Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN TENTANG SEJARAH SINGKAT

LOGIKA

Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS

Mata Kuliah : Logika

Dosen Pengampu : Abdullah, M. AG

Disusun Oleh MZW-A-SEMESTER 1 :

1. Eva Noveriyanti (1950310022)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN


WAKAF
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2019
SEJARAH SINGKAT LOGIKA
Meskipun disadari, definisi tidak pernah dapat menampilkan dengan
sempurna pengertian sesuatu yang dikandungnya, disamping setiap orang selalu
berbeda gaya dalam mendefinisikan suatu masalah, pada setiap penyelidikan
permulaan suatu ilmu sudah lazim dibuka dengan pembicaraan definisinya.
Logika adalah bahasa Latin berasal dari kata ‘Logos’ yang berarti perkataan atau
sabda. Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah Mantiq, kata Arab
yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata atau berucap.

Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar uangkapan serupa:


alasannya tidak logis, argumentasinya logis, kabar itu tidak logis. Yang dimaksud
dengan logis adalah masuk akal dan tidak logis adalah sebaliknya. Kata ‘Logika’
rupa-rupanya dipergunakan pertama kali oleh Zeno dari Citium. Kaum Sofis,
Socrates dan Plato harus dicatat sebagai perintis lahirnya Logika. Logika lahir
sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan Kaum Stoa.

Dalam buku Logic and Language of Education, mantiq disebut sebagai


“penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir benar, sedangkan
dalam kamus Munjid disebut sebagai “Hukum yang memelihara hati nurani dari
kesalahan dalam berpikir”. Prof. Thaib Thahir A. Mu’in membatasi dengan “Ilmu
untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suatu
kebenaran.”

Menurut Irving M. Copi menyatakan, Logika adalah ilmu yang


mempelajari metode dan hokum-hukum yang digunakan untuk membedakan
penalaran yang betul dari penalaran yang salah. Dengan demikian, dapatlah
dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang
diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Dan logika merupakan
“jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika
didefinisikan: penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir
tertentu yang kemudian ditarik kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai
dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang
sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.

Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh murid-muridnya


diberi nama Organon. Theoprostus mengembangkan Logika Aristoteles ini.
Sedangkan kaum Stoa mengajukan bentuk-bentuk berpikir yang sistematis. Buku-
buku inilah yang menjadi dasar Logika Tradisional.

Pada masa penerjemahan ilmu-ilmu Yunani ke dalam dunia Arab yang


dimulai pada abad II Hijrah Logika merupakan bagian yang amat menarik minat
kaum Muslimin. Selanjutnya Logika dipelajari secara meriah dalam kalangan
luas, menimbulkan berbagai pendapat dalam hubungannya dengan masalah
agama. Ibnu Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari Mantiq
sampai mendalam. Al-Gazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan
menurut Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang ang cukup akalnya dan
kokoh imamnya.

Filosof al-Kindi, mempelajari dan menyelidiki Logika Yunani secara


khusus dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh al-Farabi. Ia mengadakan
penyelidikan mendalam atas lafal dan menguji kaidah-kaidah Mantiq dalam
proposisi-proposisi kehidupan sehari-hari untuk membuktikan benar salahnya,
merupakan suatu tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Selanjutnya Logika mengalami masa dekadensinya yang panjang. Logika


menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali. Masa itu dipergunakan buku-buku
Logika seperti Isagoge dari Porphirius, Fons Scientie dari John Damascenus,
buku-buku komentar Logika dari Bothius, buka sistematisasi Logika dari Thomas
Aquinas, kesemuanya mengembangkan Logika Aristoteles.

Pada abad XIII sampai dengan abad XV tampillah Petrus Hispanus, Roger
Bacon, Raymundus Lullus dan Wilhelm Ocham mengetengahkan Logika yang
berbeda sekali dengan metode Aristoteles yang kemudian kita kenal dengan
Logika Modern. Raymundus Lullus mengemukakan metode baru logika yang
disebut Ars Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan
kebenaran-kebenaran tertinggi.

Penemuan-penemuan baru pada abad XVII dan XVIII ketika Francis


Bacon mengembangkan metode induktif, didasarkan pada pengamatanempiris,
analisis data yang diamati, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis
(kesimpulan sementara),dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan
eksperimen lebih lanjut. Penghalang bagi metode ini adalah prakonsepsi dan
prasangka yang di kelompokkan Francis Bacon menjadi 4 kalsifikasi yaitu The
Idols of Tribe (idola Tribus), The Idols of the Cave (idola Specus), The Idols of
the Market Place (Idola Fori), dan The Idols of the Theatre( Idola Theatri).

