Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra di
Oleh
2411416018
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Pada (dihapus) jaman Zaman modern seperti sekarang ini, tidak sedikit dari
masyarakat Jawa yang masih mempercayai memercayai tentang pertanda-pertanda dan hari-hari
yang diijabah. Masyarakat Jawa masih sering menggunakan perhitungan dan melihat hari-hari
yang baik untuk melakukan suatu acara yang sakral. masyarakat Jawa pada umumnya memang
tidak seluruhnya memiliki pandangan yang sama dengan ha-hal semacam itu. Namun, untuk saat
ini masih banyak mempercayai hal-hal semacam itu. Hal-hal seperti pertanda atau penentuan hari
baik sudah terlahir ada sejak zaman dahulu. Hal itu dibuktikan dengan adanya naskah-naskah
kuno yang berisi tentang ramalan-ramalan dan hari-hari baik untuk melakukan acara terntentu.
Naskah itu tersebut sebagai bukti, bahwa pada zaman dahulu masyarakat menuangkan segala
pemikiran tentang sesuatu apapun termasuk ramalan dan hari-hari baik dengan cara menulis.
Salah satu naskah yang berisi tentang ramalan-ramalan dan hari-hari yang di ijabah untuk
Serat Kawangidhun Parait merupakan salah satu judul naskah yang ada di dalam Serat
Maljunah. Serat Maljunah terdiri dari 4 judul. (iki 4 judul disebutne kabeh) Seluruhnya
berkaitan dengan Sayidina Sultan Ngusman (Khalifah ketiga, m. 64-56) yang berisi tentang
pernyataan Nabi Muhammad SAW kepada Sayidina Ngusman, yang membicarakan tentang
catatan-catatan hari yang diijabah setiap bulan dan ramalan setiap jatuhnya bulan Sura di setiap
tahunnya.
Serat Kawangidhun Parait ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang
memiliki banyak warisan peninggalan leluhur terdahulu. Masyarakat Jawa terdahulu berusaha
untuk menjaga dan melestarikan peninggalan salah satunya naskah, agar naskah dapat dinikmati
anak cucu dan bermanfaat untuk jangka panjang. Sehingga pada zaman dahulu hingga saat ini
masih banyak yang berusaha menyalin ulang teks naskah sehingga jika naskah lama mengalami
kerusakan masih ada naskah salinan. Naskah sendiri biasanya mengandung informasi-informasi
terdahulu yang penting, dan tidak semua masyarakat mengetahui isi dalam teks naskah.
Mengkaji naskah merupakan salah satu usaha untuk melestarikan sebuah naskah. Hasil dari
sebuah kajian naskah yang pada awalnya naskah berupa teks yang berhuruf jawa, dapat lalu
diubah menjadi huruf latin yang pada akhirnya dan dapat dinikmati oleh khalayak umum. Ketika
masyarakat umum dapat memahami suatu naskah yang sudah dikaji, dapat maka akan
memunculkan pikran-pikran gagasan – gagasan atau ide yang baru. Dikatakan dalam
Fathurahman (2015:22-23) naskah atau manuskrip merupakan dokumen yang ditulis tangan
dengan kertas berbahan kertas eropa, dluwang, lontar, bambu. Masyarakat Orang yang biasa
keraton. Sehingga pada jaman dahulu tidak semua masyarakat dapat menikmati naskah. Hanya
masyarakat orang-orang tertentu yang ada di dalam keraton yang bisa membaca dan menikmati
naskah.
