Anda di halaman 1dari 11

MENGENAL TASAWUF SEBAGAI ETIKA PEMBEBASAN

MEMOSISIKAN ISLAM SEBAGAI AGAMA MORALITAS

Disusun oleh:

KASRIADI

NIM 80100221195

DOSEN PENGAMPUH:

Prof. Dr. H. Muh. Amri Lc.,M. Ag

Dr. Salahuddin M. Ag

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gejolak dalam kehidupan spiritual yang ada pada tiap insan merupakan

masalah yang harus segera ditangani. Tak terhitung banyaknya orang yang sadar

sepenuhnya akan terpenuhinya kebutuhan spiritual tiap manusia yang seolah-olah

mulai ditinggalkan. Miskonsepsi paham materialisme berujung pada gagalnya kita

memahami paham tersebut. Hasilnya, kemiskinan spiritual yang kian mendaji

dominasi dibeberapa ruanglingkup kehidupan sosial masyarakat. Hal ini semakin

nampak termanifestasi sebagai resesi bahkan suatu kebangkrutan pada moral

manusia. Dengan hal tersebut konsekuensinya adalah dapat menyebabkan pilar-

pilar dalam kehidupan masyarakat kian menjadi rapuh.1

Ajaran Islam menganggap manusia sebagai makhluk material dan spiritual.

Artinya manusia terdiri dari unsur material dan spiritual yang terintegrasi secara

harmonis. Mengabaikan dimensi spiritual manusia itu sendiri menyebabkan

kesengsaraan manusia dan sebaliknya. Oleh karena itu, Islam mengajarkan bahwa

setiap insan harus berusaha memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya

dengan seimbang. Hal ini diharuskan agar orang lebih mementingkan prioritas

materialnya dari pada kebutuhan spiritualnya.2

Argumen diatas dipahami bahwa, tasawuf sebagai bagian dari kode etik dan

moral Islam, yang dapat dijadikan jalan keluar atas permasalahan spiritualitas dan

moralitas pada setiap manusia terhadap era modern ini. Dengan demikan penting
1
Audah Mannan, “Esensi Tasauf Ahlaki diEra Modernisasi”, Jurnal Aqidah-Ta4, no. 1
2018), h. 36-39.
2
Saprin, “Tasawuf sebagai Etika Pembebasan; Memosisikan Islam sebagai Agama
Moralitas”, Kurioritas11, no. 1 (Juni 2017), h. 83-84.
untuk memecahkan masalah kehidupan sangat penting untuk dikaji dan

diperhatikan secara mendalam.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah agar pembahasan dalam tulisan ini menjadi

terarah dan sistematis adalah sbgai berikut :

1. Apa makna tasawuf sebagai etika pembebasan?

2. Bagaimana memosisikan Islam sebagai agama moralitas?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini anatara lain adalah:

1. Untuk mengetahui makna tasawuf sebagai etika pembebasan.

2. Untuk mengetahui bagaimana memosisikan Islam sebagai agama

moralitas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tasawuf Sebagai Etika Pembebasan

Awal kemunculan tasawuf menyatu dengan agama Islam itu sendiri, yaitu

sejak Nabi Muhammad saw diutus sebagai utusan untuk semua manusia dan

seluruh alam semesta. Fakta sejarah membuktikan bahwa sebelum nabi

Muhammad saw diangkat menjadi rasul, dia melakukan ini beberapa kali

Tahanuts dan khalwat di gua Hira.3 Lebih jauh mengisolasi diri dari komunitas

Mekkah saat mabuk keinginan duniawi. Nabi Muhammad saw juga mencari cara

untuk menyucikan qalbu serta membersihkan jiwa dari segala hal belenggu

kehidupsn dunia. Beliau ingin dan berharap lebih dekat dengan Allah swt. Itulah

jalan yang diberikan oleh tasawuf.

