Anda di halaman 1dari 36

PERAN TRI GURU DALAM PEMBELAJARAN AGAMA HINDU DI SD

NEGERI 4 MEKAR BHUWANA, KECAMATAN ABIANSEMAL,


KABUPATEN BADUNG

Oleh:

I GUSTI BAGUS ADHITYA GANGGA

1.7.1.1.0.1.1.1.0

FAKULTAS DHARMA ACARYA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR 2020


JUDUL: Peran Tri Guru Dalam Pembelajaran Agama Hindu Di SD Negeri 4 Mekar
Bhuwana, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 

Kualitas sumber daya manusia memegang peranan penting dalam berbagai aspek
perkembangan dunia, khususnya dunia pendidikan. Pendidikan nasional yang berdasarkan
pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi
mengembangkan kemampuan dan menumbuhkan watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang berdemokrasi serta bertanggung jawab (Undang-Undang Nomer 20 Tahun untuk 2003).

Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang harus dibangun dengan sebaik
mungkin. Secara umum pendidikan adalah proses pembelajaran pengetahuan, keterampilan serta
kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari satu generasi ke generasi lainnya, dimana
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti yang luhur. Memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah, 1997:8). Pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa
cinta kepada tanah air dan mempertebal semangat dan rasa kesetiakawanan sosial.
Diamandengan hal tersebut perkembangan iklim belajar dan mengajar harus mampu
menumbuhkan rasa percaya diri, sikap dan prilaku yang inovatif dan kreatif, sehingga
pendidikan nasional mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan masa depan yang
dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab kepada pembangunan
bangsa  dan negara. Titik berat pembangunan dikenakan pada peningkatan mutu jenjang
pendidikan khususnya pendidikan agama karena sangat perlu diperdalam, karena dengan
pendidikan agama adalah dasar untuk melangkah untuk pendidikan selanjutnya.

Sejalan dengan pandangan di atas, PHDI Pusat (2000:23-24) menyatakan bahwa:


Pertama, pendidikan Agama Hindu dilingkungan keluarga adalah merupakan suatu upaya untuk
menumbuhkembangkan rasa bhakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui peningkatan
penanaman nilai-nilai budhi pekerti melalui rasa hormat terhadap orang-orang yang berada
dilingkungan keluarga untuk menuju rasa bhakti kepada Tuhan. Kedua, pendidikan Agama
Hindu di Sekolah adalah suatu upaya untuk membantu pertumbuhan jiwa raga anak didik sesuai
dengan dengan ajaran Agama Hindu. Ketiga, pendidikan di luar Sekolah adalah upaya untuk
membina pertumbuhan jiwa masyarakat dengan ajaran Agama Hindu sebagai pokok materi.

Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama yaitu antara keluarga,
masyarakat dan juga pemerintah. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa penyelenggaraan
pendidikan tidak dapat dipandang sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri tanpa keterlibatan
unsur-unsur penting lainnya. Jadi hormat-menghormati dalam kehidupan dunia pendidikan
penting untuk diterapkan, dikembangkan dan dimantapkan melalui pembinaan sehari-hari
disekolah. (Departemen Pendidikan dan kebudayan 1995:4). Untuk mencapai tujuan tersebut
diatas maka sekolah sebagai tempat siswa belajar mampu membina dan mempersiapkan anak
didik agar menjadi anak yang baik (suputra) yang berbhakti kepada Tri Guru. Tri Guru adalah
tiga guru yang memberi pendidikan secara jasmani dan rohani baik formal maupun non formal.
Tri Guru  itu terdiri dari Guru Rupaka, Guru Pengajian dan Guru Wisesa.

Guru Rupaka yaitu orang tua yang telah melahirkan kita, guru yang menjaga kita, guru
yang pertama memberikan pembelajaran kepada kita, mulai dari dalam isi hingga akhir hidup
kita, upacara didalam isi yang diujarkan upacara pagedong- gedongan dengan harapan dari orang
tua supaya bayinya yang dilahirkan sehat jasmani serta rohani serta nantinya hendak jadi anak
yang suputra.( PHDI, 19: 54). Guru pengajian merupakan guru yang mengajar kita secara resmi
di sekolah, maupun dipasraman- pasraman di masa dahulu. Guru pengajian ialah guru yang
menemukan penghargaan 2 kali maupun lebih karena disampaing memberikan pengetahuan pula
memberikan pembelajaran secara rohani.
Walaupun guru wisesa merupakan pemerintah. Pemerintah yang bijaksana, welas asih
serta adil terhadap rakyatnya, memberikan dedikasi dan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya.
Namun dilihat dari kenyataann dimasyarakat tiga pemegang utama dalam kehidupan manusia ini
tidak berfungsi atau tidak diterapkan dengan semestinya. Dalam keluarga banyak terjadi
kekerasan terhadap anak dengan orang tua, dimana orang tua yang tidak memiliki pendidikan
atau yang tidak bertanggung jawab. Kekerasan fisik maupun kekerasan kejiwaan sang anak, rasa
tertekan dan rasa takut tersebut yang terkadang menjadi penghalang besar dalam kemajuan
berpikir dan pekembangan sang akan untuk menjadi lebih dewasa dan cerdas. Pemikiran yang
terasing dari kasih sayang orang tua adalah hal pertama yang menghambat perkembanggan
pemikiran anak dan mempenggaruhi dari prestasi anak itu sendiri.

Mendapat motivasi dari orang tua itu sangat perlu baik itu dukungan material maupun
dukungan secara moril, karena seorang anak butuh perhatian lebih agar jiwa semangat belajar
dan rasa ingin tahunya semakin berkembang sehinggan pemikiran dewasa pun berkembang.
Namun kenyataannya pendidikan pertama di keluarga justru berbeda dari konsep orang tua
sebagai guru pertama di dunia pendidikan anak. Terutama di Indonesia anak yang berhenti
sekolah, anak yang bunuh diri, anak yang melawan orang tua dan sebagainya banyak terjadi itu
dikarenakan orang tua hanya diseibukkan dengan kesibukan kerja di kantor dan bahkan orang tua
ada yang disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja dan sama sekali tidak
memperhatikan perkembangan anak sehingga anak menjadi malas belajar, merasa tersisihkan
dan tidak mempunyai jiwa diri yang mau berbeda dari yang lain, tentu akibatnya anak tersbut
menjadi anak yang tidak jujur, kurang cerdas, tidak mempunyai pengalaman dan sebagainya. 

Peran yang kedua adalah peran guru disekolah, yang mana peran guru yang utama ini
kenyataan tidak sesuai dengan konsep yang sebenarnya. Banyak guru yang dalam pelaksanaan
belajar mengajar hanya sekedar mengajar, menuntaskan materi semata, melewatkan jam
mengajar dan bulan berlalu tanpa hasil yang memuaskan, sehingg yang menjadi korban pertama
adalah anak didik.

Peran yang ketiga adalah pemerintah, dimana pemerintah adalah pemegang atau yang
melingkupi dua unsur pendidikan sebelumnya itu, pemerintah adalah penyelenggara pendidikan
dan penyelenggara masyarakat. Dimana dalam kenyataan pemerintah terutama di Indonesia
banyak ditemukan bukti bahwa perhatian pemerintah kurang terhadap kemajuan mutu
pendidikan dan kecerdasan anak bangsa, yang mana kurang sesuai dengan undang-undang dasar
1945. Pemerintah lebih memfokuskan perhatian terhadap bidang ekonomi, saham dan politik
partainya. Pendidikan menjadi urutan yang jauh dari perhatian serius, padahal pendidikan adalah
peran utama dalam mencapai tujuan negara dan kesejahteraan negara.

Contoh yang nyata adalah sarana pendidikan di sekolah dasar sampai perguruan tinggi
belum merata. Masih sangat banyak bangunan yang tidak layak dipakai dan dibiarkan begitu saja
tanpa ada perubahan dari pemerintah. Saranan buku, dan saranan lainnya di sekolah masih sangat
kurang. Dalam peletakan sekolah yang tidak melihat seberapa pentingnya sekolah itu dibangun,
dan hal itu sangat menghambat perkembangan anak yang yang menjadi dampak besar adalah
merosotnya SDM bangsa. 

Jadi ketiga unsur tersebut sangat penting dalam dunia pendidikan apalagi pendidikan
agama hindu, orang tua yang memberikan perhatian dan pengarahan moral, etika dan penanaman
konsep kekeluargaan dan kebersamaan adalah perlu, guru yang mengajarkan konsep semangat
dan kecerdasan dalam menghadapai permasalahan dengan profesional dan pemerintah yang
memberikan sarana dan dukungan lainnya yang tentunya akan bisa meningkatkan SDM
Indonesia yang bermutu dan berkualitas. 

