Anda di halaman 1dari 5

SYAIKH SITI JENAR DAN MANUNGGALING KAWULA

GUSTI

Muhammad Huda Alima Salim

21/474113/FI/04910

Universitas Gadjah Mada, Fakultas Filsafat.

Filsafat tak hanya menguasai tradisi Yunani saja, Islam pun juga dikuasai
oleh filsafat pada zamannya. Memang Yunani sebagai pelopor atau bisa kita sebut
sebagai pencetus mulainya filsafat. Selain Filsafat Yunani/Barat, masuknya
filsafat kedalam tradisi Islam yang membuka pandangan baru dalam aspek aspek
yang dipelajari dalam filsafat seperti pandangan islam terhadap teologi salah satu
contohnya. Namun apa yang terjadi jika Filsafat, Tradisi, dan Kebudayaan
bersatu? Berikut saya akan membahas tentang Syaikh Siti Jenar yaitu seorang sufi
yang berasal dari Persia dan sebagai salah satu tokoh dalam penyebaran Agama
Islam di pulau Jawa.

A. Syaikh Siti Jenar

Siapa yang tak kenal Syaikh Siti Jenar? Seorang sufi Persia yang berperan
cukup penting dalam penyebaran Ajaran Islam di pulau Jawa, beliau lahir pada
tahu 1426 dan wafat pada tahun 1517 di Demak. Beliau merupakan tokoh yang
legendaris beserta misterius walaupun kontroversial, dikarenakan ajaran nya yang
kontra dengan walisongo pada waktu itu. Syaikh Siti Jenar memiliki julukan lain
seperti Syaikh Sidi Zunnar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Siti Abrit dan Siti
Rekta. Beliau terkenal dengan ajaran Ilmu Kasampurnaan dan Manunggaling
Kawula Gusti karena dinilai kontroversial juga membuat heboh masyarakat
sekitarnya di zaman itu, namun dikarenakan ajarannya tersebut beliau disebut –
sebut sebagai Wali Murtad atau Wali sesat. Syaikh Siti Jenar sangatlah dikenal
oleh orang Jawa yang menganut Islam Kejawen atau Islam Kebatinan,
dikarenakan banyak masyarakat Jawa yang menolak secara utuh karena tidak
relevan, ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad Salallahu’Alaihi Wasallam telah
bercampur dengan Adat Istiadat Arab dan oleh karena itulah Syaikh Siti Jenar
melakukan akulturasi terhadap Ajaran Agama Islam dengan budaya atau tradisi
orang – orang Jawa pada saat itu.

Syaikh Siti Jenar pada masa mudanya menempuh pendidikan hingga


negeri Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun, ia berguru pada Syaikh
Abdul Malik Al-Baghdadi. Beliau memperdalam ilmu Tasawuf selama berguru
pada Syaikh Abdul Malik Al-Bahdadi, karena gurunya tersebut menganut Tarekat
Akmaliyah, maka Syaikh Siti Jenar pun juga menganut Tarekat yang serupa hanya
saja selain Tarekat Akmaliyah, Syaikh Siti Jenar juga menganut Tarekat
Syathariyah. Beliau Menggabungkan Ilmu tasawuf dengan Filsafat dan Logika
yang membuat jangkauan ajarannya mencapai ketidaklaziman.

B. Manunggaling Kawula Gusti

Konsep Manunggaling Kawula Gusti dalam budaya Jawa yang secara


teologis menjelaskan tata laksana antara manusia dengan Tuhan, lalu secara
sosiologis adalah tata laksana antar sesama manusia, dan secara ekologis yaitu
menjelaskan tata laksana antara manusia dengan lingkungannya. Syaikh Siti Jenar
pernah mempelajari sebuah kitab yang berjudul Catur Viphala untuk menemukan
kesejatian kehidupan manusia dan juga guna mencapai ilmu sangkan paran,
jatidiri manusia sebagai manusia. Jenar berguru kepada Aria Damar dan belajar
tentang hakikat ketunggalan alam semesta yang dijabarkan dari konsep nurun ala
nur ( Cahaya Maha Cahaya ) atau ‘Kosmologi Emanasi’ yang bentuk
pemahamannya adalah segala unsur yang terdapat di alam semesta ini merupakan
limpahan Dzat dari Tuhan yang dengan kehendak-Nya berkenan untuk
‘menggelar’ Dzat-Nya kepada seluruh ciptaannya.

Manunggaling Kawula Gusti, terjadi saat kita sudah mampu menyerahkan


segalanya yang kita punya termasuk hidup kita untuk Tuhan, dan membiarkan
Tuhan menjadikan kita sebagai instrumen-Nya ketika Dia mengurus alam semesta
ini. Menurut Jalal Al-Din Rumi, syari’at tidak lah penting lagi ketika kita sudah
menemukan hakikat, karena syari’at menurut Rumi hanyalah sebuah media untuk
menuju kepada-Nya. Selain dalam ajaran tersebut, terdapat teks – teks yang
mengemukakan turun-Nya Tuhan serta bersemayam didalam diri kita, yang
berarti Tuhan ada didalam diri kita, teks tersebut tedapat pada sastra – sastra
suluk.

