransmiskan warisan budaya dan sejarah
kepada generasi muda.
Aliran ini populer pada tahun 1930 an dengan populernya Wiliam Bagley (1874-1946).
Pada awal abad ke-20 aliran ini dikritik sebagai aliran kaku untuk mempersiapkan siswa
memasuki dunia dewasa. Namun, dengan suksesnya Ui Sopiet dalam meluncurkan Sputnik
pada tahun 1957, minat pada aliran ini kembali hidup. Pada tahun 1983 The President’s
Commission on Excellence in Education di AS menerbitkan laporan, A Nation at Risk, yang
memperlihatkan kehidupan penganut aliran esensialis.
C. Ciri-Ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai
berikut:
1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang
memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2. Pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa
balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3. Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka
menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
Dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada
cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia
haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah
membentuk kebahagiaan dunia dan akherat. Isi pengetahuannya mencakup, kesenian dan
segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistomologi
esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan
makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya
mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi
pengetahuannya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi sosial, dan agama.
sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan
buruk.Penganut idealisme berpegang bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos,
karena itu seseorang dikatakan baik jika banyak interaktif berada didalam dan melaksanakan
hukum-hukum itu.
Teori Nilai Menurut Realisme:
kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual, melainkan tergantung dari apa atau
bagaimana keadaannya bisa dihayati oleh subjek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula
dari sikap subjek tersebut
Essensialisme yang didukung oleh pandangan idealisme berpendapat bahwa bila seseorang itu
belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk
memahami dunia objektif. Akal budi manusia membentuk, mengatur, mengelompokkannya
dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip itu dapat dikatakan bahwa belajar pada seseorang
sebenarnya adalah mengembangkan jiwa pada dirinya sendiri sebagai substansi spritual. Jiwa
membina dan menciptakan dirinya sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal dengan
sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan
dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya (Barnadib:1996:56). Belajar adalah
cerminan dari jiwa yang aktif.
Esensialisme didasari atas pandangan humanis yang merupakan reaksi tehadap hidup yang
mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan meterialistik. Selain itu juga diwarnai oleh
pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Beberapa tokoh
utama dalam penyebaran aliran esensialisme adalah:
1. Johann Amos Comenius, yang hidup di seputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang
memiliki pandangan realitas dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan
mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan, karena pada
hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
2. John Locke, tikoh dari inggris yang hidup pada tahun 1632-1704 sebagai pemikir dunia
berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
3. Johann Henrich Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalistis yang
hidup pada tahun 1746-1827. Pestalozzi memiliki kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu
tercermin pada manusia, sehingga pada manusia terdapat kemampuan-kemampuan
wajarnya.
4. Johann Friederich Frobel, 1782-1852 sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintetis
dengan keyakinannya bahwa manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang merupakan
bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan
hukum alam.
5. Johann Friederich Harbert, yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah seorang
murid dari Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Harbert berpendapat bahwa
tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang
Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang
disebut proses pencapayan tujuan pendidikan oleh Harbert sebagai pengajaran yang
mendidik.
6. William T. Harris, tokoh dari Amerika Serikat hidup pada tahun 1835-1909. Harris yang
pandanganmya dipengaruhi oleh Hegel berusaha menerapkan idealisme obyektif pada
pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita
berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual.
REKONSTRUKSIONISME
A.Pengertian Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata Rekonstruksi, tersusun dari dua kata "Re" yang
artinya kembali dan "konstruk" yang artinya menyusun. Jika keduanya digabungkan maknanya
menjadi penyusunan kembali. Dalam filsafat pendidikan rekonstruksionisme adalah suatu aliran
yang berupaya merombak tata susunan lama dan juga tata susunan hidup kebudayaan yang
mempunyai corak modern serta menjadi kesepakatan antar manusia.
Lahirnya aliran rekonstruksionisme ini berawal dari krisis kebudayaan modern, sama
halnya dengan aliran perenialisme. Menurut Muhammad Noor Syam seperti yang dikutip
Jalaluddin (2010:118-119), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan, dan kesimpangsiuran. Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini
tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai
visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan
kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni
dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling
ideal.
Suatu ketika pada tahun 1930, George Count dan Harold Rugg muncul gagasan yang
bermaksud ingin membangun masyarakat baru, yang pantas dan adil. Dari sinilah awal
kemunculan aliran ini. Ide gagasannya selanjutnya didukung oleh pemikiran progresif Dewey,
dan menjelaskan bahwa aliran rekonstruksionisme berlandaskan filsafat pragmatisme (Teguh
Wangsa, 2011:190). Berawal dari pemikiran Theodore Brameld, mereka terinspirasi melalui
karya filsafat pendidikannya, mulai dari Pattern of Educational Philosophy (1950), Toward a
reconstructed Philosophy of Education (1956), dan Education as Power (1965).
