Anda di halaman 1dari 82

1

MODEL E-CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT

(E-CRM) DALAM MEMBANGUN LOYALITAS PELANGGAN

PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut UU No. 23 Tahun 2011, Pemerintah menyiapkan dua organisasi

atau wadah sebagai pengelola zakat, yakni BAZ (Badan Amil Zakat)

yangdibentuk oleh Pemerintah dan LAZ (LembagaAmil Zakat) yang dibentuk

oleh masyarakat yang terhimpun dalamormasataupun yayasan -yayasan. Badan

Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembagapengelola zakatyang

dibentukolehpemerintah, dari tingkat nasional sampai kecamatan.Untuk tingkat

nasional dibentukBAZNAS, tingkat provinsi dibentuk BAZNASProvinsi,tingkat

kabupaten/kota dibentuk BAZNAS Kabupaten/Kota dan tingkat

kecamatandibentuk BAZNAS Kecamatan. Organisasi BAZNAS di semua

tingkatan bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif (Kemenag RI, 2013).

Di tahun 2009 Forum Zakat (FOZ),yaitusalah satukoordinator

(asosiasi)zakatnasional,mencatat ada 421 organisasi pengelola zakat diIndo-

nesia. Jumlah itu terdiri, 1 Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), 18

LembagaAmilZakat(LAZ)Nasional,32BadanAmilZakat (BAZ) Provinsi,

lebihdari300BAZ kabupaten/kotadan lebihdari70LAZ baiktingkatprovinsi

maupun tingkatkabupaten/kota.Sampai tahun2011, PEBS-FEUImencatat

terdapat481OPZ diIndonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 1 Baznas dan


2

18LAZtingkatnasional,33BAZtingkat provinsidan 429BAZ tingkatkabu-

paten/kota. Jumlahinitidaktermasuk jumlahLAZ danBAZtingkat dikecamatan,

Unit Pengumpul Zakathingga pengelola-pengelola zakattradisional individual

berbasis masjid dan pesantren.

Ada banyak faktoryangmempengaruhitumbuhpesatnyaOPZ di Indonesia.

Karimdan Syarief (2008) mencatatfaktor-faktoryang mempenga- ruhi

menjamurnyaOPZ denganmem- bagimenjadifaktor penarik (pullfactor) danfaktor

pendorong (pushfactor). FaktorpenariktumbuhnyaOPZ di

Indonesiaantaralain:1)semangatmenyadarkanumat

(spiritofconsciousess)ataspenting danperlunyaberzakat, 2) semangat

melayanisecara profesional(spiritofprofessionalservices),3)

semangatberinovasimembantu mustahiq(spiritofinovation) dan 4) semangat

memberdayakan masyarakat (spirit of empowering).Sedangkan faktor

pendorongnya penghimpunandanazakatyang besar (huge market potential), 2)

regulasi yangmulai mendukung (friendly regulation), 3) infrastrukturITyang

menunjang (IT Infrastructure), dan 4) tingkatkesadaran masyarakatyang makin

meningkat (Awareness Increasing).

Pertumbuhan pesat OPZ diimbangi dengan pesatnya realisasi

penghimpunan dana zakat. Beberapafaktoryang diduga mempengaruhi

rendahnyarealisasi penghimpunan danazakatnasional (http://muslimdaily.net, 05-

08-2013). Faktor-faktor tersebutPertama, masyarakat belum

sepenuhnyapercayaterhadaplembaga amil zakat,dimana zakatnya disalurkan. Ada

beberapa alasan yang membuatmasyarakatmeragukan lembaga amilzakat,antara

lainadanya anggapanlembagaamilzakat berafiliasi dengan partaipolitik dan


3

lembaga (departemen agama) yang memiliki citra negatif (korupsi),lembaga

amil zakatbelum mempunyai database mustahiqyang akurat,sepakterjangnya di

tengah masyarakat belumdirasakan secara konkrit.Akibat dariketidakper- cayaan

tersebut,masyarakatkemudian mengeluarkanzakatnyalangsung kepada

mustahiq(kelompokpenerima). Kedua,masihbanyakdiantara kaum musliminyang

belummengerticara menghitung zakat,dankepadasiapa

zakatnyadipercayakanuntuk disalur- kan. Ketiga, lemahnyakerangkaaturan dan

institusional zakatsepertitidak adanya sanksiapapunbagiorang-orang yang tidak

mengeluarkan zakat. Halini berbedadenganpajak,yang jikatidak dibayar

bisadikenaisanksi.Keempat, masih rendahnyaefisiensidan efektivi- tas

pendayagunaan dana zakat lembaga zakatkurang berinovasidalampendaya-

gunaan.

PEBS-FEUI (2011)menyimpulkansetidaknyaada

3halsebagaipenyebabrendahnya penerimaandana zakat

nasional.Pertama,rendahnya kesadaran wajib zakat,rendahnya

kepercayaanterhadapBAZ-LAZ dan perilakupembayarzakatyang

masihamatkarikatif, yaituberorientasijangka pendek, desentralistis dan

interpersonal.Kedua, basiszakatyang tergalimasihterkonsentrasipada beberapa

jenis zakat tertentu seperti zakatfitrah dan zakat profesi.Ketiga,

masihrendahnyainsentif bagi wajib zakatuntukmembayar zakat.


4

1.2 Isu Penelitian

Rendahnya penerimaan zakatmenimbulkanberbagaipertentanganisu

baikditinjaudari isukontekstual isukontekstual maupun isukonseptual

danmetodologikal yang diuraikan berikut.

1.3 Isu Penelitian

a. Isu Kontekstual

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun

2010,totalpenduduk muslim Indonesia mencapai 87,18% dari 237.641.432

jiwaatausekitar 207jutajiwa(Kementerian Agama, 2012). Kondisi tersebut

mencerminkanbahwa Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar

dikarenakanmayoritaspenduduknyaberagamaIslam.

Dari keseluruhan penduduk muslim di Indonesia di estimasi kan

pendudukyangwajibmengeluarkanzakatmaalditampilkan

dalamtabel1.Dapatdilihatbahwarata-rata sekitar 39% dari totalpendudukIndonesia.

Tabel1.EstimasiPendudukyangWajibBerzakat
PendudukyangWajibZaka TotalPenduduk
Tahun
t Maal Indonesia
2011 95,643,555 244,808,254
2012 96,635,791 248,037,853
2013 96,632,204 251,268,276
2014 99,967,101 254,454,778
2015 100,133,823 257,563,815
Sumber:StatistikIndonesia2012-2016(BPS),
PendudukberdasarkanAgama(Kemenag, 2013) World
Development Indicator (World Bank, 2016). Data diolah
5

Grafik 1. Menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk yang

wajib zakat namun peningkatan potensi ini belum seiring dengan banyaknya dana

yang dihimpun oleh lembaga amil zakat. Hasil riset Baznas dan Fakultas Ekonomi

dan Manajemen InstitutPertanianBogor (FEM IPB) pada tahun 2011

menunjukkan bahwa potensizakat

nasionalmencapaiangka3,40%dariPDB,atausekitarRp217triliun.Namun,danazakat

yangdapatdihimpun olehBAZNASdanLembaga

AmilZakat(LAZ)masihsangatrendah,yaitubaru1%daripotensiyangada,atausekitar

Rp2,6triliun(MajalahZakatedisiMei-Juni2013).

Dari hasil riset tersebut dapat dilihat bahwa masih ada 99% potensizakat

nasionalyangbelumterserapolehlembagapengelolazakat. BAZNASdanLAZsebagai

lembaga pengelola zakat harus terus berusaha keras untukmeningkatkan

penerimaan zakat nasional. Peningkatan jumlah muzakki harusmenjadi perhatian

utama,namunLAZjugaharusberupayakerasuntukmempertahankan paramuzakki

yangtelahmembayarzakatnyamelaluiLembagaAmilZakat(LAZ).

Potensi kenaikan zakat ini dapat dilihat juga dari meningkatnya pendapatan

masyarakat Indonesia dalam tabel2. Yang

mencerminkanbesaranpendapatanperkapitadiIndonesiaperiode2011-2015. Dapat

dilihat bahwa nilai pendapatan per kapita penduduk Indonesia mengalami

peningkatanyang cukup signifikan dalam periode2011-2015.

Tabel2.Pendapatan perKapita Indonesia


Tahun Pendapatan Per Kapita (ribuan)
6

2011 21,867.70
2012 24,658.70
2013 26,527.00
2014 28,890.80
2015 31,360.30
Sumber : Statistik Indonesia 2012-2016 (BPS)

Secara keseluruhandapatdiproyeksikanbahwapotensipenerimaanzakatdi

Indonesiacukupbesar. Jikadilihatdarijumlahpendudukyang wajibberzakatyang

mengalami peningkatan setiap tahun dan juga pendapatan per kapita yang

nominalnya juga cukupbesar danmeningkatsetiaptahun maka potensipenerimaan

zakat jugadiestimasikanmengalami peningkatan.

Berikutadalah penerimaan zakatyang dipublikasikan oleh Badan AmilZakat

Nasional (BAZNAS) periode2011-2015.

Tabel3.Realisasi PenerimaanZakat Indonesia


Tahun RealisasiPenerimaan
2011 32,986,949,797
2012 40,387,972,149
2013 50,741,735,215
2014 69,865,506,671
2015 74,225,748,204
Sumber:LaporanPenerimaanZakatBada
nAmilZakatNasional2011-2015

Dari hasilperhitunganpotensidan realisasipenerimaan zakattersebutdapat

dilihat padagambar1berikut terjadiketimpanganyang cukup signifikan antara

potensi penerimaan zakat dengan realisasi danazakatyangditerima.


7

Gambar1PerbandinganPotensidan
RealisasiPenerimaanZakat

Meskipun dana zakat yang diterima setiap tahun mengalami peningkatan

namunnilainyakurangdari1%daribesaranpotensizakatsepanjangperiode2011-

2015.HaliniselarasdenganpendapatKhamisdkk(2014)yang menyatakanbahwa

mayoritas orang Muslim sangat memperhatikan pembayaran zakat fitrah, namun

tidak untuk zakat pendapatan atau zakat maal.

