Anda di halaman 1dari 18

1

PENDAHULUAN

A. DEFINISI LOGIKA SELAKU ILMU PENALARAN SISTEMATIS


Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang
berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan, sesuatu
pertimbangan akal (pikiran), kata percakapan atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos
berarti mengenai sesuatu pertimbangan akal, mengeni kata, mengenai perkacapan atau
yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan
bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa
Latin disebut juta logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini lazim
disebut logika saja.
Dalam sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli,
yang secara umum memiliki banyak persamaan. Ada yang mengatakan bahwa logika
adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-prinsip dan hukum-hukum
penalaran yang tepat. Ada yang menandaskan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan
(sciensce) tetapi sekaligus juga merupakan kecakapan atau keterampilan (art) untuk
berpikir secara lurus, tepat dan teratur. Dalam hal ini, ilmu mengacu pada kemampuan
rasional untuk mengetahui, sedangkan kecakapan atau keterampilan mengacu pada
kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Ada juga ahli
yang berpendapat bahwa logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan
berpikir. Jadi, logika tidak dilihat selaku ilmu, tetapi hanyalah merupakan metode. Ada
pula yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip
dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid). Dari begitu banyak definisi yang pernah
dibuat oleh para ahli menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-
aturan formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan
penyimpulan demi memcapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional.

B. OBJEK MATERIAL DAN OBJEK FORMAL LOGIKA


Objek material suatu ilmu ialah materi atau bidang atau lapangan penyelidikan
ilmu bersangkutan, sedangkan objek formalnya ialah bagaimana objek material tersebut
dipandang. Sebagai contoh, psikologi, sosiologi dan pedagogi memilkiki objek material
yang sama, yaitu manusia.
Perlu dicatat bahwa yang pantas menjadi objek material suatu ilmu ialah suatu
lapangan, bidang, atau materi yang benar-benar konkret dan dapat diamati. Ada yang
mengatakan bahwa objek material logika ialah akal budi atau pikiran manusia.

C. TEMPAT LOGIKA DALAM PETA ILMU PENGETAHUAN


Aristoteles (184-322 SM) membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelas atau
tiga kelompok sebagai berikut.
1. Filsafat Spekulatif atau Filsafat Teorites, yang bersifat objektif dan bertujuan
pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri. Kelompok ini terdiri atas fisika,
metafisika, biopsikologi dan teologia.
2. Filsafat Praktika, yang memberi pedoman bagi tingkah laku manusia.
Kelompok ini terdiri atas etika dan politik.
3. Filsafat Produktif, yang membimbing manusia menjadi produktif lewat
keterampilan khusus. Kelompok ini terdiri atas kritik sastra, retorika, dan
estetika.
Aristoteles tidak memasukkan logika kedalam salah satu kelompok tersebut diatas
karena baginya logika adalah prasyarat bagi ilmu-ilmu lainnya. Maksudnya, agar logika
dipelajari terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu-ilmu lainnya.
Auguste Comte (1798-1857) membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok
sebagai berikut.
1. Ilmu pengetahuan Positif
 Logika atau matematika murni
 Ilmu Pengetahuan Empiris, terdiri atas Astronomi, Fisika, Kimia,
Fisiologi, Sosiologi Fisik, dan lain-lain.
2. Filsafat.
 Metafisika
 Filsafat Ilmu Pengetahuan, terdiri atas umum dan khusus.
Pada masa kini ada pula yang membagi ilmu pengetahuan dalam tiga kelompok
sebagai berikut :
1. Ilmu pengetahuan Abstrak (The Abstract Sciences) terdiri atas metafisika,
logika, matematika.
2. Ilmu pengetahuan Alam (The Natural Sciences) terdiri atas fisika, kimia,
biologi, geologi, dan lain-lain.
3. Ilmu Pentetahuan Humanis (The Human Sciences) terdiri atas psikologi,
sosilogi, antropologi, filologi.
Apabila dilihat dari segi fungsi dan tujuannya, ilmu pengetahuan dapat dibagi ke
dalam dua kelompok sebagai berikut.
1. Ilmu Teoritis, terdiri atas
a. Deskriptif (ideografis) yaitu ilmu-ilmu sejarah, kimia, sosiolografi,
etnografi, dan sebagainya.
b. Nomotesis (eksplantif) yaitu ilmu-ilmu kimia, ekonomi, sosiologi, dan
sebagainya.
2. Ilmu Terapan terdiri atas
a. Normatif yaitu ilmu-ilmu logika, etika, hukum, dan sebagainya;
b. Positif (pragmatis) yaitu ilmu-ilmu teknik, pertanian, psikiatri, dan
sebagainya.
Dari pembagian terakhir tersebut, terlihat bahwa logika masuk dalam kelompok
ilmu-ilmu terapan yang normatif.

