Anda di halaman 1dari 25

KAJIAN FILOLOGIS DALAM SERAT KAWANGIDHUN-PARAIT

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra di

Universitas Negeri Semarang

Oleh

Cholisa Dinna Karima

2411416018

PROGRAM STUDI SASTRA JAWA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada (dihapus) jaman Zaman modern seperti sekarang ini, tidak sedikit dari

masyarakat Jawa yang masih mempercayai memercayai tentang pertanda-pertanda dan hari-hari

yang diijabah. Masyarakat Jawa masih sering menggunakan perhitungan dan melihat hari-hari

yang baik untuk melakukan suatu acara yang sakral. masyarakat Jawa pada umumnya memang

tidak seluruhnya memiliki pandangan yang sama dengan ha-hal semacam itu. Namun, untuk saat

ini masih banyak mempercayai hal-hal semacam itu. Hal-hal seperti pertanda atau penentuan hari

baik sudah terlahir ada sejak zaman dahulu. Hal itu dibuktikan dengan adanya naskah-naskah

kuno yang berisi tentang ramalan-ramalan dan hari-hari baik untuk melakukan acara terntentu.

Naskah itu tersebut sebagai bukti, bahwa pada zaman dahulu masyarakat menuangkan segala

pemikiran tentang sesuatu apapun termasuk ramalan dan hari-hari baik dengan cara menulis.

Salah satu naskah yang berisi tentang ramalan-ramalan dan hari-hari yang di ijabah untuk

melakukan sesuatu yaitu naskah Serat Kawangidhun Parait.

Serat Kawangidhun Parait merupakan salah satu judul naskah yang ada di dalam Serat

Maljunah. Serat Maljunah terdiri dari 4 judul. (iki 4 judul disebutne kabeh) Seluruhnya

membicarakan tentang ramalan-ramalan. Serat Kawangidhun-Parait merupakan serat yang

berkaitan dengan Sayidina Sultan Ngusman (Khalifah ketiga, m. 64-56) yang berisi tentang

pernyataan Nabi Muhammad SAW kepada Sayidina Ngusman, yang membicarakan tentang

catatan-catatan hari yang diijabah setiap bulan dan ramalan setiap jatuhnya bulan Sura di setiap

tahunnya.
Serat Kawangidhun Parait ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang

memiliki banyak warisan peninggalan leluhur terdahulu. Masyarakat Jawa terdahulu berusaha

untuk menjaga dan melestarikan peninggalan salah satunya naskah, agar naskah dapat dinikmati

anak cucu dan bermanfaat untuk jangka panjang. Sehingga pada zaman dahulu hingga saat ini

masih banyak yang berusaha menyalin ulang teks naskah sehingga jika naskah lama mengalami

kerusakan masih ada naskah salinan. Naskah sendiri biasanya mengandung informasi-informasi

terdahulu yang penting, dan tidak semua masyarakat mengetahui isi dalam teks naskah.

Mengkaji naskah merupakan salah satu usaha untuk melestarikan sebuah naskah. Hasil dari

sebuah kajian naskah yang pada awalnya naskah berupa teks yang berhuruf jawa, dapat lalu

diubah menjadi huruf latin yang pada akhirnya dan dapat dinikmati oleh khalayak umum. Ketika

masyarakat umum dapat memahami suatu naskah yang sudah dikaji, dapat maka akan

memunculkan pikran-pikran gagasan – gagasan atau ide yang baru. Dikatakan dalam

Fathurahman (2015:22-23) naskah atau manuskrip merupakan dokumen yang ditulis tangan

dengan kertas berbahan kertas eropa, dluwang, lontar, bambu. Masyarakat Orang yang biasa

menulis naskah adalah pujangga-pujangga keraton atau punggawa-punggawa yang tinggal di

keraton. Sehingga pada jaman dahulu tidak semua masyarakat dapat menikmati naskah. Hanya

masyarakat orang-orang tertentu yang ada di dalam keraton yang bisa membaca dan menikmati

naskah.

