BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik
sosial, ekonomi, budaya dan polotik, mengharuskan individu untuk beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam
kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi
justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem. Tidak semua
orang ,mampu beradaptasi, akibatnya adalah individu-inbdividu yang menyimpan
berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian dibutuhkan cara efektif untuk
mrngatasinya.
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih terarahnya pembahasan ini, maka penulis membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulis adalah sebagai berikut:
PEMBAHASAN
1
Ibnu khaldun, mukaddimah, terj. Ahmadie thoha, (jakarta:pustaka pirdaus, 2006),cet. Hal 623
2
Ibid, hal. 624.
3
Julian beldick,mystical islam: an introduction to sufism, i. B., tauris dan co Ltd, London, 1992 hal. 30-
32
1. Ibrahim Basuni mendefinisikan tasawuf dengan membuat beberapa
kategori setelah menghimpun beberapa definisi dari para
pengamat, kategori pertama tasawuf dimaknai dengan albidayah
yakni manifestasi dari kesadaran spiritual manusia tentang dirinya
sebagai makhluk allah. Kategori kedua adalah almujahadah
sebuah amaliah dan latihan dengan satu tujuan.4
2. Menurur Basyir al-Haris, sufi adalah orang yang telah bersih
hatinya semata-mata untuk allah.
3. Abu Muhammad Al-Jurairi, tasawuf adalah masuk kedalam budi
menurut contoh yang ditinggalkan oleh nabi dan keluarg a dari
budi yang rendah.
4. Hamka,, tasawuf adalah membersihkan jiwa dari pengaruh benda
atau alam, supaya jiwa mendapatkan kemudahan menuju allah.5
Berdasarkan pemaknaan diatas, maka tasawuf merupakan jalan dan
bentuk kesadaran spiritual seorang hamba untuk mendapatkan pencerahan,
sakralitas diri, dan di hadapan allah,bahkan penyatuan dengan allah, ssehingga
dengan kemulian tersebut seorang hamba akan memiliki kwalitas spiritual
dengan beragam manifestasi dalam hidupnya, entah ia meraakan kedamaian,
kebukakan ijab, dan mendapatkan ilmu pengetahuan eksistensial ssecara
langsung dari allah, bahkan memiliki karomah yang luar biasa.
Era modern telah memunculkan degradasi diri manusia dan alam,
akibat dari paradigma hidup yang dianut setelah manusia berhasil mencapai
kemajuan sains dan teknologi. Sains dan teknologi secara fungsional
memberikan manfaat yang sangat besar dalam bidang materi, tetapi juga sains
telah mendatangkan bencana dan kerisiss yang lebih besar bagi kehidupan
manusia. Dengan paraadigma hidup yang antroposentris-sekuleris,dan
positivism logis, masarakat modern barat telah kehilangan visi ilahyah,
4
H. A, Rifai siregar, dari sufisme klasik neo-sufisme, (jakarta:rajawali perss, 2002) cet. 2.,hal.33-35.
5
Musstafa Zahri, kunci memahami ilmu tasawuf,( Surabaya: PT. Bina ilmu, 2007),hal..30-31.
akibatnya terjadi kerisis spiritual dan moral, kehilangan makna dan tujuan
hidup.6 Tasawuf dilihat dari basis epistimologi mampu memberikan solusi
yang bersifat irfani, dari aspek pandangan manusianya, tasawuf tidak
memisahkan manusia dengan tuhan dan daripandangan tentang alam, alam
dilihat sebagai jalan menuju tuhan. Kemunculan renaisans dibarat pada abad
ke-14 merupakan embrio lahirnya abad modern menurut mulyadhi, renaisans
juga merupakan abad dimulainya sebuah gerakan sekularisasi ilmu.
Sekularisasi ilmu ini kemudian berdampak pada lahirnya dikotomisasi ilmu,
yakni ilmu ilmiah ( ilmu eksak dan sosial )dan ilmu non ilmiah ( Agama ).
Ilmu yang bersumber dari agama dianggap tidak memiliki validitas kebenaran
ilmiah , karana diasumsikan bersifat subjektif.7
Abad modern juga ditandai dengan munculnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menurut bambang sugiharto dalam kerangka berpikir modern,
agama dan segal bentuk yang spiritual tidak diberikan tempat dalam hidup.
Dunia modern yang demikian mengandalkan ilmu empiris dan teknologi dan
prioritas pada apa yang dapat diukur, didemonstrasikan dan direkayasa.
Akibatnya yang diyakini kebenarannya terbatas pada yang materi, fisikal dan
natural semata.8
Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional
sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis. Kepekaan sosial,
lingkungan (alam) dan berbagai bidang kehidupan lainnya adalah bagian yang
menjadi ukuran bahwa tasawuf di era modern itu tidak sekedar pemenuhan spiritual,
akan tetapi lebih dari itu yaitu mampu membuahkan hasil bagi yang ada di bumi ini.9
6
John de luca ( Ed ) Reason and Experience ;dialogues in modern philosopy, hal 5
7
Mulyadhi kartenegara, integrasi ilmu : sebuah rekonstruksi haltik ( Bandung : ARASY Mizan 2005 )
cat 1.hal 20
8
Bambang sugiharto dalam pengantar David, Tuhan dan agama dalam post modern, ( yogyakarta:
kanisius,2005 ) cet. 1, hal 12
9
Ibid hal 109.