D. SEJARAH LOGIKA
Sesungguhnya, sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala
dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk
memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itu ia meletakkan dasar-dasar pemikiran
logis. Bahkan, ketika Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (prinsip atau asas
pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif. Jika benar dugaan
Aristoteles yang mengatakan bahwa Thales telah menarik kesimpulan bahwa air adalah
alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu, misalnya air jiwa
tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati), darah jiwa hewan dan manusia, sedangkan
uap dan es adalah air, maka penalaran induktif yang dilakukan Thales adalah sebagai
berikut
 Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan
 Air adalah jiwa hewan
 Air adalah jiwa manusia
 Air jugalah uap, dan
 Air jugalah es.
 Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu yang berarti, air adalah alam semesta.
Inti logika Aristoteles ialah silogisme. Dan silogisme itulah yang sesungguhnya
merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam logika. Theophratus
(370-288SM), murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan karya-
karya Aristoteles, termasuk bidang logika. Istilah logika pertama kali digunakan oleh
Zeno dari Citium (334-262 SM), pelopor kaum Stoa.

E. LOGIKA TRADISIONAL DAN LOGIKA MODERN


Logika Modern, yang juga dikenal dengan nama logika simbolik atau logika
matematik, pada hakihatnya bukanlah logika yang sama sekali baru. Prinsip-prinsip
logika tradisional yang telah dikembangkan sejak Aristoteles tetap menjadi prinsip-
prinsip logika modern. Dalam abad 20 ini memang telah lahir corak-corak baru logika
modern yang tampaknya berbeda dengan prinsip-prinsip logika tradisional, sebagaimana
yang terdapat pada logika modalitas (modal logic), logika bernilai banyak (many-value
logic) sistem implikasi nonstandar (nonstandard systems of implication) dan sistem
kuantifikasi non standar (nonstandard system of quatification). Namun, jika disimak
dengan seksama, semua corak logika modern itu tidak mungkin terpikirkan tanpa
mengenal lebih dahulu prinsip-prinsip logika tradisional.
Tentu saja, logika modern atau logika simbolik itu cukup bermanfaat dan
memperkaya logika yang telah berkembang selama berabad-abad itu. Namun, logika
modern tetap tidak dapat menggeser kedudukan logika tradisional.

F. KEGUNAAN LOGIKA
Paling kurang ada empat kegunaan logika : pertama, membantu setiap orang
mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis dan
koheren; kedua, meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan objektif;
ketiga, menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri; keempat, meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta
kesesatan. Bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan keharusan.
2
BEBERAPA LANDASAN POKOK PENALARAN

A. LOGIKA DAN BAHASA


Penalaran adalah kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir tidak mungkin dapat
berlangsung tanpa bahasa. Jadi, penalaran senantiasa bersangkut paut dengan bahasa.
Setiap orang yang menalar selalu menggunakan bahasa, baik bahasa yang digunakan
dalam pikiran, bahasa yang diucapkan dengan mulut, maupun bahasa tertulis. Dengan
demikian, jelas bahwa bahasa adalah alat berpikir. Bahasa adalah alat bernalar.
Jika disimak lebih lanjut, bahasa sesungguhnya bukan hanya alat berpikir.
Apabila kita berpikir tentang sesuatu dan hendak kita beri tahukan kepada orang lain, kita
harus mengungkapkannya lewat bahasa. Kita harus menyatakannya kepada orang lain
dengan bantuan bahasa, barulah orang lain dapat memahami isi pikiran kita. Dalam hal
ini, bahasa adalah tanda untuk mengungkapkan dan menyatakan apa yang kita pikirkan.
Bahasa sebagai alat bernalar dan tanda untuk mengungkapkan isi pikiran memiliki
keterbatasan. Kesulitan itu sering kita alami ketika sedang berpikir. Kita sering tidak
dapat memecahkan persoalan yang sedang kita pikirkan karena tidak dapat menemukan
bahasa yang tepat untuk mengemukakannya karena tidak dapat dipahami orang lain,
penyebabnya ialah karena kita tidak menemukan bahasa yang tepat untuk
mengungkapkannya. Oleh karena itu, bahasa bagi logika harus tetap terbuka untuk
disempurnakan.