Maka dari itu, isu atau permasalahan yang ada adalah sebagai gambaran kecil
permasalahan di dunia pendidikan perlu adanya suatu cara atau metode, serta jalan keluar untuk
memecahkan permasalahan tersebut dengan berbagai pendekatan dan penelitian, permasalahan
tersebutlah yang dihadapi di Sekolah Dasar Negeri 4 Mekar Bhuwana, Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung yang mana terjadi kemunduran semangat belajar pada siswa yang ada di SD
tersebut maka dipandang sangat penting penelitian ini dilakukan untuk mengkaji permasalahan
tersebut yang menitik beratkan terhadap ” Peran Tri Guru Dalam Pembelajaran Agama Hindu Di
SD Negeri 4 Mekar Bhuwana, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung” Karena kenyataan
dilapangan bahwa ketiga peran penting diatas masih belum maksimal terlaksana dalam dunia
pendidikan di SD Negeri 4 Mekar Bhuwana maka perlu adanya penelitian dan pendekatan Tri
Guru dalam pelajaran agama hindu kepada siswa.
1.2 Rumusan Masalah

Dalam suatu penelitian perlu adanya rumusan masalah yang jelas sehingga dapat menjadi
acuan yang pasti tentang langkah-langkah yang diamati dalam melakukan pengkajian dan
penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dalam penelitian ini masalah yang
diteliti dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengapa Tri Guru berperan dalam pembelajaran Agama Hindu di SD Negeri 4 Mekar
Bhuwana?

2. Bagaimana peran Tri Guru dalam pembelajaran Agama Hindu di SD Negeri 4 Mekar
Bhuwana?

3. Apa dampak yang bisa dirasakan siswa dengan adanya peran Tri Guru dalam proses
pembelajaran Agama Hindu di SD Negeri 4 Mekar Bhuwana?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam setiap kegiatan pasti memiliki suatu tujuan, akan dapat menentukan arah dan
gerak suatu perubahan. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum 

Tujuan umum dari pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai acuan
untuk menambah konsep pembelajaran pendidikan agama Hindu melalui Peran Tri Guru Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di SD Negeri 4 Mekar Bhuwana, Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung .

2. Tujuan Khusus 

Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari hasil penelitian yang diperoleh nantinya
adalah : 

1) Untuk mengetahui Tri Guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SD Negeri 4 Mekar
Bhuwana.
2) Untuk mengetahui peran Tri Guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa di SD Negeri 4
Mekar Bhuwana.

3) Untuk mengetahui dampak yang bisa dirasakan siswa dengan adanya peran Tri Guru di SD
Negeri 4 Mekar Bhuwana.

D. Manfaat Penelitian 

Setiap kegiatan tentu adanya tujuan yang ingin dicapai yaitu berupa hasil. Hasil ini
nantinya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Suatu hasil penelitian
disarakan sangat berguna apabila memiliki kegunaan yang optimal. Sehubungan dengan hal
tersebut dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis 

Manfaat teoretis dari hasil penelitian yang dilaksanakan ini adalah dapat dijadikan
pedoman oleh para guru pendidikan Agama Hindu Sekolah Dasar dalam mengefektifkan dan
meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Hindu melalui Peran Tri Guru Dalam
Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD Negeri 4 Mekar Bhuwana, Kecamatan
Abiansemal, Kabupaten Badung.

2. Manfaat Praktis

1) Bagi mahasiswa hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengalaman dan
merupakan kesempatan yang baik untuk mengaplikasikan teori-teori yang diterima di bangku
kuliah dengan keadaan yang sebenarnya di Sekolah. 

2) Bagi Sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pada pihak
sekolah untuk dapat mempermudah dalam pencapai tujuan pendidikan yang diharapkan oleh
sekolah bersangkutan, terutama dalam hal mencapai kemajuan belajar pendidikan agama Hindu
para siswanya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN KONSEPTUAL, LANDASAN


TEORI

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan bagian yang penting dalam segala jenis penelitian ilmiah,
yang mencakup semua bidang ilmu. Menguraikan hasil kajian mengenai temuan hasil orang lain
yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan. Dalam hal ini peneliti mengkaji beberapa
buku yang relevan, penelitian-penelitian ilmiah yang sejenis, skripsi, tesis dan lain-lainnya
sebagai sumber bacaan. Kajian pustaka merupakan sebuah studi pendahuluan yang penting
dilaksanakan oleh seorang peneliti.

Sukadana (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Ajaran Anresangsya dalam
Meningkatkan Sikap Sosial Masyarakat Desa Nusa Sari kecamatan Melaya, Kabupaten
Jembrana” bahwa ajaran Anresangsya sangat berperan dalam meningkatkan sikap sosial
masyarakat Hindu di desa Nusa Sari. Bukti yang menyatakan bahwa ajaran Anresangsya sangat
berperan di dalam meningkatkan sikap sosial di desa Nusa Sari adalah dengan implementasi rasa
gotong royong, kasih-mengasihi, tolong menolong serta rasa saling menghargai diantara sesama
anggota masyarakat melalui wadah desa Pakraman

Wiastuti (2007) dengan hasil penelitiannya yang berjudul “Peranan Pendidikan agama
Hindu dalam Meningkatkan Nilai Etika Para Siswa pada siswa kelas V SD No. 2 Petandakan
Tahun Ajaran 2008/2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Pendidikan agama Hindu
yang diberikan di SD No. 2 Petandakan sangat berperan di dalam meningkatkan nilai-nilai etika
para siswa kelas V, (2) Pendidikan agama Hindu yang diberikan di SD No. 2 Petandakan cukup
signifikan di dalam meningkatkan nilai etika para siswa kelas V di SD No. 2 Petandakan.
Adapun kontribusi dari kedua penelitian di atas adalah untuk membantu mencari dan
menerapkan penerapan konsep ajaran Tri Guru untuk meningkatkan kemajuan belajar siswa di
SD No.4 Mekar Bhuwana.

Suastika (2004) Penerapan Ajaran Anresangsya sebagai Dasar Prilaku Dalam


Meningkatkan Sikap toleransi siswa SMP Negeri 2 Klungkung Tahun Ajaran 2003/2004
dinyatakan bahwa penerapan ajaran Anresangsya dapat digunakan sebagai dasar perilaku para
siswa di SMP Negeri 2 Klungkung. Hal ini terbukti dari diterapkannya ajaran anresangsya
ternyata sangat berperan positif di dalam meningkatkan sikap toleransi para siswa di SMP Negeri
2 Klungkung.

Sarjana (2003) dalam skripsinya yang berjudul “Ajaran Anresangsya sebagai Salah Satu
Ajaran Etika dalam Mewujudkan Sikap Toleransi di SD No. 2 Yeh Embang Kecamatan Yeh
Embang Kabupaten Jembrana “dinyatakan bahwa ajaran anresangsya merupakan dasar
berprilaku untuk saling harga menghargai diantara sesama manusia dalam pergaulan hidup
sehari-hari baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Suastini (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Ajaran Tata Susila dalam
Meningkatkan Nilai Etika Siswa SMP Negeri 1 Bangli Tahun ajaran 2005/2006” ditegaskan
bahwa ajaran tata susila sangat berpengaruh terhadap pembentukan nilai etika siswa SMP Negeri
1 Bangli. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikansi 5 dan 1 % ternyata hasil penelitian
menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara ajaran tata susila dengan pembentukan nilai
etika siswa SMP Negeri 2 Bangli Tahun Ajaran 2005/2006. Kontribusi penelitian diatas adalah
sebagai perbandingan dan pegangan dalam mencari pengaruh peranan Tri Guru di Sd No. 1
Tegallinggah dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa.

F. Landasan Konseptual

Konsep merupakan suatu pengertian yang harus terlebih dahulu dipahami di dalam suatu
penelitian ilmiah. Konsep juga dapat diartikan 1stilah yang mengacu pada suatu fenomena
tertentu yang bersifat individual dan juga dapat bersifat kompleks. Menurut (Margono, 2004:19)
menyatakan maksud suatu konsep adalah untuk menyederhanakan suatu pikiran dengan jalan
memasukkan kejadian dalam suatu nama yang umum. Secara umum konsep merupakan suatu
representasi abstrak dan umum, tentu saja konsep merupakan suatu hal yang bersifat mental.
Landasan konsep dalam penelitian ini memuat uraian sistematis tentang pemikiran yang ada
hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

Konsepsi artinya pengertian, pendapat, paham, rancangan, atau cita-cita yang telah ada
dalam pikiran (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke III, 2001:588). Penelitian terhadap topik
tentang Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di SD Negeri 4 Mekar
Bhuwana, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, maka konsep yang ditemukan adalah
sebagai berikut :

1. Konsep Peranan

Istilah peranan telah dikemukakan oleh pakar ilmu sosial, salah satunya adalah
Andremartin (2002:434) mengemukakan bahwa “peranan merupakan suatu yang menjadi bagian
atau yang memegang suatu kepemimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa”.

Poerwadaminta (1984:785) menjelaskan bahwa kata “Peranan” diartikan suatu hal atau
peristiwa, juga menurut Krida Laksana (1982:12) peranan diartikan sebagai lakon, bagian
terutama fungsi jabatan. Sedangkan menurut Yulius (1982:121) menjelaskan bahwa “peranan”
adalah tugas untuk melakukan suatu kewajiban. Pengertian peranan di atas kalau dikaitkan
dengan Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 4 Mekar
Bhuwana, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung sangat penting, tanpa peran dari guru
yang mengajar di sekolah dan orang tua yang mendidik di rumahnya, tidak akan mungkin dapat
mengarahkan anak menjadi suputra dalam ajaran Agama Hindu.

