Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dunia modern memancarkan nilai-nilai positif dan negative, hal ini menjadi
dilema dan tantangan yang penuh kompetitif. Kompetisi itu perlu memacu
pengembangan diri dan kelompok dalam kehidupan masyarakat. semakin maju suatu
masyarakat, maka semakin tinggi pula tingkat kompetisinya. Sebaliknya masyarakat
yang kurang maju, maka tingkat kompetisinya juga rendah.
Sudah tidak dapat diingkari bahwa masyarakat modern yang ditandai dengan
kompetisi tinggi itu penuh dengan dilema dan tantangan yang menjadi sunnatullah.
Menghadapi dilema kehidupan tersebut memerlukan arus pemikiran yang mengarah
kepada pencapaian titik kebahagiaan melalui kehidupan spiritual. Kehidupan spiritual
selalu ditandai dengan meditasi yang merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat
menonjol dikalangan mereka yang menempuh jalan spiritual seperti sufi.
Telah banyak manusia modern yang mengalami krisis spiritual. Itu akibat
pengaruh sekularisasi yang telah lama menimpa jiwa-jiwa mereka melalui paham-
pahamnya seperti naturalisme, materialisme, positifisme dsb. setelah kemajuan saintek
yang dibawanya memutuskan untuk mengambil pandangan sekuler sebagai dasar
pilosofisnya.1 Pandangan yang hanya mementingkan kehidupan duniawi, telah secara
signifikan menyingkirkan manusia modern dari aspek spiritualitas sehingga mereka
terisolir dari dunia lain non-fsikis sebagaimana keyakinan para sufi.
Imam Al Ghazali berpendapat bahwa dinamika kehidupan dalam sejarah
bertumpu pada unsur dan proses kejadian manusia yang dijadikan dari 2 unsur: ruh dan
jasad tubuh. Dimensi ruh karena langsung bersumber dari Tuhan yang terbebas dari
hukum natural mekanis, sedangkan jasad tubuh sebaliknya. Jasad tubuh tumbuh melalui
proses natural hingga dikenai dan terikat proses mekanistis tersebut ketika kedewasaan
tumbuh memerlukan waktu historis dalam hitungan tahun.2 Karena itu, kebahagiaan
hidup seseorang bisa dicapai ketika mekanisme jasad tubuh diabdikan sepenuhnya pada
mekanisme ruhnya.
Ketika kita sebagai orang modern yang hanya membatasi diri kita pada dunia fisik
saja, maka menurut pendapat sufistik kita tidak akan dapat mengorientasikan diri kita

1
Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006) hal. 264
2
Abdul Munir Mulkan, Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas, (Yogyakarta: IMPULSE, 2007) hal. 52

1
dengan benar dan hanya akan berputar-putar tanpa arah di dunia yang senantiasa berubah
dan akan musnah ini. Akibat seriusnya dari kondisi seperti ini adalah adanya perasaan
terasing atau istilahnya “terlienasi” baik dari diri sendiri, alam sekitar, dan Tuhan.3
Sulit nampaknya mereka untuk mengenal siapa diri mereka yang sejati. Ketika
manusia hanya mementingkan aspek dari dirinya dengan mengesampingkan aspek
spiritual, maka kegoncangan dan ketidakstabilan jiwanya tidak sulit dibayangkan. Ketika
manusia modern hanya membersihkan kotoran-kotoran jiwa mereka, maka tidak sulit
untuk menjawab mengapa orang-orang modern banyak mengalami goncangan dan
penyakit jiwa. Stres dan hipertensi pun telah menjadi penyakit umum yang diderita oleh
manusia modern.
Orang kaya harta dan kuasa seringkali hidupnya kosong dan hampa karena
kehilangan kekayaan ruhaniah dan spiritual. Mereka sulit tidur, mahal senyum, dan
stress, serta setiap banyak pilihan kecuali mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Karena itu, Islam memandang manusia bisa tumbuh lebih mulia daripada malaikat dan
bisa lebih hina daripada binatang atau syetan dimana syaratnya manusia bisa bebas dari
sekedar kebutuhan makan dan minum, nafsu syahwat, dan kecintaan terhadap kekuasaan.
Kemuliaan manusia bukanlah karena menjauhi kehidupan duniawi melainkan manakala
bisa menggunakan kepintaran, kekayaan dan kekuasaan untuk kemanfaatan bagi yang
lainya.
Pemakalah berasumsi bahwa segala yang menghadang di tengah masyarakat
modern harus ditantang dengan nilai-nilai spiritual yang dihidupkembangkan dalam
mistisme Islam yaitu tasawuf yang relevan.