B. LOGIKA DAN BAHASA


Segala sesuatu yang ada senantiasa memiliki materi dan bentuk. Aristoteles
menyebut materi itu dengan kata hyle dan bentuk dengan kata eidos atau morphe. Materi
yang sama atau satu materi, dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda. Misalnya, kayu
sebagai materi dapat dibuat menjadi bentuk patung atau dapat dibuat menjadi meja, kursi,
tiang, pintu dan sebagainya. Dari contoh itu jelas bahwa materinya satu, yaitu kayu, tetapi
bentuknya bermacam-macam, misalnya patung, meja, kursi, tiang, dan pintu. Dapat pula
bentuknya sama, tetapi materinya berbeda. Misalnya, tiga buah patung kuda serupa,
tetapi yang satu materinya dari kayu, yang kedua materinya dari tanah liat, sedangkan
yang ketiga materinya dari batu. Dengan demikian, jelas bahwa materi harus senantiasa
memiliki bentuk dan tidak mungkin ada bentuk tanpa materi.

C. HUKUM DASAR LOGIKA


Yang dimaksud dengan hukum dasar logika ialah kebenaran umum yang berlaku dalam
bidang logika sebagai patokan berpikir atau kaidah pemikiran. John Stuart Mill (1806-
1873) menyebutnya sebagai “postulat universal penalaran” (universal postulate of all
reasonings). Friedrich Uberweg (1826-1871) menamainya “aksioma inferensi” (axioms
of inference).
Posulat universal penalaran atau aksioma inferensi itu ada empat jenis. Tiga yang
pertama dirumuskan oleh Aristoteles, sedangkan yang keempat dirumuskan oleh
Gottfried Wilhelm Leibniz. Keempat postulat universal penalaran atau aksioma inferensi
itu ialah principium identitatis, principium contradictionis, principium exclusi tertii, dan
principium rationis sufficientis.
1. Principium identitatis (Law of identity) yang berarti hukum kesamaan.
2. Principium contradictionis (Law of contradiction) yang berarti hukum kontrakdisi.
3. Principium exclusi tertii (Law of excluded middle) yang berarti hukum penyisihan
jalan tengah.
4. Principium rationis sufficientis (Law of sufficient reason) yang berarti hukum cukup
alasan.
D. KATEGORI
Istilah kategori berasal dari bahasa Yunani – kategoria yang pada mulanya berarti
penguraian fakta yang dikemukakan oleh seorang penuntut umum didepan – dikasteria
(mahkamah rakyat) terhadap seorang terdakwa pada zaman Yunani purba. Menurut
Aristoteles ada 10 kategori, yakni :
a. Ousia (substansi) apakah substansinya? Jawabnya berupa jenis substansi itu
b. Poson (kuantitas) berapa? Jawabnya berapa jumlah
c. Poion (kualtitas) bagaimana mutunya? Jawabnya berupa sifat.
d. Pros ti (relasi) hubungannya? Jawabnya berupa keterhubungan
e. Pou (tempat) dimana? Jawabnya berupa tempat.
f. Pote (waktu) kapan? Jawabnya berupa waktu.
g. Polein (aksi) apa aksi atau tindakannya? Jawabnya berupa aktivitas.
h. Pakhein (pasivitas) bersemangat atau pasif? Jawabnya berupa kepasifan
i. Keisthai (posisi) bagaimana posisinya? Jawabnya berupa posisi substansi.
j. Ekhein (kondisi) bagaimana kondisinya? Jawabnya berupa kondisi substansi.

E. PREDIKABEL
Predikabel adalah pengertian-pengertian yang dinyatakan oleh predikat mengenai
subjeknya. Ada bermacam-macam pengertian yang dinyatakan oleh predikat dalam
hubungannya dengan subjek. Menurut Aristoteles, ada empat macam predikabel, yaitu
genus (jenis), differentia (ciri pembeda), propium (sifat khusus) dan accidentia (sifat
sampiran). Prophyrius membagi predikabel kedalam lima macam predikabel sebagai
berikut : genus (jenis, species (kelompok terbatas yang berada dibawah genus),
differentia (ciri pembeda), propium (sifat khusus), dan accidentia (sifat sampiran).
Genus adalah jenis yang merupakan himpunan benda, perorangan atau hal
lainnya yang meliputi kelompok-kelompok terbatas yang berada dibawahnya yang
disebut species.
Differentia adalah ciri pembeda yang membedakan suatu species dengan species
lainnya dari genus yang sama. Misalnya, genus hewan dan species manusia, monyet dan
kuda.
Proprium adalah sifat khusus yang merupakan kelanjutan dan konsenkuensi logis
dan differentia.
Accidentia ialah sifat sampiran yang tidak termasuk di dalam differentia atau
proprium. Accidentia merupakan suatu sifat yang tidak khusus yang melekat pada genus
atau species sehingga bukan merupakan bagian yang hakiki.

