Anda di halaman 1dari 14

RELEVANSI PRANATA MANGSA DI

ERA YANG MODERN


Oleh Muhammad Huda Alima Salim,

NIM : 21/474113/FI/04910

Universitas Gadjah Mada, Fakultas Filsafat

( Gadjah Mada University, Faculty of Philosophy )

Abstract

Date is one of the most important thing to make something in life as a civilized
people. Time and Date usually found inside house or outside, but without being
noticed that we aren’t needing tradition calendar anymore in this era with
everything is digital, calendar for example. Different from Gregorian calendar in
general, Pranata Mangsa is a Javanese calendar which existed long before
Indonesia declared independence, since Indonesia known as Nusantara. Javanese
make their own calendar to make things easier such as determining relationship
between them, and still more that can be discussed in this paper. Therefore, I will
explain important matter about Pranata Mangsa calendar such as: (1) What is
Pranata Mangsa, (2) History about Pranata Mangsa, (3) Relevancy Pranata
Mangsa in this Era. I hope with this paper existence will expand the knowledge
can be learned in Nusantara Philosophy in the mean time.

Abstraksi.

Tanggal merupakan hal yang penting dalam membentuk sesuatu dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Waktu dan tanggal sudah biasa kita temukan baik
di rumah maupun di luar rumah, namun tanpa kita sadari bahwa kita tidaklah
membutuhkan kalender lagi yang masih memiliki bentuk dikarenakan di zaman
yang serba – serbi digital seperti sekarang ini sudah memiliki kalender sendiri di
gawai yang kita miliki masing masing. Berbeda dengan penanggalan masehi yang
sudah umum, Pranata Mangsa merupakan penanggalan yang berasal dari Jawa dan
sudah lama adanya. Masyarakat Jawa membuat penanggalannya sendiri sendiri
untuk memudahkan mereka dalam menentukan sesuatu seperti jodoh, dan masih
banyak lagi yang dapat dibahas dalam paper ini. Oleh karena itu saya akan
memaparkan beberapa materi penting mengenai penanggalan Jawa Pranata
Mangsa seperti: (1) Apa itu Pranata Mangsa, (2).Sejarah penanggalan Jawa
Pranata Mangsa, (3) Relevansi Pranata Mangsa di kehidupan sekarang. Saya
harap dengan adanya paper ini akan memberikan sumbangan ilmu terhadap
Sistem Pengetahuan dalam Filsafat Nusantara di kemudian hari.

DAFTAR ISI

Pendahuluan

Masyarakat Jawa yang tradisional pada zaman dahulu memiliki banyak


kebutuhan yang belum terpenuhi seperti pendidikan formal, namun jika dilihat
dari ilmu yang dimiliki oleh masyarakat Jawa dahulu sebagian besar
pengetahuannya dilandasi dengan keingintahuan mereka tentang alam dan
lingkungan yang spesifik di daerahnya. Banyak contoh pengetahuan alam yang
dipelajari oleh masyarakat Jawa dan diwariskan turun menurun dari generasi ke
generasi, masyarakat Jawa yang identik dengan kebudayaan agrarisnya memicu
akal mereka untuk mempertanyakan hal hal terkait dengan pertanian dan segala
pengetahuan tentang bercocok tanam seperti tanda – tanda alam, perubahan
musim, penyakit tanaman beserta hamanya yang akan diwariskan kepada anak
cucu mereka. Pengelolaan lahan pertanian dipengaruhi oleh perubahan iklim
sebagai faktor utama yang dapat memengaruhi produksi pertanian dan juga hasil
panen sebagai dampak konkrit yang disebabkan oleh pergantian iklim, dan akan
mengancam pangan nasional jika terjadi secara permanen.

Menurut Badan Klimatologi Meteorologi dan Geofisika, Peneliti BMKG


dengan menggunakan data yang panjang sejak tahun 1866, diketahui bahwa tren
suhu maksimum di Jakarta telah meningkat signifikan sebesar 2.12°C per 100
tahun, (Siswanto, 2016, Jurnal Internasional Klimatologi). Tren kenaikan suhu ini
dapat menghancurkan prediksi para petani dalam menentukan waktu panen dan
musim yang tepat untuk menanam bahan pangan, hanya dikarenakan pemanasan
global beberapa derajat dalam kurun waktu 100 tahun. Begitupun dengan Pranata
Mangsa yang telah dijadikan acuan para petani dalam melakuka cocok tanam
sejak lama, bahkan sejak zaman kerajaan dan saat Indonesia masih dikenal dengan
Nusantara.

