Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PEMBAHASAN

A. Paradigma Tasawuf di Era Modern


Persoalan besar yang muncul di tengah-tengah umat manusia sekarang ini adalah krisis
spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, empirisisme,
dan positivisme ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern dimana sekularisme
menjadi mentalitas zaman dan karena itu spiritualisme menjadi suatu anatema bagi
kehidupan modern.
Keadaan ini kelanjutan dari apa yang telah berkembang di Eropa pada akhir abad
pertengahan sebagai reaksi terhadap zaman sebelumnya, dimana doktrin agama (Nasrani)
yang dirumuskan oleh gereja mendominasi semua aspek kehidupan, yang mengakibatkan
bangsa Barat tetap berada pada zaman kegelapan.
Lahirnya zaman modern di Eropa yang masuk ke dunia Islam, begitu kuat pengaruh itu
sehingga krisis yang sama juga hampir dialami oleh beberapa bagian dunia Islam yang
memilih strategi pembangunan sekuler dan karena itu menjauhkan semangat agama dari
proses modernisasi.
Sekalipun krisis spiritualitas menjadi ciri peradaban modern dan modernitas itu telah
memasuki dunia Islam, masyarakat Islam tetap menyimpan potensi untuk menghindari krisis
itu. Sebabnya ialah sebagian besar dunia Islam belum berada pada tahap perkembangan
kemajuan Negara-negara Barat.
Keadaan ini sangat menguntungkan karena memiliki kesempatan untuk belajar dari
pengalaman mereka dan membangun strategi pembangunan yang mampu mengambil aspek-
aspek positif dari peradaban Barat dan sekaligus menghilangkan aspek-aspek negatifnya. Hal
ini bisa dilakukan dengan mempertahankan dasar-dasar spiritualisme Islam.
Dalam sejarah Islam terdapat khazanah spiritualisme yang sangat berharga, yakni
sufisme. Ia berkembang mengikuti dialektika zaman Nabi Muhammad SAW. Sampai
sekarang baik dalam bentuk yang sederhana maupun elaborate. Perkembangan sufisme
mencerminkan ragamnya pemahaman terhadap konsep akhlak dan konsep ihsan.
Tasawuf sebagai salah satu pilar dalam Islam yang harus dapat menyesuaikan diri di
dunia modern ini, Karena kebanyakan manusia didominasi oleh hegemoni paradigma ilmu

1
pengetahuan dan budaya Barat yang materialistik dan sekularistik. Metode ini terbukti lebih
bersifat destruktif daripada konstruktif bagi kemanusiaan.
Relevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara
seimbang memberikan kesejukan batin dan memiliki disiplin syariat yang tinggi. Tasawuf
juga menghendaki pelaksanaan syariat, sebab tasawuf dan syariat tidak bisa dipisahkan satu
sama lain, apalagi dipertentangkan. Tasawuf merupakan aspek esoteric (batiniah) sedangkan
syariat adalah aspek eksoteris (lahiriyah) Islam. Kedua aspek itu saling terintegrasi.
Menurut paradigma modern, tasawuf bisa dipahami sebagai pembentuk tingkah laku
yang paling kongkrit melalui pendekatan tasawuf suluki dan bisa memuaskan dahaga
intelektual melalui pendekatan tasawuf falsafi.
Pendekatan ini bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial mana pun dan di
tempat mana pun. Secara fisik mereka menghadap satu arah, yaitu ka’bah, dan secara
rohaniah mereka berlomba-lomba menempuh jalan (tarekat) melewati ahwal dan maqam
menuju kepada Allah Swt.
Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910M), bapak tasawuf moderat memahami bahwa tasawuf
berarti membersihkan hati dan sifat yang menyamai binatang, menekan sifat basyariyah,
menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegangan pada ilmu
kebenaran, memberi nasehat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah Swt, dan
mengikuti syariat Rasulullah saw.

B. Peranan Tasawuf di Era Modern


Para ahli membagi tasawuf kepada tiga bagian, yaitu pertama tasawuf falsafi, yang
mengedepankan pendekatan rasio dan akal pikiran. Kedua tasawuf akhlaki, dengan
pendekatan akhlak yang terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk),
tahalli (menghiasinya dengan akhlak terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding
penghalang/hijab) yang membatasi manusia dengan Tuhan. Ketiga tasawuf amali, yang
menggunakan pendekatan amaliyah wirid, yang selanjutnya mengambil bentuk tarekat.
Pada prinsipnya keseluruhan kategori tasawuf tujuannya sama, yaitu mendekatkan diri
kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri
dengan perbuatan yang terpuji.