F. KLASIFIKASI
Klasifikasi acap kali juga disebut sebagai penggologan atau pembagian.
Klasifikasi adalah aktvitas akal budi untuk menggolong-golongkan dan membagi-bagi
serta menyusun benda-benda atau pengertian-pengertian tertentu berdasarkan kesamaan
dan kebedaannya.
Dilihat secara metodis ada dua sistem klasifikasi, yaitu klasifikasi logis dan
klasifikasi dikotomis.
1. Klasifikasi logis adalah pembagian atau penggolongan kelompok-kelompok dalam
suatu himpunan yang dimulai dari genus ke species terdekat dan demikian seterusnya
hingga mencapai infimae species. Klasifikasi logis itu memang baik, namun karena
pengetahuan manusia terbatas untuk mengetahui semua anggota kelompok dari suatu
himpunan (genus), pembagian atau penggolongan klasifikasi logis tidak mungkin
lengkap.
Contoh :
Binatang

Unggas Reptilia Dan Sebagainya

Ular Buaya Binatang

2. Klasifikasi dikotomis ialah pembagian genus kedalam dua species yang saling
bertentangan, seperti genus binatang dibagi ke dalam species yang saling
bertentangan, yakni replitilia dan bukan reptilia.

Binatang

Reptilia Bukan Reptilia

Ular Bukan Ular

Kobra Bukan Kobra

G. DEFINISI
Istilah definisi berasal dari kata Latin definitio yang berarti “penentuan arti” atau
“pembatasan”. Definisi dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni definisi nominal
(verbal) dan definisi real. Definisi nominal terdiri atas definisi nominal umum dan
definisi nominal khusus. Definisi real terdiri atas definisi real esensial dan definisi real
deskriptif. Definisi real esensial dapat dibagi lagi menjadi definisi real esensial fisik dan
definisi real dekskriptif kausal, definisi genetic, dan definisi real deskriptif aksidental.

 Definisi Nominal (Verbal)


Definisi nominal atau definisi verbal adalah definisi yang paling sederhana dan
bersifat sementara karena hanya memberi penjelasan etimologis atau member sinonim
kepada istilah yang hendak dijelaskan.
 Definisi Nominal Umum
Definisi nominal umum adalah definisi yang pada umumnya diterima oleh semua
orang, yang memberi penjelasan tentang suatu kata atau ungkapan dengan sesuatu
yang sesuai dengan pemahaman umum.
 Definisi Nominal Khusus
Definisi nominal khusus adalah definisi yang bersifat relative dan sering kali juga
subjektif.
 Definisi Real
Definisi real dianggap searti dengan (dan oleh sebab itu sering pula disebut sebagai)
definisi analitis atau definisi eksplikatif.
 Definisi Esensial
Definisi esensial adalah definisi yang benar-benar sanggup member pengertian yang
hakiki tentang sesuatu yang hendak dijelaskan. Definisi esensial adalah penjelasan
lewat uraian bagian-bagian yang esensial tentang sesuatu tersebut.
 Definisi Esensial Fisik
Definisi esensial fisik adalah penjelasan yang mengacu pada uraian bagian-bagian
yang mewujudkan esensi suatu yang menjadi definiendum.
 Definisi Metafisik
Definisi esensial metafisik adalah definisi yang paling ideal, yang benar-benar terdiri
atas genus proximum dan differentia specifica.
 Definisi Deskriptif
Definisi deskriptif adalah penjelasan yang mengacu pada uraian tentang ciri-ciri
khusus yang dimiliki oleh sesuatu yang dijelaskan itu.
 Definisi Kausal
Definisi kausal ialah definisi yang menjelaskan sebab-akibat sesuatu yang menjadi
definiendum.
 Definisi Genetik
Definisi genetik adalah definisi yang memberi penjelasan tentang asal usul, atau
menguraikan bagaimana sesuatu itu terjadi.
 Definisi Aksidental
Definisi aksidental adalah definisi yang disusun dari genus proximum dan accidentia.