1. Pranata Mangsa

Secara harfiah pranata mangsa sendiri berasal dari kata pranata yang
berarti aturan dan mangsa yang berarti waktu, musim atau periodisasi iklim di
bumi yang disebabkan karena perubahan dan pergeseran garis edar matahari atau
solar kalender (Rif’ati Dina Handayani, Zuhdan Kun Prasetyo, 2019) . Pranata
Mangsa adalah sebuah penanggalan atau kalender yang dibuat oleh masyarakat
Jawa untuk mengklasifikasikan banyak musim dalam 12 Mangsa yang terdapat
pada Pranata Mangsa. Nilai – nilai yang dimiliki kebenaran dalam sebuah
pengetahuan adat akan dijadikan acuan oleh masyarakat Jawa dalam bertingkah
laku sehari – hari di kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pranata Mangsa
umumnya digunakan oleh para petani yang melakukan cocok nanam sebagai mata
penceharian dan sumber nafkah mereka, begitu pula para pemburu dan juga para
nelayan dengan cara mereka sendiri sendiri yang menggunakan Pranata Mangsa
dengan memperhatikan musim – musim yang terdapat didalamnya untuk
mengurangi dan mencegah resiko yang tidak diinginkan dalam melakukan
pekerjaan mereka seperti penggunaan biaya yang relatif tinggi pada zamannya.
Pranata mangsa menyandarkan epistemologinya pada ilmu titen atau niten yang
merupakan hasil kecermatan para leluhur / nenek moyang kita terhadap perubahan
yang berjalan pada alam yang dikaitkan dengan aspek kehidupan yang dialami
( Witasari, 2015). Pranata Mangsa merupakan sekumpulan pengetahuan yang
hanya berlaku pada wilayah tertentu dan terbatas pada waktu tertentu juga.

Sindhunata (2011) mengatakan dalam salah satu artikelnya mengenai


Pranata Mangsa mengklaim bahwa Pranata Mangsa merupakan sebuah penemuan
yang brilian. Kompleksitas dari penanggalan tersebut tak kalah dibanding sistem
penanggalan dari negara – negara lain, terlebih jika dibandingkan oleh Farming
Almanac a la Amerika yang dinyatakan lebih maju oleh Sindhunata. Dalam
Pranata Mangsa mengandung aspek kosmologis dan bioklimatologis yang sangat
mendasari kehidupan sosial ekonomi beserta kebudayaan masyarakat Jawa, selain
itu juga Pranata Mangsa menggambarkan konsep ontologi menurut konsepsi Jawa
yang digambarkan dengan lambang yang merupakan watak Mangsa. Istilah
Pranata Mangsa dalam bahasa Indonesia berarti pembagian atau penentuan
musim. Tak hanya masyarakat Jawa, suku lain juga mengenal penanggalan yang
serupa seperti pada suku Sunda (Pranata Mangsa) dan suku Bali (Kerta Masa)
(Ali Badrudin, 2014).

a) Urutan Mangsa

1. Mangsa Kasa

Mangsa Kasa memiliki jangka waktu 41 hari yang dimulai dari


tanggal 22 Juni hingga 1 Agustus yang memiliki musim kemarau. Tafsir
Mangsa Kasa adalah sotya murca ing embanan yang artinya permata lepas
dari cincin pengikatnya. Mangsa ini bersifat udan rasa mulia yang berarti
jika pada mangsa ini ada hujan yang turun, maka hujan tersebut akan
terasa sejuk dan segar. Tumbuhan yang akan berbunga merupakan pohon
Durian, Manggis, Nangka, Cermai, Srikaya dan masih banyak lagi.
Sedangkan Perilaku Hewan pada Mangsa ini seperti ikan yang ada di
sungai akan bersembunyi, lembu dan kerbau akan malas bekerja dalam
jangka waktu singkat. Petani dianjurkan untuk membakar sisa batang padi
setelah panen dan menyiapkan lahan untuk menanam Palawija