B. Rumusan Masalah
Merujuk penjelasan dalam latar belakang diatas, pemakalah menarik masalah
sebagai berikut :
1. Pengertian Tasawuf Modern
2. Tasawuf di Era Modern
3. Tokoh Tasawuf Modern
4. Masyarakat Modern
5. Bukti Minat Masyarakat Modern Terhadap Tasawuf.
6. Relefansi Tasawuf Dalam kehidupan modern
7. Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern

3
Op. Cit, hal. 264

2
C. Tujuan Penulisan
Merujuk penjelasan dalam latar belakang diatas, pemakalah menarik tujuan
penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui Pengertian Tasawuf Modern
2. Mengetahui Tasawuf di Era Modern
3. Mengetahui Tokoh Tasawuf Modern
4. Mengetahui Masyarakat Modern
5. Mengetahui Bukti Minat Masyarakat Modern Terhadap Tasawuf.
6. Mengetahui Relefansi Tasawuf Dalam kehidupan modern
7. Mengetahui Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Modern


Arti tasawuf dan asal katanya secara etimologis menjadi perdebatan para ulama
ahli bahasa. Sebagian mengatakan bahwa tasawuf itu diambil dari kata shafa artinya suci
bersih. Sebagian lagi mengatakan bahwa kata tasawuf itu berasal dari kata shuf yang
artinya bulu binatang domba. Sedangkan secara terminologis, Tasawuf merupakan suatu
system latihan dengan penuh kesungguhan untuk membersihkan, mempertinggi dan
memperdalam nilai-nilai kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah,
sehingga dengan cara itu, segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.
Menurut HAMKA Dalam bukunya yang lain seperti Tasauf Modern, Hamka
menjelaskan pula bahwa, “Kita tegakkan maksud semula dari tasauf yaitu membersihkan
jiwa, mendidik dan mempertinggi derajat budi, menekan segala kelobaan dan kerakusan,
memerangi sahwat yang terlebih dari keperluan untuk keperluan diri”. Terdapat juga
dalam buku “Tasawuf dari Abad ke Abad”, di mana Hamka menjelaskan definisi tasawuf
sebagai, “Orang yang membersihkan jiwa dari pengaruh benda dan alam, supaya dia
mudah menuju Tuhan.”
Dari definisi yang dijelaskan Hamka di atas, dapatlah kita melihat kesamaan misi
antara Tazkiyatun Nafs dan tasawuf di mana keduanya menginginkan sebuah upaya yang
satu yaitu; pembersihan diri atau jiwa seseorang dari perangai buruk dan dosa yang di
anggap buruk oleh syari’at Islam

B. Tasawuf di Era Modern


Tasawuf sebagai salah satu pilar utama dalam Islam harus dapat menyesuaikan
diri di era modern ini, karena kebanyakan manusia didominasi oleh hegemoni paradigma
ilmu pengetahuan dan budaya Barat yang materialistik-sekularistik. Dominasi ilmu
pengetahuan dan budaya Barat materialisme-sekularisme ini terbukti lebih bersifat
destruktif ke timbang konstruktif bagi kemanusiaan. Jika kemudian hal tersebut
dibenturkan pada ranah agama, maka akan didapati masalah yang bersifat akut. Sebab
“filsafat” pengetahuan Barat hanya menganggap valid ilmu pengetahuan yang semata
bersifat induktif-empiris, rational-deduktif dan pragmatis, serta menafikan atau menolak
ilmu pengetahuan non-empiris dan non-positivisme, yaitu ilmu pengetahuan yang
bersumber dari wahyu ketuhanan.