Keluarga dalam meningkatkan sifat-sifat baik dalam membangun watak yang luhur
keluarga harus bekerjasama dengan sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya,
yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman dan menghargai segala usahanya. Begitu
juga orang tua harus menunjukkan kerjasamanya dalam mengarahkan cara anak belajar di
rumah, membuat pekerjaan rumahnya, tidak disita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan
rumah tangga, orang tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar.
Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial).

Keluarga terdiri dari Ayah, Ibu dan anak, ikatan kekeluargaan membantu anak
mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin,
tingkah laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan dan dalam keluarga menyediakan
situasi belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat tergantung kepada orang tua, baik
karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, sosial moral. Bayi dan anak
belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh orang tua.

2. Konsep Tri Guru

Kalau berbicara masalah pengertian, maka terlebih dahulu penulis menguraikan sejarah
nama arti tri guru. Tri Guru  terdiri dari dua kata yaitu Tri dan Guru. Tri artinya tiga
(Purwadarmita, W. J.S. 1983:162). Guru artinya yang memberi pengajaran dan pendidikan.
Dengan mengetahui arti tri guru itu dapat penulis asumsikan bahwa ketiga guru itu mempunyai
tugas yang sangat berat baik itu guru rupaka, guru pengajian dan guru wisesa. Berangkat dari
pada pengertian Tri Guru tersebut, gruu rupaka mempunyai kewajiban yang sangat berat.

Menurut ajaran agama Hindu orang tua disebut guru Rupaka yang merupakan salah satu
bagain dari Catur Guru dan merupakan pendidikan pertama pada anak yang utama. Yang mana
yang populer dalam masyarakat hanya tiga guru yaitu guru rupaka, guru pengajian dan guru
wisesa. Yang disebut Tri guru atau “Tri Sinangguh Guru”. Hal ini disebabkan guru swadiaya
(Tuhan Yang Maha Esa) sifatnya abstrak dan sulit dirasakan oleh panca indra. Sedangkan ketiga
guru lainnya disaksikan secara nyata dan memberikan pembinaan-pembinaan serta pendidikan.
Bila dikaitkan dengan Tri Guru dengan tri Pusat Pendidikan maka memiliki kesamaan
yaitu Tri Guru adalah tiga Guru yang memberikan pembinaan-pembinaan pendidikan sedangkan
Tri pusat Pendidikan tiga lembaga pendidikan yang terdiri dari lembaga pendidikan informal,
yaitu lingkungan keluarga yang mana anak-anak pertama kali dididik, dibina dan dibesarkan
sebelum melangkah pada lembaga berikutnya. Yang bertanggung jawab pada fase pendidikan
lingkungan keluarga adalah ibu dan bapak  atau orang tua anak yang dalam agama Hindu disebut
Guru Rupaka.

Lembaga pendidikan selanjutnya adalah lembaga pendidikan formal dalam hal ini adalah
tempat menuntut ilmu pengetahuan di bangku sekolah dibawah pengawasan dan tanggung jawab
guru. Serta yang ketiga adalah pemerintah yang mana bertanggung jawab dalam membina dan
memberikan pendidikan kepada anak-anak putus sekolah dan tamat belum mendapatkan
pekerjaan adalah tugas dari guru Wisesa atau pemerintah. Peranaan Guru Rupaka atau orang tua
dalam membeeerikan pendidikan dalam keluarga kepada anak didik yaitu dalam pustaka suci
Sarasamuscaya sloka 242 disebut sebagai berikut:

Carirakt pranadata yasya cannami bhunjate, kramenaite traya 

‘pyaktan pitaro dharmashadane.

Tlu pratyakaning bapa, tingkahnya carirakrt,

Pranadata anandata, urip, anndata ngaraning maweh

Amangan angingwani wuh. (G. Pudja, 1981:130)

Artinya:

Tiga perinciannya yang disebut Bapa menurut tingkah lakunya, Carirakrta, pranadata dan
anandata: carirakrta artinya yang menjadikan tubuh, Pranadata yaitu yang memberi hidup, dan
Annadata artinya yang memberi makan serta yang mengasuhnya. Bila diperhatikan isi sloka
diatas, inti pokok mengandung tiga kreteria keadaan ibu dan bapak yaitu:

1) Carirakrta dimaksudkan orang tua sebagai orang yang mengadakan tubuh anak-anak. Dari
segi lahiriah kelahiran anak itu adalah merupakan kelahiran jasmani yang tidak kekal karena ia
dilahirkan dari hawa nafsu orang tuannya. Disini dimaksudkan bahwa orang tua mempunyai
kewajiban  secara langsung dan nyata mengadakan atau menciptakan anak-anaknya, dengan
adanya persetubuhan dari kedua insan yang berbeda jenis kelamin melalui hubungan perkawinan
yang sah. Jadi makna Guru Rupaka adalah guru yang mampu mengadakan tubuh anak dan
membesarkannya.

2) Pranadata mengandung makna bahwa ibu dan bapak sebagai orang yang memberi hidup dan
penghidupan. Ornag tua yang memelihara anak sehingga tumbuh besar secara jasmaniah,
perlindungan dan mengatur kegiatan anak sehingga anak menjadi tumbuh dewasa.

3) Annadata adalah kedudukan orang tua yang memberi makan dan mengasuhnya, memberikan
pembinaan, menanamkan keperibadian yang kuat, sikap mental yang sehat dan tingkah laku yang
terpuji. 

Yang kedua adalah seorang guru di sekolah atau guru pengajian yang mempunyai tugas
yang sangat berat yang harus dilaksanakan. Adapun yang menjadi tugas dan kewajiban guru
pengajian itu adalah mendidik dan mengajar. Mendidik adalah usaha sadar yang dilakukan agar
anak dapat berbuat, berkata, berpikir yang baik sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisuda dalam
agama Hindu. Sedangkan mengajar adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru pengajian agar
anak dapat menggunakan akal pikirannya secara cerdas.

Yang ketiga adalah Guru Wisesa atau pemerintah dalam hal ini pemerintah adalah guru
dari masyarakat umum dalam wilayah kekuasaanya yang berkewajiban untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa serta memberi kesejahteraan bangsa secara material dan spritual. Demikian
juga dalam ajaran agama Hindu telah lama tujuan pemerintah itu digariskan dalam pustaka suci
yaitu: “Moksartam jagadhita ca iti dharma” yang artinya kesejahteraan didunia dan diakhirat.
Dengan demikian pemerintah mempunyai tugas mensejahterakan seluruh rakyat dan
mencerdaskan kehidupan bangsa secara material dan spritual dengan memfasilitasi proses belajar
mengajar di pendidikan formal maupun non formal, memberikan lapangan pekerjaan kepada
masyarakat, memfasilitasi kebutuhan masyarakat lainnya. 

3. Konsep Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa
dalam belajar. Bagaimana belajar memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap (Dimyati,
2002 : 157). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber
belajar disuatu lingkungan belajar.

Sedangkan menurut Suparno (2002:43) pembelajaran diartikan sebagai kegiatan guru


secara terprogram dalam desain intraksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dalam proses pembelajaran, oleh (Suparno
2002:54), diungkapkan bahwa pembelajaran ditunjang oleh beberapa kecakapan dasar yang
harus dimiliki oleh siswa yang meliputi : kemampuan siswa di dalam menerima materi
pembelajaran, kemampuan bertanya, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan
berkomunikasi.

Dari beberapa pendapat di atas tentang pembelajaran kalau dikaitkan dengan proses
pembelajaran pendidikan Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di SD Negeri 4 Mekar
Bhuwana, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung dilaksanakan oleh Guru dan dibantu
dengan masukan dari orang tua siswa untuk membantu anak didik mencapai kedewasaannya
dalam bertingkah laku di lingkungan keluarga (rumah), lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat dunia pendidikan.

Pembelajaran Siswa Di SD Negeri 4 Mekar Bhuwana, Kecamatan Abiansemal,


Kabupaten Badung lebih meningkat berkat partisipasi orang tua yang disampaikan kepada guru
sehingga hasil dari pembelajaran cukup meningkat dengan masukan dari orang tua siswa,
melalui suatu wadah organisasi seperti komite ataupun penyampaian langsung kepala sekolah
juga guru Agama Hindu Di SD Negeri 4 Mekar Bhuwana, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten
Badung

4. Konsep Pendidikan

Bagi seorang pendidik atau guru, istilah pendidikan bukanlah asing baginya, malahan
istilah pendidikan merupakan bentuk istilah yang sudah menyatu dengan kehidupan sehari-hari
dengan profesinya sebagai pendidik walau demikian tidak sedikit kalau seorang pendidik apabila
ditanya tentang pengertian pendidikan tersebut dengan tepat walaupun seumpama seorang
pendidik telah berusaha melakukan tugas sesuai dengan hakikat kependidikannya. Hal demikian
mungkin juga disebabkan penghayatannya tentang pendidikan secara teoretis walaupun ketika
prakteknya dilapangan kurang tepat.
Untuk memberikan pengertian pendidikan secara jelas sebaiknya akan ditinjau terlebih
dahulu pengertian istilah pendidikan tersebut. Istilah pendidikan adalah berasal dari bahasa
Yunani yaitu paeagogis. Kata ini akar katanya pais aryinya anak dan egain artinya membimbing
(Natawidjaya, 1978:1). Jadi Paedagogis berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Sekarang
perkataan paedagogis berarti ilmu pendidikan dan paedagogi berarti perbuatan mendidik.
Sedangkan paedagoog berarti ilmu pendidikan (Brahmin, 1978 : 122). Didalam perumusan
tentang arti pendidikan dapatlah dibedakan atas dua bagian yaitu pendidikan dalam arti sempit
(khusus) dan pendidikan dalam arti luas (umum).