2. Mangsa Karo

Mangsa Karo biasanya memiliki 23 hari masa waktu yang dimulai


dari tanggal 2 Agustus hingga 24 Agustus disertai dengan musim paceklik.
Memiliki Tafsir mangsa bantala rengka yang berarti tanah retak,
berbongkah atau nela. Benih Palawija yang ditanam mulai tumbuh dan
Pohon Durian, Mangga, Gadung, Nangka dan yang lain sudah mulai
berbunga. Pohon randu bersemi dan pohon Pisang, Jeruk dan Sawo mulai
berbuah. Alam kering dan panas yang menghambat memberatkan petani
untuk mencari air di sekitar daerahnya.

3. Mangsa Katiga
Pada Mangsa Katiga tak jauh berbeda dengan Mangsa Karo karena
pada mangsa ini jangka waktunya 24 hari yang dimulai dari 25 Agustus
hingga 17 September. Tafsir Mangsa Katiga adalah suta manut ing bapa
yang berarti anak menurut bapak. Memiliki sifat mangsa resmi dan
perilaku tumbuhan seperti bambu, gadung, temulawak, kunyit, uwi,
gembili dan gembolo beserta tanaman rambat lainnya mulai tumbuh.
Sumur yang mulai kering dan angin yang berhembus beserta debu disertai
cuaca yang panas menemani mangsa ini hingga akhir. Tanaman Palawija
yang ditanamkan 2 mangsa lalu, sebagiannya sudah bisa dipanen.

4. Mangsa Kapat

Umur Mangsa Kapat yaitu 25 hari yang dimulai dari 18 September


hingga 12 Oktober, pada mangsa ini terjadi transisi musim kemarau
menuju musim hujan atau yang biasa kita kenal sebagai musim pancaroba
atau labuh. Mangsa ini ditafsir sebagai wasapa kumembeng jroning kalbu
yang berarti mata air yang tidak keluar. Tumbuhan seperti kepel dan asam
jawa mulai berbunga, tanaman duwet, durian, randu mulai berbuah.
Burung pipit dan manyar mulai membuat sebuah sangkar sebagai rumah
untuk tempat bagi telur – telurnya tinggal. Hewan berkaki empat
menjalani musim kawin dan ikan – ikan sungai mulai keluar dari
persembunyiannya.

5. Mangsa Kalima

Mangsa ini lebih panjang 2 hari dibanding dengan mangsa


sebelumnya yaitu 27 hari yang dimulai dari 13 Oktober hingga 8
November, masih dengan musim pancaroba atau transisi musim kemarau
menuju musim hujan / Labuh. Mangsa ini ditafsir sebagai pancuran emas
sumawur ing jagat yang artinya hujan pertama yang turun ke bumi
merupakan karunia yang sangat berharga. Pohon – pohon yang ada pada
mangsa kasa mulai berdaun muda (sinom) pada mangsa ini. Hewan melata
mulai berkeliaran dan keluar dari sarang, bahkan hewan seperti lalat mulai
berkembang biak dan bertebaran dimana – mana. Petani menghela nafas
disertai rasa syukur atas hujan yang mulai turun kembali bagaikan hujan
emas, setelah itu para petani mulai memperbaiki lahannya dan melakukan
re-planning tentang pembagian air untuk sawah mereka. Tak hanya itu,
para petani juga menyebar padi gaga.

6. Mangsa Kanem

Pada Mangsa Kanem, umurnya relatif lebih panjang dibanding


mangsa mangsa sebelumnya dan memiliki perbedaan hari yang cukup
sedikit dengan Mangsa Kasa yaitu 43 hari yang dimulai dari 9 November
hingga 21 Desember, musim pancaroba / labuh pun berakhir dan mulai
memasuki musim hujan beserta petir dan parahnya hingga menyebabkan
longsor di beberapa tempat. Tafsir Mangsa Kanem ini adalah rasa mulya
kasucen yang berarti perasaan bahagia yang sebenar – benarnya. Buah dari
pohon Mangga, Durian dan Rambutan mulai matang dan siap hampir siap
dipanen. Lipas atau Kecoak juga kembang air mulai berkembang biak di
parit, burung burung air mulai mencari mangsa di perairan. Pada mangsa
ini petani mulai membajak sawah dan menanami dengan padi dengan
menanami gabah di petak sawah.