Catatan : Definisi aksidental adalah definisi yang buruk yang sering digolongkan
kedalam pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku bagi pembuatan definisi. Oleh
karena itu, hindarilah membuat definisi aksidental.
3
KONSEP DAN TERM-TERM LOGIKA

A. KONSEP dan TERM


“Konsep” adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Latin conceptus (kata
benda masculinum) yang dibentuk dari kata conceptum yang berasal dari kata kerja
(konjugasi III) concipio. Kata concipio berarti “mengambil ke dalam dirinya”,
“menerima”, “mengisap”, “menampung”, “menyerap” atau menangkap”. Conceptum
berarti “mengambil”, “menyerap”, “membayangkan” dalam “pikiran”, “mengerti” dan
menangkap”. Conceptus berarti “cerapan, bayangan dalam pikiran, pengertian dan
tangkapan.”
Konsep merupakan padanan kata Yunani – idea atau eidos, yang berarti
penglihatan, persepsi, bentuk, rupa atau gambar.
Term adalah kata atau beberapa kata yang memiliki satu pengertian yang
membuat konsep atau idea itu menjadi nyata. Jadi, term adalah pernyataan lahiriah dari
konsep atau idea.
Term-term yang sinkategorimatis ialah kata-kata yang, jika berdiri sendiri, tidak
memiliki pengertian tertentu sehingga tidak dapat digunakan sebagai term tanpa bantuan
kata-kata yang lain, seperti kata “dari”, kepada, “dan”, “yang” dan sebagainya.
Term-term kategorimatis dapat dibedakan atas tiga jenis berikut :
1. Term kategorimatis univokal.
2. Term kategorimatis equivokal.
3. Term kategorimatis analogis.

B. KOMPREHENSI DAN EKSTENSI


Setiap konsep dari suatu term senantiasa harus memiliki komprehensi dan
ekstensi. Komprehensi seringkali disebut konotasi atau intense, sedangkan ekstensi
seringkali juga disebut denotasi.
Komprehensi adalah kualitas, karateristik, dan keseluruhan arti yang tercakup
dalam konsep suatu term. Dapat pula dikatakan bahwa konprehensi adalah muatan atau
isi konsep suatu term. Sebagai contoh, term manusia komprehensinya ialah rasional,
beradab, berbudaya dan sebagainya.

C. JENIS-JENIS TERM
Term biasanya dibedakan atas lima jenis, yaitu term konkret (concrete term),
term abstrak (abstract term), term tunggal (singular term), term kolektif (collective
term) dan term umum.
 Term konkret adalah term yang mengacu kepada suatu benda konkret, dan
dalam logika tradisional termasuk pula nama diri (proper name).
 Term abstrak mengacu pada kualitas, sifat dan hubungan dari sesuatu.
 Term tunggal ialah term yang mengacu kepada satu benda atau peorangan,
atau kepada suatu himpunan yang terdiri atas sebuah pengertian yang
menunjuk kepada satu diri.
 Term kolektif ialah term yang mengacu kepada himpunan atau kelompok hal-
0hal atau benda-benda yang dilihat selaku satu kesatuan.
 Term umum adalah term yang mengacu kepada suatu himpunan tanpa
pembatasan kuantitas ataupun kualitas (berlaku umum).
4
PROPOSISI

A. PENGERTIAN PROPOSISI
Proposisi adalah suatu pernyataan dalam bentuk kalimat yang memiliki arti penuh
dan utuh. Proposisi logika terdiri atas tiga bagian utama, yaitu subjek, predikat, dan
kopula. Kopula ialah kata yang menghubungkan subjek dan predikat. Sering kali
proposisi memiliki pembimbing (quantifier) yang mengacu kepada kuantitas subjek.
Contohnya : “Semua manusia adalah fana.”
Semua = pembilang (quantifier)
Manusia = subjek
Adalah = kopula
Fana = predikat