Ketimpanganantara potensizakatdanrealisasizakatyang diterimabertolak

belakang denganfakta bahwaIndonesiamerupakannegaradenganpendudukMuslim

terbesardidunia,denganhampir87.5%pendudukMuslim. Ketimpanganantara

potensidanrealisasizakatberkisarpada0.06%padatahun2011,0.068%padatahun

2012,0.075%padatahun2013,0.089%padatahun2014,dan0,09%padatahun 2015.

Siswantoro dkk (2012) danMukhlisdkk (2013) menyebutkan bahwa mayoritas

pendudukMuslimdi Indonesiamasihenggandankurang termotivasi untuk

membayar zakat, terutama zakat maal.

Salah satukemungkinanutama adanya ketimpangantersebutadalah realitas

bahwamasihbanyakmuzakidiIndonesiayang membayarkanzakatnyatanpamelalui

lembagazakat,namunlangsung kepadamustahiqsehinggahaltersebutmenyebabkan

pembayarandatadarimuzakitidakterdata olehpengelola zakat(Uzaifah2007:135,


8

Infoz2011:21,Huda danSawarjuwono:2013).Rendahnyakepercayaanmasyarakat

terhadaplembaga pengelola zakatjuga dapatmenjadipenyebabkesenjanganantara

besaranpotensizakatdannominalzakatyangditerima.Profesionalismelembaga

zakatdanhasilpengelolaanzakatyang tidakterpublikasikepadamasyarakatluas

adalah hal yang membuat kepercayaan masyarakat rendah terhadap lembaga

pengelola zakat (Hafiduddin;2011, Wahid dkk;2009). Hal ini menunjukkan

kepatuhanmasyarakat dalammembayar zakat berbanding lurusdenganperandari

institusipengelola zakat.

Peningkatanprofesionalisme lembaga zakat,melalui peningkatan

mutupelayanandalamhaltransparansipengelolaan,sosialisasi,dan administrasi,

akan meningkatkan preferensi masyarakat untuk membayar zakat

melaluilembaga tersebutdandampaknyaakandapatmeningkatkankepatuhan

muzakki dalam membayar zakat (Mukhlis et .al 2013).

Jika kepatuhan muzakkiuntukmembayar zakatmengalamipeningkatandan

preferensiterhadaplembaga zakat semakintinggi,maka muzakkiakanlebihbanyak

membayarkan zakatnyamelaluilembaga zakat.Denganmakinbanyaknyamuzakki

yangmembayarzakat melalui lembagazakat, hal itu akan tercatat olehinstitusi

pengelola zakat,penerimaanzakatbisameningkatseiring denganpotensizakatyang

cukupbesar diIndonesia. Sebagaiupaya untukpeningkatan penerimaanzakat,perlu

adanyatindakandanlangkahyang nyatauntukdapatmempengaruhiorang untuk

membayar zakatterutama melaluilembaga zakat.Denganmembayar zakatmelalui

lembagazakat,pendayagunaanzakatakanlebihoptimaljikadibandingkandengan

membayar secara langsung kepada mustahiq (Huda, Sawarjuwono;2013). Upaya

untukmempengaruhiorang dapatdilakukandalambanyak saranaantaralaindengan


9

menyediakaninformasiyang sesuaidanselalu update,seminar,kampanye,danjuga

diskusi terbukatentangisu-isu terkini dari zakat (Syahrullah dan Ulfah;2016).

Upaya untukmempengaruhi muzakkiagar membayar zakatmelaluilembaga

zakat juga dapat diterapkan untuk meningkatkan pemahaman muzakki

akan kewajiban zakat. Salah satu penyebab rendahnya zakat yang dihimpun

juga disebabkanolehrendahnyapemahamankewajibanzakatolehmuzakki(IMZ dan

PEBS:2009, Infoz:2011, Syahrullah dan Ulfah:2016). Edukasi tentang

kewajiban zakat menjadi sebuah keharusan untuk meningkatkan penerimaan

zakat. Namun demikiandalam melakukanedukasitentang

zakattidakhanyamenekankankepada

aspekkeagamaan.MukhlisdanBeik(2013)menyatakanbahwa kepatuhanseseorang

dalammembayar zakatbukanhanyadilandasioleh faktorkeagamaan,keimanan,

pemahaman tentang ilmu agama dan juga tentang pahala dan dosa, namun juga

tentang kepeduliansosialdankepuasaandiri.Sehinggasetiapmuzakkiseharusnya

diberikanedukasitentangpentingnyamembayarzakatdarisegispiritual,ekonomi

danjugatanggung jawabsosialterutamabagimasyarakatyang membutuhkan

(Syahrullah dan Ulfah, 2016)dalam upayapeningkatan penerimaan danazakat

Potensi Zakat yang besar belum terserap secara maksimal. Menjadi

kewajiban seluruh umat Islam untuk membangkitkan kesadaran zakat pada

orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat untuk mewujudkan keadilan dan

kesejahteraan ekonomi umat. Untuk meningkatkan kesadaran orang membayar

zakat pada lembaga Amil zakat perlu adanya customer relationship

marketing(CRM) dan kualitas layanan yang tepat untuk diterapkan.

Zakatakan mengurangi beban umat, membawa umat lebih dekat,


10

menyatukan umat dan mengembangkan umat. Dampak dari kebutuhan zakat

harus dikembalikan untuk kepentingan sosial ekonomi umat Islam. Ajaran asli

Islam tentang zakat, termasuk mekanismenya, mampu dalam menentukan

dampaknya pada umat. Kemauan dan loyalitas umat perlu diangkat ke dasar

aslinya dalam Islam Haron et. al(2010).

Penggunaan transaksi berbasis internet di negara-negara berkembang telah

menjadi fenomena yang semakin signifikan dalam beberapa tahun terakhir Amin,

(2016); Larsson & Viitaoja, (2017); Wu, (2011), dan pengalaman layanan

eletronik tampaknya berbeda dari pengalaman layanan non-elektronik. Dengan

menggunakan internet, pelanggan dapat menelusuri situs webnya melalui

perangkat yang terhubung secara elektronik seperti komputer, ponsel, tablet

seluler, dll., Untuk mencari informasi, melakukan transaksi dan mengajukan

pertanyaan. Semua pengalaman ini mempengaruhi kualitas layanan yang

diharapkan dan dirasakan pelanggan (Amin, 2016; Valmohammadi & Beladpas,

2014; Wu, 2011), yang nantinya akan berdampak pada kepuasan dan loyalitas

mereka Thakur, 2016; Zeithaml et al, 2012). Namun, untuk mencapai hasil yang

disebutkan di atas diperlukan manajemen hubungan yang baik dengan pelanggan.

Dengan berkembangan internet yang pada decade terakhir ini juga

berpengaruh terhadap lembaga amil zakat di Indonesia, sejak tahun 2016

beberapa lembaga amil zakat mulai menggunakan fasilitas digital dalam

penghimpunan dana zakatnamun pada tahun ini masih nol persen. Pada 2017,

sekitar 5% dana yang dihimpun sudah melalui layanan digital. Memasuki 2018,

jumlah semakin meningkat menjadi 8%. 2019 mencapai 13%.(Pikiran

rakyat.com 2020).
11

Peran lembaga amil zakat melalui penerapan aktivitase-CRMsangat

dibutuhkan untuk memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan menuju

peningkatan kualitas hidup kesejahteraan. Hal ini akan membuat lembaga zakat

menjadi institusi ekonomi strategis yang lebih produktif yang dapat

menguntungkan bagi komunitas.

b. Isu Konseptual

E-CRM didefinisikan sebagai pemasaran hubungan 'yang berpusat pada

teknologi dan keuntungan berikutnya, menggabungkan taktik manajemen

hubungan pelanggan (CRM) tradisional dan aplikasi pasar bisnis elektronik yang

digunakan oleh organisasi untuk menjaga hubungan pelanggan (Dubihlela dan

Khosa, 2014; Harrigan, Ramsey dan Ibbotson, 2012; Keshvari, 2012; Kim- Soon

dan Zulkifli, 2012; Salehi et al., 2015). Teknologi berbasis web menggunakan

Internet untuk memungkinkan organisasi menarik pelanggan baru, menganalisis

preferensi dan perilaku mereka, menyesuaikan layanan dukungan sambil

meningkatkan layanan dan menghargai manfaat, mempertahankan pelanggan,

dan membuat taktik untuk mendorong loyalitas. (Ata dan Toker, 2012).

Intinya, e-CRM digunakan oleh staf di semua tingkat bisnis untuk

memungkinkan mereka berinteraksi dengan pelanggan secara elektronik (Lam,

Cheung dan Lau, 2013; Tauni, Khan, Durrani dan Aslam,2014). Teknologi

internet dan web memfasilitasi implementasi e-CRM (Dolly dan Pruthi,2014;

Kűster, Vila dan Canales, 2016), karena mereka adalah platform interaksi

berbasis web antara institusi dan pelanggan mereka (Abdulfattah, 2012; Grover,

2011). Oleh karena itu, fitur yang membentuk e-CRM tetap penting untuk

mengelola hubungan pelanggan secara online, dan membangun serta


12

mempertahankan loyalitas. Fitur-fitur ini termasuk situs web konkret atau alat

berbasis Internet yang diintegrasikan ke dalam organisasisistem, yang, jika

disesuaikan dengan benar, memungkinkan interaksi yang diperlukan dengan

pelanggan (Grover,2011). Dengan demikian, hubungan dengan pelanggan tidak

dapat diwujudkan melalui Internet tanpa e-CRM yang efektif, dan untuk berhasil,

manajemen hubungan, oleh karena itu, tetap merupakan inisiatif yang

membutuhkan komitmen, pola pikir yang benar, dan etos CRM strategis yang

menyeluruh (Govender, 2004).

Beberapa peneliti (Ata dan Toker, 2012; Azila dan Noor, 2011; Salehi et

al., 2015) telah menyarankan bahwa banyak keuntungan bisnis yang diperoleh

dari penerapan e-CRM, yang meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Berdasarkan penjelasan di atas, makalah ini membahas bagaimana bank

komersial dapat menggunakan teknologi dan e-CRM untuk mengelola hubungan

pelanggan dan mencapai loyalitas pelanggan.