4
Banyak cara diajukan para ahli untuk mengatasi problematika masyarakat
modern, salah satu yang hampir disepakati adalah pengembanagn kehidupan bertasawuf.
Salah satu tokoh yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan tasawuf untuk
mengatasi masalah tersebut adalah Husein Nashr.
Sufisme perlu dimasyarakatkan pada kehidupan modern yang sekarang karena
terdapat 3 (tiga) tujuan penting, yaitu:
1. Turut serta berperan menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan
akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
2. Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoterik (kebatinan)
Islam, baik terhadap masyarakat Muslim yang mulai melupakannya maupun non
Muslim.
3. Untuk menegaskan kembali, bahwa aspek esoterik Islam, yakni sufisme merupakan
jantung dari ajaran Islam sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka
keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam.

Problematika masyarakat modern dapat disebutkan sebagaimana berikut :


1. Penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi karena terlepas dari spriritualitas.
Kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan menjajah bangsa lain
menindas yang lemah. Seperti yang ada kawasan timur tengah, seperti Libya, Suriah,
Palestina, Irak, dan lain sebagainnya.
2. Pendangkalan iman. Lebih mengutamakan keyakinan kepada akal pikiran dari pada
keyakinan religius. Pornografi dan budaya hidup liberal menyergap generasi muda.
3. Desintegrasi ilmu pengetahuan. Adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan,
masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma tersendiri dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Bila seseorang menghadapi masalah, lalu
berkonsultasi kepada teolog, ilmuwan, politisi, psikiater, dan ekonom, misalnya,
mereka akan memberi jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling bertolak
belakang. Hal ini pada akhirnya membingungkan manusia.
4. Pola hubungan materialistik. Memilih pergaulan atau hubungan yang saling
menguntungkan secara materi.
5. Menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan mengenyampingkan nilai-nilai
ajaran agama.
6. Kepribadian yang terpecah (split personality). Karena kehidupan manusia modern
dibentuk oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilai-nilai spiritual dan

5
terkotak-kotak, akibatnya manusia menjadi pribadi yang terpecah. Jika proses
keilmuan yang berkembang tidak berada di bawah kendali agama, maka proses
kehancuran pribadi manusia akan terus berjalan. Dengan demikian, tidak hanya
kehidupan saja yang mengalami kemerosotan, tetapi juga tingkat kecerdasan dan
moral.
7. Stress dan frustasi. Jika tujuan tidak tercapai, sering berputus asa bahkan tidak
jarang yang depresi.
8. Kehilangan harga diri dan masa depan. Jika kontrol nilai agama telah terlepas dari
kehidupan, maka manusia tidak lagi punya harga diri dan masa depan.
9. Masyarakat modern mengalami kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup.
Keberadaannya tergantung kepada pemilikan dan penguasaan simbol kekayaan,
keinginan mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap
solidaritas sosial. Hal ini didorong oleh pandangan, bahwa orang yang banyak harta
merupakan manusia unggul

C. Tokoh Tasawuf Modern


1. Biografi singkat HAMKA4
HAMKA adalah kependekan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Ia lahir
di Maninjau, Sumatera Barat pada 16 Februari 1908 M yang bertepatan dengan 13
Muharram, 1326 H. Ia adalah anak seorang ulama pembaharu Minangkabau, Dr.
Haji Abdul Karim Amrullah yang dikenal dengan Haji Rasul. Intelektualisme
HAMKA mulai muncul sejak ia pulang dari Jawa. Akan tetapi, perkembangan pesat
baru dapat dicapai setelah ia pulang dari Mekah dan menikah.
Beberapa buku karya HAMKA:
a. Beberapa Tantangan Terhadap Umat Islam di Masa Kini.
b. Said Jamaluddin Al- Afghani (Pelopor Kebangkitan Muslimin).
c. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
d. Tasawuf Modern.
e. Tafsir Al-Azhar, jilid I-XXX, dll5