Penggunaan metode induktif Francis Bacon menharuskan pencabitan hal


yang hakiki dari hal yang tidak hakiki dan penemuan struktur atau bentuk yang
mendasari fenomena yang sedang diteliti. Caranya dengan membandingkan
contoh-contoh hal yang diteliti, menelaah variasi-variasi yang menyertainya, dan
menyingkirkan contoh-contoh yang negative.

Ia menyusun buku Novum Organum Scientiarum. W. Leibnitz menyusun


logika aljabar untuk membikin sederhana pekerjaan akal serta member kepastian.
Emanuel Kant menemukan Logika Transendental ( Logika yang menyelidiki
bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi batas pengalaman).

Pada abad XIX Logika dipandang sebagai sekedar peristia psikologis dan
metodis seperti yang diajarakan oleh W. Wund, J. Dewey dan M. Baldwin. Nama-
nama seperti George Boole, Bertrand Russell dan G. Frege harus dicatat sebagai
tokoh yang banyak berjasa dalam kehidupan Logika Modern.1

Perkembangan Logika sampai saat ini sangat pesat sampai ada di dunia
Yunani Tua, Dunia Abad Pertengahan, Dunia Modern, Dunia Sezaman, Di India,
dan di Indonesia.

1
Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal 1-4
MENGANALISIS

Dalam mempelajari ilmu Logika ada yang bersifat Pro dan Kontra,
dikarenakan banyak yang berbeda pendapatnya. Yang pro nya dalam mempelajari
Ilmu Logika kita mendapat manfaatnya yaitu baha keseluruhan informasi
keilmuan merupakan suatu sistem yang bersifat logis, karena itu science tidak
mungkin melepaskan kepentingan terhadap Logika.

Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien tepat dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktivitas
berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip ini. Logika
menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan
keyakinan seseorang, karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif tegas dan
berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat.2

Dan ada yang berpendapat kontra di indonesia dan menolak segala


sesuatunya, yang secara historis tidak berasal dari bumi Nusantara ini meskipun
ditinjau secara objektif maupun secara antropologis-universal mempunyai nilai
universal hakiki dan penting bagi manusia umumnya dan manusia Indonesia
khususnya.

Alasan penolakan terhadap logika diantaranya adalah karena logika


dipandang tidak sesuai, bahkan merusak ‘rasa ketimuran. Analisis pikiran kritis
dan tajam dianggap tidak seirama, tidak sejalan, bahkan merusak apa yang
dianggap sebagai ‘pera-saan halus orang timur’. Sebagian orang tidak
membenarkan para pendidik mengajarkan sesuatu yang tidak bergaung (seperti
logika) didalam jia anak didik. Perlu disadari baha logika lebih merupakan
achievement, pencapaian daripada arisan.

Dibawah struktur yang rumit dari logika yang dicoba dikembangkan,


terdapat dunia kehidupan persepsi dan motivasi serta cara-cara bekerjanya akal
budi /kejiwaan manusia yang untuk sebagian besar belum terpetakan, belum

2
Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2000, hal 14-15
disadari, belum teridentifikasi. Jadi dengan menyarankan prosedur logika
bukanlah tidak mengakui cara tahu lainnya yang pasti juga sangat berharga dalam
usaha mengetahui yang benar yang hakikatnyabpluriformal dan pluridimensional,
bukan uniformal. Ataupun uni dimensional. Hati juga memiliki logikannya
sendiri, begitu Pascal.

Sebagian orang ada yang mencurigai dan mengambil jarak terhadap logika
karena alasan agam, keyakinan, iman. Mereka lupa baha iman juga butuh akal.
Kecurigaan sering bertumpu pada sikap tradisional yang tidak dapat melihat, tidak
sanggup melihat (karena kesanggupannya dipatahkan oleh himpitan iklim
kejiwaan dan kesempitan perspektif agama) mutu filsafat, khususnya logika.3

Kesimpulan nya baha sejarah perkembangan logika terjadi masa yunani


kuno, abad pertengahan dan modern serta pada masa islam hingga menyebar ke
berbagai kaasan. Yang mencatat berbagai perkembangan logika dari orang yang
pertama yang menggunakan istilah logika yaitu Zeno dari Citium (340-265),
disebutkan baha tokoh Stoa adalah yang pertama kali menggunakan istilah
Logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para
filsuf mazhab Eles.

Pada masa Yunani Kuno yang dimuai oleh Thales filsuf Yunani pertama
yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan hanya cerita hisapan jempol
belaka, dan Aristoteles logika yang disebut dengan analitica, yang secara khusus
meneliti berbagai argmentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan
dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi
yang masih diragukan.

3
Danusiri, Masdi al-Amin, Muh Afif, Nadhirin, Logika, TA, 2003, hal 73-75
DAFTAR PUSTAKA

Mundiri. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000.

Danusiri. al-Amin, Masdi. Afif, Muh. Nadhirin. Logika. TA. 2003.

Anda mungkin juga menyukai