Saat ini naskah-naskah yang ada di Indonesia khususnya Jawa banyak disimpan di

berbagai tempat seperti : Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Puro Pakualaman,

Perpustakaan Museum Sonobudoyo, Tepas Kepujanggan Widyabudaya Keraton Kasultanan

Yogyakarta, Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran, Perpustakaan Museum Radya

Pustaka, Perpustakaan Sana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta, Perpustakaan Museum


Negeri Ranggawarsita. Naskah atau manuskrip pada umumnya mempunyai aksara dan Bahasa

yang sulit dipahami oleh masyarakat Jawa modern saat ini. Oleh karena itu agar seluruh

masyarakat Jawa dapat menikmati suatu naskah, maka di adakan sebuah kajian Filologi. Filologi

merupakan cabang ilmu kesusastraan yang terfokus dalam sebuah naskah dengan cara kerjanya

menyajikan naskah melalui ktritik teks, seperti alih aksara dan terjemahan. Dengan adanya kajian

filologi akan mempermudah masyarakat umum untuk membaca naskah sehingga dapat

memahami suatu isi teks dalam naskah. Menurut Fathurahman ( 2015:16 ) filologi adalah cabang

ilmu humaniora yang menitikberatkan perhatiannya pada bahasa dan sastra terlebih dakam sastra

Jawa klasik. Orang yang mengkaji dalam kajian filologi disebut filolog. Tugas utama seorang

filolog yaitu menjembatani komunikasi antara pengarang masa lalu dan pembaca masa kini

( Robshon dalam fathurahman ( 2015:18 ) ).

Serat Kawangidhun-Parait merupakan hasil karya sastra yang berbentuk prosa yang

menceritakan tentang pernyataan hari-hari yang baik. Pada pembukaan awal naskah ini

membahas tentang kebaikan dan watak bulan sura yang jatuh pada setiap tahunnya. Seperti yang

tertuang terdapat pada Serat Kawangidun Pharait jika bulan sura jatuh pada hari ahad atau

mingu disebut dengan istilah Dite Kinaba, yang memiliki arti yaitu tahun kelabang. Dijelaskan

dalam Serat Kawangidhun-Parait bahwa dalam setahun di tahun kelabang akan terjadi cuaca

yang sangat panas, sehinga membuat banyak orang menderita sakit panas atau meriang. Pada bab

ini membicarakan tentang bulan sura setiap tahunnya yang jika terjadi di hari minggu-sabtu.

Kemudian pada bab berikutnya membahas tentang hari-hari yang baik dan di ijabah pada setiap

bulan Jawa. Seperti yang tertuang terdapat pada Serat Kawangidhun-Parait jika bulan Sura ,

diijabahnya atau hari baiknya pada tanggal 8. Jika bulan Sapar , diijabahnya atau hari baiknya di

tanggal 15, dst. (jangan disingkat) dan seterusnya.


Terdapat penelitian yang serupa dengan menggunakan naskah yang berisi tentang

penentuan hari-hari yang baik dan diijabah untuk melakukan sebuah kegiatan di masyarakat

yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Fakhriati, 2016) yang berjudul “ Penafsiran Tanda-tanda

Laut melalui Pemaknaan Hari dalam Naskah Melayu-Aceh koleksi Teuku Nurdin Aceh Utara”.

Pada penelitan ini berisi tentang penentuan dan penafsiran tanda-tanda untuk melakukan

pelayaran. Pelayaran yang dilakukan oleh nelayan yang berada di pesisir laut Aceh masih

menggunakan pnafsiran tanda-tanda hari baik untuk melaut. Penafsiran tanda-tanda hari baik ini

diperlukan untuk upaya keselamatan bagi para nelayan. Informasi-informasi yang ada di

dalamnya menghubungkan antara hari-hari yang baik dan tanda-tanda laut. Persamaan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh (Fakhriati, 2016) dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti

tentang naskah yang bersinggungan dengan hari-hari yang baik untuk melakukan suatu kegiatan.

Hanya saja pada penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada hari-hari yang baik untuk

melakukan melaut, sementara penelitian ini memfokuskan pada hari-hari yang baik pada bulan

Sura yang terjadi di setiap tahunnya. Di pulau Jawa, bulan Sura terkenal dengan bulan yang baik

sehingga sering dilakukan kegiatan-kegiatan sakral.