Saat ini naskah-naskah yang ada di Indonesia khususnya Jawa banyak disimpan di
yang sulit dipahami oleh masyarakat Jawa modern saat ini. Oleh karena itu agar seluruh
masyarakat Jawa dapat menikmati suatu naskah, maka di adakan sebuah kajian Filologi. Filologi
merupakan cabang ilmu kesusastraan yang terfokus dalam sebuah naskah dengan cara kerjanya
menyajikan naskah melalui ktritik teks, seperti alih aksara dan terjemahan. Dengan adanya kajian
filologi akan mempermudah masyarakat umum untuk membaca naskah sehingga dapat
memahami suatu isi teks dalam naskah. Menurut Fathurahman ( 2015:16 ) filologi adalah cabang
ilmu humaniora yang menitikberatkan perhatiannya pada bahasa dan sastra terlebih dakam sastra
Jawa klasik. Orang yang mengkaji dalam kajian filologi disebut filolog. Tugas utama seorang
filolog yaitu menjembatani komunikasi antara pengarang masa lalu dan pembaca masa kini
Serat Kawangidhun-Parait merupakan hasil karya sastra yang berbentuk prosa yang
menceritakan tentang pernyataan hari-hari yang baik. Pada pembukaan awal naskah ini
membahas tentang kebaikan dan watak bulan sura yang jatuh pada setiap tahunnya. Seperti yang
tertuang terdapat pada Serat Kawangidun Pharait jika bulan sura jatuh pada hari ahad atau
mingu disebut dengan istilah Dite Kinaba, yang memiliki arti yaitu tahun kelabang. Dijelaskan
dalam Serat Kawangidhun-Parait bahwa dalam setahun di tahun kelabang akan terjadi cuaca
yang sangat panas, sehinga membuat banyak orang menderita sakit panas atau meriang. Pada bab
ini membicarakan tentang bulan sura setiap tahunnya yang jika terjadi di hari minggu-sabtu.
Kemudian pada bab berikutnya membahas tentang hari-hari yang baik dan di ijabah pada setiap
bulan Jawa. Seperti yang tertuang terdapat pada Serat Kawangidhun-Parait jika bulan Sura ,
diijabahnya atau hari baiknya pada tanggal 8. Jika bulan Sapar , diijabahnya atau hari baiknya di
penentuan hari-hari yang baik dan diijabah untuk melakukan sebuah kegiatan di masyarakat
yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Fakhriati, 2016) yang berjudul “ Penafsiran Tanda-tanda
Laut melalui Pemaknaan Hari dalam Naskah Melayu-Aceh koleksi Teuku Nurdin Aceh Utara”.
Pada penelitan ini berisi tentang penentuan dan penafsiran tanda-tanda untuk melakukan
pelayaran. Pelayaran yang dilakukan oleh nelayan yang berada di pesisir laut Aceh masih
menggunakan pnafsiran tanda-tanda hari baik untuk melaut. Penafsiran tanda-tanda hari baik ini
diperlukan untuk upaya keselamatan bagi para nelayan. Informasi-informasi yang ada di
dalamnya menghubungkan antara hari-hari yang baik dan tanda-tanda laut. Persamaan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh (Fakhriati, 2016) dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti
tentang naskah yang bersinggungan dengan hari-hari yang baik untuk melakukan suatu kegiatan.
Hanya saja pada penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada hari-hari yang baik untuk
melakukan melaut, sementara penelitian ini memfokuskan pada hari-hari yang baik pada bulan
Sura yang terjadi di setiap tahunnya. Di pulau Jawa, bulan Sura terkenal dengan bulan yang baik
Mangkunegaran. Serat Kawangidhun-Parait yang berkode MN. 591.4 bermakna bahwa huruf M
dan N menjelaskan jika Serat Kawangidun Pharait di simpan di Perpustakaan Reksa Pustaka
Puro Mangkunegaran., kemudian angka 591 itu merupakan nomer urut naskah, serta angka 4
menunjukkan judul naskah ke empat dari bagian naskah Utama. Kemudian naskah ini berkode
A34 yang berarti A merupkan lambang dari naskah piwulang dan 34 urutan dari naskah-naskah
yang termasuk dalam naskah piwulang. Keadaan naskah Serat Kawangidhun-Parait dalam
keadaan yang baik sehingga tidak membuat peneliti mengalami kesulitan yang serius. Serat
Kawangidhun-Parait ini menarik untuk di teliti karena memang sebelumnya belum pernah
meneliti. naskah ini memiliki keunikan tersendiri karena pada dasarnya semua hari-hari di dalam
sebuah kehidupan sama rata hanya bagaimana kondisi masing-masing masyarakat yang
menjalani. Dengan adanya naskah Serat Kawangidun-Pharait ini peneliti dapat memperlihatkan
suatu hal yang mungkin tidak semua masyarakat mengetahui hal-hal semacam yang seperti
tentang hari-hari baik. Sehingga jika naskah ini dapat dikaji secara filologi, dengan cara
menyajikan teks dalam bentuk modern yang dapat dibaca seluruh masyarakat. Jadi jika
masyarakat umum dapat membaca serta memahami isi naskah Serat Kawangidhun-Parait,
naskah ini dapat berfungsi sebagai pengetahuan masyarakat umum diluar pengetahuan
masyarakat yang ada saat ini. Kemudian masyarakat dapat memilih hari-hari yang baik untuk
mengadakan suatu acara yang sacral. (nggon bagian iku tak ganti beberapa kalimat soale aku
rada bingung).
