Anda di halaman 1dari 12

Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha

Vol. 2, No. 1, Mei 2021


e-ISSN: 2774-3632

Implementasi Sekolah Nava Dhammasekha Dalam


Pembentukan Keyakinan Ajaran Buddha
(Studi Kasus Siswa Paud Dhammasekha Tusita Vihara
Isipatana)
1Cicih Komala Dewi,2Ruby Santamoko
1,2 STAB Dharma Widya

Alamat Surat
Email: stabdw@gmail.com, ruby@stabdharmawidya.ac.id

Article History:
Received: 30-Maret-2021; Received in Revised: 14-April-2021; Accepted: 28-April-2021

ABSTRAK
Penelitian ini mengangkat peran serta Sekolah Nava Dhammasekha dalam pembentukan
keyakinan (saddha) ajaran Buddha agar dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari sedari
anak masih usia dini, permasalahan yang timbul dapat dilihat bahwa rendahnya minat
masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di pendidikan Nava Dhammasekha
disebabkan kurangnya sosialisasi keberadaan sekolah tersebut, kurangnya penerapan
kurikulum yang belum sesuai, kekuatiran setelah lulus dari Nava Dhammasekha bisakah
dilanjutkan sekolah umum, kurangnya sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga
kependidikan yang belum sesuai kompetensi dari jenjang pendidikan. Maka dari hasil
pembahasan disimpulkan masyarakat harus memperoleh informasi yang cukup tentang
Nava Dhammasekha yang berada di Vihara Isipatana sangat dibutuhkan oleh umat Buddha
sekitar, sudah kebijakan pemerintah mengenai Sekolah Nava Dhammasekha yang
disamakan dengan jenjang formal saat mau melanjutkan ke jenjang selanjutnya, perlu
ditambahnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar di
sekolah Nava Dhammasekha, tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi S1 jurusan
pendidikan PAUD minimal lulusan Pendidikan Keagamaan Buddha yang diakui oleh
negara, hal ini mutlak dibutuhkan sesuai dengan tuntutan jaman di era digitalisasi karena
pendidik yang profesional jelas memahami sistem pendidikan di Indonesia. Untuk
mencapai tujuan penelitian di atas penulis menggunakan metode penelitian ini adalah
kualitatif deskriptif yang mempergunakan hasil observasi langsung, wawancara terbuka
dan kemudian mengambil kesimpulan. Mengingat data yang dianalisis berupa teks yang
bersifat kualitatif, maka penulis menggunakan analisis data secara pengamatan dan

Halaman 43
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha
licensed under CC BY 4.0 Copyright © 2021 pada penulis
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

keterlibatan observasi pada obyek yang diambil. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa
pendidik perlu mengajarkan nilai-nilai keyakinan (saddha) terhadap pencapaian brahma
vihara, diantaranya memiliki perilaku yang mencerminkan sikap; beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, dan Tiratana, berkarakter, jujur, dan peduli, bertanggungjawab,
pembelajar sejati sepanjang hayat, dan sehat jasmani dan rohani sesuai dengan
perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam
sekitar, bangsa, dan negara.
Kata kunci: Implementasi Sekolah Nava Dhammasekha; dalam pembentukan
keyakinan ajaran Buddha

ABSTRACT
This research raises the role of the Nava Dhammasekha School in the formation of Buddhist
beliefs (saddha) so that it can be applied in everyday life from an early age, the problems
that arise can be seen that the low interest of the community to send their children to Nava
Dhammasekha education is due to lack of socialization. the existence of these schools, the
lack of inappropriate application of the curriculum, concerns after graduating from Nava
Dhammasekha whether it can be continued by public schools, lack of facilities and
infrastructure, educators and educational staff that do not match the competencies of the
educational level. So from the results of the discussion it was concluded that the
community must obtain sufficient information about Nava Dhammasekha at the Isipatana
Vihara which is needed by the surrounding Buddhists, there is a government policy
regarding the Nava Dhammasekha School which is equated with the formal level when they
want to continue to the next level, it is necessary to add facilities and infrastructure. As a
support for teaching and learning activities at the Nava Dhammasekha school, educators
must have a qualification of S1, majoring in PAUD education, at least a graduate of Buddhist
Religious Education recognized by the state, this is absolutely necessary in accordance with
the demands of the era in the era of digitalization because professional educators clearly
understand the education system in Indonesia. . To achieve the above research objectives
the writer uses this research method is descriptive qualitative which uses the results of
direct observation, open interviews and then draws conclusions. Given that the data
analyzed is in the form of qualitative text, the writer uses observational data analysis and
involvement of observations on the object taken. The results of this study indicate that
educators need to teach the values of belief (saddha) towards the achievement of the
Brahma vihara, including having behavior that reflects attitudes; have faith and devotion to
God Almighty and Tiratana, have character, are honest, and care, responsible, lifelong true
learners, and are physically and mentally healthy in accordance with the development of
children in the family, school, community and natural environment, nation and state.
Keywords: Implementation of the Nava Dhammasekha School; in the formation of
Buddhist beliefs

1. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

Halaman 44
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632
bangsa dan negara. Demikian pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari konsep tersebut terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kemajuan teknologi di era globalisasi diberbagai
bidang kehidupan seperti dalam bidang sosial, agama, hukum, budaya atau bidang
Pendidikan terus menerus berkembang dari waktu ke waktu, sehingga membuat setiap
orang bersaing dan saling melengkapi dalam memenuhi kebutuhan dan kegiatannya.
Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat diperlukan sikap saling menghargai,
menghormati dan toleransi dalam melakukan berbagai kegiatannya. Khusus dalam
kehidupan antar umat beragama Buddha diperlukan sifat yang telah diajarkan oleh Sang
Buddha agar dapat membentuk keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, Sangha. Proses
pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
Pengembangan potensi itu mensyaratkan bahwa pendidikan harus berorientasi pada
siswa. Artinya siswa harus dipandang sebagai organisasi yang sedang berkembang dan
mempunyai potensi, tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi itu.
Tujuan Pendidikan Nasional adalah berupaya untuk memperluas dan melakukan
pemerataan pendidikan formal dan informal yang bermutu bagi seluruh warga negara
Indonesia secara optimal. Sebagai perwujudan pencapaian tujuan tersebut, maka belajar
merupakan suatu proses aktif yang memerlukan dorongan dan bimbingan agar tercapai
tujuan pendidikan yang dikehendaki.
Dalam Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab 1, Pasal 1, butir 14 pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki lebih
lanjut. PERMENDIKNAS NO. 58 TAHUN 2009). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
upaya merupakan suatu upaya untuk mencerdaskan dan mencetak kehidupan bangsa
yang bertaqwa, cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara, terampil, berbudi pekerja
berbudi pekerti, dan santun serta mampu menyelesaikan permasalahan
dilingkungannya. Sejalan dengan tuntutan terhadap Pendidikan Agama Buddha,
berbagai isu yang sedang berkembang disekitar lingkungan anak dijadikan bahan atau
materi pembelajaran agar siswa memiliki pandangan yang benar sesuai dengan
perspektif ajaran Buddha serta mampu menyikapi dalam bentuk perilaku atau
penghidupan benar.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang
Pendidikan Keagamaan Buddha, Pasal 4 (1) Pendidikan Keagamaan Buddha formal
disebut Pendidikan Dhammasekha. 2014, No. 1384 5 (2) Pendidikan Dhammasekha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang
bersumber dari ajaran Buddha pada jenjang pendidikan anak usia dini, Pendidikan
Dasar, dan Pendidikan Menengah. (3) Pendidikan Dhammasekha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Pasal 5 Pendidikan Dhammasekha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri
atas: a. Nava Dhammasekha setara dengan pendidikan usia dini ditempuh selama 1
(satu) tahun sampai 2 (dua) tahun; b. Mula Dhammasekha setara dengan Sekolah Dasar
(SD) ditempuh selama 6 (enam) tahun; c. Muda Dhammasekha setara dengan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) ditempuh selama 3 (tiga) tahun; d. Uttama Dhammasekha
setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh selama 3 (tiga) tahun; dan e.

Halaman 45
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Uttama Dhammasekha Kejuruan setara dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