“Pendidikan dalam arti khusus atau sempit adalah bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa untuk mencapai
tujuan. Sedangkan pendidikan dalam arti luas dan umum adalah usaha yang dijalankan oleh
seseorang atau kelompok orang lain supaya ia atau mereka mencapai tingkat hidup dari
penghidupan yang lebih tinggi. (Soetjipto,t.t:2).

Dengan demikian pendidikan dalam arti luas dan sempit disini tentu saja didalamnya
mengandung pengertian mendidik, mengajar, dan melatih. Dari konsepsi tersebut dapat
dikemukakan bahwa mendidik tidak lain merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja, penuh kesadaran, dan rasa tanggung jawab untuk membimbing anak didik agar
mereka memiliki watak dan kepribadian yang baik dan utuh.

Apabila konsep tersebut dijabarkan, maka tiga kegiatan tersebut yaitu mendidik,
mengajar dan melatih pada hakekatnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan, karena
masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri dan mengarah kepada pembentukan kegiatan
tertentu dari kepribadian anak didik.

“Jelaslah bahwa mendidik lebih tertuju kepada pengembangan aspek-aspek moral, agama
dan segi-segi keperibadian yang lain (sikap tingkah laku) sebagai manusia yang diciptakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. (Depdikbud, 1985:7).

Mengajar adalah memusatkan sasarannya pada pengisian ilmu pengetahuan serta


meningkatkan kecerdasan peserta didik. Sedangkan melatih lebih dicurahkan untuk
mengembangkan keterampilan peserta didik didalam mempraktekkan atau mengamalkan hasil
pendidikan dan pengajaran yang diterima. Dari pola berpikir itu jelaslah bahwa tidak tepat
apabila seluruh usaha pendidikan hanya menitik beratkan pada pengembangan salah satu aspek
kepribadian tersebut. Apabila dihubungkan dengan kekuatan (potensi) manusia sangatlah sesuai.
Mendidik merupakan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, hati
nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan dan lain-lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan Nasional Indonesia (dalam


(Soetjipto,tt :10) mengatakan : “Pendidikan adalah suatu daya upaya untuk membina dan
memajukan budi pekerti, pikiran dan tubuh dari anak”. Pendapat Ki Hajar Dewantara ini
sesungguhnya sudah mengkhusus dalam artian sudah dirumuskan sedemikian rupa bahwa
pendidikan dilakukan tidak saja untuk mempengaruhi orang lain semata-mata, tetapi bertujuan
akan terjadi terjadi perubahan pada anak didik.

Menurut Dr. Hadari Nawawi mengatakan Pendidikan itu pada Hakikatnya merupakan
usaha sadar untuk mengembangkan keperibadian dan kemampuan manusia baik dalam maupun
di luar sekolah. Dalam buku pokok uraian belajar Proses belajar mengajar dan disusun oleh
Biakta (tt:2-3) disebutkan “Bahwa manusia sebagai keterpaduan jiwa dan raga itu sudah terpisah
maka manusia yang dimaksud tidak ada lagi. Individu berasal dari indivedere yang artinya tak
terbagi. Jadi manusia yang merupakan kebulatan keterpaduan antara jiwa raga, jasmani, lahir
batin. Di samping itu manusia juga tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan, sebagai makluk
sosial maksudnya sejak lahir manusia itu memiliki potensi susila, dengan adanya potensi susila
itu ia sanggup pula berbuat susial, dengan dasar potensi susila itu manusia dapat dididik untuk
mengenal nilai sosial itu sendiri”.

Memahami pendapat di atas, maka manusia itu disamping sebagai mahkluk sosial yang
merupakan keterpaduan dari unsur jasmani dan rohani, memiliki watak dan keperibadian yang
luhur. Dengan demikian berarti pula pendidikan tidak mengesampingkan apek-aspek yang terdiri
atas badan jasmani dan rohani manusia.

Ilmu pendidikan secara garis besarnya ada tiga aliran mengenai mungkin tidaknya
manusia itu dididik, aliran tersebut antara lain : Pendidikan dapat memebntuk sifat-sifat manusia.
Tokoh besar aliran Emperisme adalah John Lock mengatakan : tiap-tiap individu lahir bagaikan
kertas putih tersebut “Brahmin, 1968:125). Teori ini terkenal dengan sebutan teori tabularasa.
Lingkunganlah yang menentukan pribadi seseorang karena lingkungan itu relative dapat diatur
dan dapat dikuasai oleh manusia maka teori ini bersifat optimis dengan perkembangan tiap-tiap
pribadi. Sehingga teori ini disebut juga optimisme paedagogik yang mempunyai proses belajar
secara “Trial and Eror”.

Kedua adalah aliran Nativisme yang mempunyai pandangan bahwa perkembangan


pribadi manusia hanya ditentukan oleh faktor hereditas. Tokoh aliran ini adalah Nathuur
Schopenhauer yang menganggap faktor yang bersifat kodrati dari kelahiran tidak dapat dirubah
oleh pengaruh alam sekitar termasuk pendidikan tidak memegang peranan. “Peranan yang
pendidikan diberikan hanya bersifat menyediakan alat-alat yang berguna bagi pertumbuhan,
perkembangan, perkembangan Si terdidik menurut pembawaannya. Aliran Nativisme ini terkenal
dengan sebutan pesimisme paedagogik” (Barnadib, 1985 : 49). Maksud dari teori ini adalah
pendidikan atau lingkungan tidak menentukan perkembangan manusia.

Ketiga adalah aliran Konvergensi yaitu aliran yang mempertemukan kedua paham di atas.
“Aliran ini (dalam Purwanto, 1984 :10) berpendapat bahwa bagaimanapun kuatnya aliran ini
namun kurang relitas. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja, pengaruh
lingkungan pendidikan pasitif tidak akan membina keperibadian yang ideal”. Sebaliknya
lingkungan meskipun lingkungan yang positif yang maksimal tidak akan menghasilkan
keperibadian yang ideal tanpa ditunjang oleh faktor hereditas yang baik. Oleh karena itu
perkembangan pribadi manusia sesungguhnya adalah hasil kerjasama kedua faktor intern atau
potensi heriditas maupun fakro eksternal yaitu lingkungan pendidik. Lingkungan mempunyai
peranan yang cukup besar terhadap perkembangan manusia yang dapat berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung. Walaupun hereditas (pembawaan) itu baik, namun
lingkungannya sangat buruk memungkinkan manusia itu menjadi buruk, begitu juga sebaliknya.
Jadi lebih jelasnya perkembangan manusia ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor hereditas
(pembawaan) da faktor lingkungan.

Tokoh aliran ini atau konfergensi adalah William Sterm. Dalam memberikan pendidikan
peraturan-peraturan harus diterapkan, sebab tanpa peraturan yang mengikat, tujuan pendidikan
itu tidak akan dicapai. Peraturan-peraturan yang diterapkan hendaknya memberikan kesempatan
terhadap perkembangan anak, sehingga dengan kesempatan itu anak akan dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya. Pendiidkan hanya mengikuti dari belakang (Tut Wuri Handayani),
sedangkan anak sendiri menentukan arahnya, guru hanya menjaga kemungkinan-
kemungkinannya. Kewibawaan adalah daya rohani yang keluar dari seseorang dan
mempengaruhi orang lain yang menerima dengan iklas hati dan sukarela, (Soetjipto, tt:12).
Orang dewasa juga dapat menerima pengaruh dari orang lain, seperti pengaruh itu diterima
dengan pertimbangan menurut pendapatnya sendiri.

G. Landasan Teori

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan serta kajian yang telah diuraikan
di atas, maka dalam kerangka teori ini akan dicoba mengemukakan beberapa pokok pemikiran
dari beberapa teori yang akan dijadikan landasan berpikir. Hal ini mengacu kepada konsep
bahwa teori dapat bertindak sebagai alat dalam ilmu pengetahuan. Teori mencoba menjawab
pertanyaan mengapa (why) dan bagaimana (how).

Teori dapat memberikan landasan penjelasan dan prediksi. Teori dalam pengertian ilmiah
bertujuan hanya satu yaitu menjelaskan hubungan dari aktivitas yang diamati. Teori dapat juga
dimanfaatkan untuk mensistematiskan dan mengorganisasikan pengalaman sehari-hari serta dari
kesistematisan pengorganisasian pengalaman sehari-hari kemudian diharapkan dapat
mengembangkan suatu hipotesa khusus yang diberikan kepda tes emperik melalui proses
penelitian.

Dewzin dalam Suamba (tt:5) teori bisa dimanfaatkan untuk memberikan wawasan dan mengatur
atau mengarahkan jalannya proses penelitian. Terkait dengan hal tersebut berdasarkan atas latar
belakang, rumusan, serta tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka dasar teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sikap, teori Fakulti, dan teori Fenomenologis dan
teori tindakan beralasan.

