Anda di halaman 1dari 4

Pranata Mangsa

Pranata mangsa secara etimologi berasal dari kata dasar pranata dan mangsa, pranata berarti
ketentuan, dan mangsa berarti musim [ CITATION WJS391 \l 1033 ] . Pranata mangsa atau dalam
bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai ketentuan musim adalah perhitungan dalam kalender
jawa yang dikaitkan dengan kegiatan pertanian maupun perikanan [CITATION Ant16 \l 1033 ].
Perhitungan pranata mangsa mengacu pada peredaran matahari, sehingga mengalami dua siklus
waktu yang memiliki umur yang berbeda seperti tahun kabisat pada penanggalan Masehi. Ada
yang berumur 365 hari atau biasa disebut taun wastu1 dan ada yang berumur 366 hari yang
disebut taun wuntu2 [ CITATION Wib902 \l 1033 ]. Unsur Pranata Mangsa pada penanggalan
kalender Jawa dikenal sejak diresmikan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana VII di Surakarta pada
tanggal 22 Juni 1855[ CITATION NDa83 \l 1033 ]. Pranata Mangsa sangat berpengaruh dalam
kehidupan masyarakat Jawa terutama segi ekonomi. Sejak jaman dahulu, masyarakat Jawa
bermata-pencaharian mengolah sawah, dan masyarakat Jawa membutuhkan suatu ilmu yang
dapat memudahkan mereka dalam mengolah sawah dimulai dari kapan musim yang baik untuk
menanam sampai memanen.

Pranata Mangsa dibagi menjadi 12 musim, di mulai dari mangsa kasa sampai mangsa sadha.

1. Kasa
Musim yang pertama ini dinamai dengan nama kasa, berasal dari kata sa atau siji yang
mendapat awalan ka, yang berarti pertama. Mangsa kasa berawal pada tanggal 22 Juni.
Tanggal tersebut dipilih menjadi awal mangsa bukan hanya asal-asalan, namun karena
mengacu pada hari pertama pergeseran matahari dari garis balik utara [CITATION Ant16 \l
1033 ]. Mangsa kasa disimbolkan dengan kalimat “Sotya Murca ing Embanan” yang
berarti permata yang lepas dari tempatnya, memiliki arti harfiah daun-daun mulai
berguguran, ranting-ranting mulai berjatuhan, dan suhu terasa kering sebagai tanda telah
dimulainya musim kemarau[ CITATION Wib902 \l 1033 ]. Pada musim ini para petani mulai
menanam palawija3 dan membakar batang padi (damen) yang tersisa di sawah. Ciri lain