Serat Kawangidhun-Parait menarik untuk diteliti karena berisi informasi lain tentang
bulan Suro ketika jatuh pada hari tertentu beserta ramalan peristiwa yang akan terjadi, contoh :
(Yen tanggaling sapisan wulan sura wau anuju dinten salasa, dipun wastani anggara
rekatha, tegesipun tahun yuyu. Watekipun ing dalem satahun ngriku, kathah toya,
jawah lan banjir.)
(Jika tanggal pertama bulan Sura menuju hari selasa, maka dinamakan anggara
rekatha, yang berarti tahun air. Watak tahun tersebut dalam setahun yaitu banyak air,
hujan dan banjir.)
Selain itu, Serat Kawangidhun-Parait juga memiliki tanggal atau hari yang baik pada setiap
bulannya. Contoh:
berdoa agar permohonannya dikabulkan oleh Tuhan. Berdasarkan studi katalog yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa Serat Maljunah merupakan naskah tunggal dan bagian serat yang
berjudul Serat Kawangidhun-Parait belum ada yang meneliti sebelumnya. sehingga menarik
Naskah Serat Kawangidhun-Parait dapat diteliti di berbagai bidang ilmu seperti ilmu
linguistik dan ilmu sosiologi sastra. Pada bidang ilmu linguistik naskah ini dapat diteliti melalui
kata-kata yang menggunakan ejaan lama seperti kangjeng, mukhammad, jumungah, setu, rebo.
Kata-kata ini dapat diserap di ejaan baru bahasa Indonesia menjadi kanjeng, Muhammad, jum’at,
sabtu, rabu. Kemudian naskah Serat Kawangidhun-Parait juga dapat diteliti secara sosiologi
sastra. Meneliti tentang pengaruh naskah Serat Kawangidhun-Parait terhadap kegiatan yang
dilakukan masyarakat tertentu untuk menentukan hari-hari yang sacral dengan menggunakan
untuk mengkaji isi naskah secara mendalam sehingga dapat dijadikan dasar untuk penelitian
sudah jarang dipahami oleh masyarakat umum, sehingga perlu adanya proses penyuntingan agar
masyarakat memahami isi yang terkandung dalam naskah tersebut. Dalam rangka upaya
Kawangidun-Pharait dapat dikaji dari segi linguistik dan juga ilmu sosiologi sastra , namun
sebelum dikaji lebih dalam terlebih dahulu dilakukan penelitian secara filologi. Penelitian
filologi adalah penelitian yang mengungkap dan menyajikan teks sesuai kajian filologis. Dengan
demikian penelitian ini dibatasi pada pengkajian teks naskah secara filologi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana menyajikan teks Serat Kawangidhun-Parait yang sesuai dengan cara kerja
filologi?
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di paparkan di atas, maka tujuan penelitian
ini untuk menyajikan teks Serat Kawangidhun-Parait sesuai dengan cara kerja filologi.
1) Manfaat teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai langkah kerja filologi
b. Diharapkan dapat menambah informasi tentang hari-hari yang diijabah dalam bulan
2) Manfaat praktis
b. Hasil suntingan dan terjemahan diharapkan dapat menjadi bahan pada penelitian lain.
LANDASAN TEORI
pada tempat-tempat tertentu, untuk menjaga keadaan naskah agar tetap dalam kondisi baik.