ditempuh selama 3 (tiga) tahun.
Satu-satunya kekuatan dalam penyelenggaraan Pendidikan Nava Dhammasekha
ternyata belum begitu dikenal dikalangan umat Buddha sehingga masih sangat sedikit
dalam pendirian pendidikan tersebut. Di Indonesia jumlah Nava Dhammasekha
berdasarkan data yang masuk dalam Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha
berjumlah 25 sekolah yang tersebar di Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Di
Propinsi Banten sendiri baru tiga (3) sekolah yang masuk dan berani mendirikan
pendidikan tersebut, yaitu: 1). Pendidikan Dhammasekha Bodhisatta di Kecamatan
Teluknaga, Kabupaten Tangerang, 2). Pendididikan Karuna di Kecamatan Teluknaga
Kabupaten Tangerang, 3) Pendidikan Dhammasekha Punna Karya di Kecamatan Curug
Kabupaten Tangerang. Ketika Dhammasekha tersebut masih membutuhkan perhatian
besar dari pemerintah diantaranya; tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
prasarana dan pendukung lainnya sebagai bentuk perhatian pemerintah atau negara
kepada sekolah tersebut.
Rendahnya minat masyarakat Buddhis disebabkan oleh kurangnya sosialisasi
pejabat yang berwenang sehingga siswa yang bersekolah di sekolah tersebut jauh dari
harapan kita semua. Ketidak-tahuan masyarakat, akan sekolah tersebut menimbulkan
perhatian besar sehingga Dhammasekha tersebut tidak berjalan, oleh karena itu ke
depan perlu pembinaan terhadap umat Buddha secara umum agar mengetahui
keberadaan sekolah formal yang dimiliki oleh umat Buddha. Berdasarkan pengamatan
peneliti masyarakat masih merasa kuatir dan ragu-ragu terhadap mutu pendidikan
tersebut yang seolah-olah lulusan Sekolah Dhammasekha ini tidak bisa melanjutkan ke
jenjang selanjutnya. Selain itu rendahnya keyakinan terhadap ajaran Buddha sehingga
para orang tua menyekolahkan putra-putrinya di luar sekolah tersebut.
Semangat belajar siswa di lingkungan sekolah merupakan masalah yang komplek,
baik saat tatap muka maupun secara tidak langsung. Di masa pandemik Covid 19 (Corona
Virus Disease atau 2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV) seperti ini minat peserta
didik rata-rata mengalami penurunan, hal ini dapat terlihat dari keaktifan peserta didik
saat pembelajaran online berlangsung yang juga hasil dari tugas-tugas yang dikerjakan.
Sebagian peserta didik cenderung mengabaikan pembelajaran secara online terutama
saat mengerjakan tugas yang terkesan dikerjakan dengan tergesa-gesa dan tidak teliti.
Peserta didik cenderung lebih menyukai bermain game, nonton tv, atau bermain internet
dibandingkan dengan belajar. Hal ini sering dikeluhkan oleh sebagian orang tua.
Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran di sekolah maupun secara online di rumah
sangat bergantung pada semangat belajar dan kedisiplinan Peserta didik. Selain peserta
didik semangat dalam mengikuti pembelajaran online, orang tua juga berperan sangat
penting. Peserta didik yang orang tuanya tidak bekerja di luar atau bekerja secara WFH
(Work From Home) cenderung lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran karena
orang tuanya berperan aktif secara langsung untuk memantau, mengajari,memotivasi
dan seterusnya ketika kurang bersemangat dalam belajar. Dalam masa pandemi Covid-
19 ini para peserta didik beserta keluarga dan lingkungan juga harus menjaga kesehatan
dengan selalu mematuhi anjuran Pemerinta untuk selalu memathi aturan 3M (Mencuci
tangan, Memakai masker, dan Menjaga jarak), seperti yang diajarkan oleh Guru Agung
Buddha Gotama dalam Sedaka Sutta (SN 47.19): “Attānam, bhikkhave, rakkhanto param

Halaman 46
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632
rakkhati, param rakkhanto attānam rakkhati”. “Para bhikkhu, seorang yang menjaga
(melindungi) dirinya, dia menjaga orang lain; seorang yang menjaga orang lain, dia
menjaga dirinya.”
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (qualitative research) dengan
pendekatan studi kasus (case study) karena ingin memahami suatu fenomena terkait
dengan individu atau suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu tertentu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus ditelti, dan
juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan
jumlah responden sedikit atau kecil. Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus ditelti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah responden sedikit
atau kecil. Tahap melakukan wawancara secara langsung dengan pendidik dan siswa
yang berhubungan dengan masalah yang akan penulis bahas yaitu implementasi sekolah
nava dhammasekha dalam pembentukan keyakinan ajaran Buddha, sejauh mana siswa
memahami dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
Masyarakat harus memperoleh informasi yang cukup tentang Dhammasekha.
Kehadiran sekolah Nava Dhammasekha yang berada di Vihara Isipatana sangat
dibutuhkan oleh umat Buddha sekitar, mengingat perkembangan anak pada
berbagai dimensi perkembangan tidak pernah terlepas dari kontek kehidupan
sosial dan budaya (cultur) sebagai permasalahan utama di masyarakat. Nava
Dhammasekha merupakan lembaga Pendidikan formal umat Buddha untuk
melakukan proses belajar yang dilakukan oleh satuan Pendidikan yang dimulai
dari pendidikan anak usia dini, diselenggarakan untuk mengembangkan kognitif,
afektif, dan psikomotorik yang sesuai dengan standar kelulusan yang diharapkan
pemerintah. Pengetahuan yang diperoleh lulusan seharusnya mampu untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara umum dan umat Buddha khusus.
Selain untuk keterampilan yang mendasari pendidikan dasar serta
mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin,
di sekolah tersebut aspek yang dikembangkan 1). Perkembangan kemampuan
gerak kasar, 2) Perkembangan kemampuan gerak halus, 3). Perkembangan
komunikasi pasif, 4). Perkembangan komunikasi aktif, 5) Perkembangan
kecerdasan, 6). Perkembangan anak dalam kemampuan individu, 7).
Perkembangan kemampuan sosial, dalam pendidikan anak usia dini adalah aspek
perkembangan perilaku dan pembiasaan yang meliputi nilai agama dan kemoralan
serta pengembangan kemampuan dasar yaitu pengembangan fisik, kognitif, bahasa
dan sosial emosional.
Bahasa anak usia dini dapat dikembangkan melalui tiga (3) jalur yaitu;
pendidikan informal, formal, dan non formal. Anak perlu menguasai bahasa asing,
terutama Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin, pengenalan bahasa asing sejak usia