C.Tokoh-Tokoh Aliran Rekonstruksionisme dan Pemikirannya
1. Rekonstrusionisme sebagai salah satu aliran dalam filsafat pendidikan pertama kali
diprakarsai oleh John Dewey pada tahun 1920 melalui karyanya yang berjudul “Reconstruction
in Philosophy”. Kemudian aliran ini berlanjut dengan munculnya tokoh-tokoh lain seperti
Caroline Pratt, George Counts, Harold Rugg, John Hendrik dan Muhammad Iqbal sebagai wakil
dari tokoh intelektual muslim.
2. George Counts dan Harold Rugg sebagai tokoh penggerak aliran rekonstrusionisme yang
dipelopori John Dewey bermaksud ingin membangun masyarakat baru yang dipandang pantas
dan adil. Dalam karya klasik milik George Counts yang berjudul “Dare the Schools Build a New
Social Order” yang terbit pada tahun 1932 sebagaimana yang dikutip Arthur K. Ellis, ia
berkeinginan menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat
(Muhmydaieli, 2011:172).
3. Hal yang sama dikemukakan oleh John Hendrik, bahwa rekonstrusionisme merupakan
reformasi sosial yang menghendaki budaya modern para pendidik. Rekonstrusionisme
memandang kurikulum sebagai problem sentral dimana pendidikan harus menjawab
pertanyaan beranikah sekolah membangun suatu orde sosial yang baru. Sehingga tujuan utama
dan tertinggi hanya dapat diraih melalui kerjasama antar bangsa tanpa membeda-bedakan
warna kulit, nasionalitas, dan kepercayaan supaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran
di tatanan sosial masyarakat akan terwujud. (Muhmydaieli, 2011:173)
4. Tak tertinggal pula dari kalangan intelektual muslim, Muhammad Iqbal (w. 1938) dalam hal
ini mengungkapkan, bahwa perubahan mendasar dalam pendidikan merupakan suatu
kebutuhan yang meliputi keseluruhan sistem pendidikan guna untuk membentuk pandangan
baru yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Menciptakan masyarakat baru melalui rekonstruksi
pendidikan merupakan suatu keharusan.
Tujuan Pendidikan
1. Siswa memiliki kesadaran akan problem sosial, politik, ekonomi umat manusia.
Tema pendidikan Pendidikan merupakan usaha sosial. Misi sekolah adalah untuk meningkatkan
rekonstruksi social Kurikulum
1. Semua bidang kajian yang meliputi sosial, politik, ekonomi umat manusia.
Kedudukan siswa Nilai-nilai budaya siswa yang dibawa ke sekolah merupakan hal yang
berharga. Keluhuran pribadi dan tanggung jawab sosial ditingkatkan, mana kala rasa hormat
diterima semua latar belakang budaya.
Metode Scientific inquiry sebagai metode kerja problem solving Peran Guru
Peran Sekolah
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of
Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a
very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu adalah aliran
perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-
norma yang bersifat kekal abadi. Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman
moderen telah menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi
krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa
lampau” regresive road to culture. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-
ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka
untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Aliran
Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan
keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung
Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat
mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi
pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi
adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu,
yaitu zaman Renaisans. Rekonstruksionisme berasal dari kata Rekonstruksi, tersusun dari dua
kata "Re" yang artinya kembali dan "konstruk" yang artinya menyusun. Jika keduanya
digabungkan maknanya menjadi penyusunan kembali. Dalam filsafat pendidikan
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berupaya merombak tata susunan lama dan juga
tata susunan hidup kebudayaan yang mempunyai corak modern serta menjadi kesepakatan
antar manusia.
3.2 Saran
Saran yang dapat di sampaikan yaitu makalah ini masih jauh dari sempurna, jadi diharapkan
kritikan dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
http://wahyudisy.blogspot.com/2008/01/aliran-progresivisme-aliran.html
https://irfanyudhistira.wordpress.com/2016/11/01/aliran-rekonstruksionisme-dalam-
pandangan-filsafat-pendidikan-islam/html
https://www.kompasiana.com/cinderaindah/5db5e9b4d541df1efe72ee42/penerapan-aliran-
filsafat-pendidikan-essensialisme-dalam-dunia-pendidikan