1
Taun wastu (taun lumrah) atau (taun lak). W. H. Soembogo, Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna, CV.
Buana Raya, Yogyakarta, 1990, halaman 16.
2
Taun wuntu berarti tahun panjang, karena memiliki umur waktu yang lebih panjang dari taun wastu.
3
Palawija dari kata pala dan wija, pala berarti buah dan wija berarti biji, palawija berarti tanaman yang berbiji atau
ditanam seperti halnya biji, yaitu berada di permukaan tanah (selain padi). W. J. S. Poerwadarminto, Baoesastra
Djawa,J. B. Wolters' Uitgevers Maatschappij, Batavia, 1939.
yang menandai musim ini adalah belalang mulai bertelur. Kondisi meteorologisnya sinar
matahari 76%, lengas udara 60,1%, curah hujan 67,2 mm, dan suhu udara
27,40C[ CITATION Ant16 \l 1033 ].
2. Karo
Musim kedua yang disimbolkan dengan istilah “Bantala Rengka” yang berarti retaknya
tanah. Sama dengan simbolnya musim kedua memiliki ciri-ciri tanah yang mulai retak,
musim sudah mulai memasuki musim kemarau [ CITATION Wib902 \l 1033 ]. Keadaan
mulai makin kering, ciri-ciri lainya ialah tanaman palawija mulai tumbuh dan pohon
mangga dan sejenisnya mulai bersemi[ CITATION Ant16 \l 1033 ]. Para petani mulai
membuat irigasi untuk tanaman palawija. Kondisi meteorologisnya sama dengan musim
sebelumnya hanya curah hujan mulai turun ke angka 32,2 mm.
3. Katiga
Musim yang ketiga, nama musim ini digunakan sebagai istilah untuk menamai musim
kemarau. Mangsa katiga memiliki simbol “Suta Manut ing Bapa” yang berarti anak yang
menurut kepada bapak. Yang ditafsirkan pada tanaman pala kapendhem4 yang batangnya
mulai mengikuti lanjaran5. Ciri-ciri musim ini ialah tanaman pala kapendhem mulai
tumbuh, bambu mulai bertunas, dan para petani mulai memanen palawija. Hal yang
paling khusus pada musim ini ialah musim kemarau, ditandai dengan mulai
mengeringnya sumber air dan angin yang berdebu. Curah hujan mulai naik ke angka 42,2
mm.
4. Kapat
Musim keempat, disimbolkan dengan “Waspa Kumembeng Jroning Kalbu” yang berarti
air mata yang kumembeng (ada/tersimpan namun tidak menetes) di dalam hati.
Ditafsirkan sumber mata air yang disimbolkan waspa (air mata) yang mulai muncul
namun masih sangat sedikit. Mulai ada hujan walau tak begitu banyak, pohon randu
mulai berbuah dan kering, pohon kapuk mulai berbuah dan kapuknya berterbangan, serta
palawija sudah mulai tua[ CITATION Wib902 \l 1033 ]. Ciri-ciri yang lain ialah para petani
mulai menanam padi ‘gaga’ (Oryza Sativa L.), burung pipit dan manyar mulai membuat
4
Pala kapendhem dari kata pala dan kapendhem, pala berarti buah dan kapendhem berarti tertanam atau berada di
dalam tanah. Pala kapendhem berarti tanaman yang biasanya ditanam di kebun dan buahnya tertanam atau berada di
bawah tanah (umbi-umbian). W. J. S. Poerwadarminto, Baoesastra Djawa,J. B. Wolters' Uitgevers Maatschappij,
Batavia, 1939.
5
Tegakan, Anton Rimamang, Pranata Mangsa : Astrologi Jawa Kuno, Kepel Press, Yogyakarta, 2016, halaman 26.
sarang, dan burung yang ukuran tubuhnya mungil mulai bertelur. Pada musim ini mulai
memasuki mangsa labuh6 dan musim kemarau (mangsa ketiga) mulai berakhir. Kondisi
meteorologisnya sinar matahari 72%, lengas udara 75,5%, curah hujan mulai naik ke
angka 83,3 mm, dan suhu udara 26,70C.
5. Kalima
Musim kelima, disimbolkan dengan “Pancuran Mas Sumawur ing Jagad” yang berarti
pancuran emas tersebar di bumi. Pancuran emas adalah pengibaratan dari hujan. Musim
ini ditandai dengan turunnya hujan yang telah ditunggu-tunggu untuk pertama kali. Ciri-
cirinya para petani mulai memperbaiki sawah, membuat irigasi, dan menyebar benih
padi. Selain itu, ulat mulai berdatangan dan mulai tumbuhnya sinom7 pohon asam jawa.
Curah hujan mulai naik ke angka 151,1 mm.
6. Kanem
Musim keenam, disimbolkan dengan “Rasa Mulya Kasucen”
7. Kapitu
8. Kawolu
9. Kasanga
10. Kadasa
11. Dhesta
12. Sadha

DAFTAR PUSTAKA
Daldjoeni, N. (1983). Penanggalan Pertanian Jawa Pranata Mangsa : Peranan Bioklimatologis
dan Fungsi Sosiokulturalnya. Yogyakarta: Proyek Javanologi BP3K, Departemen P & K.
Poerwadarminto, W. J. (1939). Baoesastra Jawa. Batavia: J. B. Wolters' Uitgevers Maatschapij.
Rimamang, A. (2016). Pranata Mangsa : Astrologi Jawa Kuno. Yogyakarta: Kepel Press.

6
Mulai menghadap musim penghujan W. J. S. Poerwadarminto, Baoesastra Djawa,J. B. Wolters' Uitgevers
Maatschappij, Batavia, 1939.
7
Daun pohon asam yang masih muda
Soembogo, W. H. (1990). Kitab Primbon Qomarrulsyamsi Adammakna. Yogyakarta: CV. Buana
Raya.

Anda mungkin juga menyukai