Ada banyak literatur yang menunjukkan bukti bahwa sikap adalah variabel

penting yang berhubungan dengan perilaku tertentu. Dimulai dengan Ajzen

(1991), penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa bukti empiris yang

mendukung hubungan antara sikap terhadap perilaku dan niat untuk melakukan

perilaku. Literatur tentang perilaku kepatuhan perpajakan telah memberikan

bukti empiris yang mendukung pengaruh sikap terhadap perilaku terhadap niat

untuk melakukan perilaku tertentu. Penelitian di bidang kepatuhan pajak yang

menggunakan sikap terhadap perilaku antara lain Hite (1988), Niemirowski,

Baldwin, & Wearing (2003), Ghosh & Crain (1995), Kasipillai dan Hijattullah

(2006), Marti, Wanjohi dan Magutu (2010) , Loo, MacKerchar dan Handsford
13

(2010), Natrah (2011), Randlane (2012), dan Trivedi, Shehata dan Mestelman,

(2005).

Studi oleh Hite (1988), Niemirowski, Pauline (2003), Ghosh & Crain

(1995), Kasipillai dan Hijattullah (2006), Marti, Wanjohi dan Magutu (2010),

Loo, MacKerchar dan Handsford (2010), Randlane (2012) , dan Trivedi, Shehata

dan Mestelman, (2005) menemukan temuan serupa bahwa sikap mempengaruhi

kepatuhan. Namun, mereka berbeda dalam hal definisi sikap. Loo, MacKerchar

& Handsford (2010) dan Randlane (2012) mendefinisikan sikap sebagai sikap

terhadap pemerintah atau negara, sedangkan penelitian lainnya memandang sikap

sebagai sikap terhadap perilaku kepatuhan membayar pajak.

Dalam konteks zakat, Raedah et.al (2011) menunjukkan bahwa sikap tidak

hanya berpengaruh signifikan terhadap perilaku kepatuhan perpajakan tetapi juga

perilaku kepatuhan berzakat. Kamil (2002) menemukan bahwa hukum zakat,

kualitas layanan, sikap, eksposur promosi, pengetahuan, kualitas layanan dan

religiusitas merupakan variabel yang signifikan mempengaruhi pembayaran

zakat di kalangan pegawai negeri di Kedah. Temuan ini didukung oleh Zainol

(2008) yang menemukan bahwa variabel sikap antara lain kelompok rujukan

intim, kelompok rujukan pasangan, penegakan hukum, religiusitas, hukum,

kualitas pelayanan, kredibilitas perusahaan, self-efficacy dan pengetahuan

merupakan faktor-faktor penting yang berhubungan. terhadap niat perilaku

kepatuhan zakat.

Kepercayaan memiliki hubungan yang positif dengan Komitmen dan Niat

(Morgan & Hunt, 1994; Anderson & Weitz, 1989). Dengan cara yang sama,

beberapa ahli berpendapat bahwa peningkatan kepercayaan dan saling


14

ketergantungan merupakan faktor utama yang meningkatkan komitmen anggota.

(Kumar et al., 1995; Ganesan, 1994; Anderson& Weitz, 1989). Jadi, diharapkan;

kepercayaan akan mempengaruhi niat.

Sebelumnya sebagian besar studi yang dilakukan tentang Zakat berfokus

pada berbagai bidang termasuk akuntansi(Ismail dan Sanusi, 2004; Abdul

Rahman, 2003), teoritis (Tarimin, 1995; Mujitahir,(2003), kesadaran Muslim dan

perilaku pembayaran (Ahmad et al., 2005; Nor, Wahid, dan nor(,2004; Idris dan

Ayob, 2002) dan hukum dan kepatuhan (Idris, Ali, dan Ali, 2003; Ahmad,

(2004). Namun, ternyata hanya sedikit penelitian yang meneliti kinerja lembaga

zakat. Noor et al., (2005) fokus pada kinerja penghimpunan dan penyaluran

Zakat. Nor Ghani, Mariani, Jaafar dan Nahid (2001) dan Ahmad et al., (2005)

melakukan studi tentang privatisasi dan kinerja lembaga zakat. Norazlina dan

Abdul Rahim (2013) fokus pada efisiensi penyelenggaraan zakat dalam konteks

Malaysia. Beberapa fokus pada perilaku kepatuhan (Saad 2012, Saad dan Haniffa

2014; Zainol 2009, Zulkifi dan Sanep 2011, Kamil 2002). Namun pembahasan

tentang e-CRM,attitude,trust terhadap niat menggunakan e-zakat dengan

menggunakan relegiusitas sebagai moderator masih terbatas di lingkungan zakat

dan belum ditemukan dalam literatur.

Religiusitas memainkan peran penting dalam mempengaruhi etika

masyarakat (Maisarah, Porter, & Woodbine,2009) dan juga kehidupan

masyarakat (Tiliouine, Cummins, & Davern, 2009; Khraim, 2010). Spiritualitas

ditemukan memiliki korelasi positif yang signifikan dengan kepuasan hidup

(Anderson & Costello, 2009). Ini didukung oleh Tiliouine et al. (2009) yang

menemukan bahwa religiusitas meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap


15

kehidupan. Religiusitas juga ditemukan mampu mencegah remaja terlibat dalam

perilaku berisiko. Temuan ini ditemukan oleh Steven Eric Krauss et al. (2005)

yang mencoba membangun Indeks Pribadi Religiusitas Muslim (MRPI) dan

memberikan bukti empiris yang menunjukkan bahwa religiusitas mencegah

remaja untuk terlibat dalam perilaku berisiko.

Demikian pula Paus & Raihana (2010) meneliti peran religiusitas. Studi

tersebut menyimpulkan bahwa agama memainkan peran yang sangat penting

dalam kehidupan masyarakat. Semua agama pada umumnya memiliki tujuan

yang sama dalam mempromosikan perilaku baik dan mencegah perilaku buruk.

Oleh karena itu, religiusitas pada gilirannya mempengaruhi cara orang

melakukan perilaku tertentu (Kamil et al., 2012). Temuan ini dibantah oleh

Kurpis, Beqiri, & Helgeson (2008) yang mempelajari hubungan antara komitmen

untuk perbaikan diri moral, religiusitas, pengenalan masalah etika, dan niat.

Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap

peningkatan diri moral berhubungan positif dengan religiusitas, ditemukan

bahwa religiusitas bukanlah prediktor yang baik persepsi pentingnya etika,

pengenalan masalah etika, dan niat perilaku etis.

Ada banyak penelitian yang telah meneliti dampak religiusitas di banyak

bidang termasuk kepatuhan pajak. Studi semacam itu termasuk Kamil (2002),

Torgler (2003), Zainol (2008), Hairunnizam (2012), Kamil et al. (2012), Nur

Barizah & Hafiz Majdi (2010), Mohd Rizal, Mohd Rusyidi dan Wan Fadillah

(2013), Ram Al Jaffri (2010), Mohd Rahim dkk. (2011), Kamil, Zainol dan Ram

(2011), Kamil, Zainol dan Ram (2012), Raihana (2012) dan Raihana (2013).

Studi empiris menunjukkan bahwa religiusitas memiliki pengaruh penting bagi


16

kehidupan pembayar zakat maupun penerimanya (Hairunnizam, 2012). Kamil

dkk. (2012) mengkonstruksi pengukuran religiusitas Islam dan menemukan

bahwa hal tersebut berperan signifikan dalam mempengaruhi kepatuhan berzakat

pendapatan. Temuan ini didukung oleh Nur Barizah & Hafiz Majdi (2010) yang

menemukan bahwa religiusitas merupakan faktor signifikan yang mendorong

kepatuhan berzakat.

Temuan ini juga didukung oleh Raihana (2012) yang menemukan bahwa

religiusitas berpengaruh positif terhadap kesediaan wajib pajak untuk mematuhi

peraturan perpajakan di Malaysia. Demikian pula, Raihana (2013) menemukan

bahwa religiusitas adalah variabel independen yang signifikan secara statistik

yang mempengaruhi kepatuhan pajak sukarela tetapi tidak pada kepatuhan pajak

yang ditegakkan. Dukungan lebih lanjut dari temuan ini diberikan oleh Mohd

Rizal, Mohd Rusyidi dan Wan Fadillah (2013) yang menemukan bahwa

religiusitas merupakan faktor yang signifikan yang membuat wajib pajak

bertanggung jawab atas kepatuhan pajak. Demikian pula, Torgler (2003)

menemukan bahwa ada korelasi yang kuat antara religiusitas dan moral pajak

yang menunjukkan bahwa religiusitas meningkatkan moral pajak.

Ada beberapa studi yang meneliti pengaruh religiusitas terhadap kepatuhan

zakat. Kamil, et.al (2012) menyimpulkan bahwa komponen pengukuran

religiusitas memiliki empat dimensi. Dengan menggunakan analisis regresi,

penelitian ini menemukan bahwa pemilik bisnis yang sangat religius juga lebih

cenderung untuk mematuhi hukum zakat dan bahwa religiusitas memainkan

peran penting dalam perilaku kepatuhan zakat. Temuan ini lebih jauh didukung

oleh Kamil, Zainol dan Ram (2011) yang menunjukkan bahwa religiusitas
17

berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan terhadap hukum zakat di

kalangan pemilik usaha. Namun temuan ini dibantah oleh Kamil (2002) yang

menemukan bahwa religiusitas berpengaruh negatif terhadap pembayaran zakat

pada pegawai negeri di negara bagian Kedah. Namun, Zainol (2008) menemukan

bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor signifikan yang berhubungan

positif dengan niat berperilaku kepatuhan zakat. Namun menurut Ram Al Jaffri

(2010) variabel moderasi religiusitas berpengaruh signifikan terhadap hubungan

antara norma subjektif dan niat.