Halaman 47
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

dini akan mempengaruhi kemampuan untuk anak menguasai bahasa tersebut.


Dalam penyampaian materi pembelajaran anak usia dini tentunya disesuaikan.
Sekolah adalah tempat yang tepat untuk anak-anak menimba ilmu
pengetahuan, dimana hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri adalah pengetahuan
yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali. Implementasi
merupakan sebuah tindakan yang mengarah kepada tujuan yang diajukan oleh
seseorang, sekelompok orang, pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan
tujuan mencari kesempatan atau peluang untuk mencapai suatu tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diharapkan tersebut.
Masyarakat Buddhis secara kualitas masih sangat rendah terhadap
pemahaman Dhammasekha yang sudah disosialisasikan pemerintah dalam hal ini
Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia. Bahkan
Dhammasekha menjadi icon utama sekolah tersebut. Sosialisasi terhadap
Dhammasekha sudah sejak tahun 2014 dan baru tahun 2019 ditetapkan sekolah
Nava Dhammasekha yang lebih dikenal di masyrakat dengan sebutan PAUD
sebagai sekolah umum.
Data terbaru dari pemerintah Nava Dhammasekha seluruh Indonesia
berjumlah 25 tersebar dari Sabang sampai Marauke, diantaranya di Kabupaten
Tangerang terdapat tiga Dhammasekha yaitu 1). Pendidikan Dhammasekha
Bodhisatta di Kecamatan Teluknaga, 2). Pendidikan Dhammasekha Karuna di
Kecamatan Teluknaga, 3). Pendidikan Dhammasekha Puñña Karya di Kecamatan
Curug Kabupaten Tangerang. Berdasarkan pengamatan peneliti sekolah tersebut
secara umum sudah berjalan sesuai dengan konsep yang disepakati pemerintah,
yaitu: standar isi, standar proses, standar kelulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, stndar
pembiayaan, dan standar penilaian.
Hasil pengamatan berdasarkan fakta dan data yang diperoleh peneliti di
lapangan masih dibutuhkan perbaikan atas kepuasan masyarakat. Oleh karena itu
sosialisasi kepada masyarakat dengan berkesinambungan dan tepat sasaran
terkait keberadaan Dhammasekha. Terdapat beberapa pandangan masyarakat
tentang berdirinya Dhammasekha dalam hal ini Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), yaitu:
1. Tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah;
2. Sistem kurikulum yang masih diragukan;
3. Tenaga pendidik yang belum standar kualifikasi;
4. Sistem pembelajaran yang belum sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan
pemerintah, dan
5. Sarana dan prasaran sekolah yang belum sesuai dengan standar yang baku;
6. Ketika siswa ada kendala di tengah jalan pendidikan berhenti maka bisa
melanjutkan di lembaga lain (in-on).
3.2 Hasil Analisa Interprestasi
Berdasarkan pengamatan, observasi, wawancara, dan tanya jawab kepada
responden seputar pendidikan Nava Dhammsekha secara khusus dan
Dhammasekha secara umum secara teori pendidikan Nava Dhammasekha tersebut