Serat Kawangidhun-Parait merupakan koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka Puro

Mangkunegaran. Serat Kawangidhun-Parait yang berkode MN. 591.4 bermakna bahwa huruf M

dan N menjelaskan jika Serat Kawangidun Pharait di simpan di Perpustakaan Reksa Pustaka

Puro Mangkunegaran., kemudian angka 591 itu merupakan nomer urut naskah, serta angka 4

menunjukkan judul naskah ke empat dari bagian naskah Utama. Kemudian naskah ini berkode

A34 yang berarti A merupkan lambang dari naskah piwulang dan 34 urutan dari naskah-naskah

yang termasuk dalam naskah piwulang. Keadaan naskah Serat Kawangidhun-Parait dalam

keadaan yang baik sehingga tidak membuat peneliti mengalami kesulitan yang serius. Serat
Kawangidhun-Parait ini menarik untuk di teliti karena memang sebelumnya belum pernah

meneliti. naskah ini memiliki keunikan tersendiri karena pada dasarnya semua hari-hari di dalam

sebuah kehidupan sama rata hanya bagaimana kondisi masing-masing masyarakat yang

menjalani. Dengan adanya naskah Serat Kawangidun-Pharait ini peneliti dapat memperlihatkan

suatu hal yang mungkin tidak semua masyarakat mengetahui hal-hal semacam yang seperti

tertuang di Serat Kawangidhun-Parait sudah dijelaskan bahwa Serat Kawangudhun-Parait berisi

tentang hari-hari baik. Sehingga jika naskah ini dapat dikaji secara filologi, dengan cara

menyajikan teks dalam bentuk modern yang dapat dibaca seluruh masyarakat. Jadi jika

masyarakat umum dapat membaca serta memahami isi naskah Serat Kawangidhun-Parait,

naskah ini dapat berfungsi sebagai pengetahuan masyarakat umum diluar pengetahuan

masyarakat yang ada saat ini. Kemudian masyarakat dapat memilih hari-hari yang baik untuk

mengadakan suatu acara yang sacral. (nggon bagian iku tak ganti beberapa kalimat soale aku

rada bingung).

Serat Kawangidhun-Parait menarik untuk diteliti karena berisi informasi lain tentang

bulan Suro ketika jatuh pada hari tertentu beserta ramalan peristiwa yang akan terjadi, contoh :

(Yen tanggaling sapisan wulan sura wau anuju dinten salasa, dipun wastani anggara
rekatha, tegesipun tahun yuyu. Watekipun ing dalem satahun ngriku, kathah toya,
jawah lan banjir.)
(Jika tanggal pertama bulan Sura menuju hari selasa, maka dinamakan anggara
rekatha, yang berarti tahun air. Watak tahun tersebut dalam setahun yaitu banyak air,
hujan dan banjir.)
Selain itu, Serat Kawangidhun-Parait juga memiliki tanggal atau hari yang baik pada setiap

bulannya. Contoh:

(Yen wulan sapar, ijabahipun wonten tanggal kaping gangsal welas.)


(Jika bulan Sapar, hari dikabulkannya pada tanggal lima belas.)
Pada hari tersebut digunakan untuk memohon kepada Tuhan, melaksanakan shalat hajat, dan

berdoa agar permohonannya dikabulkan oleh Tuhan. Berdasarkan studi katalog yang telah

dilakukan, ditemukan bahwa Serat Maljunah merupakan naskah tunggal dan bagian serat yang

berjudul Serat Kawangidhun-Parait belum ada yang meneliti sebelumnya. sehingga menarik

untuk diteliti secara filologi.

Naskah Serat Kawangidhun-Parait dapat diteliti di berbagai bidang ilmu seperti ilmu

linguistik dan ilmu sosiologi sastra. Pada bidang ilmu linguistik naskah ini dapat diteliti melalui

kata-kata yang menggunakan ejaan lama seperti kangjeng, mukhammad, jumungah, setu, rebo.