B. JENIS-JENIS PROPOSISI
Proposisi dapat dibedakan atas berbagai jenis berdasarkan materi, kualitas,
kuantitas, komposisi, bentuk, kebenaran isi, dan sebagainya. Pembedaan demikian itu
akan menghasilkan berpuluh-puluh proposisi. Namun, kita hanya membicara beberapa
jenis proposisi berikut ini :
1. Proposisi Kategorik (categorical proposition), sering pula disebut proposisi subjek
predikat (subject predicate proposition).
2. Proposisi afirmatif (affirmative proposition), sering juga disebut proposisi positif
(positive proposition).
3. Proposisi negatif (negative proposition)
4. Proposisi Universal (universal proposition)
5. Proposisi Partikular (particular proposition)
6. Proposisi Atomik (atomic proposition) sering pula disebut proposisi sederhana (simple
proporsition), proposisi elementer (elementary proposition) atau proposisi tunggal
(singular proposition)
7. Proposisi Asertorik (assertoric proposition)
8. Proposisi Apodiktik (apodictic proposition), sering pula disebut proposisi keharusan
(necessary proposition) atau proposisi a dan priori (apriori proposition).
9. Proposisi empirik (empirical proposition) atau proposisi factual (factual proposition)
sering dianggap sama dengan proposisi a posteriori (a posteriori proposition).
10. Proposisi majemuk (compound proposition), sering juga disebut proposisi kompleks
(complex proposition) atau proposisi molecular (molecular proposition).
11. Proposisi disjungtif (disjungtive proposition) atau proposisi alternatif (alternative
proposition).
12. Proposisi konjungtif (conjunctive proposition)
13. Proposisi kondisional (conditional proposition) atau proposisi implikatif (implicative
proposition).
14. Proposisi komparatif (comparative proposition)
15. Proposisi problematic (problematic proposition)
16. Proposisi relasional (relational proposition)
17. Proposisi eksponibel (exponible proposition)
18. Proposisi ekseptif (exceptive proposition)
19. Proposisi ekslisif (exclusive proposition)
20. Proposisi tanpa pembilang (indesignate proposition)
C. PROPOSISI-PROPOSISI KATEGORIK
Apabila dilihat dari segi kualitasnya, proposisi kategorik ini dapat dibedakan atas
dua jenis. Jenis pertama ialah yang menyatakan bahwa ada hubungan yang mengiakan
antata subjek dan predikat dalam proposisi yang bersangkutan. Jenis itu disebut proposisi
afirmatif. Contohnya :
- Manusia adalah hewan yang berakal budi
- Sokrates adalah seorang filsuf.
Jenis kedua ialah yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara subjek dan
predikat dalam proposisi yang bersangkutan. Jenis itu disebut proposisi negatif.
Contohnya :
- Meja bukanlah bola
- Segitiga tidaklah bulat.

D. DISTRIBUSI TERM DALAM PROPOSISI


Distribusi term dalam proposisi ialah penunjukan luas cakupan atau sebaran term
dari suatu subjek atau predikat dalam suatu proposisi. Distribusi term-term dari jenis-
jenis proposisi A, E, I, O adalah sebagai berikut.
 Proposisi A, term subjek berdistribusi dan term predikat tidak berdistribusi.
Contoh : semua burung adalah hewan.
 Proposisi E, term subjek berdistribusi dan term predikat berdistribusi.
Contoh : semua presiden bukalah kairar.
 Proposisi I, term subjek tidak berdistribusi dan term predikat tidak berdistribusi.
Contoh : Sebagian manusia adalah peramah.
 Proposisi O, term subjek tidak berdistribusi dan term predikat berdistribusi.
Contoh : Sebagian manusia tidaklah cerdik.
5
INFERENSI LANGSUNG

Inferensi adalah suatu proses penarikan konklusi dari satu atau lebih proposisi. Ada
dua cara yang biasa ditempuh dalam inferensi, yaitu inferensi deduktif dan inferensi induktif.
Inferensi deduktif terdiri atas inferensi langsung dan infensi tidak langsung (inferensi silogistik).
Inferensi langsung adalah penarikan konklusi hanya dari sebuah premis proposisi
yang digunakan untuk penarikan konklusi.

 Inversi
Inversi ialah penalaran langsung dengan cara menegasikan subjek proposisi premis dan
menegasikan atau tidak menegasikan predikat proposisi premis.

 Konversi
Konversi adalah jenis penarikan konklusi secara langsung dengan membalikkan atau
mempertukarkan term predikat menjadi term subjek, dan term subjek menjadi term predikat.

 Obversi
Obversi adalah penalaran langsung yang konklusinya menunjukkan perubahan kualitas
proposisi kendatipun maknanya tetap dan tidak boleh berubah.

 Kontraposisi
Kontraposisi ialah penarikan secara langsung dengan jalan menukar posisi subjek dan
predikat yang telah dinegasikan terlebih dahulu.

 Oposisi
Oposisi adalah penalaran langsung yang proposisi konklusinya merupakan oposisi dari
proposisi premis dengan term subjek dan predikat yang sama.
6
INFERENSI SILOGISTIS

A. DEFINISI
Inferensi silogistis adalah inferensi deduktif dengan menggunakan silogisme.
Silogisme ialah penarikan konklusi secara tidak langsung dengan menggunakan dua buah
premis yang merupakan bentuk formal penalaran deduktif. Karena silogisme adalah
inferensi deduktif, konklusinya tidak aka lebih umum daripada premis-premisnya. Premis
adalah proposisi-proposisi yang digunakan untuk penarikan konklusi. Konklusi ialah
proposisi yang menyatakan hasil inferensi yang dilakukan berdasarkan proposisi-
proposisi yang menjadi premis-premis suatu inferensi.

B. PRINSIP-PRINSIP SILOGISME
Ada dua prinsip silogisme (canons of syllogism)
 Prinsip Kesesuaian (principium convenientiae).
Contoh: o = q; p = q maka o = p.
 Prinsip Ketidaksesuaian (principium discrepantiae).
Contoh: o = q; p =/ q maka o =/ p.