Memperhatikan kurangnya penelitian di bidang E-CRM dan kepuasan

pelanggan, Feinberg dan Kadam (2002) menyelidiki hubungan antara fitur E-

CRM dan kepuasan pelanggan. Mereka menekankan bahwa perusahaan

seharusnya hanya mengintegrasikan fitur E-CRM yang penting di situs web

mereka untuk kepuasan pelanggan dan dengan cara ini perusahaan dapat

memangkas biaya. Shih (2004) dan Wixdom dan Todd (2005) meneliti faktor-

faktor seperti 'kemudahan penggunaan' dan 'kegunaan' sebagai penentu kepuasan

dalam konteks online; Devaraj et al., (2002) berpendapat bahwa kegunaan dan

kemudahan penggunaan belanja online, diikuti oleh biaya ekonomi yang rendah

dan kualitas layanan merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen

dan akibatnya menentukan preferensi saluran mereka. Feinberg et al., (2002)

menemukan bahwa kurangnya hubungan antara fitur E-CRM dan hasilnya dapat

menjadi penyebab kegagalan implementasi E-CRM. Mereka selanjutnya

berpendapat bahwa kurangnya literatur yang menunjukkan berapa banyak fitur

E-CRM yang harus tersedia di situs web dapat menyebabkan pengecer mengisi
18

halaman web dengan fitur sebanyak mungkin dan mereka dapat menghabiskan

banyak uang untuk fitur yang tidak penting atau tidak relevan bagi pelanggan.

c. Isu Metodologikal

Isumetodologispada risetini fokuspada trust yang dimoderasi dengan

relegiusitas yangdiukurdenganpengguna e-zakat ,sesuai

denganimplikasihasil,Zainol (2008) menemukan bahwa religiusitas merupakan

salah satu faktor signifikan yang berhubungan positif dengan niat berperilaku

kepatuhan zakat. Menurut Ram Al Jaffri (2010) variabel moderasi religiusitas

berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara norma subjektif dan niat.

Demikian pula Paus & Raihana (2010) meneliti peran religiusitas. Studi

tersebut menyimpulkan bahwa agama memainkan peran yang sangat penting

dalam kehidupan masyarakat. Semua agama pada umumnya memiliki tujuan

yang sama dalam mempromosikan perilaku baik dan mencegah perilaku buruk.

Oleh karena itu, religiusitas pada gilirannya mempengaruhi cara orang

melakukan perilaku tertentu (Kamil et al., 2012).

Namun temuan ini dibantah oleh Kamil (2002) yang menemukan bahwa

religiusitas berpengaruh negatif terhadap pembayaran zakat pada pegawai negeri

di negara bagian Kedah. Kurpis, et.al (2008) yang mempelajari hubungan antara

komitmen untuk perbaikan diri moral, religiusitas, pengenalan masalah etika, dan

niat. Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap

peningkatan diri moral berhubungan positif dengan religiusitas, ditemukan

bahwa religiusitas bukanlah prediktor yang baik pada persepsi pentingnya etika,

pengenalan masalah etika, dan niat perilaku etis.


19

Secara khusus, hasil studi mereka mengiplikasikan bahwa perbedaan

pengaruh relegiusitas pada niat menggunakan lembaga amil zakat, dimana yang

mendukung pengaruh religiusitas yakni Zainol (2008),Ram Al Jaffri (2010),Paus

& Raihana (2010) namun dibantah olehKamil (2002) yang menemukan bahwa

religiusitas berpengaruh negatif terhadap pembayaran zakat pada pegawai negeri

di negara bagian Kedah dan penelitianKurpis, et.al (2008) yang mempelajari

hubungan antara komitmen untuk perbaikan diri moral, religiusitas, pengenalan

masalah etika, dan niat. Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

komitmen terhadap peningkatan diri moral berhubungan positif dengan

religiusitas, ditemukan bahwa religiusitas bukanlah prediktor yang baik pada

persepsi pentingnya etika, pengenalan masalah etika, dan niat perilaku etis.

Selain pengujian peran moderasi religiusitas, moderasi risk perceived juga

menjadi perhatian Penulis juga menemukan bahwa browser merasakan risiko

finansial, waktu kenyamanan, dan psikologis yang jauh lebih besar daripada

pembeli berat dan sedang. Pavlou (2003) menemukan bahwa ketika subjek

melihat bahwa terdapat sedikit ketidakpastian perilaku dan lingkungan, mereka

dapat merasakan kontrol yang lebih besar atas transaksi online, yang dapat

meningkatkan penggunaan saluran online.

Menurut Hampton-Sosa dan Koufaris (2005), risiko yang dirasakan adalah

hasil dari ketidakpastian yang berkaitan dengan potensi atau hubungan yang ada

yang membutuhkan kepercayaan pada sebuah situs web.Yousafzai dkk. (2010)

menyelidiki berbagai model yang bertujuan untuk menjelaskan penerimaan

pengguna terhadap teknologi dalam konteks internet banking. Di antara model,

Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991), yang merupakan perpanjangan dari


20

Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1975), membahas kontrol

perilaku yang dirasakan. Menurut Ajzen (1991), kontrol perilaku yang dirasakan

muncul dari keyakinan kontrol yang menangani sumber daya dan peluang yang

tersedia atau tidak tersedia dan antisipasi hambatan untuk merealisasikan

perilaku sasaran, seperti penerapan internet banking.

Disisi lain Tanti Handriana (2016) melakukan riset tentang Analisis

kepercayaan donor dan komitmen hubungan dalam Lembaga amil zakat di

Indonesia dengan vareabel nilai yang di bagi, hubungan pemasaran investasi,

kepercayaan, komitmen niat masa depan,memilikiperbedaanpenggunaan

sampeljikadibandingkandengan riset ini.

1.3 Perumusan Masalah

Memperhatikaninkonklusi hasil pengaruh variabelanteseden relegiusitas

yangberimbaspada niat menggunakan e-zakat pada lembaga amil zakatsesuai

denganhasilstudi sebelunya Zainol (2008), Ram Al Jaffri (2010), Paus &

Raihana (2010) Kamil (2002),Kurpis, et.al (2008), serta gapkontektual yaitu

besarnya potensi zakat di Indonesia namun realisasinya masih rendahnya

masyarakat yang berzakat melalui lembaga amil

zakatmakaperumusanmasalahpada riset ini yang dibuatdalam

beberapapertanyaanpenelitian, yaitu :

1. Apakah Pre-servis berpengaruh terhadap sikap (attitude)?

2. Apakah At-servis berpengaruh terhadap sikap (attitude)?

3. Apakahpost-servisberpengaruh terhadap sikap (attitude)?

4. Apakah trust berpengaruh signifikan terhadap sikap (attitude)?


21

5. Apakah trust berpengaruh kepatuhan membayar e-zakat yang dimoderasi

Religiosity?

6. Apakah attitudeberpengaruh signifikan terhadap kepatuhan membayar e-

zakat yang dimoderasi risk perceived?

7. Apakah usagee-zakat berpengaruh positif pada satisfaction customer zakat di

Lembaga Amil Zakat?

8. Apakah satisfaction secara signifikan mempengaruhi loyalty customer

membayar zakat di Lembaga Amil Zakat?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menguji pengaruh pre-servis terhadap sikap (attitude)

2. Menguji pengaruh at-servisterhadap sikap (attitude)

3. Menguji pengaruh post-servis terhadap sikap (attitude)

4. Menguji pengaruh trust terhadap sikap (attitude)

5. Menguji pengaruh trust terhadap kepatuhan membayar e-zakat yang

dimoderasi religiosity

6. Menguji pengaruh attitudeterhadap kepatuhan membayar e-zakat yang

dimoderasi risk perceived

7. Menguji pengaruh usagee-zakat terhadap satisfaction

8. Menguji pengaruh satisfactionterhadap loyalty

1.5 Keaslian dan Kebahuruan Penelitian

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan


22

peneliti sekarang adalah pada peneliti sebelumnya menguji pengaruh e-CRM

terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan Bank di Kenya dengan tiga variable

e-CRM yakni pre-servis feature,at-service features dan post-service feature.

Serta variable satisfaction dan loyalty. Model penelitian ini mengembangkan

model e-CRM yang diadopsi dari Eric. Man’unyi dkk,(2018).

Nilai keaslian dan kebaruan penelitian ini terdapat pada kajian peran

variabel trust yangdi moderasi relegiusitas terhadap niat pembayaran e-zakat

pada lembaga amil zakat, walaupun sebelumnya ada riset yang menguji tentang

relegiusitas pada lembaga amil zakat namun masih ada perbedaan hasil.

1.6. Kontribusi Penelitian

1. Hasilpenelitianinidiharapkandapatdijadikanbahanrujukanbagiakademisi

danpenelitiselanjutnyadalam melakukanpenelitian-penelitianlanjutanyang

berkaitandengan e- CRM dalam membangun loyalitas pada lembaga amil zakat..

2. Penelitianinijugadiharapkandapatmemberikankontribusipraktikalagar

pemerintahdan pihak-pihakterkait,mengevaluasiperaturanyanglama, dan

sekaligus sebagai bahanpertimbangandalammembuat peraturanbaru,terkait

dengan e- CRM dalam membangun loyalitas pada lembaga amil zakat..

3. Penelitianinidiharapkandapatmemberikankontribusiuntukmengembangkan

modele- CRM dalam membangun loyalitas pada lembaga amil

zakat,sehinggadiharapkanlembaga amil zakatterusberkomitmen.


23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori dan Kerangka Pikir

2.1.1Teori Relationship Marketing

Relation Marketing merupakan suatu konsep yang mendasarkan diri pada

teori pertukaran social, yang mulai banyak didiskusikan dan diteliti pada tahun
24

1980an. Bisa dikatakan sebagai difinisi paling awal dikemukan oleh Berry (1983)

dalam Morgan dan Hunt (1994) bahwa relationship marketing merupakan strategi

untuk menarik, memelihara, dan mempererat hubungan dengan pelanggan dan

mitra lain dengan keuntungan dapat terwujud dari masing –masing pihak terkait.

