PENDAHULUAN
1
Mulyadi Kertanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006) hal. 264
2
Abdul Munir Mulkan, Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas, (Yogyakarta: IMPULSE, 2007) hal. 52
1
dengan benar dan hanya akan berputar-putar tanpa arah di dunia yang senantiasa berubah
dan akan musnah ini. Akibat seriusnya dari kondisi seperti ini adalah adanya perasaan
terasing atau istilahnya “terlienasi” baik dari diri sendiri, alam sekitar, dan Tuhan.3
Sulit nampaknya mereka untuk mengenal siapa diri mereka yang sejati. Ketika
manusia hanya mementingkan aspek dari dirinya dengan mengesampingkan aspek
spiritual, maka kegoncangan dan ketidakstabilan jiwanya tidak sulit dibayangkan. Ketika
manusia modern hanya membersihkan kotoran-kotoran jiwa mereka, maka tidak sulit
untuk menjawab mengapa orang-orang modern banyak mengalami goncangan dan
penyakit jiwa. Stres dan hipertensi pun telah menjadi penyakit umum yang diderita oleh
manusia modern.
Orang kaya harta dan kuasa seringkali hidupnya kosong dan hampa karena
kehilangan kekayaan ruhaniah dan spiritual. Mereka sulit tidur, mahal senyum, dan
stress, serta setiap banyak pilihan kecuali mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Karena itu, Islam memandang manusia bisa tumbuh lebih mulia daripada malaikat dan
bisa lebih hina daripada binatang atau syetan dimana syaratnya manusia bisa bebas dari
sekedar kebutuhan makan dan minum, nafsu syahwat, dan kecintaan terhadap kekuasaan.
Kemuliaan manusia bukanlah karena menjauhi kehidupan duniawi melainkan manakala
bisa menggunakan kepintaran, kekayaan dan kekuasaan untuk kemanfaatan bagi yang
lainya.
Pemakalah berasumsi bahwa segala yang menghadang di tengah masyarakat
modern harus ditantang dengan nilai-nilai spiritual yang dihidupkembangkan dalam
mistisme Islam yaitu tasawuf yang relevan.
B. Rumusan Masalah
Merujuk penjelasan dalam latar belakang diatas, pemakalah menarik masalah
sebagai berikut :
1. Pengertian Tasawuf Modern
2. Tasawuf di Era Modern
3. Tokoh Tasawuf Modern
4. Masyarakat Modern
5. Bukti Minat Masyarakat Modern Terhadap Tasawuf.
6. Relefansi Tasawuf Dalam kehidupan modern
7. Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern
3
Op. Cit, hal. 264
2
C. Tujuan Penulisan
Merujuk penjelasan dalam latar belakang diatas, pemakalah menarik tujuan
penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui Pengertian Tasawuf Modern
2. Mengetahui Tasawuf di Era Modern
3. Mengetahui Tokoh Tasawuf Modern
4. Mengetahui Masyarakat Modern
5. Mengetahui Bukti Minat Masyarakat Modern Terhadap Tasawuf.
6. Mengetahui Relefansi Tasawuf Dalam kehidupan modern
7. Mengetahui Peranan Tasawuf Dalam Kehidupan Modern
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Banyak cara diajukan para ahli untuk mengatasi problematika masyarakat
modern, salah satu yang hampir disepakati adalah pengembanagn kehidupan bertasawuf.
Salah satu tokoh yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan tasawuf untuk
mengatasi masalah tersebut adalah Husein Nashr.
Sufisme perlu dimasyarakatkan pada kehidupan modern yang sekarang karena
terdapat 3 (tiga) tujuan penting, yaitu:
1. Turut serta berperan menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan
akibat hilangnya nilai-nilai spiritual.
2. Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoterik (kebatinan)
Islam, baik terhadap masyarakat Muslim yang mulai melupakannya maupun non
Muslim.
3. Untuk menegaskan kembali, bahwa aspek esoterik Islam, yakni sufisme merupakan
jantung dari ajaran Islam sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka
keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam.
5
terkotak-kotak, akibatnya manusia menjadi pribadi yang terpecah. Jika proses
keilmuan yang berkembang tidak berada di bawah kendali agama, maka proses
kehancuran pribadi manusia akan terus berjalan. Dengan demikian, tidak hanya
kehidupan saja yang mengalami kemerosotan, tetapi juga tingkat kecerdasan dan
moral.
7. Stress dan frustasi. Jika tujuan tidak tercapai, sering berputus asa bahkan tidak
jarang yang depresi.
8. Kehilangan harga diri dan masa depan. Jika kontrol nilai agama telah terlepas dari
kehidupan, maka manusia tidak lagi punya harga diri dan masa depan.