7. Mangsa Kapitu

Mangsa ini memiliki umur yang sama dengan Mangsa Kanem


yaitu berumur 43 hari yang dimulai dari tanggal 22 Desember hingga 2
Februari dengan musim hujan yang curah hujannya deras sekali. Tafsir
Mangsa di Mangsa Kapitu ini adalah wisa kentar ing maruta yang berarti
racun terbang tertiup angin. Mangsa ini bersifat guci pecah ing segara
yang berarti hujan terus menerus dengan curah hujan yang tinggi, angina
kencang, sungai meluap. Mangsa Kapitu merupakan awal munculnya
penyakit – penyakit dan Banjir, para petani mulai tidak tenang di mangsa
ini dikarenakan alam yang kurang bersahabat. Tumbuhan seperti Durian,
Kelengkeng, Salak, Kepundung, Nangka Belanda dan Gandaria masih
berbuah. Hewan – hewan mulai kesulitan mencari makanan, para petani
mulai menanamkan bibit Padi ( tandur ) untuk menggantikan bibit padi
awal yang rusak akibat hujan deras.
8. Mangsa Kawolu

Dibanding 2 mangsa sebelumnya, urutan umur mangsa sampai sini


mulai memendek lagi, hanya 25 hari yang dimulai dari 3 Februari hingga
28 Februari (Berlaku untuk tahun Wastu), di mangsa ini curah hujan sudah
mulai berkurang walaupun Guntur masih sering terdengar. Mangsa ini
ditafsir sebagai anjrah jroning kayun yang berarti tersebar merata. Banyak
tumbuhan yang mulai berbunga seperti sawo, manila, kepel dan gayam
dan yang berbuah antara lain adalah alpuket dan wuni. Binatang binatang
mulai kawin, tonggeret berkembang biak, kunang – kunang yang sudah
bertebaran di sawah pada malam hari. Padi sudah mulai berbunga dan
Jagung yang di ladang sudah siap panen.

9. Mangsa Kasanga

Berumur 25 hari yang dimulai dari tanggal 1 Maret hingga tanggal


25 Maret, musim hujan pun berakhir. Penafsiran mangsa mengatakan
wedaring wacana mulya yang berarti tersiarnya kabar berita. Pohon
kawista, sawo kecik yang berbunga bunga, dan Alpuket juga wani mulai
berbuah. Padi yang ditanamkan mulai berisi dan ada yang sudah
menguning. Banyak serangga serangga yang sudah tersebar di habitatnya
masing masing dan kucing yang pada mangsa kemarin kawin sudah mulai
bunting. Orang – orangan sawah mulai dipasang di sawah untuk mengusir
burung dan para petani mulai mengerjakan tagalannya.

10. Mangsa Kadasa

Berumur 24 hari yang dimulai dari tanggal 26 Maret sampai 18


April, musim peralihan datang menjadi transisi dari musim hujan ke
musim kemarau (mareng). Mangsa ini ditafsir sebagai gedong mineb
jroning kalbu yang artinya buah hati dalam hati. Padi di sawah menguning,
padi gogo siap dipanen, Alpuket dan jeruk nipis siap dipanen. Hewan
berkaki empat mulai bunting, burung burung menyanyi (berkicau) juga
membuat sarang untuk tempat singgah bagi telur – telurnya yang akan
dikeluarkan. Petani memanen padi gaga tadi dan sibuk menghalau burung
pipit dan pemakan bulir padi lainnya.

11. Mangsa Dhesta

Berumur 23 hari yang dimulai dari tanggal 19 April hingga 11 Mei,


musim peralihan menuju puncak (mareng) yang membawa udara panas di
siang hari. Tafsir mangsa yang diberikan pada mangsa ini adalah sotya
sinorowedi yang berarti pematah hati, penuh kasih sayang. Umbi – umbian
dan Padi sudah siap panen, telur burung mulai menetas dan para induk
burung memberi makan anaknya.