4
Samsul Munir Amin. Ilmu Tasawuf. (Jakarta: Teruna Grafica, 2012), hlm. 372
5
Dalam beberapa catatan mengenai biografi HAMKA disebutkan bahwa seluruh karyanya terdapat 72
judul. Jika karyanya yang berjilid-jilid dihitung satu demi satu, akan berjumlah 110 buku. Lihat Mohammad
Damami, Tasawuf Positif dalam Pemikiran HAMKA, (Yogyakarta: Faajar Pustaka, 2000), hlm. 257-260.

6
2. HAMKA dan Masyarakat Modern Indonesia
Setelah meninggalkan panggung politik, HAMKA kembali ke hidupnya
semula; menjadi mubaligh, pengarang dan pemimpin umum majalah Panji
Masyarakat. Dalam hidupnya, ia telah banyak berbuat dan menorehkan prestasi.
Karena kiprah dan jasa HAMKA yang besar, kaum intelektual Universitas Al-Azhar,
Mesir tertarik untuk memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang
keislaman pada tahun 1958. Gelar yang sama juga diperoleh dari Universitas
Kebangsaan Malaysia dalam bidang kesustraan.
HAMKA juga memperoleh gelar profesor karena aktiffitasnya dalam bidang
akademik. Melalui berbagai kegiatan dan karyanya, HAMKA termasuk ke dalam
aspek masyarakat yang mengalami proses modernisasi. Ulama seperti dirinya
merupakan produk interaksi antara kaum reformis Islam dan persoalan empiris sosial
politik Indonesia
3. Pemikiran Tasawuf HAMKA
Pemikiran-pemikiran tasawuf HAMKA banyak dituangkan dalam karyanya,
berikut pemikiran HAMKA yang berkenaan dengan tasawuf sebagai berikut.6
Tasawwuf pada hakikatnya adalah usaha yang bertujuan memperbaiki budi dan
membersihkan batin.
Artinya, tasawuf adalah alat untuk membentengi seseorang dari
kemungkinan terpelesetnya ke dalam lumpur keburukan dan kotoran batin. Dari segi
struktur, tasawuf yang ditawarkan HAMKA berbeda dengan tasawuf pada umumnya
(tasawuf modern).
Tasawuf yang ditawarkan adalah tasawuf modern atau tasawuf positif yang
didasarkan pada prinsip tauhid, bukan pencarian pengalaman mukasyafah. Jalannya
melalui sikap zuhud dan tidak perlu terus-menerus menjauhi kehidupan normal.
Penghayatannya berupa pengalaman takwa yang dinamis, bukan ingin bersatu
dengan Tuhan. Refleksinya berupa meningkatnya kepekaan sosial yang disebut
dengan karamah dalam hal sasio-religius, bukan karena ingin mendapat karamah
yang bersifat magis dan matefisis.7
Secara garis besar, konsep dasar tasawuf yang ditawarkan HAMKA adalah
tasawuf yang berorientasi “ke depan” yang meliputi prinsip tauhid untuk menjaga
hubungan transenden dengan Tuhan sekaligus merasa dekat dengan-Nya. Dalam

6
Ibid, hlm. 242 - 244.
7
Op. Cit, hlm. 376.

7
konteks tasawuf, selain kita melaksanakan perintah agama, kita juga dituntut untuk
mencari hikmahnya. Konsep dasar tasawuf modern milik HAMKA berlawanan
dengan konsep dasar tasawuf tradisional. Tasawuf modern jika dihadapkan dengan
peranan mengisi kekosongan “makna” (pencarian makna kemanusiaan) untuk zaman
modern ini, tampaknya relevan.
Hamka merinci beberapa hal sebagai berikut: Tasawuf menjadi negatif,
bahkan sangat negatif kalau tasawuf:
a. Dilaksanakan dengan berbentuk kegiatan yang tidak digariskan oleh ajaran
agama Islam yang terumus dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Dilaksanakan dalam wujud kegiatan yang dipangkalkan terhadap pandangan
bahwa dunia ini harus dibenci.