Kata-kata ini dapat diserap di ejaan baru bahasa Indonesia menjadi kanjeng, Muhammad, jum’at,

sabtu, rabu. Kemudian naskah Serat Kawangidhun-Parait juga dapat diteliti secara sosiologi

sastra. Meneliti tentang pengaruh naskah Serat Kawangidhun-Parait terhadap kegiatan yang

dilakukan masyarakat tertentu untuk menentukan hari-hari yang sacral dengan menggunakan

patokan Serat kawangidhun-Parait. Sebelum penelitian-penelitian di atas dilakukan, penelitian

terhadap Serat Kawangidhun-Parait dilakukan secara filologis. Langkah tersebut dilakukan

untuk mengkaji isi naskah secara mendalam sehingga dapat dijadikan dasar untuk penelitian

selanjutnya. Kemudian, penelitian terhadap Serat Kawangidhun-Parait perlu dilakukan karena,

sudah jarang dipahami oleh masyarakat umum, sehingga perlu adanya proses penyuntingan agar

masyarakat memahami isi yang terkandung dalam naskah tersebut. Dalam rangka upaya

penyelamatan sebelum teks tersebut mengalami kerusakan dan hilang.

1.2 Batasan Masalah

Serat Kawangidhun-Parait dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu. Serat

Kawangidun-Pharait dapat dikaji dari segi linguistik dan juga ilmu sosiologi sastra , namun
sebelum dikaji lebih dalam terlebih dahulu dilakukan penelitian secara filologi. Penelitian

filologi adalah penelitian yang mengungkap dan menyajikan teks sesuai kajian filologis. Dengan

demikian penelitian ini dibatasi pada pengkajian teks naskah secara filologi.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana menyajikan teks Serat Kawangidhun-Parait yang sesuai dengan cara kerja

filologi?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di paparkan di atas, maka tujuan penelitian

ini untuk menyajikan teks Serat Kawangidhun-Parait sesuai dengan cara kerja filologi.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai langkah kerja filologi

pada naskah kuno.

b. Diharapkan dapat menambah informasi tentang hari-hari yang diijabah dalam bulan

sura setiap tahunnya untuk melaksanakan suatu kegiatan di masyarakat.

2) Manfaat praktis

a. Hasil deskripsi naskah diharapkan dapat mendeskripsikan atau menggambarkan

mengenai kondisi naskah Serat Kawangidhun Parait.

b. Hasil suntingan dan terjemahan diharapkan dapat menjadi bahan pada penelitian lain.

c. Menjadi upaya melestarikan sebuah naskah melalui langkah kerja filologi.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kritik teks

Barang-barang peninggalan sejarah dari masa lampau seperti naskah/manuskrip disimpan

pada tempat-tempat tertentu, untuk menjaga keadaan naskah agar tetap dalam kondisi baik.

Namun, memang setiap naskah memiliki sifat masing-masing seperti bahan kertas apa yang

digunakan untuk menulis. Oleh karena itu salah satu upaya untuk menjaga keadaan naskah,

dibuatlah proses penyalinan naskah. Penyalinan-penyalinan dilakukan olehgenerasi-generasi

setelahnya. Dengan adanya penyalinan sebagai salah satu upaya melestarikan naskah/manuskrip

dikenal lah istilah ilmu filologi.

Secara etimologis, kata filologi berasal dari bahasa Yunani Philologia. Kata Philologia

berasal dari 2 kata yaitu philos dan logos. philos artinya “ yang tercinta” (effection, loved,

beloved, dear, friend) dan logos berarti “kata,artikulasi,alasan” (word, articulation, reason)

(Fatturahman, 2015:13). Fatturahman (2015:13) menyatakan bahwa kata philiology masuk dalam

kosa kata bahasa Inggris di abad ke-16. Kata philology yang diartikan sebagai “love of literature”

(menyukai sastra). Kemudian dalam bahasa Latin Philologia, berarti “love of learning” (senang

belajar). Masuk abad ke-19 istilah menjadi “love of learning and literature” berarti kajian atas

sejarah perkembangan bahasa (the study of historical development of languages). Menurut

Barried,dkk (1985:1) filologi merupakan pengetahuan sastra-sastra yang mencakup bidang

kebahasaan, kesusastraan, dan kebudayaan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa filologi merupakan bidang ilmu kasusastraan yang berupaya untuk

melestarikan peninggalan sejarah masa lampau, yang berupa naskah/manuskrip untuk


mengetahui adanya informasi didalam teks naskah sehngga dapat diketahui oleh seluruh lapisan

masyarakat.

