Pranoto Mongso
Pranata mangsa adalah aturan waktu musim, yang berdasar pada solar kalender. Mungkin
kalender Pranata Mangsa ini termasuk dari 40 sistem kalender yang oleh sebuah studi tahun
1987 digunakan di dunia dan dikenal dalam pergaulan internasional dan lebih spesifikasiknya
hanya dikategorikan ke dalam tiga mazhab besar, yaitu sistem kalender masehi/syamsiah
(solar calendar), kalender qomariah (lunar calendar), dan lunisolar, sehingga dengan kata
lain kalender Pranata Mangsa mengacu pada sistem kalender yang perhitungannya
berdasarkan pada perjalanan bumi saat melakukan revolusi mengorbit matahari. Kalender
Pranata Mangsa juga mengenal tahun kabisat dan basithah yang dikenal
dengan wastu dan wuntu. Hal itu dilakukan sama persis dengan sistem kalender syamsiah
agar tetap sinkron dengan tahun tropis (musim). Untuk menjaga sinkronisasi inilah, jumlah
harinya disisipi dalam bentuk tahun kabisat (leap year) sebagai tambahan pada jumlah hari
rata-rata kalender tersebut.
Peteangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365
dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang),
umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika.
Dari uraian bahasa Jawa di atas dapat pahami bahwa Pranata Mangsa diambil dari sejarah
para raja di Surakarta, yang tersimpan di musium Radya-Pustaka. Menurut sejarah,
sebetulnya baru dimulai tahun 1856, saat kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono
VII yang memberi patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai
tanggal 22 Juni 1855 titik balik matahari pada musim panas, penanggalan ini dipakai di
daerah tropis seperti di jawa dan bali.
Pada awalnya sebelum ada kalender jawa, masyarakat masih menggunakan sistem
penanggalan saka hindu yang berdasarkan pergerakan matahari. Kemudian pada tahun saka
hindu 1554 atau bertepatan dengan tahun 1933 M, Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu
Hanyokrokusumo mengganti konsep dasar sistem penanggaln matahari menjadi sistem
bulan seperti kalender hijriah. Perubahan penanggalan tersebut berlaku untuk seluruh pulau
Jawa dan Madura, kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (Blambangan). Hal tersebut
terjadi karena ketiga daerah tersebut tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan Agung.
Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya jawa, juga tidak ikut
mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.
Perubahan kalender jawa dilakukan pada hari Jumat Legi saat tahun baru saka 1555 dan
bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M. Pergantian sistem ini tidak
mengganti hitungan tahun saka 1555 yang sedang berjalan menjadi tahun pertama, tetapi
meneruskannya. Hitungan tahun tersebut berlangsung sampai saat ini.
Pada tahun 1855 M, karena penanggalan bulan dianggap tidak memadai sebagai patokan para
petani untuk bertanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan matahari yang disebut
sebagai pranata mangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV. Penanggalan
yang telah diperbaharui tersebut ditetapkan secara resmi dengan nama-nama pranata mangsa
tersebut sebagai berikut :
Menggah dhuawahing taun wuntu punika katentokaken saben 4 taun sapisan; dene
psangetangipun : menawi angkaning taun kapara 4 pinang ceples, dhawah taun wuntu, kajawi
yen angkaning taun wau dhauh atau jejeg.
1) Kasa, mulai 22 Juni, berusia 41 hari. Para petani membakar dami yang tertinggal di sawah
dan di masa ini dimulai menanam palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan
berjatuhan. Penampakannya/ibaratnya : lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan (kayu-
kayuan).
2) Karo, mulai 2 Agustus, berusia 23 hari. Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga,
tanah mulai retak/berlubang. Penampakannya/ibaratnya : bantala (tanah) rengka (retak).
Musim kapok bertunas tanam palawija kedua.
4) Kapat, mulai 19 September, berusia 25 hari. Sawah tidak ada (jarang) tanaman, sebab
musim kemarau, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gaga, pohon kapuk
mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bertelur. Penampakannya/ibaratnya : waspa
kumembeng jroning kalbu (sumber). Musim sumur kering, kapuk berbuah, tanam pisang. .
Pada masa ini kemarau berakhir.
5) Kalima, mulai 14 Oktober, berusia 27 hari. Mulai ada hujan, selokan sawah diperbaiki dan
membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem
mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Penampakannya/ibaratnya : pancuran
(hujan) emas sumawur (hujannya) ing jagad. Musim turun hujan, pohon asam bertunas,
pohon kunyit berdaun muda.
6) Kanem, mulai 10 Nopember, berusia 43 hari. Para petani mulai menyebar bibit tanaman
padi di pembenihan, banyak buah-buahan (durian, rambutan, manggis dan lain-lainnya),
burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair. Penampakannya/ibaratnya : rasa mulya
kasucian (sedang banyak-banyaknya buah-buahan). Musim buah-buahan mulai tua, mulai
menggarap sawah.
7) Kapitu, mulai 23 Desmber, usianya 43 hari. Benih padi mulai ditanam di sawah, banyak
hujan, banyak sungai yang banjir. Penampakannya/ibaratnya : wisa kentar ing ing maruta
(bisa larut dengan angin, itu masanya banyak penyakit). Musim banjir, badai longsor mulai
tandur.