12. Mangsa Sadha

Mangsa terakhir yang ada pada Pranata Mangsa berumur 41 hari


yang dimulai dari tanggal 12 Mei hingga 21 Juni sebelum siklus berbalik
lagi dari Mangsa Kasa, musim peralihan sudah berakhir dan musim
kemarau (bedhidhing) yang telah kembali. Tafsir mangsanya adalah tirta
sah saking sasana yang berarti air hilang dari tempatnya. Mangsa ini
bersifat rontoging taru lata yang berarti daun – daun layu karena panas
matahari di siang hari. Air mulai mongering di sumur hingga penduduk
sekitar mulai mencari air di sekitar daerahnya. Pohon nanas dan kesemek
mulai berbuah dan alpuket juga mulai berbuah lagi, hewan hewan
dikandangkan untuk diistarahatkan. Selepas memanen padi, para petani
mulai mengeringkan gabah untuk disimpan dalam lumbung padi dan
menyiapkan lahan untuk ditanami Palawija.

Dalam Pranata Mangsa, mangsa mangsa tersebut dibagi menjadi 4 musim


besar yaitu Musim kemarau 88 hari, Pancaroba menuju musim hujan berumur 95
hari, musim hujan 94 hari, Pancaroba menjelang masa kemarau 88 hari,
(Indrowuryanto 1999, dan Wisnubroto,1999 ).

2. Sejarah Pranata Mangsa


Pranata Mangsa ditentukan dengan pergerakan matahari namun ada
influence dari kalender Gregorian. Kalender Gregorian sendiri merupakan
kalender masehi, kalender masehi sendiri berasal dari kalender Romawi yang
Kalender Romawi Numa Pompulis ini sebenarnya merupakan pembaharuan
dari kalender Romawi kuno yang dipopulerkan oleh penguasa sebelumnya
yang terkenal dengan kalender yang hanya memiliki 10 bulan sebagaimana
tradisi desimal yang ada pada mereka. Kalender 10 bulan tersebut
menggunakan sistem penanggalan Bulan yang satu bulannya terdiri dari 30 hari
atau 31 hari sehingga dalam satu tahun terdapat 305 hari, Numa Pompulis
kemudian menambahkan 2 bulan sehingga jumlah bulan menjadi 12 dan acuan
kalendernya dirubah menjadi kalender lunisolar atau kalender yang
menggunakan acuan Matahari dan Bulan. Selanjutnya saat Reformasi Julius
Caesar banyak kalender masehi yang diubah seperti Quintilis diganti menjadi
Julius berkat penemuan Julius yang ditemani oleh beberapa astronom seperti
Sosigenes, lalu penerapan Januarius menjadi awal tahun dan penetapan umur rata
rata satu tahun menjadi 365hari lebih 6 jam, penetapan tahun kabisat (4 tahun
sekali). Kalender Julius juga diperbaharui lagi oleh Gregorian seperti penambahan
tahun Basitah yang ada setiap 400 tahun sekali dan juga penetapan jumlah hari
dalam setahun negara tropis menjadi 365,2425 dari 365,25 (Riza & Izzuddin,
2020). Namun jauh sebelum dikaitkan atau dihubung – hubungkan dengan
kalender Gregorian (untuk mempermudah), Pranata Mangsa sudah ada dan
dikenal oleh masyarakat Jawa walaupun masih tidak diketahui pasti kapan mulai
dipakai oleh mereka untuk kegiatan bercocok tanam, melaut dan berburu.