Diketahui dalam upaya pelestarian naskah/manuskrip melalui kajian ilmu filologi

memiliki objek kajian yang berupa naskah/manuskrip. Naskah/manuskrip merupkan bentuk fisik

atau luarnya sementara teks merupkan isi dalam naskah (Fatturahman, 2015:22). Naskah atau

manuskrip ini memiliki pemahaman yang sama, jadi naskah adalah manuskrip begitupun

sebaliknya. Naskah/manuskrip merupakan hasil karya sastra nusantara pada jaman dahulu, yang

ditulis tangan oleh para pujangga dengan menggunakan aksara, bahasa, dan ejaan masa lampau.

Fatturahman (2015:23) mengatakan bahwa naskah atau manuskrip biasanya menggunakan bahas

kertas seperti kertas eropa, kertas daluwang, lontar, bambu, dll. Naskah sendiri memiliki nilai

keindahan dan budaya, banyak menyimpan pesan dari masa lampau yang banyak berhubungan

dengan kehidupan masyarakat khususnya masyarakat Jawa.

Pada upaya plestarian naskah/manuskrip salah satunya dengan cara penyalinan naskah.

Penyalinan-penyalinan yang dilakukan dapat menimbulkan kesalahan. Timbulnya kesalahan-

kesalahan berasal dari penyalinan, karena setiap penyalin naskah atau orang yang menyalin

naskah memiliki model penulisan yang berbeda-beda, memiliki sifat yang berbeda-beda.

Sehingga terkadang dalam proses penyalinan terjadi kesalahan seperti terdapat kata yang

berbeda, huruf yang berbeda, dll. Oleh karena itu dalam kajian filologi, yang bertujuan

menyajikan sebuah naskah untuk dapat dinikmati, dibaca, serta dipahami oleh khalayak umum

berusaha untuk meminimalisasi kesalahan-kesalahan yang ada pada naskah/mauskrip dengan

melalui kegiatan kritik teks. Fatturahman (2015:) mengatakan bahwa kritik teks adalah

merekontruksi sebuah teks. Upaya penyajian kembali sebuah teks melalui pendalaman teks,

transliterasi, penyuntingan dan penerjemahan merupakan hasil dari kegiatan kritik teks. Naskah
atau manuskrip merupakan objek utama dalam kajian filologi dan kegiatan kritik teks sangat

diperlukan untuk mencapai tujuan kajian filologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan kritik

teks adalah kegiatan untuk meminmalisasi kesalahan-kesalahan yang ada dalam naskah serta

memberikan penjelasan, memberikan pengertian dan hasil kajian filologi melalui kegiatan kritik

teks dapat bermanfaat untuk masyarakat.

Salah satu kegiatan kritik teks yaitu Transleterasi. Setelah menetapkan naskah menjadi

objek utama kegiatan kritik teks dalam kajian filologi, langkaah selanjutnya adalah kegiatan

translitersi naskah. Djamaris (1991:4) bahwa seorang filologis dalam kegiatan transliterasi

memiliki tugas tetap menjaga kemurnian teks,bahasa yang ada di dalam naskah. Jadi dalam

proses transliterasi seorang filologis harus mempertahankan ciri khas, keaslian naskah. Berarti

tidak mengubah bahasa dan kata-kata sesuai EYD jaman sekarang. Menurut Barried (1985:65)

transliterasi merupakan kegiatan mengganti tulisan dari aksara satu ke aksara yang lain. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa transliterasi merupakan kegiatan kritik teks yang

menyajikan hasil penyalinan dari aksara satu ke aksara lain dengan tetap menjaga kemurnian dan

kaslian teks yang ada di dalam naskah. Kemudian setelah melalui proses transliterasi langkah

selanjutnya adalah penyuntingan.