1. Teori Sikap

Teori sikap digunakan dalam penelitian ini, mengingat untuk merealisasikan ajaran anresangsya
diwujudkan ke dalam bentuk sikap, seperti sikap toleransi, sikap tenggang rasa, sikap saling
hormat menghormati dan sebagainya. Sehubungan dengan alasan tersebut di atas, maka :
Lange, (dalam Zaifudin Azwar, 1995 : 6) menyatakan sikap adalah respons untuk
menggambarkan kesiapan subyek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba. Kesiapan
yang terdapat dari individu untuk memberikan respons disebut task attitude. Louis Thurstone,
Rensis Likert dan Charles Osgood, (dalam Zaifuddin, 1995 : 4) menyatakan sikap adalah suatu
bentuk evaluasi reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan
mendukung atau memihak maupun perasaan tidak memihak terhadap obyek tersebut.

Demikian juga Krech dan Crutchfield, (1948:152) menyatakan bahwa sikap diartikan sebagai
susunan proses-proses motivasi, emosi, persepsi dan kognisi yang terus menerus dalam
hubungannya dengan beberapa aspek dari dunia kehidupan individu. Aspek-aspek dari dunia
kehidupan individu sangat kompleks, baik berwujud lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Karena kompleksnya dunia kehidupan individu maka pola-pola tingkah laku individu akan
bervariasi satu sama lain di dalam merespon obyeknya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal sehingga reaksi individu terhadap suatu obyek adalah bersifat khas dan dalam
situasi yang khas pula. Reaksi sikap terhadap suatu obyek dapat bersifat positif atau negatif.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dicermati bahwa sikap adalah suatu respons seseorang
terhadap suatu obyek sebagai perantara antara respons dan obyek yang bersangkutan. Sikap itu
senantiasa terarah pada hal atau suatu objek, dan tidak ada suatu sikap tanpa objeknya. Objek
dari pada sikap dapat berupa benda, orang, peristiwa, situasi yang khas, norma-norma, nilai-nilai
dan hasil kebudayaan lainnya yang dapat menimbulkan kecenderungan individu untuk merespon
dengan cara-cara tertentu. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka sikap dimaksudkan
adalah sikap tidak mencuri, berselisih, membunuh, dan sikap kasih mengasihi sebagai pernyataan
sikap kasih sayang terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan.

2. Teori Fakulti (Faculty Theory)

Jalaludin, (2002 : 56) teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu bersumber pada
suatu faktor yang tunggal, tetapi terdiri atas beberapa unsur seperti fungsi cipta (reason), rasa
(emotion), dan karsa (will). Demikian pula aktivitas manusia yang bersifat keagamaan
dipengaruhi dan ditentukan oleh ketiga fungsi tersebut. Ketiganya berfungsi antara lain :

1). Cipta (reason) berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama
berdasarkan pertimbangan seseorang.
2). Rasa (emotion) menimbulkan sikap bathin yang seimbang dan positif dalam menghayati
ajaran agma.

3). Karsa (will) menimbulkan ramalan-ramalan doktrin keagamaan yang benar dan logis.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini teori Fakulti yang digunakan adalah teoti fakulti yang
sesuai dengan topik permasalahan yang sedang diteliti dan sedang dilaksanakan, sesuai dengan
pendapat dari Dr. Zakiah Derajat yang menyatakan bahwa pada diri manusia itu terdapat
kebutuhan pokok. Selain dari kebutuhan jasmani dan rohani, manusiapun mempunyai kebutuhan
akan adanya keseimbangan agar tidak mengalami tekanan. Unsur-unsur kebutuhan yang
dimaksud adalah :

1). Kebutuhan akan rasa kasih sayang yaitu kebutuhan yang menyebabkan manusia
mendambakan rasa kasih.

2). Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan yang mendorong manusia mengharapkan adanya
perlindungan.

3). Kebutuhan akan rasa harga diri yaitu suatu kebutuhan yang bersifat individual yang
mendorong manusia dihormati dan dihargai oleh orang lain.

4). Kebutuhan akan rasa bebas yaitu suatu kebutuhan yang menyebabkan seseorang bertindak
secara bebas, untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya.

5). Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal) yaitu kebutuhan yang menyebabkan manusia
selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu.

Jalaludin (2002 : 62), menyatakan bahwa menurut Dr. Derajat selanjutnya gabungan dari keenam
kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui agama kebutuhan-
kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama secara baik maka
kebutuhan akan rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan rasa
ingin tahu akan terpenuhi.

Terkait dengan penelitian tentang Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa
Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, maka teori fakulti ini
digunakan untuk membedah tentang penerapan ajaran Tri Guru oleh guru kepada siswa, untuk
mampu meningkatkan kualitas etika serta membangkitkan keenam rasa kebutuhan di atas untuk
nantinya para siswa mampu di dalam menerapkannya dengan teman-temannya di sekolah,
sehingga kualitas etika para siswa menjadi semakin baik.

3. Teori Fenomenologi

Moleong (2007 : 16) dinyatakan bahwa analisis fenomenologis berusaha mencari untuk
menguraikan ciri-ciri dunianya, seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan, dan dengan
aturan apa objek dan kejadian itu berkaitan. Peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu.

Kaitannya dengan penelitian yang dilaksanakan, maka fenomenologis dipakai untuk


mengeksplorasi dan menganalisa permasalahan ciri-ciri dari para siswa di SD No. 1
Tegallinggah yang mengalami krisis nilai etika dengan berbagai indikator permasalahan yang
sering terjadi di sekolah, sebagai salah satu kejadian yang berkaitan peristiwa yang terjadi pada
situasi tertentu, yaitu ketika para siswa yang berselisih paham, tidak jujur, membunuh, berkata
bohong dan mencuri.

4. Teori Tindakan Beralasan

Teori tindakan beralasan menyatakan untuk tidak memahami, tetapi juga agar dapat memprediksi
prilaku. Ajzen dan Fisbein (dalam Brehm dan Kasin yang dikutip oleh Azwar (2003 : 11)
mengemukakan bahwa teori tindakan beralasan (teory of reasonedaction). Dengan mencoba
melihat antesenden prilaku volusional (prilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri), teori ini
didasarkan atas asumsi-asumsi : (1) Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-
cara yang masuk akal, (2) Bahwa manusia mempertimbangkan informasi yang ada, (3) Dan
bahwa secara eksplisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka.

Teori Tindakan Beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi lewat proses pengambilan
keputusan yang diteliti dan beralasan, dampaknya terbatas pada tiga hal yaitu : (1) Prilaku tidak
banyak dilakukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu, (2) Prilaku
dipengaruhi tidak saja oleh sikap, tapi norma-norma subjektif atau keyakinan kita mengenai apa
yang orang lain inginkan agar kita perbuat, (3) Sikap terhadap suatu prilaku bersama norma-
norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berprilaku tertentu.
Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilaksanakan ini, teori tindakan beralasan digunakan
sebagai landasan berpikir untuk menelusuri kualitas sikap para siswa yang ada di SD No. 1
Tegallinggah , terutama terhadap sikap yang mencerminkan ajaran Tri Guru.

BAB II

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1) Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Moleong (1993:4)
disebutkan bahwa penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada
konteks dari suatu sentuhan (entity). Hal ini berarti bahwa penelitian kualitatif bekerja dalam
setting yang alami, yang berupaya untuk memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang
dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. (Salim, 2001:5) Suripan Sadi Hutomo
(dalam Sudikan, 2001:85-86) dikatakan bahwa sumber data penelitian kualitatif bersifat alamiah,
artinya peneliti harus memahami gejala emperik (kenyataan) secara langsung dalam kehdiupan
sehari-hari masyarakat.

Nasution (1996:1). Mustafa (dalam Alwasilah. 2002:2) dalam bidang pendidikan penelitian
kualitatif bisa mengambil berbagai bentuk dan dilaksanakan dalam berbagai latar. Oleh karena
itu rancangan yang dipergunakan bersifat fleksibel dan sementara, karena akan selalu
disempurnakan dan disesuaikan secara terus menerus dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Moleong (199:7) secara tegas menyatakan bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan desain
penelitian yang disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi, melainkan
bersifat fleksibel. Dengan demikian desain dalam penelitin ini bersifat sementara dan akan
diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.
Nawawi (dalam Nurjanah dkk. 2000:22) dinyatakan bahwa penelitian deskriptip memiliki ciri-
ciri sebagai berikut : 1) Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitian
dilakukan (saat sekarang) atau masalah yang bersifat aktual, 2). Menggambarkan fakta-fakta
tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi interpretasi rasional. Masalah yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah masalah konsep ajaran Tri Guru yang diharapkan dapat
membina dan memupuk rasa saling mengasihi dan saling menghargai diantara makhluk ciptaan
Tuhan pada siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, akan
digambarkan apa adanya, disertai komentar-komentar yang bersifat rasional.

2) Jenis Penelitian

Bercermin pada pendapat di atas, maka penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian
lapangan (field research) yang bertujuan untuk mengamati penerapan ajaran anresangsya yang
dilaksanakan oleh para Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada
Kabupaten Buleleng. 

Berdasarkan alasan atau pendapat di atas, maka jenis penelitian yang dilaksanakan ini bisa
dikatakan tergolong ke dalam penelitian kualitatif tipe studi kasus (case studi), karena penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah kasus aktual yang alami, yakni penerapan ajaran Tri
Guru dalam meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan
Sukasada Kabupaten Buleleng.