Tasawuf akan menjadi positif, bahkan sangat positif kalau tasawuf:


a. Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang searah dengan muatan-
muatan peribadahan yang telah dirumuskan sendiri oleh Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
b. Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan yang berpangkal pada kepekaan sosial
yang tinggi dalam arti kegiatan yang dapat mendukung “pemberdayaan umat
Islam” agar kemiskinan ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan
mentalitas.
4. Konsep – konsep Penting dalam Tasawuf Hamka
a. Konsep Hawa Nafsu.
Al Qur’an menyebutkan kata hawâ dalam berbagai bentuk mencapai
jumlah 36 kali, yang sebagian besarnya mengarah kepada perbuatan negatif.
Beberapa contoh di antaranya adalah:
1) Perbuatan orang zalim yang mengikuti hawa nafsunya (QS. Ar Rum: 29).
2) Perbuatan orang sesat mengikuti hawa nafsu (QS. Al Ma’idah: 77).
3) Perbuatan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Tuhan (QS. Al
‘An’am: 150).
4) Perbuatan orang yang tidak berilmu (QS. Al Jatsiyah: 18).
b. Konsep Ikhlas
Memaknakan tentang ikhlas, Hamka memulai dengan defnisi ikhlas itu
sendiri. Ikhlas menurut Hamka dari segi arti bahasa adalah; bersih, tidak ada
campuran, ibarat emas tulen, tidak ada campuran perak berapa persenpun. Dan

8
pekerjaan yang bersih terhadap sesuatu dinamakan al ikhlâs.
c. Konsep Khauf
Menurut Hamka, Khauf merupakan rasa takut yang timbul karena
adanya azab, siksa dan kemurkaan dari Allah. Oleh sebab itu diri seseorang
mesti meneliti keadaannya dengan cara bermuhâsabah dan bermurâqabah,
kemudian memberikan perhatian kepadanya sehingga terlihat mana aib dan
cacat diri, serta kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki.
d. Konsep Zuhud
Di dalam bukunya Tasawuf Modern Hamka tidak membicarakan tentang
istilah zuhûd dalam bab khusus. Akan tetapi bila kita meneliti keseluruhan isi
dari buku tersebut, akan didapatkan gambaran yang cukup mengenai sikapnya
tentang zuhûd ini. Ilahi Dhahir menyebutkan istlilah radikalisme untuk para sufi
dalam hal ta’abudiyah sebagai kebutuhan dan ciri para penganut faham tasawuf.
Adapaun radikalisme yang dimaksud adalah sikap hidup zuhûd dalam
menghadapi dunia dan kehiduapan. Mensikapi dunia ini beserta isinya, maka
Hamka sebagai sosok yang mendukung terhadap tasawuf (menurut versinya)
menjelaskan konsep tentang zuhûd dengan sikap moderat.
e. Konsep Tawakkal
Sebagian dari para sufi yang tergelincir pemahamannya telah
menyamakan keberadaan zat antara mahluk dan khalik. Demikian sebagaimana
tertera dalam penjelasan Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Iqtidhâ’ussirôtol
Mustaqîm Mukholafati Ashâbil Jahîm.” Bagi mereka, di antara keduanya
terdapat esensi yang sama yang tidak dapat diceraiberaikan bila dengan
ketajaman hatinya seseorang itu telah mencapai makrifat kepada al haq (Allah).
Oleh karena itulah, para sufi jenis ini melakukan sikap bergantung kepada apa
yang disebut dengan takdir dengan jalan yang salah.

D. Masyarakat Modern
Masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama di suatu
tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Deliar Noer,
menyebutkan ciri-ciri modern sebagai berikut : 1). Bersifat rasional, yakni lebih
mengutamakan pendapat akal pikiran, daripadapendapat emosi. 2). Berfikir untuk masa
depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi
selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh. 3). Mengargai waktu, yaitu selalu

9
meihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. 4) Bersikap terbuka, yakni
mau menerima saran, masukam, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun
datangnya. 5). Berfikir objektif, yakni melihat segala sesuatu daei sudut fungsi dan
kegunaannyan bagi masyarakat.