Islam mengatur hubungan manusia dalam berbagai aspek sosial/

muamalah (perdagangan, leasing, utang, dll). Syariah merangkum semua aspek

kehidupan, baik ritual maupun sosial. Oleh karena itu, keterampilan komunikasi

sosial dan argumentasi dalam menyampaikan informasi tentang keberadaan,

fungsi, dan peran Islam dalam mengatur hubungan manusia dalam kehidupan

adalah tanggung jawab bersama setiap individu Muslim sesuai dengan

kemampuan dan keahlian ekonomi dan sosial mereka (Hasan, 2014). Ekonomi

dan tatanan sosial juga ada di lembaga keuangan Islam dalam transaksi ekonomi

di bawah konsep kepercayaan/ keyakinan (QS. Al Baqarah: 283; Muhamad,

2002). Hubungan pemasaran melibatkan kegiatan yang bertujuan untuk

mengembangkan hubungan jangka panjang antara organisasi dan pelanggan untuk

saling menguntungkan (Lovelock dan Wright, 2002). Konsep interaksi pemasaran

menjelaskan bahwa bisnis dapat membangun hubungan dengan satu atau beberapa

jenis ikatan, yaitu ikatan keuangan, ikatan sosial, dan ikatan struktural (Zeithaml,

2013).

2.2Customer Relationship Management (CRM)

2.2.1 Definisi Customer Relationship Management (CRM)

MenurutKristoffersen et al., (2004),CRM didasarkan pada

pengembangan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.Customer

Relationship Management (CRM) dipandang sebagai strategis, berorientasi pada


25

proses, lintas fungsi dan menciptakan nilai bagi pembeli dan penjual, serta sarana

untuk mencapai kinerja keuangan yang unggul (Lambert, 2004; Boulding et al.,

2005; Payne and Frow, 2005; Bohling et al., 2006). Zablah et al., (2004)

mendefinisikan CRM sebagai strategi aspek yang sangat luas, filosofi, dan

kemampuan, yang semuanya diperlukan untuk implementasi CRM yang sukses.

Smith (2001) mendefinisikan CRM sebagai strategi bisnis yang dikombinasikan

dengan teknologi untuk mengelola siklus hidup lengkapdan pemasaran berbasis

data. Bruhn (2003) menunjukkan bahwa, CRM harus dicapai selama siklus hidup

pelanggan untuk mencapai tujuannya yaitu untuk mengoptimalkan nilai

pelanggan.

Menurut Bradshaw dan Brash, (2001); Massey et al., (2001)CRM adalah

pendekatan manajemen untuk mengidentifikasi, menarik, mengembangkan dan

mempertahankan hubungan yang sukses dari waktu ke waktu untuk meningkatkan

retensi pelanggan yang menguntungkan

Dari pengertian-pengertian diatas secara garis besar definisi CRM fokus

pada hubungan antara perusahaan dan pelanggannya. Menurut Sheng (2002),

tujuan utama CRM adalah akuisisi dan retensi pelanggan. Fayerman (2002)

berpendapat bahwa ada tiga bidang utama CRM, yaitu:1) CRMoperasional

mendukung proses front-office, mis. staf di call center; 2) CRM Analitik dibangun

berdasarkan CRM operasional dan menetapkan informasi tentang segmen

pelanggan, perilaku, dan nilai,menggunakan metode statistik . 3) CRM kolaboratif

berkonsentrasi pada integrasi pelanggan menggunakan campuran saluran interaksi

yang terkoordinasi (manajemen multi-channel).


26

2.2.2 Manfaat Customer Relationship Management (CRM)

A Krueger (2000) menyatakan bahwa tujuan utama CRM adalah untuk

membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan untuk meningkatkan

nilai saham untuk kedua belah pihak. Organisasi yang mengadopsi CRM dapat

melakukannya untuk berbagai manfaat, terutama meningkatkan retensi pelanggan

dan loyalitas pelanggan. Menurut Swift (2001), perusahaan dapat memperoleh

banyak manfaat dari implementasi CRM. Manfaat umumnya biaya lebih rendah

untuk merekrut pelanggan, profitabilitas pelanggan yang lebih tinggi, peningkatan

retensi pelanggan loyalitas, pengurangan biaya penjualan dan evaluasi

profitabilitas pelanggan.

Secara khusus, pelanggan mendapat manfaat dari keyakinan bahwa

mereka menghemat waktu dan uang serta menerima informasi yang lebih baik dan

perlakuan khusus (Kassanoff, 2000). Lebih lanjut, terlepas dari saluran atau

metode yang digunakan untuk menghubungi perusahaan, apakah itu Internet,

pusat panggilan, perwakilan penjualan atau pengecer, pelanggan menerima

layanan yang konsisten dan efisien yang sama. Creighton, 2000). Lebih lanjut,

Mohammad (2001) berpendapat bahwa CRM memungkinkan perusahaan untuk

mengumpulkan dan mengakses informasi tentang sejarah pembelian pelanggan,

preferensi, keluhan, dan data lainnya, sehingga mereka dapat lebih mengantisipasi

apa yang diinginkan pelanggan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan loyalitas

pelanggan.

Bygstad (2003) menyatakan bahwa CRM juga berorientasi pada proses

dan fokus pada perubahan dramatis dan mendasar. Dengan demikian, CRM adalah

filosofi bisnis yang memungkinkan perusahaan untuk memahami kebutuhan dan


27

persyaratan pelanggan berdasarkan sejarah dan preferensi mereka, yang akan

membantu perusahaan untuk mengantisipasi perilaku masa depan mereka.

2.2.3 Komponen pada CRM

CRM adalah kombinasi proses,orang, teknologi, dan manajemen yang berupaya

memahami pelanggan perusahaan. komponen sistem CRM adalah sebabagai

berikut :

1. Faktor Teknologi

Aplikasi teknologi CRM menghubungkan fungsi front-office, misalnya :

penjualan, pemasaran dan layanan pelanggan dan fungsi back-office, misalnya:

keuangan, operasi, logistik, dan sumber daya manusia dengan titik sentuh

pelanggan perusahaan (Fickel, 1999). Titik sentuh perusahaan dapat mencakup

Internet, email, penjualan, surat langsung, operasi pemasaran jarak jauh, pusat

panggilan, iklan, faks, toko, dan kios. Titik sentuh ini dikendalikan oleh sistem

informasi yang terpisah (Eckerson dan Watson, 2000). Aplikasi CRM

mendapatkan manfaat penuh dari teknologi informasi (TI) dengan kemampuan

mereka untuk mengumpulkan dan menganalisis data pada pola pelanggan,

menafsirkanperilaku pelanggan, mengembangkan model prediksi,merespons

dengan komunikasi khusus yang tepat waktu dan efektif serta memberikan nilai

produk dan layanan kepada masing-masing pelanggan.

Dorongan menuju teknologi CRM yang lebih baik adalah hasil alami

dari pencarian oleh bisnis untuk produktivitas dan efisiensi yang lebih besar dalam

operasi yang dihadapi pelanggan seperti penjualan, pemasaran, layanan pelanggan

dan dukungan (Greenberg, 2004)

2. Proses Bisnis
28

CRM adalah model bisnis yang berpusat pada perusahaan dan berpusat

pada pelanggan yang harus dibangun di sekitar pelanggan. Ini adalah upaya

berkelanjutan yang membutuhkan pendesainan ulang proses bisnis inti mulai dari

perspektif pelanggan dan melibatkan umpan balik pelanggan. Dalam pendekatan

yang berpusat pada pelanggan, tujuannya menjadi mengembangkan produk dan

layanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Mengoptimalkan hubungan

pelanggan membutuhkan pemahaman lengkap dari semua pelanggan;

menguntungkan serta tidak menguntungkan, dan kemudian mengatur proses bisnis

untuk memperlakukan pelanggan secara individual berdasarkan kebutuhan dan

nilai-nilai mereka (Renner, 2000). Untuk mewujudkan perubahan proses yang

efektif, suatu perusahaan pertama-tama perlu memeriksa seberapa baik proses

bisnis yang dihadapi pelanggan yang ada bekerja, kemudian perusahaan perlu

mendesain ulang atau mengganti proses yang rusak atau tidak optimal dengan

yang telah dibuat dan / atau disepakati secara internal ( Goldenberg, 2002)

3. Orang

Meskipun teknologi dan proses bisnis sangat penting untuk inisiatif

CRM yang berhasil, itu adalah masing-masing karyawan yang merupakan blok

bangunan hubungan pelanggan; setiap karyawan harus memahami tujuan CRM

dan perubahan yang akan terjadi (Chen dan Popovich, 2003). Rekayasa ulang

model bisnis yang berfokus pada pelanggan membutuhkan perubahan budaya dan

partisipasi semua karyawan dalam organisasi. Beberapa karyawan mungkin ingin

pergi; yang lain akan kehilangan posisi dalam model bisnis baru. Implementasi

CRM yang sukses berarti bahwa beberapa pekerjaan akan berubah secara

signifikan (Al-Mashari dan Zairi, 2000).


29

Manajemen puncak harus menunjukkan komitmennya terhadap program

pendidikan dan pelatihan di seluruh perusahaan yang sedang berlangsung. Selain

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan, pendidikan

meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan serta mengurangi resistensi

karyawan. Selain itu,manajemen harus memastikan bahwa evaluasi pekerjaan,

program kompensasi, dan sistem imbalan dimodifikasi atas dasar yang

memfasilitasi dan menghargai orientasi pelanggan.

4. Manajemen

Komitmen manajemen puncak adalah elemen penting untuk membawa

inovasi online dan memastikan pengiriman manfaat yang dijanjikan. Ini harus

menetapkan tahap dalam inisiatif CRM dalam kepemimpinan, arahan strategis,

dan penyelarasan visi dan tujuan bisnis (Galbreat dan Rogers, 1999).

2.3Electronic Customer Relationship Management (e-CRM)

2.3.1 Definisi Electronic Customer Relationship Management (e-CRM)

Menurut Turban et al. (2010: 398), e-CRM adalah suatu istilah yang

mencakup metodologi dan perangkat lunak yang dapat membantu perusahaan

untuk mengelola hubungan secara jangka panjang dengan pelanggan, yang

memiliki segala informasi mengenai pelanggan dan dapat diakses oleh semua

bagian di dalam perusahaan, serta dapat diakses secara mobile.

Menurut Chaffey (2009: 486), e-CRM tidak dipisahkan dari CRM,

sehingga mengharuskan CRM dan e-CRM untuk selalu terintegrasi antara yang

satu dengan yang lainnya.

Dari pengertian-pengertian di atas, secara garis besar dapat disimpulkan

bahwa e-CRM merupakan CRM dengan menggunakan teknologi dan perangkat


30

lunak yang terintegrasi untuk mengelola hubungan jangka panjang antara

perusahaan dengan pelanggan.