Salah satu defenisi tasawuf adalah suatu usaha manusia untuk mendekatkan

diri kepada Tuhan sedekat mungkin dengan cara penyucian diri dan

menumbuhkan ibadah di bawah bimbingan seorang guru/syekhi. Tasawuf adalah

kualitas bagi yang ditetapkan oleh Tuhan semesta alam. Zakariah al Anzhar

mendefenisikan tasawuf adalah sebuah jalan Pemurnian jiwa manusia, bagaimana

membangun kedamaian internal maupun eksternal agar sampai kepada

kedamaian yang hakiki. Pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf sebenarnya

adalah kemauan untuk menyembuhkan kebajikan dan mensucikan pikiran.4

Manusia yang sebenarnya apabila ia melakukan amar ma’ruf nahi mungkar

pada dasarnya mereka telah berusaha mendekatkan diri kepada RabbNya.

Persoalanya, apa upaya yang dilakukan untuk menepis berbagai problem dunia

3
Mahdia, “Sufism of the Prophets Tasawuf Para Nabi” Spektra2, no. 1 (2020), h. 59-63.
4
Saprin, “Tasawuf sebagai Etika Pembebasan; Memosisikan Islam sebagai Agama
Moralitas”, Kurioritas11, no. 1 (Juni 2017), h. 85.
ini. Musibah yang mengakibatkan lenyapnya harapan untuk. Kebahagiaan dan

kedamaian yang diharapkan nyatanya berubah menjadi kesengsaraan yang

diderita semakin parah. Ini karena solusi apa pun untuk masalah sebenarnya

menjauhkan orang dari kemanusiaan serta juga dari nilai spiritualitas. Mayoritas

semua metode penyembuhan cenderung mengutamakan aspek material saja dan

mengabaikan aspek spiritual ruh peradaban umat, yakni tasawuf yang harus

mejadi prioritas.

Malapetaka yang terjadi pada masyarakat Islam secara luas karena telah

gagal memahami substansi pemikiran dasar yang materialis, positivis dan

sekularis. Pemikiran materialis/materialisme senantiasa menekankan pada

keunggulan faktor-faktor material membawa manusia pada kepuasan semu. 5

Positivistik cenderung mengantar kepada hal yang mengingkari takdir.

Sekularistik juga berbahaya bagi rana sosial keagamaan karena berusaha

memisahkan segala aktifitas keduniyaan dengan persoalan agama.

Kekeliruan pandangan terhadap tasawuf yang menilainya sebagai bentuk

eskapisme atau meninggalkan segala urusan kehidupan dunia. Hal ini banyak

disalah pahami, tetapi tasawuf itu merupan suatu asketisme atau sifat kezuhudan

yang bermakna melepaaskan diri dari ikatan duniawi. Contoh syekh Junaid Al-

Bagdadi misalnya ia merupakan seorang sufi yang mahsyur disisi lain ia juga

seorang pedagan, pebisnis yang kaya. Syaikh Abu Hasan Asy Syadzili, beliau

seorang alim tetapi berprofesi sebagai petani yang sukses. Tokoh-tokoh lain

seperti ibnu Hayyan, Ibnu Sina dan lainnya mereka semua tidak meninggalakan

persoalan dunianya, melainkan berusa mendekatkan diri kepada pencipta melalui

kezuhudannya. Maka dengan demikian, tasawuf hadir ditengah-tengah masyarakat

5
Bakis Fadlatunnisa, “Peran Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat Modern”, Gunung
Djati Conference Seris9 (2022), h. 303.
sebagai suatu kritik sosial kemasyarakatan, kritik etika, dan moral dan juga

menjadi semangat kemajuan sekaligus meampung nilai-nilai etika pembebasan. 6

Era globalisasi ini ketika kita menawarkan tasawuf kedalam kehidupan

sosial kemasyarakatan maka bukan berarti mengajak agar menghilangkan segala

aspek kehidupan dunia yang serba kompleks dan praktis. 7 Tetapi, dimaksudkan

agar sebuah kehidupan pada dunia ini dijadikan sebagai alat agar dapat

memperoleh magfirah, ridha, kasih sayang dari sang pencipta. Jika ini dilakukan

maka sesuatu yang awalnya fana akan memiliki nilai keabadian. Maksudnya,

segala aspek keduniaanya akan bermanifestasi kepada aspek keakhiratan.

Urgensi tasawuf dari segala aspek hendaknya selalu diupgrade dalam

memahami pendekatan sufi agar dalam melihat dunia tidak selalu bersifat galau,

khawatir, dan prasangka berlebih segera mudah diatasi.8 Pentingnya pendekatan

tersebut diharapkan agar moralitas pada diri setiap insan mendapat pancaran

cahaya-cahaya kebajikan yang mengantarnya pada prilaku –prilaku terpuji

sehingga bisa ditegakkan, diamalkan dalam kehidapan sehari-harinya.

