“LOGIKA”
Disusun Oleh:
Siti Komaria F1071171003
Yulita Pensa F1071171009
Gusti Fawwaz Setyo F1071171010
Putri Musi Khatulisti F1071171016
Syarifah Ditha Aprillia F1071171021
Youva Kristi F1071171026
Privita Maulidya F1071171031
Nury Kamelia F1071171032
Dosen Pengampu:
Eko Sri Wahyuni, M.Pd
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata logika atau logis sangat akrab dengan kita. Kita sering berbicara tentang
prosedur yang logis sebagai lawan dari prosedur yang tidak logis, penjelasan yang logis
sebagai lawan dari penjelasan yang tidak logis, pikiran yang logis sebagai lawan dari
pikiran yang tidak logis, tindakan yang logis sebagai lawan dari tindakan yang tidak
logis. Dalam contoh-contoh tersebut kata logis dipakai dalam arti yang sama dengan
masuk akal, dapat dimengerti.
Untuk mengerti apa sesungguhnya logika, kita harus mempelajarinya secara
teratur dan sistematis. Mempelajari logika berarti mempelajari metode-metode dan
prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan penalaran yang tepat (valid) dari
penalaran yang tidak tepat (valid). Itu tidak berarti bahwa mempelajari logika
merupakan satu-satunya cara yang membuat orang bernalar secara tepat. Akan tetapi,
orang yang telah mempelajari logika lebih mungkin bernalar secara tepat daripada kalau
tidak mempelajari logika.
Logika tidak memberikan jaminan bahwa kita akan selalu sampai pada
kebenaran karena kepercayaan-kepercayaan yang menjadi titik tolak kita kadang -
kadang salah. Namun dengan mengikuti prinsip-prinsip yang tepat, kita perlu
mengulang kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi logika?
2. Bagaimana sejarah perkembangan logika?
3. Bagaimana pembagian dari logika?
4. Bagaimanakah cara berpikir logis pengetahuan ilmiah?
5. Apa manfaat mempelajari ilmu logika?
6. Mengapa logika menjadi cabang filsafat?
7. Apa saja kesalahan dalam logika?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi ilmu logika.
2. Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan dan pertumbuhan awal dari ilmu
logika sampai keluar dari wilayah asalnya (Yunani).
3. Mengetahui dan memahami pembagian atau macam-macam ilmu logika dari segi
jenis, metode dan tingkatan ilmu logika.
4. Mengetahui dan memahami manfaat dari ilmu logika yang berguna dalam kehidupan
sehari-hari.
PEMBAHASAN
Berfikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Akal manusia
pada hakikatnya memerlukan aturan dalam menganalisa berbagai masalah yang ada,
karena ilmu logika merupakan ilmu yang mengatur cara berfikir manusia, maka
keperluan kita kepada ilmu logika adalah untuk mengatur dan mengarahkan kita kepada
suatu cara berpikir yang benar. Sedangkan berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan
langkah-langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis,
pengkajian literartur dan menarik kesimpulan yang kesemua langkah tersebut harus
didukung dengan alat atau sarana ilmiah yang baik.Kemampuan berpikir ilmiah yang
baik harus didikung oleh penguasaan sarana berpikir dengan baik pula. Salah satunya
yaitu mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam
keseluruhan berpikir ilmiah.
B. Sejarah Logika
Logika dimulai sejak Thales (624 SM – 548 SM), filsuf Yunani pertama yang
meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling
kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa
air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu
Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica
scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah
arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Sejak saat
Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.
Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-
saran dalam bidang ini.
Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus
meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika
yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih
diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Pada 370 SM –
288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan
pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari
Citium 334 SM – 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa
Galenus (130 M – 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang
mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Kaum Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut merintis
lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan Kaum
Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab dan kaum muslimin
pada abad II Hijriyah. Logika menjadi bagian yang menarik perhatian dalam
perkembangan kebudayaan Islam. Namun juga mendapat reaksi yang berbeda-beda,
sebagai contoh Ibnu Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari logika,
Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan Jumhur Ulama
membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya. Filosof Al-
Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus dan studi ini dilakukan
lebih mendalam oleh Al-Farabi.
Selanjutnya logika mengalami masa dekadensi yang panjang. Logika menjadi sangat
dangkal dan sederhana sekali. Pada masa itu digunakan buku-buku logika seperti
Isagoge dari Porphirius, Fonts Scientie dari John Damascenus, buku-buku komentar
logika dari Bothius, dan sistematika logika dari Thomas Aquinas. Semua berangkat dan
mengembangkan logika Aristoteles.
