Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. TasawufSebagaiMediaMemajukanPeradabanManusia
1. PolemikTasawuf
H.A.R. Gibb, pakar sejarah peradaban Islam terkemuka, mengemukakan bahwa kaum Muslim dari kalangan ini memandang tasawuf sebagai “pelestarian takhayul”,
“kemunduran budaya”, atau penyimpangan dari “Islam sejati”. Gibb tampaknya cukup sensitif denganrealitas tasawuf sampai-sampai memahami bahwa sikap semacam ini
cenderung “memupuskan ekspresi pengalaman keagamaan paling autentik” dari Dunia Islam.
Dalam perkembangannya, tasawuf sering menjadi obyek kritikan keras baik dari muslimataunon-
muslim.Kritikinidiargumentasikandarisebagianparapengikuttasawufyang terlalu jauh tenggelam dalam dunia tasawuf sehingga terkesan ‘lari’ dari kehidupan dunia. Bersifat a-
sosial; bersifat terlalu spiritualistik, dengan melupakan segi-segi kesalehan sosialatau substansial. Tasawuf juga sering disejajarkan dengan spiritualisme isolatif; spiritualisme
orang-orang yang lemah dan egois, yang tidak tahan menghadapi kejahatan dan bahaya, kemudian lari ke `uzlah tanpa mengindahkan aspek-aspek sosial.
DikalangankaumMuslimberpendidikanBaratdanberkecenderunganpolitik,tasawuf menjadi kambing hitam bagi “kemunduran” Islam. Menurut pendapat ini, tasawuf
menjadi agama kaum awam dan mengandung unsur-unsur takhayul yang diambil dari agama-agama lain atau budaya-budaya lokal. Karena itu, agar Islam kembali berjaya-
yang menurut para pengkritik seperti itu mencakup sains dan tekhnologi modern- tasawuf haruslah dienyahkan.
Darisinitasawufseringdiidentikkandenganpelariandariduniakasatmatamenujuke dunia spiritual, pelakunya menjadi individu yang egois, lari dari dunia yang penuh
dengan kebengisan, kedzaliman dan kejumudan. Tanggung jawab tasawuf bukanlah dengan melarikan diri dari kehidupan dunia nyata, sebagaimana dituduhkan oleh
sementara orang yang kurang setuju terhadap tasawuf, akan tetapi ia adalah suatu usaha untuk mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang baru, yang akan
membentengi diri saat menghadapi problema hidup dan kehidupan yang serba materialistik
2. UrgensiTasawuf
Ibnu Qayyim Qalam menyebut para pembahas ilmu ini telah sependapat bahwa tasawuf adalah moral. Barang siapa di antara kamu semakin bermoral tentu jiwamu
semakin bening. Berawal dari moral yang baik, maka peradaban akan terbentuk suatu peradaban yang lebih beradab. Contohnya pada saat Nabi Muhammad SAW
membangun suatu peradaban Islam di Madinah.
Selanjutnya SyaikhulIslam Zakaria Al-Anshari menyebutkan tasawuf adalah ilmu yang menerangkan hal-hal tentang cara mensucikan jiwa, tentang cara pembinaan
kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Apabila hati telah bersih dari noda, seorang sufi akan merefleksikan kebenaran sebagaimana adanya. Pandangannya akan terhindar dari gangguan angan-angan,
kesalahan, cinta diri (self love), atau kehendak mencari keuntungan pribadi (profit seeking). Dalam keadaan hati yang bersih itu seorang sufi akan mampu mempergunakan
akal universal atau kesadaran hati (heart-counsiosness) yang secara potensial sudah ada dalam dirinya.
Dengandemikian,nampakjelasbahwatasawufsebagaiilmuagama,khususberkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan subtansi Islam. Hakikat tasawuf
adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik, lebih tinggi dan lebih sempurna, suatu perpindahan dari alam kebendaan
kepada alam alami.