Namun, memang setiap naskah memiliki sifat masing-masing seperti bahan kertas apa yang
digunakan untuk menulis. Oleh karena itu salah satu upaya untuk menjaga keadaan naskah,
setelahnya. Dengan adanya penyalinan sebagai salah satu upaya melestarikan naskah/manuskrip
Secara etimologis, kata filologi berasal dari bahasa Yunani Philologia. Kata Philologia
berasal dari 2 kata yaitu philos dan logos. philos artinya “ yang tercinta” (effection, loved,
beloved, dear, friend) dan logos berarti “kata,artikulasi,alasan” (word, articulation, reason)
(Fatturahman, 2015:13). Fatturahman (2015:13) menyatakan bahwa kata philiology masuk dalam
kosa kata bahasa Inggris di abad ke-16. Kata philology yang diartikan sebagai “love of literature”
(menyukai sastra). Kemudian dalam bahasa Latin Philologia, berarti “love of learning” (senang
belajar). Masuk abad ke-19 istilah menjadi “love of learning and literature” berarti kajian atas
disimpulkan bahwa filologi merupakan bidang ilmu kasusastraan yang berupaya untuk
masyarakat.
memiliki objek kajian yang berupa naskah/manuskrip. Naskah/manuskrip merupkan bentuk fisik
atau luarnya sementara teks merupkan isi dalam naskah (Fatturahman, 2015:22). Naskah atau
manuskrip ini memiliki pemahaman yang sama, jadi naskah adalah manuskrip begitupun
sebaliknya. Naskah/manuskrip merupakan hasil karya sastra nusantara pada jaman dahulu, yang
ditulis tangan oleh para pujangga dengan menggunakan aksara, bahasa, dan ejaan masa lampau.
Fatturahman (2015:23) mengatakan bahwa naskah atau manuskrip biasanya menggunakan bahas
kertas seperti kertas eropa, kertas daluwang, lontar, bambu, dll. Naskah sendiri memiliki nilai
keindahan dan budaya, banyak menyimpan pesan dari masa lampau yang banyak berhubungan
Pada upaya plestarian naskah/manuskrip salah satunya dengan cara penyalinan naskah.
kesalahan berasal dari penyalinan, karena setiap penyalin naskah atau orang yang menyalin
naskah memiliki model penulisan yang berbeda-beda, memiliki sifat yang berbeda-beda.
Sehingga terkadang dalam proses penyalinan terjadi kesalahan seperti terdapat kata yang
berbeda, huruf yang berbeda, dll. Oleh karena itu dalam kajian filologi, yang bertujuan
menyajikan sebuah naskah untuk dapat dinikmati, dibaca, serta dipahami oleh khalayak umum
melalui kegiatan kritik teks. Fatturahman (2015:) mengatakan bahwa kritik teks adalah
merekontruksi sebuah teks. Upaya penyajian kembali sebuah teks melalui pendalaman teks,
transliterasi, penyuntingan dan penerjemahan merupakan hasil dari kegiatan kritik teks. Naskah
atau manuskrip merupakan objek utama dalam kajian filologi dan kegiatan kritik teks sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan kajian filologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan kritik
teks adalah kegiatan untuk meminmalisasi kesalahan-kesalahan yang ada dalam naskah serta
memberikan penjelasan, memberikan pengertian dan hasil kajian filologi melalui kegiatan kritik
Salah satu kegiatan kritik teks yaitu Transleterasi. Setelah menetapkan naskah menjadi
objek utama kegiatan kritik teks dalam kajian filologi, langkaah selanjutnya adalah kegiatan
translitersi naskah. Djamaris (1991:4) bahwa seorang filologis dalam kegiatan transliterasi
memiliki tugas tetap menjaga kemurnian teks,bahasa yang ada di dalam naskah. Jadi dalam
proses transliterasi seorang filologis harus mempertahankan ciri khas, keaslian naskah. Berarti
tidak mengubah bahasa dan kata-kata sesuai EYD jaman sekarang. Menurut Barried (1985:65)
transliterasi merupakan kegiatan mengganti tulisan dari aksara satu ke aksara yang lain. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa transliterasi merupakan kegiatan kritik teks yang
menyajikan hasil penyalinan dari aksara satu ke aksara lain dengan tetap menjaga kemurnian dan
kaslian teks yang ada di dalam naskah. Kemudian setelah melalui proses transliterasi langkah
Kegiatan penyuntingan dilakukan agar naskah yang diteliti semakin mudah untuk
dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Djamaris (1991:15) menjelaskan bahwa metode
penyuntingan teks dibedakan menjadi dua yaitu penyuntingan naskah tunggal dan penyuntingan
naskah jamak. Penyuntingan naskah tunggal dapat dilakukan menggunakan metode diplomatik
dan metode standar, sedangkan penyuntingan naskah jamak bisa dilakukan menggunakan
metode gabungan dan metode landasan. Menurut Baried dkk, (1994:67-68) apabila hanya ada
naskah tunggal, maka perbandingan tidak mungkin dilakukan. Namun, ada dua jalan yang dapat
ditempuh yaitu edisi diplomatik dan edisi standar (kritik). Edisi diplomatik digunakan jika data
yang diperoleh lebih dari satu. Edisi diplomatik yaitu menerbitkan suatu naskah seteliti mungkin
tanpa adanya perubahan. Pada penelitian Serat Kawangidun-Pharait ini menggunakan edisi
standard. Karena dalam kegiatan ini dilakukan perbaikan dan pembenahan teks sehingga
terhindar dari kesalahan yang timbul ketika proses penulisan ataupun penyalinan.