C. KETENTUAN-KETENTUAN TERM
Ada empat ketentuan term dalam sebuah silogisme.
 Sebuah silogisme yang benar hanya terdiri atas tiga term.
 Term M harus berada dalam premis dan bukan dalam konklusi
 Term M dalam premis harus berdistribusi, sekurang-kurangnya satu kali.
 Tidak satu pun term yang berdistribusi dalam konklusi bila tidak berdistribusi
dalam premis.

D. KETENTUAN-KETENTUAN PREMIS
Ada tujuh ketentuan premis dalam silogisme yang harus diperhatikan demi meraih
konklusi yang benar.
 Sebuah silogisme hanya memiliki dua premis dan satu konklusi
 Premis-premis dalam sebuah silogisme tidak boleh kedua-duanya
 Apabila kedua premis afirmatif, konklusinya pun afirmatif.
 Jika salah satu premis negative, konklusi pun negative.
 Premis tidak boleh kedua-duanya particular
 Konklusi tidak dapat diambil dari premis mayor particular dan premis minor
negatif.
 Apabila satu premis partikular, konklusi pun harus partikular.
7
FIGURA DAN MODUS SILOGISME

A. FIGURA SILOGISME
Ada empat kemungkinan tempat term M dalam kedua premis : oleh sebab itu, ada
empat figura sebagai berikut :
 Figura I. Term M menjadi subjek dalam premis mayor dan predikat dalam
premis minor.
 Figura II. Term M menjadi predikat dalam premis mayor dan premis minor.
 Figura III. Term M menjadi subjek dari premis mayor dan premis minor.
 Figura IV. Term M menjadi predikat dari premis mayor dan subjek dari
premis minor.

B. MODUS SILOGISME
Modus silogisme ialah bentuk-bentuk silogisme yang didasarkan pada kualitas
dan kuantitas kedua proposisi yang menjadi premis-premisnya. Dilihat dari segi kualitas
dan kuantitas proposisi, ada empat jenis proposisi, yaitu A, E, I dan O. keempat proposisi
itu akan menghasilkan 16 modus silogisme sebagai berikut.
Premis mayor AAAA EEEE IIII OOOO
Premis minor AEIO AEIO AEIO AEIO
8
SILOGISME HIPOTESIS

A. JENIS-JENIS SILOGISME
Silogisme dapat dibagi ke dalam beberapa jenis sebagai berikut.

Kategoris

Sempurna

Silogisme Hipotesis

Tidak sempurna

 Silogisme sempurna adalah silogisme yang terdiri atas tiga proposisi, yaitu
dua premis dan satu konklusi.
 Silogisme kategoris adalah silogisme yang proposisi pertamanya merupakan
proposisi kategoris.
 Silogisme hipotesis adalah silogisme yang proposisi pertamanya merupakan
proposisi hipotesis.
 Silogisme tidak sempurna adalah silogisme yang proposisinya kurang atau
lebih dari tiga.

Silogisme standar adalah silogisme kategoris. Silogisme kategoris ialah silogisme


yang terdiri atas proposisi-proposisi kategoris. Silogisme kategoris telah dibahas pada
bab-bab sebelumnya.
Silogisme hipotesis ialah silogisme yang premis mayornya adalah proposisi
hipotesis. Proposisi hipotesis berbeda dengan proposisi kategoris yang bagian-bagian
yang satu sama lainnya memiliki hubungan yang bersifat saling bergantung, bertentangan
atau memiliki kesamaan; oleh karena itu, proposisi hipotesis tidak terdiri atas subjek dan
predikat yang dihubungkan oleh kopula.

B. SILOGISME KONDISIONAL
Silogisme kondisional ialah silogisme yang memiliki premis mayor kondisional.
Silogisme kondisional dapat dibedakan atas tiga jenis, berikut ini.
1. Silogisme kondisional, yang memiliki relasi kausal satu arah.
2. Silogisme kondisional, yang memiliki relasi kausal timbal balik (dua arah)
3. Silogisme kondisional, yang memiliki relasi kausal probabilitas.
Silogisme kondisional dengan relasi kausal satu arah memiliki dua modus dasar,
yaitu yang premis minornya adalah anteseden proposisi premis mayor dan yang premis
minornya ialah konsekuen proposisi premis mayor.