3. JalanTasawuf
Dalam tasawuf terhadap prinsip-prinsip positif yang mampu mengembangkan masa depan manusia, seperti melakukan instropeksi (muhasabah) baik kaitannya dengan
masalah- masalah vertikal maupun horisontal, kemudian meluruskan hal-hal yang kurang baik.Termasuk juga melakukan serangkaian kegiatan mental yang berat seperti
riyadhoh,mujahadah, khalwat, uzlah, muraqabah, suluk dan sebagainya.
Rumusan ajaran tasawuf klasik, khususnya yang menyangkut konsep zuhud sebagai maqam yang diartikan sebagai sikap menjauhi dunia dan isolasi terhadap keramaian
duniawi, karena semata-mata ingin bertemu dan ma’rifat kepada Allah SWT. Tasawuf pada satu sisi memang tampak demikian, eksesif (berlebih-lebihan dan menimbulkan
ekses/negatif) dan eksklusif (bersifat tertutup dan terpisah dari yang lain). Tetapi para sufi berkata bahwa kamu tidak akan mengerti tasawuf tanpa menjalani praktek-praktek
sufi, mengamalkan amalan- amalan sufi.
Gambaran utuh tentang tasawuf hanya bisa dimengerti dengan kearifan hati yang mampu memahami sesuatu dari berbagai segi. Diperlukan pengalaman ruhani yang
tidak bergantung pada metode indra dan pemikiran, tetapi dengan melatih amalan sedikit demi sedikit sampai memunculkan cahaya pembimbing dalam hati. Cahaya ini akan
semakin terang ketika ia dapat membebaskan dirinya dari keterikatan dunia. Dalam tasawuf terkandungmakna yang luas dan dalam. Proses yang ketat, latihan yang istiqomah
dan tekad yang kuat dalam beramal akan menemukan makna hakikinya, makna tasawuf secara positif.
Adapun zuhud merupakan aspek praktis tasawuf yang pada masa awalnya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Ia tampil dalam rangka
memberikan solusi spiritual terhadap problema sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Zuhud hakikatnya bukan menjahui dunia, tapi tiada keterkaitan hati dengannya. Atau dalam ungkapan Abbas al-‘Aqqad, seorang zuhud adalah yang tidak dikuasai harta,
walau dia memiliki harta. Imam Ghazali sendiri dalam Ihya mengatakan, tidak ada seorangpun yang berpendapat bahwa zuhud berarti tidak boleh memiliki harta. Yang
ditekankan adalah tidak terkaitnya hati dengan harta.
Adapun untuk memasuki pintu tasawuf, atau sufi, ada beberapa tahapan yang lebih tinggi dari sekedar membersihkan atau mengosongkan diri (takhali), mengisinya
kembali dengan nilai-nilai ilahiyah (tahalli) dan kemudian tajalli, atau merasakan manifestasi Ilahidalam kehidupan dunia ini.
4. TasawufSebagaiSpiritIslam
Tasawuf merupakan sebagai perwujudan dari ihsan, yakni penghayatan seseorang terhadap agamanya. Dalam hadis diatas Rosulullah SAW menempatkan Al-Ihsan pada
posisi terakhir, yakni setelah Al-Iman dan Al-Islam. Hal ini memberi pengertian bagi kita, bahwa derajat Al-Ihsan, yang bisa juga disebut dengan tasawuf, dapat dicapai oleh
seseorang jika ia telah beriman dengan sungguh-sungguh dan mengamalkan islam secara sempurna. Karena Al- IhsanmerupakanperwujudandarikuatnyaTauhiddalamhatiseseo
rang.Ihsansecara
terminologis mempunyai banyak makna yang berupa, indah, baik dan sempurna. Makna yang terkandung secara terminologis tersebut tidak hanya berlaku pada kondisi
hubungan internal seorang individu dengan Tuhannya tetapi termanifestasikan dalam bentuk hubungan antar manusia lewat etika dan moral.