Sebelum digunakannya penanggalan Jawa, masyarakat Jawa masih


memaka penanggalan Saka yang didasarkan gerak peredaran Bumi mengelilingi
Matahari. Pada saat masa pemerintahannya Sultan Agung Hanyakrakusuma
sebagai raja Kerajaan Mataram yang ke tiga, diberlakukan sebuah perubahan pada
tahun Saka menjadi penanggalan Jawa pada tahun 1555 Saka dan diganti menjadi
1555 Jawa sebagai tahun yang memiliki kemiripan dengan Kalender Hijriyah isi
bulannya. Di tahun yang sama, Pranata Mangsa dijadikan pedoman bagi para
petani bagi para petani di daerah kerajaan Mataram. Berawal dari hanya 10
Mangsa yang diklasifikasikan dalam satu tahun dikarenakan setelah mangsa
Kadasa adalah waktu bagi para petani untuk istirahat. Pada tanggal 21 - 22 Juni
1855 di kerajaan Surakarta saat masa pemerintahan Pakubuwono VII, Pranata
Mangsa disejajarkan dan dikaitkan dengan kalender Masehi yang memiliki total
365 hari dan setelah dilakukan riset yang cukup lama dan diberlakukan peninjauan
ulang di tahun yang saama, maka telah disempurnakannya Pranata Mangsa
dengan ditambahkannya Mangsa Destha dengan Mangsa Sadha yang menjadikan
Pranata Mangsa memiliki 12 Mangsa. Setelah penyempurnaan, Pranata Mangsa
diberlakukan atas ketetapan Pakubuwono VII pada tanggal 22 Juni 1855
bertepatan pada Hari pertama Mangsa pertama dan Tahun pertama untuk
penanggalan Jawa Pranata Mangsa. (Muhammad Himmatur Riza, 2008)

3. Relevansi Pranata Mangsa di zaman Modern

Zaman Modern tidak lagi banyak tradisi yang berkembang, syukur jika
masih dilestarikan karena sudah banyak tradisi, sistem pengetahuan dan banyak
lagi yang mengandung nilai – nilai adat sudah terlupakan dan hanya akan diam
abadi menjadi tulisan saja tanpa adanya kemajuan. Pranata Mangsa sebagai
sebuah sistem pengetahuan yang cukup lawas tak mampu bersaing dengan
teknologi dikarenakan tidak ada perkembangan, namun apakah masih relevan?
Seperti yang kita tahu bahwa negara kita Indonesia juga termasuk negara
Berkembang yang ketimpangan ekonominya juga masih tinggi di beberapa
daerah. Jika kita lihat dari perspektif orang kota yang mata pencahariannya sudah
bukan bercocok tanam lagi, sudah tidak berburu dan tidak melaut, maka dapat
disimpulkan bahwa Pranata Mangsa bagi masyarakat modern yang tinggal di kota
tidaklah lagi relevan. Namun sampai kapanpun dan semaju apapun kita nanti dan
secanggih apapun tahun 2121 nanti, ada seorang ataupun dua orang atau lebih
masih menjalani kehidupan bercocok tanam, berburu hewan liar untuk dimasak
atau dilepas kembali hanya untuk hobi, dan ada peternakan yang akan
membebaskan hewan laut, sungai, danau dan dapat disimpulkan bahwa Pranata
Mangsa mungkin akan dianggap relevan, namun dengan beberapa syarat seperti:
(1) Hanya pengetahuan tentang perilaku tumbuhan dan hewan yang masih
relevan, untuk penanggalannya tidak. (2) cakupannya hanya wilayah tropis dan
hanya diketahui oleh sebagian kecil masyarakat jawa – bali. (3) Penentuan rasi
bintang pada Mangsa tertentu akan sulit dilakukan dikarenakan polusi cahaya
yang sudah parah. (4) Pengetahuan pada Pranata Mangsa diadaptasi dan
digabungkan untuk membuat suatu ilmu baru.

Selain itu, Pranata Mangsa hingga saat ini sepertinya sudah tidak lagi
relevan dalam dunia pertanian, di satu sisi pemanasan global sejauh ini terpantau
buruk namun tidak terlalu berpengaruh pada prediksi musim yang ada pada
penanggalan Jawa Pranata Mangsa. Namun di sisi lain dari pemanasan global
yang buruk ini musim menjadi tak menentu dan terkadang ada musim yang
menjadi lama ataupun menjadi singkat, namun parahnya adalah jika musim
transisi yang menjadi lama dikarenakan musim transisi adalah habitat para
penyakit umum yang tingkat ancamannya rendah namun dapat mengancam nyawa
jika telat mengobatinya. Para petani juga akan memikul beban yang lebih seperti
gagal panen jika kemarau terlalu panjang atau musim hujan yang terlalu panjang.