Kegiatan penyuntingan dilakukan agar naskah yang diteliti semakin mudah untuk

dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Djamaris (1991:15) menjelaskan bahwa metode

penyuntingan teks dibedakan menjadi dua yaitu penyuntingan naskah tunggal dan penyuntingan

naskah jamak. Penyuntingan naskah tunggal dapat dilakukan menggunakan metode diplomatik

dan metode standar, sedangkan penyuntingan naskah jamak bisa dilakukan menggunakan

metode gabungan dan metode landasan. Menurut Baried dkk, (1994:67-68) apabila hanya ada

naskah tunggal, maka perbandingan tidak mungkin dilakukan. Namun, ada dua jalan yang dapat
ditempuh yaitu edisi diplomatik dan edisi standar (kritik). Edisi diplomatik digunakan jika data

yang diperoleh lebih dari satu. Edisi diplomatik yaitu menerbitkan suatu naskah seteliti mungkin

tanpa adanya perubahan. Pada penelitian Serat Kawangidun-Pharait ini menggunakan edisi

standard. Karena dalam kegiatan ini dilakukan perbaikan dan pembenahan teks sehingga

terhindar dari kesalahan yang timbul ketika proses penulisan ataupun penyalinan.

2.2 Terjemahan

Menurut Robson (1978:47) terjemahan itu berarti memindahkan arti. Seorang filologis

akan berusaha membuat teks atau melakukan penafsiran teks agar teks yang diteliti dapat

di[pahami oleh pembaca, sehingga seorang pembaca dapat menemukan hal yang meraik didalam

sebuah teks. Pada proses terjemahan akan memperlihatkan bentuk teks yang sedemikian rupa

yang awalnya menggunakan bahasa asli pada teks tersebut menjadi bahasa yang dipahami oleh

seluruh kalangan. Fathurahman (2015:95) mengatakan dalam kajian filologi, penerjemahan

merupakan proses yang dilakukan seorang peneliti yang menggunakan objek aksara yang jarang

dijumpai oleh orang awam untuk mempermudah pembaca memahami. Seperti teks yang

menggunakan aksara arab, jawa, dan lain-lain.

Proses penerjemahan adalah proses yang cukup sulit, karena perlu adanya ketelitian,

konsentrasi dan membutuhkan sebuah pedoman untuk menguatkan hasil penerjemahan. Hal ini

di karenakan naskah yang ditulis pada masa lampau tidak menggunakan ejaan dan tata tulis pada

jaman sekarang. Terjemahan yang dilakukan dalam penelitian Serat Kawangidhun-Parait

menggunakan terjemahan bebas. Hal ini dilakukan karena terjemahan bebas dalam penelitian ini

akan menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami oleh pembaca atau peneliti lain untuk

melanjutkan penelitian yang lebih lanjut


BAB III

METODE PENELTIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode filologi. Metode filologi

berarti naskah dan teks diteliti sesuai dengan langkah kerja penelitian filologi seperti

pengumpulan data, deskripsi naskah, perbandingan naskah jika ditemukan naskah jamak,

penentuan naskah asli, transliterasi, suntingan teks, terjemahan teks.

3.1 Data dan sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serat Kawangidhun Parait. Data diperoleh

dari penelusuran beberapa katalog. Beberapa cara yang digunakan dalam peelusuran katalog

yaitu :

1. Mencari informasi tentang naskah-naskah beserta tempat penyimpanannya.

2. Membaca beberapa naskah indu, antara lain :

a. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 Museum Sonobudoyo Yogyakarta

(Behrend, 1990).

b. Katalog Naskah-Naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (Saktimulya, 2005).

c. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jilid

3A (Behrend - Titik Pujiastuti, 1997).

d. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jilid

3B (Behrend - Titik Pujiastuti, 1997).

e. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia (Behrend, 1998).


f. Katalog Naskah-Naskah Perpustakaan Reksa Pustaka Puro Mangkunegaran (Nancy

K. Florida, 2000) ditemukan naskah berjudul Serat Kawangidhun Parait dengan kode

MN 591.4/ A 34.