2.3.2 Manfaat Electronic Customer Relationship Management (e-CRM)

Menurut Chaffey (2011: 456), manfaat e-CRM adalah sebagai berikut:

1. Menargetkan biaya yang lebih efektif (Targeting more cost-effectively)

Perusahaan dapat membangun hubungan dengan pengunjung pada situs web

dan bagi pengunjung yang berminat terhadap produk yang tersedia dapat

melakukan registrasi terlebih dahulu.

2. Mencapai masa dari kostumisasi pesan pemasaran (Achive mass

customization of the marketing messages). Penggunaan teknologi

memungkinkan untuk mengirim mail langsung yang sesuai dengan pelanggan

dengan biaya yang rendah dan dapat menyediakan web page untuk kelompok

pelanggan kecil.

3. Meningkatkan kedalaman dan memperluas sifat alami dari hubungan tersebut

(Increase depth, breadth and nature of relationship)

4. Hubungan pembelajaran dapat dicapai dengan menggunakan alat yang

berbeda di seluruh siklus hidup pelanggan.(A learning relationship can be

achieved using different tools throughout the customer lifecycle).

5. Biaya lebih sedikit (Lower cost).

Dengan cara menghubungkan pelanggan dengan email atau web page

memiliki biaya yang jauh lebih murah.

Dengan adanya e-CRM ini membuat pekerjaan perusahaan lebih efektif dan

efisien. Dari adanya e-CRM ini juga membuat perusahaan lebih dekat dengan

pelanggannya dalam arti mempunyai nilai lebih yang membuat hubungan jangka
31

panjang dengan para pelanggan.

2.3.3 Aktivitas Manajemen pada e-CRM

Untuk lebih spesifik, dapat dikatakan bahwa tantangan dan aktivitas e-

CRM yang memerlukan manajemen berdasarkan Chaffey (2011:455-456) adalah:

1. Menggunakan situs web untuk pengembangan pelanggan dimulai dari

memberikan petunjuk hingga pengubahan penjualan online atau offline

dengan menggunakan e-mail dan informasi berbasis web untuk mendorong

pembelian.

2. Mengelola kualitas daftar e-mail (mencakup alamat e-mail dan integrasi

informasi profil pelanggan dari database lain untuk memungkinkan

targeting).

3. Menerapkan pemasaran melalui e-mail untuk mendukung up-sell dan

cross-sell

4. Data Mining untuk meningkatkan penargetan

5. Situs web dengan fasilitas personalization atau mass customization untuk

secara otomatis merekomendasikan produk terbaik berikutnya.

6. Menyediakan fasilitas pelayanan pelanggan online (seperti frequently

asked question atau FAQ, telepon dan dukungan chat) yang dapat

membantu pelanggan. Ini dapat dipicu secara otomatis sehingga

pengunjung ke situs yang menunjukkan niat tinggi atau kesusahan melalui

kunjungan beberapa halaman dapat diminta untuk dimasukkan ke sesi chat

atau callback.
32

7. Mengelola kualitas jasa online untuk meyakinkan pembeli yang baru

pertama kali agar mendapatkan pengalaman yang baik sehingga

mendorong mereka untuk membeli lagi.

Mengelola beberapa jalur pengalaman pelanggan sebagai pelanggan yang

menggunakan media berbeda sebagai bagian dari proses pembelian dan siklus

pelanggan.

2.4. Teori Prilaku Konsumen

Teori perilaku konsumen umumnya di kembangkan Engel et .al (1968),

yaitu tindakan-tindakan individu yang secara lansung terlibat dalam usaha

memperoleh dan menggunakan barang dan jasa ekonomi termasuk proses

pengambilan keputusan yang mendahului menentukan tindakan-tindakan

tersebut. Studi ini untuk menemukan prinsip-prinsip prilaku konsumen untuk

dapat memperoleh implikasi praktis dan saran untuk memprediksi dan

mempengaruhi keputusan konsumen (Krobel-Riel dan Weingberg, 1999;

Groppel Klien,2001).

Penelitian prilaku konsumen menunjukkan dua pandangan yang berbeda

dalam melihat proses keputusan kosumen yaitu; behavioristik dan

neobehavioristik. Sementara behavioristik focus pada konstruksi yang diamati

merangsang aspek dan tanggapan dalam proses keputusan konsumen, sedangkan

neobehavioristik memperluas penelitian pada konstruksi teoritis dan hipotesis

perantara anatara rangsangan dan tanggapan (Krober –Riel,1996).

Penelitian ini mengikuti tradisi penelitian neobehavioristik untuk

membangun prilaku konsumen, ada tiga langkah struktur (Middleton,1994;

Swarbrooke dan Horner,1999) untuk menjelaskan prilaku turis selama proses


33

pengambilan keputusan. Rangsangan dalam konteks ini terdiri dari faktor

endogen dan eksogen menunjukkan keputusan karakteristik yang relevan dari

konsumen . Ini termasuk pengguna teknologi baru bagi konsumen serta variable

yang menggambarkan lingkungan social dan ekonominya. Tanggapan

menunjukan reaksi konsumen pada rangsangan ini, berarti pembelian produk

atau merek khusus, pilihan saluran distribusi atau intensitas pengguna.

Mengukuti tradisi penelitian neobehaviouristik, proses rangsangan yang

menyebabkan tanggapan dijelaskan dengan melihat konstruksi di antaranya .

Mereka menjadi perantara membangun muncul sebagai kognitif, dan

mengaktifkan aspek gabungan. Aspek kognitif dapat digambarkan sebagai niat

dan preferensi pembelian, mengaktifkan konstruksi meliputi emosi, sikap dan

motivasi. Menggabungkan mereka dalam aspek keterlibatan dan kepercayaan

juga dilihat sebagai perantara konstruksi.

2.4.1. Theory Of Reasoned Action(TRA)

Teori ini memformulasikan bahwa kecerendungan individu untuk

berprilaku (Behavioural Intention) adalah merupakan factor utama dari

prilaku seseorang (Individual Behavioural) .Behavioural Intention

tergantung pada sikap seseorang (The Attitude of a Person) terhadap

tindakan atau prilaku dan norma subyektif (the subjective norm) yang ada

di sekitar tempat terjadinya prilaku. Attitude Toward Behaviour

didefinisikan sebagai perasaan positif atau negatif (evaluasi/evaluation )

tentang melakukan prilaku yang ditarget, sedangkan The Subjective Norm

didefinisikan sebagai persepsi seseorang bahwa orang yang penting

baginya berpikir ia seharusnya atau tidak seharusnya melakukan prilaku


34

tertentu. TRA sering dijadikan sebagai teori dasar yang penting bagi

model-model berikutnya seperti Theory of Planned Behaviour dan

Technology Acceptance Model. TRA mengasumsikan bahwa pada saat

seseorang menunjukkan kecenderungan berprilaku (behavioural intention)

dia melakukan perilakunya tersebut tanpa hambatan (constraint). Asumsi

ini merupakan keterbatasan dari TRA, karena pada praktiknya prilaku itu

dibatasi oleh waktu, kemampuan, kebiasaan tanpa sadar, batasan organisasi

atau lingkungan.

2.5 Konsep Zakat

Dalam Islam, merupakan tugas wajib bagi Muslim kaya untuk melakukan

zakat untuk menyelesaikan ibadahnya kepada Allah. Menjadi kaya berarti

memiliki nisab yang tingkat kekayaannya melebihi kebutuhan seseorang dan

keluarganya. Zakat diberikan kepada orang miskin dan melarat untuk membantu

mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar dalam kehidupan. Namun, orang harus

diberikan zakat jika mereka merasa membutuhkan, bahkan jika mereka memiliki

kebutuhan yang lebih banyak lagi. Mereka harus diberikan dari zakat setelah

memenuhi kebutuhan fakir miskin dan orang miskin (Korayem dan Mashhour,

2014). Sejak zakat merupakan salah satu rukun Islam, komunitas Muslim global

memiliki peran penting untuk turut serta dalam menyikapi ketidakadilan

kemiskinan global melalui zakat. (Ali dan Hatta, 2014).

Dasar Hukum Zakat

Zakat merupakan ibadah yang diwajibkan kepada setiap muslim yang


35

berkaitan dengan harta dengan syarat-syarat tertentu. Dasar hukum kewajiban

mengeluarkan zakat adalah:

a. Al-Baqarah : 43

Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-

orang yang rukuk.”

b. At-Taubah : 103

Artinya: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk

mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa

bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

c. Al-Baqarah : 267

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)


36

sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa

yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu

memilih yang burukburuk lalu kamu nafkahkan daripadanya,

padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan

memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah

Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Selain dasar hukum Al- Qur’an terdapat hadis dari Ibnu abbas ra., bahwa

rasulullah ketika mengirim Mujaz ibn Jaba ke negeri Yaman, bersabda:

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a., sesungguhnya rasulullah telah mengutus Mu’adz

bin Jabal ke negeri Yaman. Nabi Muhammad SAW bersabda: Serulah

(ajaklah) mereka untuk mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah

dan bahwa saya (Muhammad)adalah utusan Allah. Jika mereka telah

menerima itu maka beritahukan bahwa Allah telah mewajibkan shalat

lima waktu dalam sehari semalam. Jika hal ini telah mereka taati,

sampaikanlah bahwa Allah ta’ala mewajibkan atas mereka zakat yang

diambil dari orang-orang mereka, dan diberikan kepada orang fakir

meraka.”

Terdapat dua jenis zakat (Veen, 2009 dalam Aisyah 2014):


37

1. Zakat al-fitr adalah zakat yang pembayarannya dilakukan sekali dalam

setiap tahun kalender Islam Hijriah, umumnya setiap saat selama

Ramadan (sebelum shalat Idul Fitri). Muslim diwajibkan membayar ini,

tanpa memandang usia, status atau kekayaan (kecuali mereka tidak

memiliki cukup makanan untuk dimakan). Jumlah zakat al-fitr yang

dibayarkan adalah setara dengan sekitar 3 kg dari makanan pokok di

negara yang bersangkutan atau jumlah uang yang setara dengan harga

makanan.