4. Kesimpulan

Pranata Mangsa merupakan Ilmu yang sangat berguna bagi para petani,
pemburu dan nelayan. Sebagai ilmu yang sudah lawas, Pranata Mangsa saat ini
sepertinya sudah tidak relevan dengan beberapa pertimbangan dan pandangan
yang luas. Pranata Mangsa kemungkinan akan menjadi tulisan abadi di masa
depan namun pengetahuan di dalamnya akan terpakai jika ada yang
memperbaharui penanggalan Jawa Pranata Mangsa ini. Penanggalan Jawa Pranata
Mangsa mungkin sudah tidak akan terpakai di kemudian hari karena cuaca yang
datang sangatlah tidak konsisten dikarenakan perubahan iklim dan cuaca,
pemanasan global dan sebab lainnya. Ilmu akan selalu hidup jika ilmu tersebut
ada dan bersifat empirik hanya sekadar tulisan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad Himmatur Riza (2018) SUNDIAL HORIZONTAL DALAM


PENENTUAN PENANGGALAN JAWA PRANATA MANGSA. 18-21.
..\..\..\Downloads\BAHAN PEMBAHASAN KELOMPOK SISTEM
PENGETAHHUAN (1).pdf

2. Riza, M. H., & Izzuddin, A. (2020). Pembaruan kalender masehi Delambre dan
implikasinya terhadap jadwal waktu Salat. Ulul Albab: Jurnal Studi Dan
Penelitian Hukum Islam, 3(2), 163. https://doi.org/10.30659/jua.v3i2.7995

3. Rif’ati Dina Handayani, Zuhdan Kun Prasetyo, I. W. (2019). PRANATA


MANGSA Dalam TINJAUAN SAINS. In Journal of Chemical Information
and ModelingRif’ati Dina Handayani, Zuhdan Kun Prasetyo, I. W. (2019).
PRANATA MANGSA Dalam TINJAUAN SAINS. In Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9). (Vol. 53, Issue 9).

4. Ali Badrudin (2014). PRANATA MANGSA (Cermin pengetahuan kolektif


Masyarakat Petani di Jawa). Adabiyyat, 13. 230-237. http://ejournal.uin-
suka.ac.id/adab/Adabiyyat/article/view/547/489

5. Wisnubroto, Sukardi. 1999. Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa dan


Wariga Menurut Jabaran Meteorologi: Manfaat dalam Pertanian dan Sosial.
Yogyakarta: Mitra Gama Widya.

6. Rini Fidiyani, Ubaidillah Kamal (2012). PENJABARAN HUKUM ALAM


MENURUT PIKIRAN ORANG JAWA BERDASARKAN PRANATA
MANGSA. Jurnal Dinamika Hukum, Vol 12, 3. 422-423.
http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/117/66

7. Sindhunata. Pranatamangsa: Sebuah Kebudayaan yang Terancam Punah. Basis.


Edisi Nomor 09-10-2008, Tahun Ke-57

8. Nina Witasari (2015). ASHTA BRATA DAN PRANATA MANGSA : ALAM


DAN RELASI KUASA DALAM KONTEKS AGRARIA DI JAWA. Paramita,
Vol 25, 2. 232-234.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/view/5138/4170

9. Supardiyono Sobirin (2011). PRANATA MANGSA DAN BUDAYA


KEARIFAN LINGKUNGAN. Jurnal Budaya Nusantara, Vol 2, 1. 252-258.

http://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/jurnal_budaya_nusantara/article/view/1719/
1563

Jurnal Acuan : Mulyadhi Kartanegara (Tak tercantum). MASA DEPAN


FILSAFAT ISLAM.
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Nama : Muhammad Huda Alima Salim

NIM : 21/474113/FI/04910

Prodi : S1 Filsafat

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ringkasan ini saya ketik dengan mengangkat
nilai kejujuran dan menjunjung Integritas Akademik, tanpa adanya kecurangan
sedikitpun. Ringkasan ini saya buat sendiri menggunakan referensi yang saya cari sendiri
dalam bentuk jurnal maupun e-book atau buku. Dan tugas ini saya buat sendiri, bukan
hasil jiplakan milik teman ataupun menjiplak karya orang lain yang beredar di internet.

Bogor, 14 September 2021

Yang menyatakan

Muhammad Huda Alima Salim

Anda mungkin juga menyukai