Salim (2001:92) secara tegas dikatakan bahwa studi kasus merupakan salah satu metode atau
strategi penelitian kualitatif yang muncul pada masa keemasan penelitian kualitatif yang bersifat
spesifik, khusus dan bersifat lokal sehingga amat sesuai dengan momentum postmodernisme
yang menjadi acuan paradigma baru dalam penelitian kualitatif masa kini.

Sehubungan dengan pernyataan di atas, Sudjana dan Ibrahim (dalam Nurjanah, 2005:5)
direkomendasikan beberapa petunjuk dalam melaksanakan studi kasus bidang pendidikan
sebagai berikut :

(1) Menemukenali siswa sebagai kasus, artinya menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang
mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus.
(2) Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa. Dalam langkah ini guru sebaiknya
mewawancarai siswa untuk menentukan jenis masalah yang dihadapi siswa tersebut.

(3) Mencari bukti-bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah melalui pengamatan
terhadap prilaku siswa, bertanya pada teman terdekatnya, bila perlu minta penjelasan kepada
orang tuanya.

(4) Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan dengan
kehdiupan siswa itu sendiri.

(5) Menganalisa sebab-sebab tersebut dan menghubungkannya dengan tingkah laku siswa agar
diperoleh informasi yang lengkap mengenai latar belakang siswa.

2. Data dan Sumber Data

Menurut Hadi (1985:136) dinyatakan bahwa data adalah bahan mentah yang tidak berarti apa-
apa, jika tidak segera diolah. Sementara itu menurut Margono (1996:23) menyatakan bahwa data
adalah informasi yang diperoleh langsung dari sumber informasi yang masih bersifat mentah,
sehingga data perlu segera diolah. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa data
adalah informasi yang diperolah secara langsung dari sumber informasi yang masih bersifat
mentah, sehingga harus segera diolah untuk bisa disajikan ke dalam bentuk hasil penelitian.

Pekerjaan mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif pada umumnya melalui fieldwork,
yaitu suatu pekerjaan mencatat, mengamati, mendengarkan, merasakan, mengumpulkan dan
menangkap semua fenomena data dan informasi tentang kasus yang diselidiki. (Salim, 2001:99).
Sementara menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong 1993:112) bahwa sumber data utama
dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan sebagainya.

Sejalan dengan pendapat di atas, maka data dalam penelitian ini berupa informasi atau rekaman
mentah tentang kesulitan belajar pendidikan agama Hindu yang dialami oleh para siswa Di SD
No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Adapun data yang direkam
adalah data yang muncul secara alamiah sesuai dengan gejala emperik yang ada di lokasi
penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (1993:4) penelitian kualitatif melakukan
penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu bentukan (entity). Ini berarti bahwa
penelitian kualitatif bekerja pada setting yang alami yang berupaya untuk memahami, memberi
tafsiran, pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. Salim
(2001:5). Hadisutomo (dalam Sudikan, 2001:85-86) bahwa sumber data penelitian kualitatif
bersifat alamiah artinya peneliti harus berusaha memahami gejala emperik (kenyataan) secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Sumber data menurut Moleong (2007:157) dinyatakan bahwa sumber data utama dalam
penelitian kualittaif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan sebagainya. Sedangkan menurut Lofland (1984:47), (dalam Moleong, 2007:157)
dinyatakan bahwa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai adalah
merupakan sumber data utama. Sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan
berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka sumber data dalam penelitian ini adalah berupa kata-
kata dan tindakan yang diperoleh melalui hasil mengamati dan wawancara, serta mencatat secara
sistematis hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan. Jenis data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah jenis data primer dan data skunder.

Data primer menurut Margono. (1996:26) adalah data yang langsung diperoleh dari sumber
informasi pertama, seperti data hasil wawancara, data hasil observasi dan sebagainya. Sedangkan
menurut Moleong (2007:159) data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan
berperan serta dan data hasil wawancara langsung dengan informan. Dalam kaitannya dengan
penelitian yang dilaksanakan ini, maka data primer yang dikumpulkan adalah data tentang
perilaku guru dan siswa bukan saja terhadap perilaku yang tampak, tetapi lebih jauh adalah
makna yang terkandung di dalam proses pembelajaran. Data primer selain data yang telah
disebutkan di atas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data tentang gagasan, ide,
pandangan, motif-motif yang melandasi atau alasan-alasan yang terkait dengan permasalahan
penelitian.

Sedangkan data sekunder menurut Moleong (2007:159) dinyatakan bahwa data sekunder adalah
data di luar kata-kata dan tindakan berupa buku, majalah ilmiah, dokumen pribadi, arsip-arsip,
majalah dan sebagainya. Sementara menurut Margono (1985:23) dinyatakan bahwa data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber kedua, seperti buku, majalah, surat kabar,
buletin majalah dan sebagainya. Dari kedua uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data
sekunder adalah data di luar kata-kata dan tindakan, berupa buku-buku, surat kabar, majalah,
catatan pribadi dan sebagainya.

Menggunakan sumber-sumber data seperti di atas, diharapkan perolehan data menjadi lebih kaya
dan memadai. Di samping tujuan tersebut di atas hal ini juga bertujuan untuk memberikan
peluang untuk melakukan pengecekan silang, sehingga kesahihan data yang diperoleh serta
keabsahan datanya bisa lebih terjamin.

3. Teknik Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini ditunjuk dan ditetapkan secara Purposive Non Random Sampling,
Margono (1985:74) dinyatakan bahwa teknik purposive non random sampling adalah cara
pengambilan sampel berdasarkan kepada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui
sebelumnya. Nawawi (1983:112) dinyatakan bahwa teknik purposive non random sampling
adalah cara pengambilan sampel berdasarkan kepada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang telah
diketahui sebelumnya, serta diambil secara sembarangan tetapi dengan memberikan kesempatan
kepada seluruh subjek penelitian untuk di pilih.

Penelitian ini yang ditetapkan sebagai informan adalah Kepala Sekolah, dua orang guru agama
Hindu, guru PKN dan lima orang siswa yang ditetapkan sebagai informan kunci sebanyak 8
orang. Di samping para informan di atas, dalam penelitian ini juga ditunjuk beberapa orang
informan tambahan. Orang-orang yang ditunjuk sebagai informan tambahan adalah orang-orang
yang benar-benar memahami tentang konsep ajaran anresangsya, yang ditunjuk secara snowball
sampling, yang artinya wawancara sambil lalu. Jika tingkat kejenuhan perolehan data belum
didapatkan maka dilanjutkan pencarian data dengan menanyakan lebih lanjut kepada informan
yang ditemui di tengah jalan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi
atau pengamatan berperan serta, wawancara serta pencatatan dokumen sebagai metode
pelengkap. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan penelitian ini adalah segala alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian deskriptif kualitatif, seorang
peneliti biasanya menjadi kunci utama dalam mengumpulkan data yang diperlukan.

Penelitian ini peneliti sekaligus bertindak sebagai instrumen penelitian. Moleong (1993:4),
Nasution (1996:54) menegaskan bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti sediri atau dengan
bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Sementara Bogdan dan Biklen
(1992:29) menyatakan bahwa qualitative research has the natural setting the direct source of the
researcher is the key instrument. Peneliti sebagai instrumen dalam hal ini dapat didukung dengan
berbagai alat bantu pengumpul data seperti pedoman wawancara, pedoman observasi alat-alat
perekam dan sebagainya.

1) Teknik Observasi/Pengamatan Berperan Serta

Black dan Champion, (dalam Suprayogo dan Tobroni (2001:169-170) membagi metode
pengamatan (observasi) atas dua kelompok yaitu (1) metode observasi partisipan dan (2) metode
observasi non partisipan. Dalam observasi partisipan peneliti dapat berperan ganda, karena
terlibat langsung dengan obyek penelitian yang diteliti sehingga peneliti dapat lebih leluasa
(enjoy) dan lebih akrab dengan subyek yang diteliti serta memungkinkan bertanya secara lebih
teliti, lebih rinci dam lebih detail. Observasi non partisipan tidak hanya menuntut keterlibatan
peneliti terfokus terhadap kegiatan/fenomena dari subjek yang diteliti. Penelitian kualitatif
dimana peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam dan mencatat fenomena yang
diteliti.

Bachtiar (1977:145) mengemukakan bahwa seorang pengamat harus mencatat segala sesuatu
yang dianggap penting agar kemudian dapat membuat laporan mengenai hasil pengamatannya.

Sehubungan dengan teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini, Merriam (dalam
Alwasilah, 2002:219-220) diidentifikasi empat kategori pengobservasi, yaitu : (1) peserta penuh
(complete participant) peneliti sebagai kelompok yang diamati. Peneliti menyembunyikan
identitas dirinya sebagai pengamat, (2) peserta sebagai pengamat (participant as observer) peran
peneliti sebagai pengamat diketahui oleh kelompoknya dan kegiatannya itu kurang dominan
dibandingkan dengan dirinya sebagai anggota kelompok, (3) pengamat sebagai peserta (observer
as participant), peneliti sebagai pengamat diketahui oleh kelompok yang diamati. Partisipasinya
dalam kelompok kurang dominan dibandingkan dengan perannya sebagai pengamat dan (4)
pengamat penuh (complete observer) pengamat tersembunyi sehingga responden tidak
mengetahui bahwa dirinya sedang diamati. Sementara Moleong (1933:126) mengatakan bahwa
pengamatan dapat dibagi menjadi dua yaitu pengamatan berperan serta dan pengamatan tidak
berperan serta.