2. Zakat al-mal adalah zakat yang dihitung berdasarkan pada jumlah

kekayaan atau harta yang dimiliki oleh individu Muslim atau organisasi

yang telah menyelesaikan persyaratan nisab (jumlah minimum kena

pajak) dan Haul (satu Muslim Hijriah tahun kalender). Zakat al-mal

dapat dibagi lagi menjadi zakat pada bisnis, sewa pendapatan,

pendapatan pribadi, tabungan, emas, perak, saham, ternak, tanaman, dll.

Dapat zakat al-mal terkait dengan uang yang disimpan, sedangkan zakat

al-fitr adalah dibayar oleh kepala rumah tangga atas nama anggota

keluarga (Al-Musayyar, 2012).

Zakat dalam Islam, efektif dalam pengurangan kemiskinan jika zakat

berintegrasi dengan strategi pembangunan keseluruhan dan program masing-

masing negara dan menggunakan persentase lebih besar dari hasil zakat untuk

produktif yang akan memungkinkan untuk meningkatkan penggunaan zakat dalam

pengurangan kemiskinan. Perlu dicatat bahwa eksplorasi ajaran Islam tentang

keuangan dan keadilan menunjukkan bahwa Islam harus mendorong serangkaian

program sistemik alternatif yang berbeda untuk pengurangan kemiskinan yang


38

dapat menghambat eksploitasi kaum miskin dan memastikan distribusi kekayaan

yang lebih adil. Program ini harus fokus pada konsep pembangunan sosial dan

ekonomi yang lebih luas untuk kelangsungan kesejahteraan manusia.

2.6 Faktor Pembentuk Penelitian

1. E-CRM (Electronic Customer Relationship Management)

Munculnya teknologi baru telah menyebabkan pergeseran dari CRM ke e-

CRM, dan dengan meningkatnya penetrasi global internet, e-CRM telah menjadi

alat komunikasi yang lebih populer dan platform pembangunan hubungan (Lam et

al., 2013). Oleh karena itu, banyak organisasi tertarik untuk menyebarkan

berbagai jenis strategi e-CRM untuk menarik, mempertahankan, dan

meningkatkan hubungan pelanggan, yang berkontribusi terhadap kesetiaan dan

keberhasilan organisasi (Chess Media Group dan Lieberman, 2010; Yun dan

Good, 2007). Namun, manajemen hubungan adalah inisiatif yang membutuhkan

komitmen, prinsip CRM, strategis dan pola pikir yang benar agar bisa berhasil

(Govender, 2004). Tanveer (2009) menyatakan bahwa infrastruktur e-CRM

memberikan dukungan kepada pelanggan yang berharga untuk tetap loyal, karena

informasi yang disimpan dalam database e-CRM membantu organisasi untuk

melihat biaya aktual untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Perusahaan

juga dapat mengakses pelanggan internasional baru dan menyita data berharga

yang penting untuk daya saing dan pangsa pasar perusahaan (Harrigan, Ramsey

dan Ibbotson, 2008). Azila dan Noor (2011) menyatakan bahwa hubungan antara

e-CRM dan loyalitas pelanggan berarti bahwa semakin banyak pelanggan puas,

mereka mengulangi pembelian dan sebarkan informasi positif dari mulut ke mulut

tentang layanan dan penyedia, yang cenderung menghasilkan hubungan yang


39

lebih lama, kepercayaan, dan komitmen kepada penyedia layanan. Dengan

demikian, loyalitas akan terus memainkan peran penting dalam daya saing dan

profitabilitas organisasi (Rahman, 2006). Ini didukung oleh beberapa peneliti

(Gorondutse, Hilman dan Nasidi, 2014; Hayes, 2008; Khan dan Fasih, 2014;

Olupot dan Kituyi, 2013) yang telah menyarankan bahwa e-CRM berdampak pada

loyalitas. Alhaiou (2011) yang mempelajari hubungan antara fitur-fitur e-CRM

dan e-loyal pada pembeli online pada berbagai tahap siklus transaksi berpendapat

bahwa penggunaan e-CRM dalam membangun hubungan konsumen

mempengaruhi kepuasan dan kesetiaan konsumen online. Sebuah penelitian

serupa oleh Abdulfattah (2012) menyelidiki efek dari berbagai fitur e-CRM pada

berbagai tahapan siklus transaksi, pada kepuasan pelanggan di situs web bank.

Peneliti tersebut juga menetapkan bahwa e-CRM mempengaruhi hubungan

pelanggan dan meningkatkan kepuasan pelanggan online dan kualitas layanan.

Rabbai (2013) mengkonfirmasi efek e-CRM pada loyalitas pelanggan, sementara

Alim dan Ozuem (2014) menyimpulkan bahwa e-CRM efektif dalam memperkuat

hubungan dengan pelanggan dan mempromosikan pengembangan komunitas

virtual yang menarik, yang semakin meningkatkan kepuasan.

2. Attitude

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), sikap berkembang secara wajar dari

kepercayaan yang dipegang orang-orang tentang objek sikap. Dalam kasus sikap

terhadap perilaku, masing-masing keyakinan menghubungkan perilaku dengan

hasil tertentu. Selain itu, Baron dan Bryne (2000) menyatakan bahwa sikap

adalah faktor penting untuk dipelajari karena sikap merupakan pengaruh yang

kuat pada pemikiran sosial dan dianggap memiliki dampak yang signifikan
40

terhadap perilaku seseorang. Variabel sikap telah dipelajari di beberapa bidang

yang berbeda seperti keterlibatan politik dan penggunaan media (Soo,

2011).Amin H, Chong R (2011) telah membenarkan hubungan yang signifikan

antara sikap dan niat. Organisasi, sikap, kesadaran dan pengetahuan adalah faktor

yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap sikap dan faktor kesadaran

yang mempengaruhi niat. Fishbein, M., dan Ajzen I, (1975), membuktikan bahwa

sikap terdiri dari dua komponen yang terdiri dari keyakinan terhadap suatu

perilaku dan probabilitas output jika perilaku tersebut diberlakukan. Hal ini

disebabkan oleh pengetahuan bahwa kepercayaan adalah pendahuluan dari sikap

dan diharapkan mempengaruhi sikap.

Di bidang zakat, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki

hubungan antara sikap dan perilaku kepatuhan pembayaran zakat. Raedah et al.

(2011) dalam studi mereka tentang faktor-faktor yang relevan yang

mempengaruhi niat untuk membayar zakat menemukan bahwa sikap adalah

faktor yang paling penting dan memberikan pengaruh yang signifikan pada niat

untuk membayar zakat di kalangan akademisi. Pandangan ini juga didukung oleh

temuan Nizam et al. (2011) yang menyatakan bahwa variabel sikap terhadap

zakat memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap perilaku

ketidakpatuhan zakat terhadap pendapatan.Dalam penelitian ini, sikap terhadap

kepatuhan zakat mengacu pada keadaan kesiapan mental dan fisik bagi pembayar

zakat untuk membayar zakat ke lembaga zakat, yang dipilih secara sah sesuai

dengan hukum.

3. Trust
41

Konsep kepercayaan juga merupakan salah satu elemen terpenting dalam

penciptaan hubungan jangka panjang dengan pelanggan, terutama dalam

kaitannya dengan menjaga kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan klien,

dan dalam kaitannya dengan komitmen untuk menyediakan layanan / produk

terbaik dari waktu ke waktu. Kepercayaan umumnya terbentuk antara organisasi

dan pelanggannya melalui: 1) efisiensi, artinya kompetensi dalam memberikan

layanan, dan 2) perhatian minat pelanggan (Singh & Sirdeshmukh, 2000). Chu

(2009) mendefinisikan kepercayaan sebagai karakteristik manusia yang

didasarkan pada penilaian sifat kepribadian orang lain. Ada beberapa definisi

kepercayaan dalam lingkungan online, termasuk kepercayaan itu adalah

seperangkat keyakinan berbeda dalam integritas, kebajikan, dan kemampuan

seseorang (Gefen, Karahanna, & Straub, 2003). Menurut McKinney, Yoon, &

Zahedi (2002), e-trust tergantung pada jaminan keamanan, reputasi, pencarian

web, pemenuhan (misalnya, keinginan untuk menyesuaikan), presentasi

(misalnya, kualitas web), teknologi, dan interaksi (misalnya , e-forum). Kim et al.

(2009) mengklaim bahwa pengecer online harus menyadari bahwa, untuk

membangun kesetiaan dan kepuasan elektronik, harus ada pengembangan

sebelumnya dari kepercayaan elektronik. Sebuah studi oleh Kao & Lin (2016),

yang bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kepercayaan dan

loyalitas, menunjukkan bahwa loyalitas memiliki hubungan positif dengan

kepercayaan, dan kepercayaan itu memberikan dampak positif pada loyalitas.

Beberapa penulis (Ribbink et al., 2004; Ghane, Fathian, & Gholamian, 2011) telah

mengklaim bahwa e-trust tidak hanya memiliki dampak langsung pada e-loyalty,

tetapi juga memiliki pengaruh tidak langsung pada e-loyalty melalui e-


42

satisfaction. Dapat diasumsikan bahwa e-trust memiliki pengaruh tidak langsung

pada e-loyalty melalui e-satisfaction. Singh & Sirdeshmukh (2000) berpendapat

bahwa dalam hubungan pembeli-penjual, evaluasi kepercayaan pembeli sebelum

episode pertukaran tertentu memiliki pengaruh langsung pada kepuasan pasca-

pembelian pembeli. Selain itu, penelitian sebelumnya telah menemukan e-trust

sebagai prediktor kuat e-satisfaction (Al-Nasser, Yusoff, Islam, & ALNasser,

2013; Kim et al., 2009)

4. Religiosity

Menurut Glock dan Strak (dalam Sari, Yunita dkk 2012:312) Religiusitas

adalah tingkat konsepsi seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen

seseorang terhadap agamanya. Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan

seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan tingkat

komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara menyeluruh, sehingga

terdapat berbagai cara bagi individu untuk menjadi religious.