Berdasarkan hal tersebut, pendekatan yang telah ditawarkan oleh tasawuf

menurut hemat penulis, dianggap perlu untuk dipertimbangkan lagi, terutama

dimasa sekarang ini. Kehidupan dimasa modern lebih memberikan penekanan

terhadap rekonstruksi aspek sosial moral pada kehidupan masyarakat. Perlunya

penekanan yang lebih serius terhadap penguatan iman yang diharap sesuai dengan

prinsip-prinsip aqidah Islam. Hikmah yang perlu kita ketahui bersama adalah

6
Saprin, “Tasawuf sebagai Etika Pembebasan; Memosisikan Islam sebagai Agama
Moralitas”, Kurioritas11, no. 1 (Juni 2017), h. 87
7
Sulkifli, Jumarni, dan Riang Septiawan. “Peran Tasawuf dalam Menhadapi Era
Globalisasi”, Presiden Konferensi Nasional ke Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi
Muhammadiyah Aisyiyyah , (2018), 175.
8
Mahdi,”Urgensi Ahlak Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat Modern”,EDUEKSOS1,
no. 1 januari-Juni (2012), h. 160.
penguatan iman dalam Islam yang harus sama pentingnya dengan

menyeimbangkan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi.


B. Menelaah Islam sebagai Agama Moralitas

Ajaran dalam Islam yang dipraktekkan di pada masa sekarang ini haruslah

memperhatihan aspek-aspek kemanusiaan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Salah satu tujuan dari inti ajaran agama Islam adalah mendapat ketenangan,

kedamaian dan kebahagiaan. Kebahagiaan yang dimaksud disini adalah

kebahagiaan intuitif yang sifatnya bukan hanya untuk individu tapi lebih kepada

bentuk kesalehan sosial.9

Islam menganjurkan amar ma’ruf nahi mungkar wajib bagi kita

mengerjakan kebaikan dan menolak kemunngkarann juga fastabikul khairat

adalah berloba-lomba dalam melakukan kebaikan. Bahkan misi kenabian

Muhammad saw adalah bahwa beliau diutus untuk sebuah misi moral. Dalam

sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:

‫ِاَّنَم ا ُبِع ْس ُت اِل ُئتِّم م َم َك اِر َم اَالْخ َالِق‬


Terjemahnya: Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia (HR. Al-Baihaqi)

Agama ini berisi ajaran-ajaran moral maka didalam islam itu sendiri kita

dapati kajian ilmu ahlak, ilmu yang mengajari kita tentang yang mulia dan tercela.

Islam sebagai agama bermoral dengan menjungjung tinggi nilai moral itu

memiliki fungsi sebagai jalan kebenaran (way of life). Islam dengan ajaran

moralnya akalau kita lihat secara historis tentu saja merujuk kepada kehidupan

Rasulullah saw yang akhlaknya terpuji. Allah swt sendiri yang memujinya,

sebagaimana firmannya pada QS. al-Qalam ayat ke 4.


9
Audah Mannan, “Esensi Tasauf Ahlaki diEra Modernisasi”, Jurnal Aqidah-Ta4 no. 1
2018), h. 53-54.
    

Terjemahnya: dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Maka sebagai umatnya hendaknya menjadikan belau sebagai Rule Mode

sebai Uswah Hasanah contoh yang baik kepada kita semua sebagaimana karakter

dan moral dari Rasululluh saw. Ahlak-ahlak Nabi Muhammad saw banyak kita

jumpai dalam sirah Nabawiyah. Termasuk ketika Nabi saw kembali ke kampung

halamannya dimana kepemimpinan beliau telah kuat.

Nabi Muhammad saw memasuki kota Makkah pada saat itu tidak ada sama

sekali rasa dendam. Padahal betapa beratnya perjuangan Nabi dikala dakwahnya

di Makkah ditolak, dimusuhi, oleh kerabatnya sendiri. Hingga Rasulullah harus

terusir (meninggalkan Makkah) hijrah ke Madinah. Ketika Rasulullah memasuki

gerbang kota ia mengatakan, siapa yang berada didekat ka’bah, siapa yang berada

di rumah abi Sofyan baik warga Qurais Makkah yang pernah membencinya beliau

tidak pernah sama sekali membalas dendam. Beliau tidak melampiaskan

kekesalannya atas segala perilaku yang telah dilakukan atas dirinya. Hal tersebut

menunjukkan betapa tingginya moral Nabi Muhammad saw.