Tasawuf mengajarkan bahwa perbuatan manusia didorong oleh bisikan hati. Itu sebabnya hati harus dibersihkan dari hal-hal yang buruk, kemudian diisi dengan hal-
hal yang baik. Kalau hati terbiasa dengan hal-hal yang baik, maka bisikan hatinya akan baik, sehingga akan melahitkan perbuatanyang baikpula. Sebaliknya, bilahatiterbiasa
dengan hal-halburuk, maka bisikan hatinya menjadi buruk, yang kemudian mendorongnya kepada perbuatan buruk pula.
5. TasawufdanSosial
Di dalam tasawuf ada ajaran-ajaran yang sangat berkaitan dengan kehidupan konkrit yang menata hubungan antarsesama manusia. Esklusivitas dalam dunia tasawuf
adalah satu bagian stigma yang harus dipugar menjadi tasawuf yang lebih ramah pada realitas, sehingga kemudian terciptalah satu tasawuf yang inklusif.
Nilai-nilai yang terkandung dalam tasawuf adalah nilai-nilai Islam, dalam hal ini termasuk ajaran yang disebut futuwwah dan Itsar. Doktrin ini sangat prinsipil dalam
tasawuf, yakni mau mengorbankan apa saja yang dimilkinya. Sejalan dengan futuwwah ialah al-Itsar, yaitu mementingkan orang lain daripada diri sendiri. Sepintas lalu nilai
itsar tidak mengenal kompetisi, karena kompetesi mengandung nilai yang kebalikannya, yaitu mendahulukan diri sendiri daripada orang lain.
Jika futuwwah mempunyai banyak titik berat pada dampak perseorangan, maka al-Itsar mempunyai dampak sosial. Sikap menyantuni kaum lemah, mendorong untuk
melakukan tindakan yang mencerminkan solidaritas sosial. Bersamaan dengan kecintaan kepada orang miskin iniada sikap lain yangmnyertainya, yaknisikap menahan
diriuntuk tidak hidup mewah. Sikap-sikap seperti itu, hanya ada pada diri seorang (sufi) yang telah benar-benar menghayati agama Islam.
6. TasawufdanIntelektualisme
Intelektualisme adalah ruh peradaban Islam. Tak sulit melacak peran serta kaum sufi dalam ranah intelektual. Tokoh-tokoh fikih seperti Imam Syafii, Imam Malik dan
para mujtahid lainnya adalah kaum sufi seperti al-Nawawi yang dikenal sebagai Quthbil Aqthab pada masanya, tak kalah pula Imam Subki, Abdul Wahab As Sya’rani dan
tokoh lainnya. Dalam literatur Islam ditemukan banyak fakta bahwa tasawuf sejalan dengan ilmu pengetahuan dan semangat intelektualisme.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan Islam, al-Farabi adalah sufi yang brilian. Konon, dia membaca buku fisika Ariestoteles tidak kurang dari 40 dan De Animenya
Ariestoteles 200 kali. Ia menulis Ihshan al-Ulum(ensiklopedi sains yang pertama). Ia menulis Madinah al-Fadhilah(buku sosiologi dan politik). Al-Farabi adalah seoang raksasa
dalam sains Islam, tetapi hal itu tidak pernah mengahmbatnya menjadi sufi. Salah seorang murid al-Farabi mendirikan kelompok pecinta ilmu pengetahuan di Baghdad pada
tahun 970Kelompok ini menghidupkan tradisi intelektual yang mulai terancam di zaman itu. Tiga belas tahun kemudian, mungkin diilhami oleh kelompok murid al-Farabi ini,
di Bashrah berdiri Ikhwan al-Shafa yang ingin memperbaiki umat Islam, menyucikan mereka secara moral, spiritual dan politik. Ikhwan al-
Shafaadalahsemacamgerakansufisebagaigerakanilmupengetahuan.Merekaberkumpul,
berdiskusi, dan merekam pembicaraan mereka ke dalam 51 risalah yang sampai kepada kita. Dalam risalah itu, mereka bukan saja membicarakan masalah tauhid,
akhlak dan kesucian, tetapi juga mendiskusikan gelombang suara, gerhana, kimia dan fenomena-fenomena alam lainnya. Mereka bukan saja mengulas dialektika
Socrates, tetapi juga kezuhudan Ali bin Abi Thalib.