8) Kawolu, mulai 4 Pebruari, usianya 26 hari, atau 4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau,
uret mulai banyak. Penampakannya/ibaratnya : anjrah jroning kayun (merata dalam
keinginan, musimnya kucing kawin). Musim padi beristirahat, banyak ulat, banyak penyakit.
9) Kasanga, mulai 1 Maret, usianya 25 hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah
berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara.
Penampakannya/ibaratnya : wedaring wacara mulya ( binatang tanah dan pohon mulai
bersuara). Musim padi berbunga, turaes (sebangsa serangga) ramai berbunyi.
10) Kasepuluh, mulai 26 Maret, usianya 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak
hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Penampakannya/ibaratnya :
gedong minep jroning kalbu (masa hewan sedang hamil). Musim padi berisi tapi masih hijau,
burung-burung membuat sarang, tanam palawija di lahan kering.
11) Desta, mulai 19 April, berusia 23 hari. Seluruhnya memanen padi.
Penampakannya/ibaratnya: sotya (anak burung) sinara wedi (disuapi makanan). Masih ada
waktu untuk palawija, burung-burung menyuapi anaknya.
12) Sadha, mulai 12 Mei, berusia 41 hari. Para petani mulai menjemur padi dan memasukkan
ke lumbung. Di sawah hanya tersisa dami. Penampakannya/ibaratnya : tirta (keringat) sah
saking sasana (badan) (air pergi darisumbernya, masa ini musim dingin, jarang orang
berkeringat, sebab sangat dingin). Musim menumpuk jerami,tanda-tanda udara dingin pada
pagi hari.
Dari Pranata Mangsa itu diketahui bahwa pada bulan Desember-Januari-Pebruari adalah
musimnya badai, hujan, banjir dan longsor. Mendekati kecocokan dengan situasi alam
sekarang dan jadwal itu sesuai dengan perubahan iklim yang telah disepakati bersama.
Selanjutnya pada musim Kawolu antara 2/3 Pebruari – 1/2 Maret, bersiap-siaga waspada
menghadapi penyakit tanaman maupun wabah bagi manusia dan hewan, mungkin akibat dari
banjir, badai dan longsor tersebut akan berdampak menyebarnya penyakit dan kelaparan. Hal
tersebut masuk akal, karena manusia atau binatang bahkan tanamanpun belum siap
mempertahankan diri dari serangan hama penyakit.
Kaitannya dengan para nelayan, mereka melaut sambil membaca alam dengan melihat letak
bintang yang dianggap patokan yang selalu menemani saat melaut.
Sudah tentu mereka mengetahui pada bulan-bulan berapa mereka saat yang baik melaut dan
akan mendapatkan ikan banyak. Sebaliknya mereka mengetahui saat-saat tidak
melaut, berbahaya dan tidak akan menghasilkan apa-apa. Pada saat-saat itulah mereka
gunakan waktu untuk memperbaiki jaring-jaring yang rusak, memperbaiki rumah dan
pekerjaan selain melaut, sehingga mereka dapat mengurangi risiko dan mencegah biaya
produksi tinggi.
1. Mangsa Kasa/Sura:
2. Mangsa Karo:
3. Mangsa Katelu:
4. Mangsa Kapat:
Candrane: Pancuran mas sumawur ing jagat. Mas pindane udan. Wiwit ana udan.
6. Mangsa Kanem :
7. Mangsa Kapitu :
Candrane : Wisa kentir ing maruta. Wisa = racun, penyakit; kentir = keli, katut ; maruta =
angin. Pindhane : Penyakit akeh, akeh wong lara.
8. Mangsa Kawolu:
Candrane : Anjrah jroning kayun. Anjrah = sumebar, warata; kayun = karep, kapti.
Pindhane akeh pangarep-arep. Para among tani padha ngarep-arep asile tanduran. Wit pari
padha mbledug.
9. Mangsa Kasanga :
Candrane : Wedharing wacana mulya. Wedhar = wetu; wacana = pangandikan, swara, uni;
mulya = mulia, endah. Pindhane akeh swara kang keprungu endah, kepenak. Garengpung
padha muni, gangsir padha ngethir, jangkrik padha ngerik.
Candrane : Gedhong mineb jroning kalbu. Pindhane akeh kewan padha meteng. Kucing
padha gandhik. Manuk padha ngendhog.
Candrane : Tirta sah saking sasana. Tirta = banyu; sah = ilang; sasana = panggonan.
Pindhane wong-wong ora kringeten jalaran mangsa bedhidhing (adhem). Akhir mangsa
mareng.
Share :
Facebook Twitter Google+
Penulis:
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun1988 di
Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Cari Artikel
SALAM YOGYAKARTA
SALAM (Sanggar Anak Alam) berdiri pada tahun1988 di Desa Lawen, Kecamatan
Pandanarum, Banjarnegara, pada perkembangannya metamorfose menjadi wadah kegiatan
pemuda yakni ANANE 29 sampai saat ini.