Menurut Bagir tasawuf itu bukan barang mati. Sebab tasawuf itu merupakan
produk sejarah yang seharusnya dikondisikan sesuai dengan tuntutan dan perubahan
zaman. Penghayatan tasawuf bukan untuk diri sendiri, seperti yang kita temui di masa
silam. Tasawuf di era modern adalah alternatif yang mempertemukan jurang
kesenjangan antara dimensi ilahiyah dengan dimensi duniawi. Banyak orang yang
secara normatif (kesalehan individu) telah menjalankan dengan sempurna, tetapi
secara empiris (kesalehan sosial) kadang-kadang belum tanpak ada. Dengan demikian
lahirnya tasawuf di era modern diharapkan menjadi tatanan kehidupan yang lebih
baik.10
Tasawuf pada dasarnya merupakan jalan atau cara yang ditempuh oleh
seseorang untuk mengetahui tingkah laku nafsu dan sifat-sifat nafsu, baik yang buruk
maupun yang terpuji. Karena itu kedudukan tasawuf dalam Islam diakui sebagai ilmu
agama yang berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan
substansi Islam. Dimana secara filsafat sufisme itu lahir dari salah satu komponen
dasar agama Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Kalau iman melahirkan ilmu teologi
(kalam), Islam melahirkan ilmu syari’at, maka ihsan melahirkan ilmu akhlaq atau
tasawuf. (Amin Syukur, 2002:112).
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas
kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama
kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas,
10
Jurgen Harbrmas “ the dialectik of rationalization, dalam sociologi devortmen , (washington
University : XLIX, 1981 ) hal 20
bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar. Maka
kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna membimbing manusia
agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang yang semula
hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhud pada
dunia). Proses modernisasi yang makin meluas di abad modern kini telah
mengantarkan hidup manusia menjadi lebih materealistik dan individualistic.
Menurut Amin Syukur, tasawuf bagi manusia sekarang ini, sebaiknya lebih
ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak, yaitu ajaran-ajaran mengenai moral yang
hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan
optimal. Tasawuf perilaku baik, memiliki etika dan sopan santun baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhannya (Syukur, 2003:3).
Menurut Omar Alishah, yang menjadi salah satu ajaran penting dalam tasawuf
adalah pemahaman tentang totalitas kosmis, bumi, langit, dan seluruh isi dan
potensinya baik yang kasar mata maupun tidak, baik rohaniah maupun jasmaniah,
pada dasarnya adalah bagian dari sebuah sistem kosmis tunggal yang saling mengait,
berpengaruh dan berhubungan. Sehingga manusia mempunyai keyakinan bahwa,
penyakit atau gangguan apapun yang menjangkiti tubuh kita harus dilihat sebagai
murni gejala badaniah ataupun kejiwaan manusiawi, sehingga seberapapun tingkatan
keparahannya akan tetap dapat ditangani secara medis (medical care) (Alishah,
2002:11).
Pendapat Alishah tersebut senada dengan apa yang dijelaskan oleh Allah
SWT dalam al-Qur’an, bahwa setiap kali terjalin komunikasi dengannya seseorang
akan memperoleh energi spiritual yang menciptakan getaran-getaran psikologi pada
aspek jiwa raga, ibarat curah hujan membasahi bumi yang kemudian menciptakan
getaran-getaran duniawi dan menyebabkan tanaman tumbuh subur. Sesuai dengan
firman Allah yang tertera dalam QS. Al-Hajj: 5
َفِإَذ ا َأْنَز ْلَنا َع َلْيَها اْلَم اَء اْهَتَّزْت َو َر َبْت َو َأْنَبَتْت ِم ْن ُك ِّل َز ْو ٍج َبِهيٍج
Artinya : “ketika kami turunkan hujan ditasnya ia pun bergerak dan subur
mengembang menumbuhkan berbagai tanaman indah (berpasang-pasangan) (QS; Al-
Haj: 5.
Tradisi sufi (tasawuf) sama sekali tidak bertujuan mengubah pola-pola terapi
psikomodern dan terapi medis dengan terapi sufis yang penuh dengan spiritual,
sebaliknya apa yang dilakukan Omar justru melengkapi dan membatu konsep-konsep
terapi yang telah ada dengan cara mengoptimalkan peluang kekuatan individu
seseorang untuk menyembuhkan dirinya, beberapa tehnik yang digunakan Omar
Alishah dalam upaya terapeutik yang berasal dari tradisi-tradisi tasawuf antara lain
yaitu tehnik “transmisi energi dan tehnik metafor” (Alishah, 2002:151).
PENUTUP
A. Kessimpulan
Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional
sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis.
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas
kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama
kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas,
bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa didalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain
yang bisa menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang tasawuf di era modern dan
penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari
Dosen Pembimbing dan para pembaca agar untuk berikutnya makalah ini bisa lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Bagir, Haidar, Manusia Modern Mendamba Allah, Jakarta: Penerbit Pustaka Amani,
.2002