C. SILOGISME DISJUNGTIF
Silogisme disjungtif ialah silogisme yang memiliki premis mayor dalam bentuk
proposisi disjungtif. Proposisi disjungtif yang merupakan premis mayor silogisme
disjungtif itu terdiri atas anteseden dan konsekuen. Antesedennya ialah bagian proposisi
yang terletak di depan kata “atau”, sedangkan konsensuennya yang terletak dibelakang
kata “atau”.
D. SILOGISME KONJUNGTIF
Silogisme konjungtif ialah silogisme yang memiliki premis mayor dalam bentuk
proposisi konjungtif. Proposisi konjungtif yang merupakan premis mayor dari silogisme
konjungtif itu terdiri atas anteseden dan konsekuen. Antesedennya ialah bagian proposisi
yang terletak di depan kata “dan”, sedangkan konsekuennya terletak di belakang kata
“dan”.
9
SILOGISME TIDAK SEMPURNA

A. ENTHYMEME
Enthymeme adalah silogisme yang premis mayor atau premis minornya
dihilangkan karena dianggap telah diketahui oleh semua orang sehingga tidak perlu
disebutkan lagi.

B. EPICHEIREMA
Epicheirema adalah silogisme yang salah satu atau kedua premisnya ditambah dan
diperluas dengan member alasan atau bukti. Premis atau premis-premis dalam
epicheirema merupakan konklusi dari suatu silogisme tersendiri sehingga premis-premis
itu merupakan suatu rangkaian enthymeme yang disusun sedemikian rupa untuk
memperoleh konklusi baru.

C. POLISILOGISME
Polisilogisme adalah silogisme yang terdiri atas rangakain silogisme yang
disusuin sebagai berikut: Konklusi silogisme pertama menjadi premis mayor dari
silogisme berikut, dan demikian pula seterusnya.

D. SORITES
Sorites adalag silogisme berantai yang susunannya berbeda dengan polisilogisme.
Sorites dibagi kedalam dua jenis, yaitu sories progresif dan sorites regresif. Sorites
progresif berasal dari Aristoteles, maka sering disebut sebagai sorites Aristotelian,
sedangkan Sorites Regresif berasal dari Goclenius dan sering disebut sorites Goclenian.

E. DILEMA
Dilema ialah suatu silogisme yang terdiri atas dua pilihan yang serba salah.
Dalam sebuah dilemma, kedua pilihan yang disodorkan sama buruknya sehingga sulit
untuk mengambil keputusan karena yang mana pun yang dipilih, akan tetap salah.
Dilemma terdiri atas empat jenis sebagai berikut:
 Dilema Konstruktif Sederhana (Simple Constructive Dilemma)
Rumusnya :
(p q ) ^ (r q)
p v r
q
 Dilema Konstruktif Pelik (Complex Constructive Dilemma)
Rumusnya :
(p q ) ^ (r s)
p v r
q v s
 Dilema Destruktif Sederhana (Simple Destructive Dilemma)
Rumusnya :
(p q ) ^ (p r)
~p v ~r
~p
 Dilema Destruktif Pelik (Compex Destructive Dilemma)
Rumusnya :
(p q ) ^ (r s)
~q v ~s
~p v ~r
F. PARADOKS
Paradoks adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis yang diakui
kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada konklusi yang
mengandung konflik atau kontradiksi. Paradox disebut juga antinomi karena melanggar
principium contradictionis (law of contradiction) atau hukum kontradiksi yang
menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu itu pada waktu yang sama adalah sesuatu itu
dan bukan sesuatu itu.
10
LOGIKA INDUKTIF

A. METODE INDUKSI
Induksi adalah suatu bentuk penalaran dari particular ke universal. Premis-premis
yang digunakan dalam penalaran induktif terdiri atas proposisi-proposisi particular,
sedangkan konklusinya adalah proposisi universal. Karena proses penalaran yang
ditempuh bertolak dari particular ke universal atau dari khusus ke umum, pada
hakikatnya induksi adalah suatu proses generalisasi, yakni berdasarkan hal-hal partikular
yang diteliti, diperoleh konklusi universal.

B. METODE INDUKTIF
Menurut Mill, setiap fenomena merupakan akibat dari suatu sebab yang
tersembunyi. Induksi adalah penalaran atau penelitian untuk menemukan sebab-sebab
yang tersembunyi itu. Untuk itu, Mill menyusun lima kanon yang berlaku sebagai lima
metode penalaran dan penelitian induktif, yaitu metode persesuaian (method of
agreement), metode perbedaan (method of difference), metode gabungan persesuaian dan
perbedaan (joint method of agreement and difference), metode residu (method of
residues), dan metoe variasi kesamaan (method of concomitant variations).

C. METODE PERSESUAIAN (METHOD OF AGREEMENT)


Sebagai contoh, peristiwa disebuah restoran di Manado yang dimuat H

Anda mungkin juga menyukai