E. Bukti Minat Masyarakat Modern Terhadap Tasawuf.


Persoalan besar yang muncul ditengah-tengah umat manusia sekarang ini adalah
krisis spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi, rasionalisme,
empirisisme, dan positivisme ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern
dimana sekuralisme menjadi mentalitas jaman dan karena itu spiritualisme menjadi suatu
tema bagi kehidupan modern. Sekalipun krisis spiritualitas menjadi ciri peradapan
modern dan modernitas itu telah memasuki dunia islam, masyarakat islam tetap
menyimpan potensi untuk mengindari krisis itu. Sebabnya adalah sebagian besar dunia
islam belum berada pada tahap perkembangan kemajuan negara-negara barat. Hali ini
bisa dilakukan dengan mempertahankan dasar-dasar spiritualisme islam agar tetap
terjaga kehidupan yang seimbang (ummatan wasathan).
Dalam sejarah islam terdapat khazanah spiritualisme yang sangat berharga, yakni
sufisme. Perkembangan sufisme mencerminkan ragamnya pemahaman terhadap konsep
akhlak dalam kehidupan sosial dan ihsan dalam kehidupan spiritual. Selama dua abad
sejak kelahiran islam, tasawuf merupakan fenomena individual yang spontan. Ia menjadi
ciri dari mereka yang dikenal dengan sebutan zuhhad (orang-orang zuhud), nussa’ (ahli
ibadah), qurra’ (pembaca Qur’an), qushshash (tukang kisah), dan bukka’ (penangis).
Mereka menjauhkan diri dari hingar bingar kemewahan dunia dan ketegangan politik
dimasanya
Ada empat sebab yang menjadikan tarekat begitu menarik masyarakat Islam sejak
abad ke-6/12. Pertama, ialah faktor Al-Ghazali. Dalam suasana pertentangan klaim jalan
untuk mencapai kebenaran, ia telah mempelajari dengan cermat berbagai aliran utama
islam, dan pada akhirnya, setelah mengalami krisis intelektual, ia menemukan tasawuf
sebagai jalan yang paling valid untuk melihat kebenaran. Kedua, Ialah jatuhnya
imperium islam dan dengan demikian muncul persaan tidak aman dikalangan masyarakat
Islam. Ketiga, ialah keyakinan bahwa tasawuf mampu mengantarkan manusia
berkomunikasi langsung dengan Tuhan dan jaminan itu diberikan oleh tarekat.

10
F. Relefansi Tasawuf Dalam kehidupan modern
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah, salah satu cara
yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang
berakhlak dan bertasawuf. Mengapa sufisme perlu dimasyarakatkan pada mereka?
Jawabnya terdapat tiga tujuan.
Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan
kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangya niali-nilai spiritual. Kedua,
memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (batin) Islam, baik
terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun non Islam, khususnya
terhadap masyarakat barat. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa
sesungguhnya aspek estoteris Islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran Islam,
sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lai
ajaran islam. Dalam hal ini Nashr menegaskan “tarikat” atau “jalan rohani” yang biasnya
dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi kedalaman dan
kerahasiaan dalam islam, sebagaimana syari’at berakar pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Intisari ajaran tasawuf sebagaimana faham mistisisme dalam agama-agama lain,
adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga
seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di hadirat-Nya. Orang yang telah
sampai pada tujuan tersebut diatas akan selamat dari jeratan duniawi. Dengan demikian,
seseorang yang tidak bisa melepaskan kaca mata ilmiahnya, lalu beralih pada penglihatan
mata hatinya, maka sulitlah baginya menangkap bayang-bayang Tuhan, mengadakan
dialog dengan-nya. Kemampuan berhubungan dengan Tuhan ini dapat mengintregasikan
seluruh ilmu pengetahuan yang nampak berserakan itu. Karena melalui tasawuf ini
seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan.
Dengan adanya bantuan dari tasawuf ini maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya
tidak akan bertabrakan, karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Hubungan
ilmu dengan ketuhanan yang diajarkan agama islan jelas sekali. Ilmu mempercepat anda
sampai ke tujuan, dan agama menentukan arah yang dituju. Selanjutnya tasawuf melatih
manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Demikian pula
tarikat yang terdapat dalam tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqamah,
jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai ketuhanan.
Selanjutnya ajaran tawakkal pada Tuhan, menyebabkan ia memiliki pegangan
yang kokoh, karena ia telah mewakilkan atau menggadaikan dirinya sepenuhnya pada
Tuhan. Selanjutnya sikap frustasi bahkan hilang ingatan alias gila dapat diatasi dengan