Melihat kenyataan di atas maka secara hipotesis berani dikatakan bahwa semakin seorang terbenam dalam pekerjaan intelektual, maka dia juga semakin rindu
kepada kehangatan spiritualitas (sufisme). Di Barat, belakangan ini bahkan beberapa pemenanghadiah Nobel adalah ilmuwan-ilmuwan yang sangat besar
kecenderungan mistiknya. Dalam filsafat ilmu, bahkan ada aliran romantisme yang menganggap bahwa penemuan-penemuan ilmiah dimulai dari pengalaman mistik.
B. PeranTasawufbagiKehidupanModern
Masyarakat modern menyimpan problema hidup yang sulit dipecahkan. Rasionalisme, sekularisme, materialisme dan sebagainya ternyata tidak menambah
kebhagiaan danketentraman hidupnya, akan tetapi sebaliknya, menimbulkan kegelisahan hidup ini.
Apabila masyarakat modern ini menempatkan diri pada proporsinya, dan ingin menghilangkan problema psikologis dan etik, maka menurut Hessein Nasr ialah
kembali kepada agamamelaluitasawuf.Bagitasawuf,penyelesaiandanperbaikankeadaanitutidakdapatdengan sempurna hanya dicari dalam kehidupan lahir, karena
kehidupan lahir itu hanya merupakan gambaran dari kehidupan manusia yang digerakkan oleh tiga kekuatan pokok, yaitu akal, syahwat, dan nafsu amarah. Jika ketiganya
dapat diseimbangkan, maka hidup manusia akan menjadinormal.
Manfaat tasawuf bukannya untuk mengembalikan nilai kerohanian atau lebih dekat pada Allah, tapi juga bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia
modern. Tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman bathin dan kehalusan budi pekerti. Sikap bathin dan kehalusan budi pekerti menyebabkan ia akan selalu
mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi. Dengan cara demikian, ia akan terhindar dari melakukan perbuatan- perbuatan tercela
menurut agama.
Praktek tasawuf didorong oleh bisikan hati atau intuisi, sedang proses ilmiah atau pengetahuan didasarkan pada pengalaman empiris atau indra. Kedua hal ini tidak
bertentangan, karena berasaldaridiriyangsamayaitu manusia. Karena itu, etika sebagaimanifestasibisikan hati yang baik tidak bertentangan dengan proses ilmiah atau
pengetahuan. Malah keduanya saling memperkuat untuk keutuhan dan kebaikan manusia. Inilah salah satu makna penting tasawuf dalam perkembangan ilmu
pengetahuan modern.
Disampingitu,denganadanyabantuantasawufinimakailmupengetahuansatudanyang lainnya tidak akan bertabrakan, karena ia berada dalam satu jalan dan satu
tujuan. Dan di pihak lain, perasaan beragama yang didukung oleh ilmu pengetahuan itu juga akan semakin mantap. Ilmu memberi kekuatan dan menerangi jalan, dan
agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa.
Akhirnya, sekarang dunia tampaknya sepakat sains harus dilandasi etika, tetapi karena etika pun akar pemikirannya filsafat pula, maka etika pun masih mengandung
masalah. Untuk itu, yang dperlukan adalah akhlak yang bersumber pada al-Qur’an dan hadits. Ajaran akhlaq tasawuf perlu disuntikkan ke dalam seluruh konsep kehidupan.
Ilmu pengethauan, tekhnologi, ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainya perlu dilandasi ajaran agama tasawuf.

Anda mungkin juga menyukai