Halaman 48
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632
sudah berjalan sesuai dengan peraturan yang ada. Komponen-komponen yang
harus diperhatikan ke depan yang utama adalah fasilitas yang terdiri sarana dan
prasarana, manajemen, rekrutmen terhadap pendidik lambat-laun teratasi seiring
dengan banyaknya lulusan dari Sekolah Tinggi Agama Buddha yang ada seperti
Sekolah Tinggi Agama Buddha Dharma Widya, Sekolah Tinggi Agama Buddha
Negeri Sriwijaya, Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, dan beberapa lembaga
pendidikan yang siap untuk di terjunkan ke sekolah-sekolah sesuai dengan amanat
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik
Indonesia. Namun demikian menurut mengamatan peneliti ada beberapa hal yang
perlu ditingkatkan seperti biaya operasional yang terlalu tinggi. Peneliti sadar
bahwa biaya operasional sekolah itu dibagi menjadi dua; (1) biaya operasional dari
pemerintah artinya bahwa setiap kurun waktu tertentu akan mensubsidi
operasional tersebut untuk kelangsungan pendidikan Dhammasekha walaupun
belum maksimal, (2) biaya operasional yang sumbernya dari masyarakat berupa
sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), iuran-iuran lain yang sah dalam
operasional pendidikan Dhammasekha sehingga dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini pendidikan Dhammasekha belum mendapat biaya operasional sekolah
(BOS). Pemerintah melalui Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha
Kementerian Agama Republik Indonesia secara berkesinambungan mensubsidi
pendidikan Dhamasekha ini ke sekolah.
Sebuah pertanyaan yang patut direnungkan dan di telaah dengan seksama,
mengapa saat ini masyarakat tidak begitu percaya atau kepercayaan yang rendah
terhadap lembaga pendidikan yang bernama Dhammasekha, jangankan tahu
tentang apa saja yang diajarkan di sekolah tersebut, sebagian masyarakat ada yang
tidak tahu apa itu “Dhammasekha”. Kata Dhammasekha tidak begitu popular atau
dikenal di masyarakat. Padahal sebagai umat buddhis harusnya berbangga bahwa
saat ini sudah ada lembaga pendidikan yang dapat di selenggarakan oleh vihara-
vihara dan sekolah tersebut berstatus formal, artinya setelah selesai menempuh
Pendidikan di sekolah Nava Dhammasekha, siswa dapat melanjutkan pendidikan
ke tingkat yang lebih tinggi atau lanjut, di sekolah mana pun. Bukan hanya
Pemerintah yang gencar mempromosikan keberadaan Sekolah Dhammasekha,
namum masyarakat buddhis juga yang sudah mengetahui tentang sekolah tersebut
harus membantu mensosialisasikan keberadaan sekolah tersebut ke masyarakat,
agar masyarakat buddhis dapat menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah tersebut,
sekolah yang berbasis buddhis dalam penerapan kurikulum pembelajarannya. Di
Sekolah Dhammasekha siswa dibekali dengan materi pembelajaran secara teori
dan pembelajaran secara terapan atau praktek.
Di sekolah Nava Dhammasekha pembelajaran atau kurikulum pembelajaran
sama dengan sekolah umum lainnya yaitu; (1) memandang pendidikan sebagai
proses perkembangan inteligensi, daya kreatif, dan sosial individu yang
mendorong terciptanya kesejahteraan umum, (2) memandang pendidikan sebagai
proses reorganisasi dan rekonstruksi pengalaman individu sehingga dapat
menambah efisiensi individu dalam interaksi dengan lingkungan dan dengan
demikian mempunyai nilai sosial untuk memajukan masyarakat. Pendidikan anak
usia dini sangatlah di butuhkan, karena anak usia tersebut sangatlah berharga dan

Halaman 49
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

sering kita kenal dengan sebutan golden age atau masa keemasan, masa keemasan
ini merupakan masa yang paling penting dan menjadi dasar bagi perkembangan
anak selanjutnya sampai anak mencapai tingkat dewasa.
Dengan kurikulum atau materi pembelajaran yang jelas dan terarah tentunya
para orangtua siswa akan sangat tertarik menyekolahkan anaknya ke Sekolah
Nava Dhammasekha, karena kepercayaan terhadap mutu dan pendidik yang ada di
sekolah tersebut sudah terbangun dengan baik. Di samping di ajarkan tentang
kemoralan atau Sīla, budi pekerti, Brahma Vihāra (Metta, Karuna, Mudita dan
Upekkha), Samadhi (Meditasi), bersekolah di Dhammasekha juga berbiaya murah,
jadi sangat terjangkau biaya sekolahnya untuk masyarakat yang ekonomi
keluarganya masuk kategori kurang mampu. Semakin banyak anak yang
bersekolah di Nava Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana, secara otomatis atau
langsung sekolah Dhammasekha tersebut dikenal di masyarakat.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mewujudkan harapan
kepada Dhammasekha agar benar-benar dilaksanakan oleh masyarakat untuk di
menuju pendidikan formal. Salah satu solusi pendidikan Dhammasekha di
masyarakat dengan menerapkan dasar-dasar yang menurut pengamatan peneliti
ini bisa berangsur-angsur membaik seiring dengan kebutuhan pendidikan
keagamaan Buddha yang diimpikan oleh masyarakat Buddha agar sejajar dengan
pendidikan agama lain.
Solusi dari permasalahan yang timbul, melalui pemahaman akan pentingnya
pendidikan agama Buddha, maka melalui Sekolah Nava Dhammasekha terbentuk
secara pasti keyakinan akan ajaran Buddha, siswa jadi tahu apa itu perbuatan baik,
mengerti dan paham apa yang dimaksud dengan perbuatan tidak baik atau buruk,
siswa tahu bagaimana menghormati orang tua dan orang yang lebih tua, siswa
terus dan terus mempraktekkan apa yang telah diajarkan guru (Patipatti Dhamma)
tentang bagaimana menjadi anak yang disayangi dan saling menyayangi, anak
menjadi pribadi yang baik, semua itu tidak lepas dari penerapan sekolah
Dhammasekha dalam pembentukan keyakinan ajaran Buddha.
Pengelolaan yang dilakukan terhadap pendidikan Dhammasekha non formal
dan Dhammasekha formal meliputi kurikulum dan pembelajaran, peserta didik,
sarana dan prasana, tenaga pendidik dan kependidikan serta pembiayaan secara
signifikan berjalan di masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh disimpulkan
bahwa Dhammasekha non formal dalam hal ini paud fokus pada pengembangan
life skill dan layanan pendidikan keagamaan, sedangkan Dhammasekha formal
mengembangkan pendidikan sesuai dengan kurikulum umum dengan penyisipan
nilai-nilai buddhis. Pengelolaan Dhammasekha belum maksimal sesuai standar
pendidikan dan memiliki ketergantungan terhadap pemerintah dalam penyediaan
sumber dana, sarana dan prasarana dan peningkatan kompetensi pendidikan.
Dhammsekha non formal yang telah berjalan di beberapa daerah mempersiapkan
diri menjadi formal yang hingga sekarang belum terpenuhi standar pendidikan
terutama ketenagaan dan sumber pembiayaan. Dhammasekha non formal masih
berlangsung di masyarakat buddhis dengan menjalankan kurikulum sesuai
kebijakan dan keputusan yang ditetapkan.