3. Menentukan naskah Serat Kawangidhun Parait sebagai objek naskah yang diteliti.

4. Mengkopi naskah Serat Kawangidhun Parait untuk bahan penelitian.

Pada proses pengkopian naskah, peneliti meminta bantuan kepada petugas museum Puro

Mangkunegaran untuk mengkopikan naskah Serat Kawangidun Pharait. Jadi dalam penelitian ini

menggunakan naskah Serat Kawangidun Pharait setebal 9 halaman yang tersimpan di

perpustakaan Reksa Pustaka Museum Puro Mangkunegaran dengan nomer MN 159.4 dan

berkode A.34 yang berarti di dalam kelompok naskah piwulang nomer 34.

3.2 Metode Transliterasi

Upaya penyajian kembali sebuah teks melalui pendalaman teks, transliterasi,

penyuntingan dan penerjemahan merupakan hasil dari kegiatan kritik teks. Naskah atau

manuskrip merupakan objek utama dalam kajian filologi dan kegiatan kritik teks sangat

diperlukan untuk mencapai tujuan kajian filologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan kritik

teks adalah kegiatan untuk meminmalisasi kesalahan-kesalahan yang ada dalam naskah serta

memberikan penjelasan, memberikan pengertian dan hasil kajian filologi melalui kegiatan kritik

teks dapat bermanfaat untuk masyarakat.

Salah satu kegiatan kritik teks yaitu Transleterasi. Setelah menetapkan naskah menjadi

objek utama kegiatan kritik teks dalam kajian filologi, langkaah selanjutnya adalah kegiatan

translitersi naskah. Djamaris (1991:4) bahwa seorang filologis dalam kegiatan transliterasi

memiliki tugas tetap menjaga kemurnian teks,bahasa yang ada di dalam naskah. Jadi dalam
proses transliterasi seorang filologis harus mempertahankan ciri khas, keaslian naskah. Berarti

tidak mengubah bahasa dan kata-kata sesuai EYD jaman sekarang. Menurut Barried (1985:65)

transliterasi merupakan kegiatan mengganti tulisan dari aksara satu ke aksara yang lain. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa transliterasi merupakan kegiatan kritik teks yang

menyajikan hasil penyalinan dari aksara satu ke aksara lain dengan tetap menjaga kemurnian dan

kaslian teks yang ada di dalam naskah.

Pedoman yang dipakai oleh peneliti dalam proses transliterasi ini mengacu pada Aksara

Jawa Sriwedari (1926-1996). Acuan yang digunakan yaitu:

3.2.1 Aksara Jawa dan Pasangannya

Aksara yang digunakan dalam Serat Kawangidun-Pharait adalah Aksara Jawa. Aksara

Jawa terdiri atas dua puluh aksara. Aksara Jawa juga memiliki pasangan pada masing-masing

aksaranya. Pasangan Aksara Jawa berguna untuk menghubungkan huruf setelahnya.

Tabel 3.1 Aksara Sriwedari dan Pasangan

Huruf Aksara Pasangan

Ha ꦲ ‌…H

Na ꦤ ......N

Ca ꦕ ......C

Ra ꦫ ......R
Ka ꦏ ......K

Da ꦢ ......F

Ta ꦠ ......T

Sa ꦱ ......S

Wa ꦮ ......W

La ꦭ ......L

Pa ꦥ ......P

Dha ꦣ ......D

Ja ꦗ ......J

Ya ꦪ ......Y

Nya ꦚ ......V
Ma ꦩ ......M

Ga ꦒ ......G

Ba ꦧ ......B

Tha ꦛ ......Q

Nga ꦔ ......Z

3.2.2 Aksara Rekan

Aksara yang digunakan dalam Serat Kawangidun-Pharait salah satunya Aksara Rekan.

Aksara ini digunakan karena terdapat aksara yang pelafalannya tidak termasuk dalam Aksara

Jawa dan pasangannya.

Tabel 3.2 Aksara Rekan

Huruf Aksara Pasangan

Kha k ......K+
Fa/Va p+ .....P+

3.2.3. Aksara Angka

Pada Serat Kawangidun-Pharait selain menggunakan Aksara Jawa dan Aksara Rekan

juga menggunakan Aksara Angka dalam menjelaskan urutan penjelasan.