Pada abad XIII sampai dengan abad XV muncul Petrus Hispanus, Roger Bacon,
Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham menyusun logika yang sangat berbeda dengan
logika Aristoteles yang kemudian kita kenal sebagai logika modern. Raymundus Lullus
mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud
membuktikan kebenaran – kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan metoda
induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika
aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant
menemukan Logika Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk
pemikiran yang mengatasi batas pengalaman. Selain itu George Boole (yang
mengembangkan aljabar Boolean), Bertrand Russel, dan G. Frege tercatat sebagai
tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan Logika Modern.
b) Logika Induktif
Logika induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta
khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Induksi merupakan cara berpikir dimana
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-
pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalamm menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Contoh logika induktif:
Manusia dapat berkembang biak
Hewan dapat berkembang biak
Tumbuhan dapat berkembang biak
Bakteri dapat berkembang biak
Kesimpulannya : Mahkluk hidup dapat berkembang biak
E. Manfaat Logika Ilmu
Manfaat logika dalam pengembangan ilmu adalah sebagai berikut:
1) Logika menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip-prinsip abstrak
yang dapat dipakai dalan semua lapangan ilmu pengetahuan (bahkan seluruh lapangan
kehidupan)
2) Logika menambah daya berpikir abstrak dan dengan demikian melatih dan
mengembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual.
3) Logika mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu kita peroleh berdasarkan
autoritas, emosi, dan prasangkan.
4) Logika di masa sekarang dikenal sebagai “era of reason” membantu kita untuk
mampu berpikir sendiri dan tahu membedakan mana yang benar dari yang palsu.
5) Logika membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan teratur karena dengan
berpikir demikian ia dapat memperoleh kebenaran dan menghindari kesehatan.
7. Ad Ignoratiam
Mengambil kesimpulan hanya karena sesuatu tidak terbukti salah. Atau
menyatakan bahwa pernyataan A pasti benar, karena belum terbukti salah. Padahal,
tidak adanya bukti, bukan berarti bukti tersebut pasti tidak ada, tapi belum ada.
Misalnya:
Karena kamu tidak bisa membuktikan adanya tuhan, maka tuhan pasti tidak ada.
Kamu tidak bisa membuktikan bahwa Iblis tidak ada, karena itu Iblis pasti ada.
Padahal, A meninggal dunia karena dia mabuk dan menyetir mobil. Kebiasaan
mabuk dan menyetir mobil ini memang sudah sering dilakukan oleh A.
11. Generalisasi
Menggunakan contoh atau hal kecil untuk mewakili keseluruhan.
Misalnya:
Orang Afrika ini tidak naik kelas. Kesimpulan: semua orang Afrika bodoh.
Hitler dan pasukan Nazinya membunuh jutaan orang Yahudi.
Kesimpulan: Semua orang jerman membenci Yahudi.
Contoh 2:
A: Seharusnya anak-anak tidak sering makan permen dan es krim, karena tidak baik
untuk gigi.
B: Tidak memberi mereka es krim dan permen? Kamu mau merusak masa bahagia
mereka sebagai anak-anak?
Padahal A tidak bilang, anak-anak seharusnya tidak diberi es krim dan
permen. A berpendapat „tidak sering makan“, tapi dibesar-besarkan oleh B.
Dalam sejarah, hal inilah yang terjadi pada Giordano Bruno dan Galileo, yang
menyatakan bahwa bumi mengelilingi matahari. Hal ini dianggap menentang kehendak
Tuhan, karena Gereja yang menekankan bahwa matahari mengelilingi bumi. Giordano
Bruno diancam oleh Gereja bila mempertahankan ide ini (dan akhirnya dia dibakar
hidup-hidup). Galileo juga dikucilkan oleh Gereja karena mempertahankan idenya
tentang heliosentrisme.
c) Appeal to flattery
Memuji seseorang untuk mengarahkan argumen atau keputusannya. Strategi
seperti ini banyak digunakan dalam bisnis atau oleh salesman/woman.
Contoh umum dari salesman/woman:
Mas, sudah keren. Tapi kalau merokok bisa tambah keren dan gagah, lho. Nanti
pasti banyak cewek jatuh cinta. Ayo, beli rokok ini.
Mbak cantik sekali, mirip Luna Maya, kalau beli lipstik ini akan lebih cantik lagi
dan mungkin tidak bisa dibedakan dari Luna Maya lho.
Contoh lain:
Kamu temanku yang paling baik, tentunya kamu setuju dengan ideku.
Kamu pastilah orang soleh. Tentunya hanya seorang beriman seperti kamu yang
bisa mengetahui bahwa logika orang ini ngawur.
d) Wishful thinking
Membenarkan argumen agar sesuai dengan harapan kita. Atau mencoba
membuat orang lain setuju dengan argumen kita, dengan menggunakan harapan sebagai
alasan.
Contoh:
Kalau kita yakin bahwa tahun depan, ekonomi Indonesia akan membaik, maka
hal ini akan benar-benar terjadi. Karena itu, janganlah kita berpendapat beda.
Saya yakin, sesudah mati kita akan masuk surga. Karena kalau tidak, apa
gunanya hidup? (Padahal, tidak ada orang yang bisa membuktikan bahwa
manusia akan masuk surga sesudah meninggal. Tapi, karena harapan yang
ditawarkan, pendapat ini memaksa orang lain untuk setuju tanpa pembuktian
atau penelitian lebih lanjut).
DAFTAR PUSTAKA
https://awnurul.wordpress.com/2016/12/14/logika-sebagai-sarana-berpikir-ilmiah/
https://laciarsip.wordpress.com/tulisan/kompilasi-tulisan/ilmu-dan-logika/
http://saifurrahman99.blogspot.co.id/2014/11/logika-sebagai-sarana-berpikir-
ilmiah_69.html