9. Masyarakat modern mengalami kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup.
Keberadaannya tergantung kepada pemilikan dan penguasaan simbol kekayaan,
keinginan mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap
solidaritas sosial. Hal ini didorong oleh pandangan, bahwa orang yang banyak harta
merupakan manusia unggul
4
Samsul Munir Amin. Ilmu Tasawuf. (Jakarta: Teruna Grafica, 2012), hlm. 372
5
Dalam beberapa catatan mengenai biografi HAMKA disebutkan bahwa seluruh karyanya terdapat 72
judul. Jika karyanya yang berjilid-jilid dihitung satu demi satu, akan berjumlah 110 buku. Lihat Mohammad
Damami, Tasawuf Positif dalam Pemikiran HAMKA, (Yogyakarta: Faajar Pustaka, 2000), hlm. 257-260.
6
2. HAMKA dan Masyarakat Modern Indonesia
Setelah meninggalkan panggung politik, HAMKA kembali ke hidupnya
semula; menjadi mubaligh, pengarang dan pemimpin umum majalah Panji
Masyarakat. Dalam hidupnya, ia telah banyak berbuat dan menorehkan prestasi.
Karena kiprah dan jasa HAMKA yang besar, kaum intelektual Universitas Al-Azhar,
Mesir tertarik untuk memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang
keislaman pada tahun 1958. Gelar yang sama juga diperoleh dari Universitas
Kebangsaan Malaysia dalam bidang kesustraan.
HAMKA juga memperoleh gelar profesor karena aktiffitasnya dalam bidang
akademik. Melalui berbagai kegiatan dan karyanya, HAMKA termasuk ke dalam
aspek masyarakat yang mengalami proses modernisasi. Ulama seperti dirinya
merupakan produk interaksi antara kaum reformis Islam dan persoalan empiris sosial
politik Indonesia
3. Pemikiran Tasawuf HAMKA
Pemikiran-pemikiran tasawuf HAMKA banyak dituangkan dalam karyanya,
berikut pemikiran HAMKA yang berkenaan dengan tasawuf sebagai berikut.6
Tasawwuf pada hakikatnya adalah usaha yang bertujuan memperbaiki budi dan
membersihkan batin.
Artinya, tasawuf adalah alat untuk membentengi seseorang dari
kemungkinan terpelesetnya ke dalam lumpur keburukan dan kotoran batin. Dari segi
struktur, tasawuf yang ditawarkan HAMKA berbeda dengan tasawuf pada umumnya
(tasawuf modern).
Tasawuf yang ditawarkan adalah tasawuf modern atau tasawuf positif yang
didasarkan pada prinsip tauhid, bukan pencarian pengalaman mukasyafah. Jalannya
melalui sikap zuhud dan tidak perlu terus-menerus menjauhi kehidupan normal.
Penghayatannya berupa pengalaman takwa yang dinamis, bukan ingin bersatu
dengan Tuhan. Refleksinya berupa meningkatnya kepekaan sosial yang disebut
dengan karamah dalam hal sasio-religius, bukan karena ingin mendapat karamah
yang bersifat magis dan matefisis.7
Secara garis besar, konsep dasar tasawuf yang ditawarkan HAMKA adalah
tasawuf yang berorientasi “ke depan” yang meliputi prinsip tauhid untuk menjaga
hubungan transenden dengan Tuhan sekaligus merasa dekat dengan-Nya. Dalam
6
Ibid, hlm. 242 - 244.
7
Op. Cit, hlm. 376.
7
konteks tasawuf, selain kita melaksanakan perintah agama, kita juga dituntut untuk
mencari hikmahnya. Konsep dasar tasawuf modern milik HAMKA berlawanan
dengan konsep dasar tasawuf tradisional. Tasawuf modern jika dihadapkan dengan
peranan mengisi kekosongan “makna” (pencarian makna kemanusiaan) untuk zaman
modern ini, tampaknya relevan.
Hamka merinci beberapa hal sebagai berikut: Tasawuf menjadi negatif,
bahkan sangat negatif kalau tasawuf:
a. Dilaksanakan dengan berbentuk kegiatan yang tidak digariskan oleh ajaran
agama Islam yang terumus dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Dilaksanakan dalam wujud kegiatan yang dipangkalkan terhadap pandangan
bahwa dunia ini harus dibenci.
8
pekerjaan yang bersih terhadap sesuatu dinamakan al ikhlâs.
c. Konsep Khauf
Menurut Hamka, Khauf merupakan rasa takut yang timbul karena
adanya azab, siksa dan kemurkaan dari Allah. Oleh sebab itu diri seseorang
mesti meneliti keadaannya dengan cara bermuhâsabah dan bermurâqabah,
kemudian memberikan perhatian kepadanya sehingga terlihat mana aib dan
cacat diri, serta kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki.
d. Konsep Zuhud
Di dalam bukunya Tasawuf Modern Hamka tidak membicarakan tentang
istilah zuhûd dalam bab khusus. Akan tetapi bila kita meneliti keseluruhan isi
dari buku tersebut, akan didapatkan gambaran yang cukup mengenai sikapnya
tentang zuhûd ini. Ilahi Dhahir menyebutkan istlilah radikalisme untuk para sufi
dalam hal ta’abudiyah sebagai kebutuhan dan ciri para penganut faham tasawuf.