2.2 Terjemahan
Menurut Robson (1978:47) terjemahan itu berarti memindahkan arti. Seorang filologis
akan berusaha membuat teks atau melakukan penafsiran teks agar teks yang diteliti dapat
di[pahami oleh pembaca, sehingga seorang pembaca dapat menemukan hal yang meraik didalam
sebuah teks. Pada proses terjemahan akan memperlihatkan bentuk teks yang sedemikian rupa
yang awalnya menggunakan bahasa asli pada teks tersebut menjadi bahasa yang dipahami oleh
merupakan proses yang dilakukan seorang peneliti yang menggunakan objek aksara yang jarang
dijumpai oleh orang awam untuk mempermudah pembaca memahami. Seperti teks yang
Proses penerjemahan adalah proses yang cukup sulit, karena perlu adanya ketelitian,
konsentrasi dan membutuhkan sebuah pedoman untuk menguatkan hasil penerjemahan. Hal ini
di karenakan naskah yang ditulis pada masa lampau tidak menggunakan ejaan dan tata tulis pada
menggunakan terjemahan bebas. Hal ini dilakukan karena terjemahan bebas dalam penelitian ini
akan menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami oleh pembaca atau peneliti lain untuk
METODE PENELTIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode filologi. Metode filologi
berarti naskah dan teks diteliti sesuai dengan langkah kerja penelitian filologi seperti
pengumpulan data, deskripsi naskah, perbandingan naskah jika ditemukan naskah jamak,
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Serat Kawangidhun Parait. Data diperoleh
dari penelusuran beberapa katalog. Beberapa cara yang digunakan dalam peelusuran katalog
yaitu :
(Behrend, 1990).
K. Florida, 2000) ditemukan naskah berjudul Serat Kawangidhun Parait dengan kode
MN 591.4/ A 34.
3. Menentukan naskah Serat Kawangidhun Parait sebagai objek naskah yang diteliti.
Pada proses pengkopian naskah, peneliti meminta bantuan kepada petugas museum Puro
Mangkunegaran untuk mengkopikan naskah Serat Kawangidun Pharait. Jadi dalam penelitian ini
perpustakaan Reksa Pustaka Museum Puro Mangkunegaran dengan nomer MN 159.4 dan
berkode A.34 yang berarti di dalam kelompok naskah piwulang nomer 34.
