Anda di halaman 1dari 3

EPISTEMOLOGI FILSAFAT TIMUR

Muhammad Huda Alima Salim 21/474113/FI/04910

Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

muhammad.huda.alima.salim@mail.ugm.ac.id

Sebelum memasuki tinjauan epistemologi dalam filsafat timur, bahwa harus


dimengerti definisi epistemologi terlebih dahulu. Epistemologi berasal dari bahasa yunani
yaitu episteme dan logos, episteme yang berarti pengetahuan dan juga logos yang berarti
ilmu, maka dari itu epistemologi dapat disebut sebagai cabang filsafat yang berkaitan dengan
teori ilmu pengetahuan. Dalam setiap aliran filsafat dapat dipastikan memiliki
epistemologinya masing masing. Tidak hanya filsafat barat, melainkan dalam tiap aliran atau
menurut tokohnya dalam filsafat timur pasti ada pengertian epistemologinya masing masing,
hanya saja menggunakan istilah yang berbeda dikarenakan keterbatasan ilmu universal dan
dinding linguistik kebahasaan. Epistemologi tak dapat dipisahkan dari cabang filsafat lainnya
seperti metafisika.

Taoisme merupakan salah satu contoh aliran yang ada terdapat dalam filsafat cina
yang masih termasuk sebagai filsafat timur. Dalam Taoisme, Tao te ching sebagai kitab yang
dibuat oleh Lao Tzu terdapat makna ganda dari kata “Tao” dalam kalimat Tao te ching.
Makna pertama dari kata Tao tersebut merupakan sebagai sesuatu yang bersifat Transenden,
dan makna yang kedua merupakan Tao sebagai jalan hidup manusia dalam memiliki
hubungan dengan alam itu sendiri (I.Wahyudi, 1992). Menurut Ignasius Ngari (2011) yang
mengutip dari komentar Chad Hanssen yang dia rasa menjadi problematika epistemologis
yaitu mengenai Tao dalam kitab Tao te ching, 1 yang berisi “yang tak dapat dinamai dan
ketidaktepatan nama” bahwa tiada sesuatu yang dapat dianggap sebagai tao yang tepat dan
juga tao yang tepat takkan pernah diketahui, maka bagaimana kebenaran tersebut
terjustifikasi tanpa dapat dijustifikasi menjadi pertanyaan epistemologis. Jika ditarik dalam
kasus King James, raja skotlandia VI yang mempersonifikasikan epistemologi menjadi suatu
entitas yang dinamai Epistemon, maka Tao memiliki kasus yang sama seperti Epistemon,
yaitu ketika epistemologi dipersonifikasi dikarenakan memiliki ide-ide teologis didalamnya,
walaupun Tao tersebut bukanlah suatu entitas atau person. Tidak menutupi kemungkinan
bahwa Tao pada zaman tersebut merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan
epistemologi dengan bahasa mereka dan pemahaman para taois. Dan ketika Tao tersebut ada
dan sekaligus tidak ada, maka Lao Tzu percaya bahwa intuisi manusia yang berjalan walau
tidak akan dapat menggapai Tao tersebut.

Tak hanya dalam cakupan Filsafat Cina, Muhammad Iqbal sebagai filsuf kelahiran
india yang menggeluti filsafat islam, memiliki metode epistemologinya sendiri yaitu Teori
Quranik yang menjadikan potensi panca indera, akal, serta intuisi secara serempak menjadi
sebuah cara untuk mencari seonggoh pengetahuan. Muhammad Iqbal sendiri menggagas
bahwa ilmu hakiki dapat disebut sebagai isyq atau cinta. Isyq menurut Iqbal merupakan ilmu
yang hakiki serta bersifat metafisis yang menjadikan target pencapaiannya adalah “yang ada”
dan yang ada serta absolut juga mutlak adalah Tuhan. Iqbal menerapkan teori tersebut dalam
menjadikan shalat yang tak hanya dianggap sebagai ibadah yang berkewajiban melainkan
pelengkap intelek bagi yang sedang mencari jawaban tentang alam, lalu shalat menurut Iqbal
bersifat renungan pada sang Pencipta yang jika dilakukan dengan jangka waktu yang lebih
lama akan semakin intens renungan tersebut hingga dapat menangkap realitas, terakhir
menurut Iqbal bahwa Shalat yang bersifat renungan tersebut akan memberikan jawaban atas
kemisteriusan alam semesta (D.M. Idris, 2013).

Dalam filsafat Jepang yang budayanya yang kental serta etika jepang yang masih
terjaga sapai sekarang. Dalam masa kejayaan Tokugawa, religi yang dianut merupaka
buddhisme yang sudah ter-jepang-kan, Buddhisme yang ada di Jepang saat itu merupakan
Shintoisme dan Konfusianisme yang telah disintesakan. Epistemologi dalam Buddhisme ini
terdapat tiga aspek yaitu Ke,Ku dan Chu. Yamg pertama ada Ke atau Ketai yang berarti
sesuatu yang Nampak pada realitas seperti dan juga tetap bergerak dan bersifat dinamis.
Selanjutnya ada Ku atau Kutai ada walau bukan dianggap bukan sebagai fenomena dan juga
Chu atau Chutai, melainkan sesuatu yang tidak ada.

Daftar Pustaka

A.H Mintaredja (1994). Epistemologi Santai; Epistemologi Jepang masa Tokugawa. Jurnal
Filsafat UGM. https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/viewFile/31568/19111 diakses
pada 18 April 2022.
I Ngari (2011). Masuk Lebih dalam: Memahami kontradiksi-kontradiksi Taoisme. Jurnal
STFT-fajartimur. http://jurnal.stft-fajartimur.ac.id/index.php/lim/article/download/
109/97 diakses pada 18 April 2022

D.M Idris (2013). KARAKTERISTIK DAN EPISTEMOLOGI MUHAMMAD IQBAL.


Jurnal Istiqra’ vol.1 no.1.
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/article/view/195/168 diakses pada 18 April
2022

I. Wahyudi (1992) EPISTEMOLOGI DALAM MISTIK INTUITIF TAOISME. Jurnal


Filsafat UGM. https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/viewFile/31816/19279 diakses
pada 18 April 2022

King James; Warren, Brett. (2016). The Annotated Daemonologie. A Critical Edition. In


Modern English. 2016. hlm. x-xi. ISBN 1-5329-6891-4.

Anda mungkin juga menyukai