Adapaun radikalisme yang dimaksud adalah sikap hidup zuhûd dalam
menghadapi dunia dan kehiduapan. Mensikapi dunia ini beserta isinya, maka
Hamka sebagai sosok yang mendukung terhadap tasawuf (menurut versinya)
menjelaskan konsep tentang zuhûd dengan sikap moderat.
e. Konsep Tawakkal
Sebagian dari para sufi yang tergelincir pemahamannya telah
menyamakan keberadaan zat antara mahluk dan khalik. Demikian sebagaimana
tertera dalam penjelasan Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Iqtidhâ’ussirôtol
Mustaqîm Mukholafati Ashâbil Jahîm.” Bagi mereka, di antara keduanya
terdapat esensi yang sama yang tidak dapat diceraiberaikan bila dengan
ketajaman hatinya seseorang itu telah mencapai makrifat kepada al haq (Allah).
Oleh karena itulah, para sufi jenis ini melakukan sikap bergantung kepada apa
yang disebut dengan takdir dengan jalan yang salah.
D. Masyarakat Modern
Masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama di suatu
tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. Deliar Noer,
menyebutkan ciri-ciri modern sebagai berikut : 1). Bersifat rasional, yakni lebih
mengutamakan pendapat akal pikiran, daripadapendapat emosi. 2). Berfikir untuk masa
depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi
selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh. 3). Mengargai waktu, yaitu selalu
9
meihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. 4) Bersikap terbuka, yakni
mau menerima saran, masukam, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun
datangnya. 5). Berfikir objektif, yakni melihat segala sesuatu daei sudut fungsi dan
kegunaannyan bagi masyarakat.
10
F. Relefansi Tasawuf Dalam kehidupan modern
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah, salah satu cara
yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang
berakhlak dan bertasawuf. Mengapa sufisme perlu dimasyarakatkan pada mereka?
Jawabnya terdapat tiga tujuan.
Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan
kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangya niali-nilai spiritual. Kedua,
memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (batin) Islam, baik
terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun non Islam, khususnya
terhadap masyarakat barat. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa
sesungguhnya aspek estoteris Islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran Islam,
sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lai
ajaran islam. Dalam hal ini Nashr menegaskan “tarikat” atau “jalan rohani” yang biasnya
dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi kedalaman dan
kerahasiaan dalam islam, sebagaimana syari’at berakar pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Intisari ajaran tasawuf sebagaimana faham mistisisme dalam agama-agama lain,
adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga
seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di hadirat-Nya. Orang yang telah
sampai pada tujuan tersebut diatas akan selamat dari jeratan duniawi. Dengan demikian,
seseorang yang tidak bisa melepaskan kaca mata ilmiahnya, lalu beralih pada penglihatan
mata hatinya, maka sulitlah baginya menangkap bayang-bayang Tuhan, mengadakan
dialog dengan-nya. Kemampuan berhubungan dengan Tuhan ini dapat mengintregasikan
seluruh ilmu pengetahuan yang nampak berserakan itu. Karena melalui tasawuf ini
seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan.
Dengan adanya bantuan dari tasawuf ini maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya
tidak akan bertabrakan, karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Hubungan
ilmu dengan ketuhanan yang diajarkan agama islan jelas sekali. Ilmu mempercepat anda
sampai ke tujuan, dan agama menentukan arah yang dituju. Selanjutnya tasawuf melatih
manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Demikian pula
tarikat yang terdapat dalam tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqamah,
jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai ketuhanan.
Selanjutnya ajaran tawakkal pada Tuhan, menyebabkan ia memiliki pegangan
yang kokoh, karena ia telah mewakilkan atau menggadaikan dirinya sepenuhnya pada
Tuhan. Selanjutnya sikap frustasi bahkan hilang ingatan alias gila dapat diatasi dengan
11
sikap ridla yang diajarkan dalam tasawuf, yaitu selau pasrah dan menerima terhadap
segala keputusan Tuhan. Sikap materialistik dan hedonistik yang merajalela dalam
kehidupan modern ini dapat memerapkan dengan konsep zuhud, yang pada intinya sikap
yang tidak mau diperbudak atau terperangkap oleh pengaruh duniawi yang sementara itu.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional
sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis.
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas
kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama kurun
waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas, bukan
sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna
membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang
yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhud
pada dunia).
13
DAFTAR PUSTAKA
Mulkan, Abdul Munir. 2007. Sufi Pinggiran Menembus Batas-Batas. Yogyakarta: Impulse.
14
MAKALAH AKHLAK TASAWUF
Tentang
Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
Dosen Pembimbing :
PADANG
2019
15