Teknik observasi atau pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan
terlibat atau pengamatan berperan serta. Aspek-aspek yang diamati adalah lingkungan pada pola
pendekatan pembelajaran agama Hindu yang diterapkan dalam proses pembelajaran agama
Hindu yang dilaksanakan Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.
Dalam pengamatan yang dilakukan tidak saja dilakukan perekaman terhadap prilaku yang
tampak, akan tetapi yang penting adalah tentang makna yang terkandung di dalamnya, sehingga
pemahamannya menjadi lebih utuh. Peneliti dalam hal ini terlibat secara langsung di dalamnya.
Adapun yang diamati adalah aktivitas guru dalam memberikan pengajaran Panca Yama Brata
serta sebagai pengajar dan aktivitas siswa sebagai pebelajar serta pengikut pengajaran
pendidikan agama Hindu tentang materi Panca Yama Brata.

Sedangkan proses pembelajaran yang diobservasi direkam dengan tape recorder disertai dengan
catatan-catatan terhadap data temuan yang dianggap penting, untuk menghindari data yang
hilang. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (1993:100) bahwa alat penelitian penting yang
biasanya digunakan adalah catatn lapangan (field notes). Catatan lapangan adalah catatan yang
dibuat sendiri oleh peneliti pada saat peneliti mengadakan pengamatan, wawancara atau pada
saat peneliti menyaksikan suatu kejadian atau peristiwa tertentu. Catatan-catatan tersebut bisa
dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok-pokok utama, yang selanjutnya akan
disempurnakan oleh peneliti kemudian.

2) Teknik Wawancara Mendalam

Salah satu teknik yang dipergunakan untuk mendapat data dalam penelitian kualitatif tipe studi
kasus adalah wawancara/interview. Hal ini sesuai dengan pendapat Yin (2000:108) dikatakan
salah satu sumber informasi studi kasus sangat penting adalah wawancara. Teknik ini
dilaksanakan baik terhadap siswa yang mengalami kesulitan berinteraksi dalam belajar agama
Hindu, terhadap guru pengajar pendidikan agama Hindu, maupun orang tua siswa.
Penelitian ini wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Teknik ini digunakan
untuk menjaring data yang berhubungan dengan gejala sosio kultural atau sosial keagamaan yang
bersifat kompleks. Teknik ini juga bisa digunakan untuk menggali pendapat informan, mengenai
pengalaman, gagasan, ide, pandangan para informan lengkap dengan alasan-alasan atau motif-
motif yang melandasinya, terutama yang terkait dengan permasalahan penelitian yang sedang
dilaksanakan. Agar wawancara lebih terarah, maka dalam pelaksanaan wawancara digunakan
pedoman wawancara (interview guide) dalam bentuk terbuka, yang berfungsi sebagai pedoman
yang bersifat fleksibel dan pertanyaan berikutnya berdasarkan kepada jawaban informan
terhadap pertanyaan sebelumnya. Selain itu dilakukan pula wawancara kausal, yaitu wawancara
sambil lalu dengan informan yang dijumpai secara kebetulan pada tempat-tempat tertentu.

Moleong (2000:135) mengatakan bahwa teknik wawancara digunakan dalam mengumpulkan


data untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan dengan bercakap-cakap berhadapan muka
antara orang yang memberikan keterangan dengan si peneliti. Mardalis (1989:64) mengatakan
bahwa wawancara dapat dikatakan sebagai percakapan antara dua pihak yaitu pewawancara
(interviuwer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviuwee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Sementara Suparno (1995:441-442) wawancara dalam
suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan suatu keterangan tentang suatu kehidupan
manusia dalam suatu masyarakat serta pendirin-pendirin mereka itu merupakan pembantu utama
dari metode observasi. Lowongan dalam data yang tidak dapat dicatat dengan metode observasi
harus diisi dengan data yang didapat dari hasil wawancara.

Hal-hal yang ditanyakan atau dijadikan bahan wawancara dalam penelitian ini adalah menjaring
data yang berhubungan dengan gejala sosio kultural atau sosial keagamaan yang bersifat
kompleks. Teknik ini juga bisa digunakan untuk menggali pendapat informan, mengenai
pengalaman, gagasan, ide, pandangan para informan lengkap dengan alasan-alasan atau motif-
motif yang melandasinya, terutama yang terkait dengan permasalahan penelitian yang sedang
dilaksanakan. Adapun hal-hal yang ditanyakan kepada para siswa meliputi kesulitan, minat dan
motivasi mereka terhadap pelajaran agama Hindu, pandangan mereka terhadap pentingnya
belajar agama Hindu, kualitas guru pengajar pendidikan agama Hindu, perhatian serta bantuan
orang tua terhadap pemahaman para siswa tentang konsep ajaran agama Hindu, sarana dan
prasarana penunjang pembelajaran agama Hindu, serta kesulitan-kesulitan siswa dalam
berinteraksi dalam belajar pendidikan agama Hindu di kelas. Yin (2000:108-109) dinyatakan
bahwa wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. 

Yang paling umum digunakan  dalam studi kasus adalah wawancara bertipe open ended. Dalam
wawancara tersebut peneliti dapat bertanya kepada informan kunci tentang fakta-fakta suatu
peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Dalam beberapa situasi bahkan
peneliti bisa meminta kepada informan untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap
peristiwa tertentu dan menggunakan posisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya. Yang
ditanyakan kepada guru pendidikan agama Hindu adalah faktor-faktor penyebab kesulitan
menerapkan pembelajaran agama Hindu yang dialami oleh para guru, motivasi siswa dalam
mengikuti pelajaran pendidikan agama Hindu, alokasi jam pertemuan dengan rentangan materi
yang dituntut dalam pelajaran pendidikan agama Hindu, keterkaitan antara materi dengan
kebutuhan siswa, dan aspek-aspek pengajaran agama Hindu yang menyulitkan siswa untuk bisa
menuntaskan materi pembelajaran agama Hindu.

Untuk memudahkan pencarian data, maka disiapkan pedoman wawancara yang mengacu pada
kisi-kisi interview guide atau kisi-kisi pedoman wawancara (terlampir).

3) Teknik Pencatatan Dokumen

Selain teknik pengamatan berperan serta dan wawancara dalam penelitian ini juga menggunakan
teknik pencatatan dokumen. Perolehan data dengan teknik ini kebanyakan dari sumber bukan
manusia, diantaranya adalah dokumen-dokumen, data statistik, surat resmi atau media massa.
Adapun data-data yang diperoleh melalui teknik dokumentasi ini adalah mengenai jumlah guru
dan siswa, tata tertib sekolah, struktur organisasi sekolah dan struktur organisasi komite sekolah.
Selain itu studi kepustakaan tidak pula bisa diabaikan. Penggunaan teknik observasi, wawancara
dan dokumentasi satu dengan yang lainnya saling melengkapi dalam konteks triangulasi data.
Dengan demikian, data yang terkumpul diharapkan lebih terjamin kesahihannya.

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisis deskriptif kualitatif. Analisis
menurut Patton (dalam Moloeng, 1993 : 103) adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar agar dapat
ditafsirkan. Nasution (1996 : 126) dijelaskan bahwa tanpa kategori atau klasifikasi data akan
terjadi chaos. Tafsiran atau interprestasi artinya memberikan makna pada analisis, menjelaskan
pola atau kategori dan mencari hubungan antara berbagai konsep. Hal ini dilakukan secara terus
menerus sejak awal sampai akhir penelitian untuk selanjutnya dapat ditarik simpulan hasil
penelitian. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisa data adalah sebagai
berikut : 

Menggunakan model analisis data seperti di atas, diharapkan untuk menghasilkan suatu deksripsi
yang akurat dan membumi atau terkait dengan sosiokultural sekolah yang ditelaah. Dalam upaya
analisis data yang dilakukan, ditempuh beberapa cara sebagai berikut :

1) Reduksi Data

Dalam usaha  mereduksi  data  ini dilakukan beberapa kegiatan antara lain :

(1) Pengkodean Data 

Miles dan Huberman (1984 : 193) mereduksi data diartikan sebagai suatu proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraan, transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung.
Reduksi data disini dimaksudkan adalah dalam bentuk pemberian kode, mana data yang valid
dan mana data yang tidak cocok dan akan dibuang, sehingga akhirnya dapat ditarik suatu
kesimpulan final. Nasution (1996 : 129) juga menegaskan bahwa laporan data lapangan sebagai
bahan mentah, disingkatkan, direduksi, disusun yang lebih sistematis, sehingga lebih mudah
dikendalikan. Data yang telah direduksi diharapkan bisa memberikan gambaran yang lebih tajam
tentang hasil pengamatan.