Dalam ilmu Tasawuf ada tingkatan yang disebut Ma’rifah yang dimana
pada tingkatan ini akan membawa kita menyatu dengan Tuhan, karena ketika
Syaikh Siti Jenar mengatakan “Aku adalah Tuhan, Tuhan adalah aku.” disitu
beliau sudah mencapai tingkatan Ma’rifat yang ia sebut sebagai derajat
kemanunggalan. Karena pada ilmu Tasawuf derajat kemanunggalan diraih dengan
cara menggapai ma’rifat yang dimana tahapan tahapannya adalah syari’at, tarekat,
hakikat dan yang terakhir adalah ma’rifat.

C. Penerapannya dalam kehidupan

Seperti yang kita ketahui, bahwa Manunggaling Kawula Gusti merupakan


ajaran yang mengajarkan kita untuk menyerahkan hidup dan segalanya yang kita
miliki kepada Tuhan yang dimana kita telah menggapai tahapan ma’rifat dan telah
melewati tahapan – tahapan sebelumnya seperti syari’at, tarekat dan hakikat. Mau
bagaimanapun juga ajaran ini sangat kontroversial karena dianggap telah
menghilangkan syari’at sebagai media pendekatan diri kepada Tuhan yang maha
Esa. Walaupun sekilas tampak bahwa ajaran ini sangat meyakinkan, menerapkan
ajaran ini dalam kehidupan sehari – hari bukanlah hal yang mudah. Jika dilihat
dari pandangan ajaran ini, kita sebagai manusia yang hanya merupakan sebagian
kecil yang tak terdefinisikan sekecil apa, hampir mustahil jika kita menerapkan
ajaran ini tanpa adanya kelebihan yang kita miliki seperti Syaikh Siti Jenar.
Namun jika benar adanya kita dengan mudah menerapkan ajaran ini, maka kita
sebagai manusia yang tak berdaya apa – apa juga dapat menerapkan sebagian
kecil dari ajaran Manunggaling Kawula Gusti ini, yaitu seperti tidak terlalu
memfokuskan diri di kehidupan ini dan tidak terlalu memusatkan dari segala
urusan di dunia ini yang bersifat fana. Begitupula ada sebagian besar dari ajaran
Manunggaling Kawula Gusti ini yang tidak bisa saya terapkan yaitu menyatukan
diri kepada Tuhan. Selain melanggar syari’at, ada kemungkinan besar
mengakibatkan kegilaan jika gagal dalam menerapkan sebagian besar ajaran
Manunggaling Kawula Gusti di kehidupan sehari – hari.
Banyak sufi – sufi pada zaman skolastik akhir yang sudah mencapai
tahapan hakikat dan membuatnya gila. Dan hal tersebut tak dapat saya terapkan
kedalam kehidupan sehari – hari karena mengancam kebebasan saya nantinya
( Dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa oleh keluarga sendiri ) dan jika saya terapkan
ajaran Manunggaling Kawula Gusti tersebut, maka saya akan menanggung resiko
yang sangat tinggi di hari pembalasan nanti. Saya masih belum layak untuk
menerapkan ajaran tersebut karena saya belum menggapai kapasitas akal yang
setara dengan Syaikh Siti Jenar sang pelopor ajaran Manunggaling Kawula Gusti
itu sendiri. Ajaran Manunggaling Kawula Gusti selain membahayakan saya
dikarenakan kapasitas pemahaman yang belum matang, jika saya menerapkan
ajaran itu maka akan berdampak kepada keluarga dan lingkungan sosial saya yang
dapat memberikan sanksi sosial terhadap keluarga saya sendiri. Hal yang saya
akan terapkan dari Manunggaling Kawula Gusti hanyalah bagian terluar dari
ajaran tersebut seperti yang sudah saya sampaikan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Nurrizqi Prahardini Khasanah. ( 2019 ). Konsep Manunggaling Kawula Gusti


Syekh Siti Jenar. 4-13 http://etheses.iainponorogo.ac.id/6562/1/SKRIPSI
%20FULL.pdf

Saidun Derani. (2014). Syekh Siti Jenar : Pemikirannya dan Ajarannya. Jurnal
Universita Islam Negri Jakarta. Vol.20, No.2.
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-turats/article/view/3764/2758

Ahmad Sidqi. (2017). Mendaras Manunggaling Kawula Gusti Syekh Siti Jenar.
Journal of University of Bologna. Vol.17, No.1.
https://core.ac.uk/download/pdf/333813588.pdf

Anda mungkin juga menyukai