2
Al-Qur’an dan hadits menegaskan pentingnya akhlak manusia dalam menjalani
kehidupan. Al-Qur’an dan hadits menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan,
persaudaraan, rasa sosial, keadilan, tolong menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar,
baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat,
menepati janji, disiplin, mencintai ilmu dan berpikiran lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus
dimiliki seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya sejak kecil.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia
selalu berada pada posisi yang dekat dengan Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Keberadaannya yang dekat dengan
Tuhan akan berbentuk “Ittihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti persoalan
“sufisme” baik pada agama Islam maupun di luarnya.
Tasawuf merupakan aspek ajaran Islam yang paling penting, karena peranan tasawuf
merupakan jantung atau urat nadi pelaksanaan ajaran Islam. Tasawuf merupakan kunci
kesempurnaan amaliah ajaran Islam. Namun demikian, tasawuf adakalanya membawa orang
menjadi sesat dan musyrik apabila seseorang bertasawuf tanpa bertauhid dan bersyariat.
Tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan
untuk mecapai hakikat yang tinggi sehingga berada dekat atau sedekat mungkin dengan
Allah. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menyucikan jiwa, melepaskan jiwa dari
kungkungan jasad yang lebih dekat dengan kehidupan bendawi, atau dengan cara melepaskan
jiwa dari noda, sifat, dan perbuatan yang tercela.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus
berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan substansi Islam.
Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental, yaitu keadaan jiwa dari suatu keadaan
kepada keadaan yang lain yang lebih baik, lebih tinggi, dan lebih sempurna, suatu
perpindahan dari alam kebendaan kepada alam rohani.
Tasawuf akan menjadi komponen penting yang harus diperhitungkan dalam strategi
membangun peradaban di masa depan. Spiritualisme baik dalam bentuk tasawuf, ihsan
maupun akhlak menjadi kebutuhan sepanjang hidup manusia dalam semua tahap
perkembagan masyarakat.

3
Untuk masyarakat yang masih terbelakang, spriritualisme harus berfungsi sebagai
pendorong untuk meningkatkan etos kerja dan bukan pelarian dari ketidakberdayaan
masyarakat untuk mengatasi tantangan hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat maju-
industrial, spiritualisme berfungsi sebagai tali perhubungan dengan Tuhan.

C. Fungsi Tasawuf di Era Modern


Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan menekankan adanya kesadaran komunikasi dan
dialog dengan Tuhan. Adapun jalan yang ditempuh tidak dapat menggunakan nalar yang lain,
Karena praktik tasawuf memiliki nalarnya sendiri, yaitu perpaduan antara sistem pemahaman
filosofis terhadap nas dengan pengalaman suluk (menempuh jalan). Dan proses dialog
dengan Tuhan itu sarat dengan penyerapan nilai-nilai ilahiyah yang sangat menentukan
terbentuknya karakter dasar yang bersifat hakiki bagi kemanusiaan.
Berikut ini adalah fungsi tasawuf di era modern.
1. Tasawuf merupakan ajaran terdalam Islam yang membimbing gerak hati dalam diri
manusia. Ajaran yang bersifat esoterik dengan pendekatan bimbingan spiritual
praktis, bukan sekedar pendekatan intelektual dan logika. Oleh karena itu, semua
proses sufistik tidak bisa dikoreksi hanya dari gejala lahiriyah, selanjutnya munculah
istilah ”Kalau ingin mengoreksi suatu gerakan tasawuf, masuklah dulu,baru lakukan
kritik dari dalam”.
2. Tasawuf merupakam suatu bentuk ”revolusi spiritual”, karena tasawuf dapat
menyempurnakan kebutuhan manusia, yaitu selalu memperbarui dan menyemai
kekosongan batin manusia. Ketika hati manusia benar-benar merasakan kedamaian
dan kelapangan terhadap sesuatu di luar dirinya maka hal tersebut sudah lebih dari
cukup untuk memenuhi kebutuhan spiritualitasnya. Dalam hal ini, spiritualitas
merupakan cerminan dari jalan tasawuf dengan selalu bermuhasabah atau intropeksi
diri dari hal-hal yang membuat diri terlena.
3. Tasawuf sebagai dimensi yang sesuai dengan fitrah manusia, yaitu kearifan
spiritualitas yang tradisional, yang mampu meluluh-lantakan ego, membinasakan
keangkuhan, dan menghanyutkan arus hasrat terhadap keduniawian.
4. Tasawuf memiliki fungsi sangat penting untuk mengambil alih peran memahamkan
manusia bagaimana memaknai hidup sesuai dengan fitrah, dengan penuh tenggang