Tabel 3.3 Aksara Angka

Angka Aksara Angka

0 ꧐

1 ꧑

2 ꧒

3 ꧓

4 ꧔

5 ꧕
6 ꧖

7 ꧗

8 ꧘

9 ꧙

3.2.4. Aksara Swara

Aksara yang digunakan untuk menulisakan aksara vokal dan menjadi suku kata

Tabel 3.4. Aksara Swara

Huruf Aksara

I I

3.2.5. Sandhangan Aksara Jawa

Sandhangan merupakan tanda bunyi yang digunakan dalam penulisan Aksara Jawa. Jika

tidak memiliki sandhangan maka Aksara Jawa akan berbunyi suara dasar yaitu huruf ditambah

dengan vocal “a”. Pada Aksara Jawa memiliki beberapa jenis sandhangan seperti sandhangan

swara dan sandhangan panyigeg wanda.


3.2.5.1. Sandhangan Swara

Sandhangan ini digunakan untuk mengubah bunyi aksara dasar. Sandhangan swara terdiri

atas:

Tabel 3.5. Sandhangan Swara

Sandhangan Swara

Sandhangan Nama Sandhangan Bunyi

ꦶ Wulu i

ꦸ Suku U

ꦺ Taling è|é

ꦼ Pepet Ê

ꦺꦴ Taling tarung O
3.2.5.2. Sandhangan Panyigeg Wanda

Tanda bunyi pada Aksara Jawa yang digunakan sebagai penutup suku kata.

Tabel 3.6 Sandhangan Panyigeg Wanda

Sandhangan Panyigeg Wanda

Sandhangan Nama Sandhangan Bunyi

‍‌ꦂ Layar R

ꦁ Cecek Ng

ꦃ Wignyan H

Untuk mematikan dan juga dapat


꧀ Pangkon
berguna sebagai koma
3.2.5.3. Sandhangan Wyanjana

Sandangan wyanjana atau disebut dengan sandhangan pambukaning pada aksara lain

sehingga membentuk bunyi rangkap.

Tabel 3.7 Sandhangan Wyanjana

Sandhangan Wyanjana

sandhangan Nama sandhangan bunyi Contoh pemakaian

] cakra _ra kp][tlkKken\

(kapratelakkakên)

} Cakra keret _re w}cCit (wrêccita)

3.2.6. Aksara Ganten

Aksara Ganten berperan sebagai pengganti aksara dan sandhangan tertentu.

Tabel 3.7 Aksara Ganten

Aksara Nama Aksara Bunyi

ꦉ Pa Cerek re
ꦆ Nga Lelet le

3.3 Metode Penyuntingan

Pada proses penyuntingan naskah dapat digunakan dua pengkajian yaitu pada penelitian

naskah tunggal dan penelitian naskah jamak. Naskah Serat Kawangidun-Pharait merupakan

naskah tunggal sehingga menggunakan penelitian naskah tunggal. Proses penelitian dapat

menggunakan 2 pilihan metode yaitu metode standar dan metode diplomatik. Penelitian pada

naskah Serat Kawangidun-Pharait menggunakan metode standar.

Metode standar atau yang biasa disebut sebagai metode biasa. Metode standar ini

digunakan untuk memudahkan pembaca maupun peneliti memahami secara keseluruhan topik

penelitian itu. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam metode standar ini antara lain:

1) Mentransliterasikan teks

2) Membetulkan kesalahan teks

3) Membuat catatan perbaikan atau perubahan.

4) Memberikan komentar, tafsiran (informasi di luar teks)

5) Membagi teks dalam berbagai bagian

6) Menyusun daftar kata sukar (glosarium)


3.4. Langkah Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja penelitian filologi yang digunakan oleh peneliti agar keaslian data tetap

terjaga sebagai berikut:

1. Penelusuran naskah.

2. Memilih naskah melalui katalog yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu naskah Serat

Kawangidhun-Parait.

3. Membuat deskripsi naskah.

4. Membuat transliterasi teks naskah Serat Kawangidhun-Parait.

5. Membuat suntingan teks naskah Kawangidhun-Parait melalui kritik teks dengan

menggunakan metode standar.

6. Menerjemahkan teks Serat Kawangidhun-Parait ke dalam Bahasa Indonesia

menggunakan terjemahan bebas.

7. Membuat Glosarrium.

Anda mungkin juga menyukai