Halaman 50
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632
Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa untuk mendukung proses
pembelajaran di suatu sekolah membutuhkan sarana dan prasarana yang baik.
Sarana merupakan alat langsung yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan, misalnya: ruang kelas, buku-buku, perpustakaan, laboratorium dan
sebagainya. Kondisi saat ini di lingkungan Sekolah Nava Dhammasekha Tusita
Vihara Isipatana yang peneliti amati untuk ruang kurang masih jauh dari kata
memadai, karena jumlah kelas tidak sesuai dengan tingkatan kelasnya, belum ada
ruang khusus untuk kepala sekolah, ruang para guru untuk para pengajar
meletakkan dan mengerjakan persiapan mengajar, ruang tata usaha untuk
melakukan aktifitas administrasi sekolah, karena saat ini semua itu menjadi satu
ruangan, ruang khusus perpustakaan untuk menata buku-buku pelajaran dan
pengetahuan umum, meja dan kursi untuk tempat siswa membaca, dan ruang
bimbingan konseling pun belum ada. lokasi atau tempat, bangunan sekolah,
lapangan olahraga, lapangan bermain dan sebagainya
Data-data yang diperoleh peneliti terdokumentasi dalam melakukan
tahapan-tahapan penelitian ini dari awal hingga terakhir sehingga tersusun skripsi
yang diharapkan bermanfaat dikalangan umat Buddha, sehingga dapat dipakai
sebagai acuan dan pengembangan pengelolaan Dhammasekha secara
berkesinambungan. Catatan peneliti sesuai dengan keputusan dengan Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia,
Pembimas Buddha, yayasan, pengurus dan guru Dhammasekha agar melaksanakan
tanggungjawab masing-masing sebagaimana tertuang pada keputusan yang
ditetapkan, sehingga Dhammasekha formal maupun non formal menjadi sekolah
yang dicari di masyarakat.
4. KESIMPULAN
Pendidikan Dhammasekha yang telah beroperasional khususnya di Kabupaten
Tangerang Provinsi Banten benar-benar diuji keabsahannya, kualitas pendidikannya
serta konsekuensi yayasan atas jalannya pendidikan Dhammasekha ini menginggat,
pemerintah termasuk pelaku pendidik tidak henti-hentinya unttk melakukan
pembaharuan kekinian yang tidak hanya berguna bagi pengembangan pendidikan
agama Buddha dan keagamaan Buddha tetapi pendidikan Dhammasekha ini bermanfaat
dalam misi dan visi ajaran Buddha yang sudah berkembang di masyarakat.
Sementara payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 dan
Peraturan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan
Buddha dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan keagamaan Buddha yang
merupakan dasar paying hukum atas pendidikan Dhammasekha ini sebaiknya
disosialisasikan kepada masyarakat untuk kelangsungan pendidikan Dhammasekha.
Penelitian ini dilakukan pada Nava Dhammasekha sebagai obyek penelitian yang
dilaksanakan oleh peneliti yaitu selama lebih kurang enam bulan mulai awal Desember
2019 sampai dengan April 2020 dengan obyek peneliti yaitu peserta didik Nava
Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana tingkat Sekolah Pendidikan Usia Dini di
Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang sebagai hasil penelitian yang bermanfaat
perkembangan agama Buddha di masyarakat sekitar Vihara Isipatana.