penyuntingan dan penerjemahan merupakan hasil dari kegiatan kritik teks. Naskah atau
manuskrip merupakan objek utama dalam kajian filologi dan kegiatan kritik teks sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan kajian filologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan kritik
teks adalah kegiatan untuk meminmalisasi kesalahan-kesalahan yang ada dalam naskah serta
memberikan penjelasan, memberikan pengertian dan hasil kajian filologi melalui kegiatan kritik
Salah satu kegiatan kritik teks yaitu Transleterasi. Setelah menetapkan naskah menjadi
objek utama kegiatan kritik teks dalam kajian filologi, langkaah selanjutnya adalah kegiatan
translitersi naskah. Djamaris (1991:4) bahwa seorang filologis dalam kegiatan transliterasi
memiliki tugas tetap menjaga kemurnian teks,bahasa yang ada di dalam naskah. Jadi dalam
proses transliterasi seorang filologis harus mempertahankan ciri khas, keaslian naskah. Berarti
tidak mengubah bahasa dan kata-kata sesuai EYD jaman sekarang. Menurut Barried (1985:65)
transliterasi merupakan kegiatan mengganti tulisan dari aksara satu ke aksara yang lain. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa transliterasi merupakan kegiatan kritik teks yang
menyajikan hasil penyalinan dari aksara satu ke aksara lain dengan tetap menjaga kemurnian dan
Pedoman yang dipakai oleh peneliti dalam proses transliterasi ini mengacu pada Aksara
Aksara yang digunakan dalam Serat Kawangidun-Pharait adalah Aksara Jawa. Aksara
Jawa terdiri atas dua puluh aksara. Aksara Jawa juga memiliki pasangan pada masing-masing
Ha ꦲ …H
Na ꦤ ......N
Ca ꦕ ......C
Ra ꦫ ......R
Ka ꦏ ......K
Da ꦢ ......F
Ta ꦠ ......T
Sa ꦱ ......S
Wa ꦮ ......W
La ꦭ ......L
Pa ꦥ ......P
Dha ꦣ ......D
Ja ꦗ ......J
Ya ꦪ ......Y
Nya ꦚ ......V
Ma ꦩ ......M
Ga ꦒ ......G
Ba ꦧ ......B
Tha ꦛ ......Q
Nga ꦔ ......Z
Aksara yang digunakan dalam Serat Kawangidun-Pharait salah satunya Aksara Rekan.
Aksara ini digunakan karena terdapat aksara yang pelafalannya tidak termasuk dalam Aksara
Kha k ......K+
Fa/Va p+ .....P+
Pada Serat Kawangidun-Pharait selain menggunakan Aksara Jawa dan Aksara Rekan
0 ꧐
1 ꧑
2 ꧒
3 ꧓
4 ꧔
5 ꧕
6 ꧖
7 ꧗
8 ꧘
9 ꧙
Aksara yang digunakan untuk menulisakan aksara vokal dan menjadi suku kata
Huruf Aksara
I I
Sandhangan merupakan tanda bunyi yang digunakan dalam penulisan Aksara Jawa. Jika
tidak memiliki sandhangan maka Aksara Jawa akan berbunyi suara dasar yaitu huruf ditambah
dengan vocal “a”. Pada Aksara Jawa memiliki beberapa jenis sandhangan seperti sandhangan
Sandhangan ini digunakan untuk mengubah bunyi aksara dasar. Sandhangan swara terdiri
atas:
Sandhangan Swara
ꦶ Wulu i
ꦸ Suku U
ꦺ Taling è|é
ꦼ Pepet Ê
ꦺꦴ Taling tarung O
3.2.5.2. Sandhangan Panyigeg Wanda
Tanda bunyi pada Aksara Jawa yang digunakan sebagai penutup suku kata.
ꦂ Layar R
ꦁ Cecek Ng
ꦃ Wignyan H
Sandangan wyanjana atau disebut dengan sandhangan pambukaning pada aksara lain
Sandhangan Wyanjana
(kapratelakkakên)
ꦉ Pa Cerek re
ꦆ Nga Lelet le
Pada proses penyuntingan naskah dapat digunakan dua pengkajian yaitu pada penelitian
naskah tunggal dan penelitian naskah jamak. Naskah Serat Kawangidun-Pharait merupakan
naskah tunggal sehingga menggunakan penelitian naskah tunggal. Proses penelitian dapat
menggunakan 2 pilihan metode yaitu metode standar dan metode diplomatik. Penelitian pada
Metode standar atau yang biasa disebut sebagai metode biasa. Metode standar ini
digunakan untuk memudahkan pembaca maupun peneliti memahami secara keseluruhan topik
penelitian itu. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam metode standar ini antara lain:
1) Mentransliterasikan teks
Langkah kerja penelitian filologi yang digunakan oleh peneliti agar keaslian data tetap
1. Penelusuran naskah.
2. Memilih naskah melalui katalog yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu naskah Serat
Kawangidhun-Parait.
7. Membuat Glosarrium.