4
rasa dan toleransi, dan mewujudkan keseimbangan antara jiwa, hati, pikiran, dan
tingkah laku. Meningkatkan kesadaran diri atas semua hal di dalam dan di luar
dirinya, secara zahir dan batin,serta menyeluruh.
5. Menjadi pedoman untuk menata ulang kembali ’gaya’ dan tatanan hidup yang sedang
dilakoni.
6. Tasawuf memiliki kemampuan untuk menjadikan segala yang buruk menjadi
baik,tentunya sesuai dengan kode etik yang berlaku.
7. Ketika hati yang keras dapat menjadi lemah lembut (dengan akhlak tasawuf) maka
seorang yang angkuh dapat bersikap rendah hati, yang berlebihan dapat menjadi
qanaah (mensyukuri nikmat apa adanya), yang pesimis tergantikan oleh rasa optimis,
yang khawatir berubah menjadi tenang, dan sebagainya. Semua hal negatif dapat larut
dan hanyut terbawa arus tasawuf yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum
ilahiyah.

D. Hikmah Tasawuf di Era Modern


Tasawuf memiliki manfaat sangat dominan dalam membentuk karakter positif. Pola
pembentukan karakter yang lebih kuat harus dilakukan melalui pendekatan sufistik dengan
suluk dan riyadah, sehingga yang dihasilkan bukan sekedar akhlak dalam arti subjektif bagi
umat Islam, tetapi adalah karakter yang diakui secara universal.
Dalam Misykat Al-Anwar al-Ghazali secara jelas menggambarkan anatomi manusia
melalui pemahamannya terhadap surah an-Nur ayat 35, bahwa ada tiga komponen dalam diri
manusia sebagai berikut.
1. Manusia memiliki pancaindra yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap informasi
sekaligus mengekspresikan apa yang ada di dalam. Makna di dalam, ayat itu
menyebutkan dengan digambarkan sebagai misykat atau lobang dinding yang tidak
tembus, tempat lampu penerang di dalam rumah. Jadi lobang dinding itu kalau dari
kejauhan kelihatan bulatan lampu, bukan lagi tempat lampu, artinya ia adalah ekspresi
dari apa yang ada di dalamnya.
2. Manusia juga memiliki akal pikiran sebagai filter yang sangat jujur, yang salah
dikatakan salah yang benar dikatakan benar, tetapi ia tidak kelihatan, ia hanya akan

5
terlihat dari gejala lahiriyah berupa perilaku dan ucapan. Corak perilaku dan ucapan
seseorang sangat ditentukan oleh jernih atau tidaknya akal pikirannya.
3. Manusia itu memiliki hati, ia tempat penampungan terakhir informasi meyakinkan
yang kebenarannya menjadi kesadaran penuh, sekaligus ia adalah pendorong utama
bagi seluruh perilaku anggota tubuh yang lain.
Dikarenakan adanya hubungan yang dinamis antara agama dan modernitas, maka
diperlukan upaya untuk menyeimbangkan pemahaman orang terhadap agama
danmodernitas. Pemahaman orang terhadap agama akan melahirkan sikap keimanan dan
ketakwaan (Imtak), sedangkan penguasaan orang terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) di era modernisasi dan industrialisasi mutlak diperlukan.
Dengan demikian, sesungguhnya yang diperlukan di era modern ini adalah penguasaan
terhadap Imtak dan Iptek sekaligus. Salah satu usaha untuk merealisasikan pemahaman
Imtak dan penguasaan Iptek sekaligus adalah melalui jalur pendidikan.
Dalam konteks inilah pendidikan sebagai sebuah sistem harus didesain sedemikian rupa
guna memproduk manusia yang seutuhnya. Yakni manusia yang tidak hanya menguasai
Iptek melainkan juga mampu memahami ajaran agama sekaligus mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.

E. Tokoh-tokoh Sufi di Era Modern


1. Muhammad Qasim (Pakistan)
2. Habib Luthfi bin Yahya (Indonesia)
3. Abuya Dimyathi (Indonesia)
4. Abdullah Gymnastiar (Indonesia)
5. Habib Umar bin Hafidz (Yaman)
6. Hasan Al-Banna (Mesir)
7. Ir. Soekarno (Indonesia)
8. Abdurrahman Wahid (Indonesia)
9. KH. Hasyim Asy’ari (Indonesia)
10. Syekh Kholil Al-Bangkalani (Indonesia)
11. Abuya Mufassir (Indonesia)
12. Habib Mundzir Al-Musawwa (Indonesia)

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional sesuai
dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis.
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas kehidupan
moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama kurun waktu itu
tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas, bukan sebatas kelompok
kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna membimbing
manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang yang semula
hidupnya suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhud pada dunia). Disamping itu
juga, tasawuf modern juga sebagai terapi penyembuhan bagi kegundahan hati dalam
merindukan Tuhannya.

Anda mungkin juga menyukai