Bagaimana dengan moral Islam, jadi moral Islam ini tidak mesti hanya

dilakukan oleh orang islam saja. Meskipun diluar ajaran Islam tapi dia bermoral

layaknya orang islam. Mari kita lihat beberapa negara non islam yang sangat

mengahargai waktu. Times is money kata orang barat. Tetapi berbanding terbalik

dengan yang terjadi di Indonesia yang jumlah penduduk muslim mayoritas tetapi

tidak menghargai waktu, mengaja kebersihan, yang dilihat cenderung berbeda

dengan paham islam yang mengajarakan moral Islam tetapi penganutnya sendiri

tidak melakukannya, justru orang diluar islamlah yang senantiasa menerapkannya.


Fungsi Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi moral dapat menjadi

tameng dengang dampak keteduhan, ketentraman, kedamaian, dan kesejukan serta

kesjajahtraan dalam segala aspek kehidupan. 10 Harapannya kehadiran Islam tidak

sebagai agama yang kaku dalam menghadapi berbagai era dan tantangan, tetapi ia

dinamis dan tidak ketinggalan zaman. Moralitas Islam yang dimaksud agar

sebagai ummat muslim mampu mengiplementasikan moral, etika dan akhlak

sebagai perwujudan amal terpuji.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasawuf jangan bukanlah sesuatu bentuk eskapisme melainkan asketisme.

Eskapisme dipahami meninggalkan segala aktifitas kehidupan dunia, sedangkan

askeisme adalah sebuah kezuhudan dengan tujuan melepaskan diri dari belenggu

10
Saprin, “Tasawuf sebagai Etika Pembebasan; Memosisikan Islam sebagai Agama
Moralitas”, Kurioritas11, no. 1 (Juni 2017), h. 88.
duniawi. Tasawuf mengandung nilai-nilai moral dan etika pembebasan Islam yang

merupakan agama moralitas dengan segala prinsip moralnya jangan hanya berada

pada forum diskusi saja, tetapi kita harus membumikannya, agar tidak hanya

sekedar teori belaka melainkan praktek dan implikasi pada kehidupan. Agama

Islam sebagai sistem moralitas harus tampil dengan dimensi kemanusiaan. Agam

Islam hendaknya menyesuaikan dengan perkembangan agar tidak ketinggalan

zaman. Perwujudan moralitas Islamiyah akan tercermin dengan wujud amal

shaleh.

B. Implikasi

Penulis berharap tulisan ini dapat dijadikan referensi dalam kaitannya

dengan memperluas khasanah pemikiran Islam dalam kaitannya dengan tasawuf.

Tulisan ini berimplikasi pada setiap pembaca, agar dapat mengetahui jawaban-

jawaban yang telah dijawab pada rumusan masalah yang telah dipaparkan diawal

bab pertama.

DAFTAR PUSTAKA
Mannan, Audah “Esensi Tasauf Ahlaki diEra Modernisasi”, Jurnal Aqidah-Ta4
no. 1 2018), h. 36-56.

Saprin, “Tasawuf sebagai Etika Pembebasan; Memosisikan Islam sebagai Agama


Moralitas”, Kurioritas11, no. 1 (Juni 2017), h. 83-89.
Mahdia, “Sufism of the Prophets Tasawuf Para Nabi” Spektra2 no. 1 (2020), h.
53-68.

Fadlatunnisa, Bakis. “Peran Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat Modern”,


Gunung Djati Conference Series9 (2022), h. 303-311.

Sulkifli, Jumarni, dan Riang Septiawan. “Peran Tasawuf dalam Menhadapi Era
Globalisasi”, Prosiding Konferensi Nasional ke Asosiasi Program Pascasarjana
Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyyah, (Jakarta: 2018), h. 173-179.

Mahdi,”Urgensi Ahlak Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat


Modern”,EDUEKSOS1 no. 1 januari-Juni (2012), h. 149-163

Anda mungkin juga menyukai