Pengkodean data dimaksudkan untuk memudahkan analisis data agar lebih efektif dan efisien.
Untuk itu semua data yang diperoleh selanjutnya diberikan kode sebagai berikut : 

a. Data wawancara beserta rekamannya diberikan kode dengan huruf (W). 

b. Informan yang diwawancarai diberi kode huruf (S) untuk mewawancara dengan siswa, (G)
untuk hasil wawancara dengan guru dan (SB) hasil wawancara dengan informan yang ditunjuk
secara snowball. 
c. Nomor pertanyaan dalam interveiw guide / pedoman wawancara diberi kode angka arab yaitu
1, 2, 3, 4 dan seterusnya. 

Kegiatan pengkodean data sesungguhnya telah dimulai sejak kegiatan mencari data mulai
dilakukan. Data-data yang dicatat baik melalui kegiatan wawancara maupun observasi telah
diberikan kode pada setiap melakukan analisis data.

2) Pembuangan Data 

Penelitian ini difokuskan pada kualitas nilai etika dan kesulitan penanaman konsep etika melalui
berbagai pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru agama Hindu, kesulitan belajar
agama Hindu, kesulitan belajar agama Hindu yang dialami para siswa. Data yang dipergunakan
atau dianalisis serta dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah data yang relevan dengan topik
penelitian. Data yang direduksi atau dibuang adalah data yang tidak terkait dengan permasalahan
yang ada dalam peneltiian yang dilaksanakan. Oleh karena data yang terkumpul dalam peneltiian
kualitatif yang dilaksanakan sangat banyak, sehingga kemungkinan ada data-data yang harus
dibuang. Nasution (1996 : 128) dibuktikan bahwa data yang terkumpul di lapangan dalam
pengumpulan data merupakan laporan yang bersifat mentah yang patut disusun, difokuskan pada
hal-hal penting, disusun lebih sistematis, dan dibuang apabila data itu tidak dibutuhkan dalam
analisis data. 

Data yang dijaring dalam penelitian ini hanyalah data yang terfokus serta sesuai dengan tujuan
penelitian yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, data-data yang terkumpul tetapi tidak terkait
dengan tujuan penelitian akan dibuang. Pembuangan data yang dilakukan seperti ilustrasi berikut

3) Transformasi Data 

Transformasi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengubah bentuk data menjadi
bentuk lain, sehingga data menjadi efektif dan efisien tanpa mengubah atau menghilangkan
substansinya. Data yang ditransformasi dalam penelitian ini hanyalah data yang dipergunakan
dalam analisis data, berupa data jawaban dari para informan yaitu siswa, guru, orang tua dan
informan lainnya. 
Data yang diperoleh melalui hasil pengamatan dan wawancara dalam penelitian ini cukup baik,
sehingga tidak perlu diadakan pengubahan bentuk data. Data yang terekam atau tercatat sesuai
dengan apa yang di lapangan, oleh sebab itu dalam aktivitas reduksi data ini tidak ada kegiatan
transformasi data yang perlu dilakukan. 

4) Penglompokan Data 

Aktivitas penglompokkan data dilakukan untuk mengklasifikasikan kejenuhan data. Jika data
dari informan satu atau dari hasil satu telah terjadi secara berulang-ulang ampai data yang
dihasilkan dianggap cukup, maka data yang dicari dalam aktivitas pengamatan dan wawancara
baik terhadap guru, siswa sudah dipandang jenuh, sehingga pencarian data bisa dihentikan.
Aktivitas seperti di atas terus dilakukan terhadap semua informan baik guru, siswa maupun orang
tua siswa yang dilakukan secara acak, dan selanjutnya siswa yang ditunjuk sebagai informan,
orang tua juga sekaligus ditunjuk atau ditetapkan sebagai informan. 

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data masih belum teratur, terutama diperoleh dari
berbagai sumber seperti data hasil pengamatan dalam proses pembelajaran di kelas, hasil
wawancara data hasil pencatatan. Untuk memudahkan menarik kesimpulan, maka data tersebut
terlebih dahulu dikelompokkan dalam satu kelompok.

5) Penyajian Data 

Data yang telah direduksi selanjutnya disusun dan ditata dalam satuan peristiwa dan satuan
makna yang meliputi motivasi, kebiasaan belajar agama Hindu, peran guru dalam setiap proses
pembelajaran, perhatian orang tua terhadap belajar siswa, serta kemampuan siswa berinteraksi
baik di dalam kelas maupun di luar kelas dalam setiap proses pembelajaran Agama Hindu yang
dilaksanakan.

6) Penyimpulan dan Verifikasi 

Setelah upaya penyajian data dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah penyimpulan
sementara. Simpulan yang bersifat sementara akan diuji dengan simpulan-simpulan data yang
terjaring dari hasil pengamatan dan wawacara berikutnya. Selanjutnya dari simpulan-simpulan
yang bersifat sementara akan ditarik suatu simpulan umum secara induktif sebagai hasil akhir
penelitian. Hal ini berarti sejak awal, peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Mula-mula
simpulan itu masih bersifat tentave, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data,
maka simpulan itu akan lebih baik. Jadi simpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian
berlangsung untuk mendapatkan simpulan akhir sebagai hasil akhir penelitian.

7) Pengecekan Keabsahan Temuan

Keabsahan data dalam penelitian kualitatif ikut menentukan kadar keilmiahan hasil penelitian,
karena itu dalam penelitian ini, keabsahan data sangat diperhitungkan dengan cermat. Teknik
yang dipergunakan untuk memeriksa keabsahan data dan kejenuhan data dalam penelitian ini
adalah ketekunan pengamatan dan triangulasi data.

Ketekunan pengamatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan permasalahan atau issu yang sedang dicari
atau diselidiki, serta memusatkan perhatian kepada hal-hal tersebut secara mendalam. (Moleong,
1993:177) menegaskan bahwa dengan teknik ini diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih
rinci dan mendalam tentang pengajaran remedi yang diberikan terhadap para siswa Di SD No. 1
Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng yang mengalami kesulitan belajar.
Dengan teknik ketekunan ini akan dapat ditentukan kejenuhan data. Jika di dalam tiga kali
pengamatan yang diadakan ternyata diperoleh data tentang sulitnya siswa berinteraksi dalam
kelas, maka perolehan data sudah dipandang cukup, dan pada pengamatan berikutnya data yang
seperti itu tidak menjadi perhatian penelitia lagi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data yang diperoleh, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
yang telah diperoleh dalam kegiatan pengumpulan data. (Moleong : 178) lebih lanjut oleh Patton
ditegaskan bahwa ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data yang
digunakan, yaitu : sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan
dengan menggunakan sumber Patton (dalam Moleong, 1993 : 178) sebagai berikut.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan atau mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Cara ini dapat dilakukan dengan jalan 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi, 3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, 4) membandingkan keadaan dan
perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan dan 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.

Bertolak dari pandangan di atas, maka triangulasi dalam penelitian ini diterapkan dengan jalan :
1) membandingkan data hasil pengamatan dalam proses pembelajaran agama Hindu dengan hasil
wawancara baik terhadap siswa, guru pengajar pendidikan agama Hindu, 2) membandingkan
hasil wawancara para siswa dengan hasil wawancara dengan para guru pendidikan agama Hindu,
3) membandingkan hasil wawancara para siswa dan hasil wawancara dengan siswa lainnya
tentang peranan pengajaran remedial pendidikan agama Hindu bagi siswa yang mengalami
kesulitan belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar., 2002. Pokoknya Kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan


Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya

Cudamani, 1987. Pengantar Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi. Jakarta Yayasan Wisma
Karma

Dewan Pimpinan Pusat Prajaniti Hindu Indonesia. 1971. Prajaniti Widyasasana Denpasar :
Hindu Dharma.

Moleong, Lexy. J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Moleong, Lexi. T. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya.

Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bina Aksara.

------------, 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya

Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjahmada University
Perss.
Nurjanah, Nunuy at.al. 2000. Pelaporan Penelitian Kualitatif (Kumpulan Makalah), Bandung :
Program Pengembangan Bahasa S-3. Universitas Pendidikan Indonesia.

Pasek, I Ketut. 1987/1988. Pedoman Penataran Guru Agama Hindu Untuk Penyuluh Lapangan,
Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan.

Pudja, Gede, dkk. 1977/1978. Menawa Dharmasastra, Jakarta : Pesanan Proyek


Pengadaan/Pembelian Kitab Suci Hindu dan Budha, Dirjen. Bimas Hindu dan Budha,
Departemen Agama RI.

Pudja. Gede. 1984/1985. Sarasamuccaya, Jakarta : Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Hindu.

Pudja. Gede, 1985, Agama Hindu, Jakarta : Mayasari.

Sanafiah Faisal, Dkk, 1982, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional
Surabaya.

Sofyan Aman dkk. 1980. Pendidikan Moral Pancasila, Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sudikan, Setya Yuana. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya : Citra Wicana.

Sukarsini, Arikunto. 1983. Prosedur Penelitian, Jakarta : PT. Bima Aksara.

Sura, I Gede, 1985, “Pengendalian Diri dan Etika Dalam Ajaran Agama Hindu.

Wiratmaja, A. Gusti Ketut. 1984. LeardershipKepemimpinan Hindu Jakarta :tp.

Tim Penyusun, 2001. Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SMP Kelas III. Surabaya : Paramita.

Wojowasito, 1972. Kamus Bahasa Indonesia, Bandung : P Shinta Dharma Bandung.

Yin, Robert. K. 2000. Studi Kasus (Desain dan Metode) Jakarta : PT Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai