Anda di halaman 1dari 5

Nama : Oktafiya Nur Fitasari

NIM : 200210303006

Kelas : A

Tugas Geografi Budaya

Pranoto Mongso

Iklim, pola musim, serta fenomena-fenomena alam yang lain diamati serta dihafalkan
oleh nenek moyang selama ribuan tahun. Hingga akhirnya penentuan tanggal didasarkan pada
fenomena-fenomena yang ada di alam seperti, musim kemarau, musim [enghujan, musim
berbunga, pengaruh bulan purnama pada peristiwa pasang serta surut air laut, serta letak bintang
atau formasi bintang dijadikan sebagai patokan dalam pembuatan kalender tahunan (pembuatan
kalender tidak didasarkan pada kalender masehi (syamsiah) serta kalender hijriyah/Islam
(qomariah). Pada masyarakat Jawa kalender ini memiliki nama Pranoto Mongso, pada
masyarakat Sunda dikenal dengan nama Pranata Mangsa, dan pada masyarakat Bali dikenal
dengan nama Kerta Masa. Pranoto mongso sendiri oleh Hariyanto diartikan sebagai salah satu
cara dalam mengetahui tanda-tanda atau hukum dari suatu peristiwa geografis yang dilakukan
oleh suku Jawa yang memiliki kegunaan dalam mencegah tingginya biaya yang dikeluarkan
dalam masa pertanian, penentuan masa panen, masa tanam, meminimalisir risiko panen yang
gagal, serta PHT (Pengendalian Hama Terpadu).

Penggunaan perhitungan atau kalender pranoto mongso juga dibutuhkan dalam


penentuan pengerjaan suatu pekerjaan, seperti merantau ataupun berperang, bercocok tanam,
serta melaut atau mencari ikan. Pranoto mongso dapat menjadi pedoman petani dalam
pelaksanaan kegiatan pertanian dengan mengikuti fenomena-fenomena alam yang bersangkutan
(seperti ketika musim hujan maka penanaman padi bisa dilakukan),tidak semena-mena dalam
melakukan pemanfaatan lahan (meskipun didukung sarana dan prasarana yang memadai, seperti
tersedianya saluran irigasi dan air). Hal ini selain lebih efektif dan dapat meningkatkan taraf
hidup petani, juga dapat membuat alam keseimbangan yang ada di alam menjadi terjaga. Pranoto
mongso mulai dikembangkan sejak 22 juni tahun 1856 dimana diprakarsai oleh Raja Surakarta
Pakubuwono VII. Menurut pendapat dari Sumintarsih (1993), pranoto mongso memiliki
indicator pada tiap mongso yakni:

Nama Panjang Awal dan Nama Watak Gejala Alam


Mongso akhir Bintang
1 (Kasa) 41 22jun-1 agus Sapigumarang Setya murca ing Daun-daun
embanan/ udan gugur, siang hari
rasa mulyo panas dan
malam hari
dingin
2 (Karo) 23 2 agus-24 Tagih Bantala rengka/ Ydara panas,
agu gong pecah angin lembut di
sajroning luar dingin,
simpenan panas didalam,
pohon berdaun
lagi
3 (Katelu) 24 25 agu-17 Lumbung Suta manut ing Angin berdebu,
sept bapa panen palawija,
udara panas,
gadung tumbuh,
pohon-pohon
berbunga
4 (Kapat) 25 18 sept- 12 Jaran dawuk Waspa Pohon randu
okt kumembeng berbuah,
jroning kalbu kemarau
berakhir,
binatang kaki
empat kawin,
pohon jeruk dan
jambu berbuah.
5 (kalimo) 27 13 okt- 8 nov Banyak Pancuran emas Gadung dan
angrem sumawur ing kunir berdaun
jagat banyak. Hujan
pertama turun.
Pohon mangga,
during dan
nangka berbuah.
6 (kanem) 43 9 nov-21 des Gotong Mayit Rasa mulya Jeruk dan
kasucen rambutan
berbunga,
mengerjakan
sawah, alam
mulai hujan.
7 (Kapitu) 43 22 des-2 feb Wulan jarang Anjrah jroning Hujan jarang,
Irin kayun kilat
bersambaran,
banyak binatang
tonggeret, padi
mulai berbuah.
8 (Kawolu) 26 3 feb-28/29 Wuluh Anjrah jroning Hujan jarang,
feb kayun kilat
bersambaran,
banyak binatang
tonggeret, padi
mulai berbuah.
9 25 1 mar-25 mar Waluku Wedare wacana Alpukat, jeruk,
(Kasongo) mulya dan papaya
berbuah,
garengpung
berbunyi.
10 24 26 mar-18 Lumbung Gedong minep Burung-burung
(kasepuluh apr bertelur, padi
) tua
11 (Dhesta) 23 19 apr- 11 Tagih Sotyo sinarwedi Burung
mei mengeram,
menuai padi,
tanaman berubi
berbuah.
12 41 12 mei- 21 Tirta sah saking Jeruk berbuah,
(Saddha) jun sasana mulai kemarau.

Berdasarkan pendapat dari Sindhunata, daalam satu tahun, pranata mangsa terdiri dari 12
mangsa kenudian terbagi jadi 4 mangsa utama, yakni mangsa terang yang terdiri dari 82 hari,
mangsa semplah yang terdiri dari 99 hari, mangsa udan yang terdiri dari 86 hari, serta mangsa
pengarep-arep yang terdiri dari 98 hari. Terdapat pula pembagian mangsa utama yang lain yang
simetris dengan 4 mangsa ini, yakni mangsa katigo yang terdiri dari 88 hari, mangsa labuh yang
terdiri dari 95 hari, mangsa rendheng yang terdiri dari 94 hari serta mangsa mareng yang terdiri
dari 88 hari. Panjang bayangan manusia yang ada pada siang hari merupakan indicator atau tanda
yang digunakan dalam mengetahui awal serta akhir dari setiap mangsa. Hal ini disebabkan
karena setiap harinya, posisi matahari selalu berpindah-pindah.

REFERENSI
Maridi, M. (2015). Meningkatkan budaya dan kearifan lokal dalam sistem konservasi tanah dan
air. Dalam Prosiding Konferensi Pendidikan Biologi: Biologi, Sains, Lingkungan, dan
Pembelajaran (Vol. 12, No. 1, hlm. 20-39).

Riantika, RFP, & Hastuti, H. (2019). Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia.
Geomedia: Majalah Ilmiah dan Informasi Geografis , 17 (1).

Suarmika, PE, & Utama, EG (2017). Pendidikan mitigasi bencana di Sekolah Dasar (studi
analisis etnopedagogis). JPDI (Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia) , 2 (2), 18-24.

Wiriadiwangsa, D. (2005). Pranata Mangsa, masih penting untuk pertanian. Tabloid Sinar Tani,
9.

YOLANDA, A. Eksistensi Kearifan Lokal Sebagai Penerapan Budaya Sekolah di SDN


Kemuningsari Lor 02 Kabupaten Panti Jember (Disertasi Doktor, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan).

Anda mungkin juga menyukai