11
sikap ridla yang diajarkan dalam tasawuf, yaitu selau pasrah dan menerima terhadap
segala keputusan Tuhan. Sikap materialistik dan hedonistik yang merajalela dalam
kehidupan modern ini dapat memerapkan dengan konsep zuhud, yang pada intinya sikap
yang tidak mau diperbudak atau terperangkap oleh pengaruh duniawi yang sementara itu.

G. Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern


Pada masa yang akan datang tampaknya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta industrialisasi akan berlangsung terus dan sangat menentukan peradapan
umat manusia. Namun demikian masalah-masalah moral dan etika akan ikut
mempengaruhi pilihan strategi dalam mengembangkan peradapan dimasa depan. Dengan
demikian, kita hanya bisa memperkirakan beberapa kemungkinan corak agama yang
akan menjadi mental masyarakat dimasa mendatang.
Pertama, ialah kecenderungan bahwa islam akan semakin kuat. Disini ulama’
tetap memegang peran penting dalam rangka menjaga kemurniaan agama dan karena itu
mereka memiliki otoritas untuk berbicara atas nama Islam yang sesuai dengan ajaran Al-
Qur’an dan sunnah.
Kedua, ialah kecenderungan bahwa islam akan berfungsi sebagai ajaran etika
akibat proses modernisasi dan sekularisasi yang secara perlahan- lahan hanya
memberikan peluang yang sangat kecil bagi penghayatan keagamaan.
Ketiga, ialah kecenderungan Islam dihayati dan diamalkan sebagai sesuatu yang
spiritual sebagai reaksi terhadap perubahan masyarakat yang sangat cepat akibat
kemajuan ilmu pengetahuan.
Spiritualisme baik dalam bentuk tasawuf, ihsan maupun akhlak menjadi
kebutuhan sepanjang hidup manusia dalam semua tahap perkembangan massyarakat.
Namun demikian, perlu diingat bahwa tasawuf tidak bisa dipisahkan dari kerangka
pengalaman agama, dan karena itu harus selalu berorientasi kepada Al-Qur’an dan
sunnah.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional
sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis.
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas
kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama kurun
waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas, bukan
sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna
membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang
yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhud
pada dunia).

13
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Rosihon, Solihin. 2011. Ilmu Tasawuf. CV PUSTAKA SETIA : Bandung.

Munir Amin, Samsul. 2012. Ilmu Tasawuf. Teruna Grafica : Jakarta.

Kertanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga.

Mulkan, Abdul Munir. 2007. Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas. Yogyakarta: Impulse.

14
MAKALAH AKHLAK TASAWUF

Tentang

AKHLAK TASAWUF DALAM PERKEMBANGAN MODERN

Disusun Oleh :

KELOMPOK 10

1. Muhammad Arsyad : 18.029

2. Waliadi Afrinaldi : 18.002

3. Sadika Tunil Akmal : 18.024

Dosen Pembimbing :

Jurna Petri Roszi, MA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

YAYASAN TARBIYAH ISLAMIYAH

PADANG

2019

15

Anda mungkin juga menyukai