Halaman 51
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Masyarakat Buddha di sekitar lokasi penelitian diharapkan terbuka dan tahu


tentang pendidikan Dhammasekha yang digolongkan masih baru sehingga benar-benar
dipahami dan ketahui oleh masyarakat atas kelangsungan pendidikan Nava
Dhammasekha yang dalam waktu dekat akan dibuka di tingkat yang lebih tinggi yaitu
Mula Dhammasekha yang setingkat Sekolah Dasar. Dalam kesempatan ini, peneliti
mengamati fenomena pendidikan Buddha baik secara formal maupun non formal yang
diupayakan berkembang khususnya di Tangerang dan umumnya di Provinsi Banten.
Berdasarkan bahasan tersebut di atas maka disimpulkan:
1. Dari permasalahan yang timbul dapat dilihat bahwa rendahnya minat masyarakat
untuk menyekolahkan putra-putrinya di pendidikan Nava Dhammasekha disebabkan
kurangnya sosialisasi keberadaan sekolah Nava Dhammasekha, kurangnya
penerapan kurikulum yang belum sesuai dengan kurikulum Nava Dhammasekha dari
pemerintah, kekuatiran setelah lulus dari Nava Dhammasekha bisakah dilanjutkan
sekolah umum, kurangnya sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan
yang belum sesuai kompetensi dari jenjang pendidikan. Maka dari hasil pembahasan
disimpulkan masyarakat harus memperoleh informasi yang cukup tentang Nava
Dhammasekha yang berada di Vihara Isipatana sangat dibutuhkan oleh umat Buddha
sekitar, sudah dikeluarkannya kurikulum Nava Dhammasekha oleh pemerintah yang
perlu diterapkan sekolah Nava Dhammasekha Tusita Vihara Isipatana, sudah
kebijakan pemerintah mengenai sekolah Nava Dhammasekha yang disamakan
dengan jenjang formal saat mau melanjutkan ke jenjang selanjutnya, perlu
ditambahnya sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar di
sekolah Nava Dhammasekha, berdasarkan Surat Keputusan Nava Dhammasekha
tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi S1 jurusan pendidikan PAUD minimal
lulusan Pendidikan Keagamaan Buddha yang diakui oleh negara, hal ini mutlak
dibutuhkan sesuai dengan tuntutan jaman di era digitalisasi karena pendidik yang
profesional jelas memahami sistem pendidikan di Indonesia. Selain itu peran lembaga
dan seluruh stakeholder memastikan masyarakat bahwa pendidikan di Dhammasekha
ini khusus Nava Dhammasekha (PAUD) sama kedudukannya dengan sekolah-sekolah
yang setara seperti PAUD umum karena di Dhammasekha diterapkan sistem on in.
2. Terdapat hubungan secara teoritis seorang pendidik dalam pelaksanaan kurikulum
di Nava Dhammasekha untuk mengajarkan nilai-nilai keyakinan (saddha) terhadap
pencapaian brahma vihara, diantaranya memiliki perilaku yang mencerminkan sikap;
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, dan Tiratana, berkarakter, jujur, dan
peduli, bertanggungjawab, pembelajar sejati sepanjang hayat, dan sehat jasmani dan
rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.
3. Kurang minatnya tenaga pendidik mengajar di Nava Dhammasekha disebabkan
karena tingkat kesejahteraan yang secara alamiah dibutuhkan dalam meningkatkan
taraf hidup yang lebih baik dari kehidupan sekarang, terpenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari yaitu sandang dan pangan, lebih baik lagi kehidupan papan atau tempat
tinggal terpenuhi. Namun pada kenyataan mengajar di sekolah Nava Dhammasekha
jauh dari harapan tersebut.
4. Sarana dan prasarana yang digunakan oleh pendidikan Dhammasekha masih banyak
kekurangan, bahkan ada yang belum menyelesaikan pembangunan gedung karena

Halaman 52
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632
ketiadaan dana, sebagian lain harus menyewa gedung untuk operasional
Dhammasekha. Jika melihat perbandingan jumlah ruang dan jumlah peserta didik
sarana Dhammasekha sudah sangat layak, namun prasarana penunjang pembelajaran
yang masih sangat terbatas.
5. DAFTAR PUSTAKA
Badan Penerbit Ariya Surya Chandra (1991) Sigalovada Sutta, Sutta Pitaka Digha Nikaya,
Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha
Bhikkhu Bodhi. (2013). Khotbah-khotbah Numerikal Sang Buddha. Aṅgutara Nikāya.
Jakarta. Dhamma Citta Press.
Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi. (2013). Khotbah-khotbah Menengah Sang
Buddha. Majjhima Nikāya. Jakarta. Dhamma Citta Press.
Handaka Vijjānanda. (Agustus 2019). Buku Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti.
Apt. Ehipassiko Foundation. Cetakan III. Jakarta
Dharma K. Widya (2016). Mengenal Lebih Dekat Agama Buddha.Yayasan Dana
Pendidikan Buddhis Nalanda Jakarta
Dharma, B., Wijoyo, H., & Anjayani, N. S. (2020). Pengaruh Pendidikan Sekolah Minggu
Buddha terhadap Perkembangan Fisik-Motorik Peserta Didik Kelas Sati di
Sariputta Buddhist Studies. Jurnal Ilmu Agama Dan Pendidikan Agama Buddha,
2(2), 71-82.
Etika, W. (2019). Manfaat Etika dalam Berwirausaha menurut Pandangan Buddhis.
Jurnal Ilmu Agama Dan Pendidikan Agama Buddha, 1(1).
Fransisca, A., & Wijoyo, H. (2020). Implementasi Metta Sutta terhadap Metode
Pembelajaran di Kelas Virya Sekolah Minggu Sariputta Buddhies. Jurnal Ilmu
Agama dan Pendidikan Agama Buddha, 2(1), 1-12.
Handaka Vijjānanda. (Juli 2013). Buku Pelajaran Agama Buddha SMA 1. Apt. Ehipassiko
Foundation. Cetakan IV. Jakarta
Hendra, M., & Santamoko, R. (2019). Pengelolaan Kekayaan Duniawi Untuk Kebahagiaan
Kaum Perumah Tangga Menurut Buddha Dhamma. Jurnal Ilmu Agama dan
Pendidikan Agama Buddha, 1(1), 1-14.
Maha Pandita Widyadharma. (2007).Riwayat Hidup Buddha Gotama.MAGABUDHI

Halaman 53
Prosiding Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 2, No. 1, Mei 2021
e-ISSN: 2774-3632

Maurice Walshe.( 2009). Khotbah-khotbah Panjang Sang Buddha. Dῑgha Nikāya. Dhamma
Citta Press.
Mehm Tin Mon. (16 Juni 2018 Edisi Revisi Ketiga). The Essence of Buddha Abhidhamma.
Jakarta: Yayasan CatusaccaSammādiṭṭi.
Pustaka Penerbit Dhammavihārῑ Buddhist Studies. Faktor-faktor Mental. (Cetakan I, Mei
2017).
Pranata, J., & Wijoyo, H. (2020, November). ANALISIS UPAYA MENGEMBANGKAN
KURIKULUM SEKOLAH MINGGU BUDDHA (SMB) TAMAN LUMBINI TEBANGO
LOMBOK UTARA. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan (Vol. 2, pp. 778-786).
Pranata, J., & Wijoyo, H. (2020). Meditasi Cinta Kasih untuk Mengembangkan Kepedulian
dan Percaya Diri. Jurnal Maitreyawira, 1(2), 8–14.
Pranata, J., Wijoyo, H., & Suharyanto, A. (2021). Local Wisdom Values in the Pujawali
Tradition. 4, 590–596. https://doi.org/https://doi.org/10.33258/birci.v4i1.1642
Priyatiningsih & Lilis Juliati Arief. (2018). Modul Sekolah Minggu Buddha.
Kemenag.Bimas Buddha.
Tjhan Shao Ping. The Board Committee For Dhammayut In Indonesia. Kurikulum
Dhamma Tingkat Satu. Edisi I, Cetakan I, (Oktober 2016). Bandung.
Wijoyo, H., & Surya, J. (2017). Analisis penerapan Meditasi Samatha Bhavana di Masa
covid-19 terhadap Kesehatan mental umat buddha vihara dharma loka pekanbaru.
Sumber, 329.
Wijoyo, H., & Nyanasuryanadi, P. (2020). Analisis Efektifitas Penerapan Kurikulum
Pendidikan Sekolah Minggu Buddha Di Masa Pandemi COVID-19. JP3M: Jurnal
Pendidikan, Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat, 2(2), 166-174.
Wijoyo, H., & Girivirya, S. (2020). Pengaruh Pendidikan Sekolah Minggu Buddhis (SMB)
terhadap Perkembangan Fisik-Motorik Peserta Didik di SMB Sariputta Buddhist
Studies Pekanbaru. Jurnal Maitreyawira, 1(1), 39-52.
Wijoyo, H., & Nyanasuryanadi, P. (2020). Etika Wirausaha Dalam Agama Buddha. Jurnal
Ilmu Komputer dan Bisnis, 11(2).
Yayasan Dhammadipa Āramā. Kitab Suci Dhammapada. Direktorat Jenderah Bimbingan
Masyarakat Buddha Tahun Anggaran 2019.

Halaman 54

Anda mungkin juga menyukai