Harun Nasution membedakan pengertian religiusitas berdasarkan asal kata,

yaitu al-din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-din berarti undang-undang

hukum. Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai,

tunduk, patuh. Sedangkan dari kata religi berarti mengumpulkan atau membaca.

Kemudian religare berarti mengikat. Religiusitas berarti menunjukkan aspek religi

yang telah dihayati individu dalam hati, diartikan seberapa jauh pengetahuan

seberapa kokoh keyakinan, dan seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, serta

penghayatan atas agama yang dianutnya dalam bentuk sosial dan aktivitas yang

merupakan perwujudan beribadah. Menurut Vorgote 1997 setiap sikap religiusitas

diartikan sebagai perilaku yang tahu dan mau dengan sadar menerima dan
43

menyetujui gambar-gambar yang diwariskan kepadanya oleh masyarakat dan yang

dijadikan miliknya sendiri, berdasarkan iman.

Religiusitas adalah suatu kesatuan unsur yang komprehensif yang

menjadikan seseorang disebut sebagai orang yang beragama, dan bukan sekedar

mengaku mempunyai agama. Religiousitas meliputi pengetahuan agama,

pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama, dan sikap social keagamaan.

Dalam Islam, religiousitas pada garis besarnya tercermin dalam pengamalan

akidah, syari’ah dan akhlak. Atau dengan ungkapan lain: iman, islam dan ihsan.

Bila semua unsur di atas telah dimiliki oleh seseorang, maka dapat dikatakan

bahwa individu tersebut merupakan insan beragama yang sesungguhnya.

Lindridge (2005) menyatakan bahwa religiusitas dapat diukur dengan

kehadiran lembaga keagamaan dan pentingnya agama dalam kehidupan sehari-

hari. Religiusitas sebagai keberagaman, memiliki arti adanya unsur internalisasi

agama itu dalam diri individu. Religiustass adalah kedalaman seseorang dalam

meyakini suatu agama disertai dengan tingkat pengetahuan terhadap agamanya

yang diwujudkan dalam penalaman nilai-nilai agama yakni dengan mematuhi

aturan-aturan dan menjalankan kewajiban-kewajiban dengan keikhlasan hati

dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah.

Religiusitas sebagai keberagamaan meliputi berbagai macam sisi atau

dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual

(beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh

kekuatan supranatural. Dapat diartikan, bahwa pengertian religiusitas adalah

seberapa mampu individu melaksanakan aspek keyakinan agama dalam kehidupan

beribadah dan kehidupan sosial lainnya (Yolanda Hani Putriana, 2015)


44

Berdasakan uraian di atas, religiusitas dapat disimpulkan yakni merupakan

kedalam seseorang dalam meyakini suatu agama disertai dengan tingkat

pengetahuan terhadap agamanya yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari

melalui pengamalan nilai-nilai agama dengan menjalankan kewajiban-kewajiban

dan mematuhi aturan-aturan dengan keikhlasan hati.

Menurut Baron dan Kenny (1986), variabel moderasi adalah variabel

ketiga yang diperkenalkan untuk mempengaruhi hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini, religiusitas digunakan

sebagai amoderator dalam hubungan antara sikap dan niat untuk membayar Zakat

dan juga antara norma subjektif dan niat untuk membayar Zakat. Ini karena Zakat

bukan hanya alat yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial,

tetapi terutama ibadah keuangan (Ibadah). Dalam Islam, dinyatakan bahwa

paksaan reisno dalam agama (Ali, 2004). Selain itu, di Indonesia, hukum agama

dapat dibuat tetapi tidak dapat ditegakkan karena itu adalah negara multi agama di

mana setiap orang memiliki kebebasan untuk bergabung, berlatih dan keluar dari

agama apa pun atas kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, untuk menguji niat

perilaku menggunakan religiusitas sebagai moderator memerlukan dukungan teori

yang menekankan pada kepatuhan sukarela. Faktor ibadah (religiositas / praktik

keagamaan) adalah salah satu motivasi utama dan penentu niat untuk

melaksanakan tugas keagamaan seperti zakat. Dalam Islam, niat seseorang untuk

membayar zakat sebagai kewajiban agama sangat bergantung pada kekuatan

keyakinan dan komitmen seseorang terhadap agama itu sendiri.

5. Risk Percevied
45

Menurut Jones (2005) resiko merupakan frekuensi kemungkinan dan

besarnya kemungkinan kerugian di masa mendatang. Menurut Marrow (2009)

bahwa resiko merupakan rangkaian proses estimasi dari bahaya, eksposure,

dan juga probabilitas dimana kemungkinan pembuat keputusan akan terkena

dampak dari resiko itu sendiri. Adapun Pennings dkk. (2002) menyatakan

bahwa perilaku seseorang dalam menghadapi resiko dipengaruhi oleh

dua hal, yaitu: sikap terhadap resiko (risk attitude), dan persepsi terhadap

resiko (risk perception).

Risk attitude menurut Pennings dkk. (2002), mencerminkan

kecenderungan umum dari konsumen dalam mengambil resiko dengan cara yang

konsisten. Adapun Kahneman and Tversky (1979) juga mengatakan bahwa“risk

attitude is nothing more than a descriptive label for the shape of the utility

function presumed to underlie a person’s choices.” Jadi,risk attitude merupakan

sebuah fungsi kegunaan yang mendasari pilihan seseorang. Weber dan

Milliman (2002) mendefinisikan bahwa risk preference (attitude) merupakan

sebuah rangkaian dari menghindari resiko (risk avoiding) sampai mencari resiko

(risk seeking). Sedangkan menurut Rohrnmann (2008) Risk Attitude adalah

niat seseorang untuk mengevaluasi situasi resiko dengan cara yang

menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertindak secara sesuai. Ciri-

ciri yang mendasari kecenderungan resiko dan penghindaran resiko, yaitu

dengan kehati-hatian.

Sedangkan, persepsi resiko (risk perception) adalah mencerminkan

interpretasi konsumen dari kesempatan untuk terkena isi resiko dan

dapat didefinisikan sebagai penilaian konsumen terhadap resiko yang


46

melekat pada situasi tertentu (Pennings dan Wansink, 2004). Sedangkan

menurut Rohrmann (2008) Risk perception mengacu pada penilaian

seseorang dan evaluasi bahaya yang (fasilitas atau lingkungan) mereka

mungkin terkena/ terimbas. Premananto (2004) menambahkan bahwa risk

perception merupakan perkiraan seseorang atas resiko yang mungkin akan

menimpanya dari suatu hal atau produk.

6. E-zakat Usage

Portal e-zakat dikembangkan sejak 2002 dan saat ini sistem telah mencapai

versi ketiganya. Sistem online e-zakat berfungsi sebagai pusat terpadu bagi

pembayar zakat untuk memperbarui informasi tentang zakat, menghitung jumlah

zakat mereka, dan juga melacak pembayaran zakat mereka. Sistem e-zakat

memungkinkan pembayar zakat untuk membayar zakat mereka langsung dari

portal. Keuntungan dari suatu sistem termasuk sistem pembayaran yang mudah

melalui jaringan tanpa pergi ke loket zakat untuk memperbarui pembayaran zakat,

menghemat waktu dan energi serta ketersediaannya selama 24 jam sehari (Ahmad

dkk, 2014). FPX pertama kali digunakan oleh Lembaga Zakat Selangor dan

merupakan organisasi zakat pertama di Malaysia yang menggunakan sistem

tersebut sejak 30 Mei 2006. Mengingat kemampuan dan manfaat sistem,

penelitian ini berupaya untuk mengukur kesadaran sistem online e-zakat di

Indonesia, juga untuk menguji sejauh mana pemanfaatan e-zakat online di antara

para pembayar zakat individu dan pentingnya faktor religiusitas untuk

menjelaskan variasi dalam kesadaran dan pemanfaatan.

7. Satisfaction
47

Satisfaction dalam lingkungan virtual (yaitu, kepuasan online) telah menjadi

topik analisis yang penting, menjadi faktor kunci dalam bersaing dengan pesaing

dan mencapai keberhasilan di pasar (Anderson & Srinivasan, 2003; Cox & Dale,

2001; Zeglat et al., 2016). Namun, ini adalah konsep yang sulit untuk

didefinisikan, karena banyak interaksi dengan variabel lain. Namun demikian, hal

itu dapat dianggap sebagai sikap afektif, mempengaruhi perilaku pengguna dan

penilaian produk / layanan, yang pada gilirannya menentukan kesetiaan pengguna

(Zhang & Dran, 2000).

Szymanski dan Hise (2000) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai

pengalaman belanja online secara keseluruhan. Menurut Anderson dan Srinivasan

(2002), e-satisfaction adalah kepuasan pelanggan sehubungan dengan

pengalaman pembelian sebelumnya dengan perusahaan ecommerce yang

diberikan (Fahim, et al., 2010). Yen (2008) mengevaluasi kepuasan pengguna

dengan layanan mandiri berbasis web dalam tiga dimensi, termasuk sistem,

informasi dan layanan. Lee (2009) menyebutkan bahwa e-satisfaction adalah

kepuasan pelanggan dengan pengalaman atau perilaku pembelian sebelumnya

dengan situs web. Dalam sebuah studi tentang konsumen online, Lin (2009)

menemukan bahwa efisiensi pengriman dan desain situs web memiliki dampak

signifikan terhadap satisfaction. Dalam usahanya pada bisnis berbasis online

maka upaya-upaya menyampai kepuasan akan berbeda dan tugas pemasar adalah

melakukan penyesuian atas perbedaan itu sehingga kepuasan terhadap sebuah

bisnis berbasis online akan tercapai. Dastidar (2009) menjelaskan bahwa e-

satisfaction adalah serangkaian reaksi bisa yang dimiliki pengguna ketika

menggunakan website. Website harus menyenangkan untuk digunakan dan


48

dilihat. Kepuasan terhadap situs jual beli bergantung pada pemenuhan kebutuhan

dan tercapainya harapan konsumen pada kualitas yang dirasakan saat

menggunakan situs jual beli. Keseluruhan persepsi kepuasan biasanya

menghasilkan keseluruhan sikap positif terhadap situs jual beli. E-satisfaction

menurut Oliver (dalam Srinivasan, et al. (2002) adalah keadaan psikologis yang

dihasilkan ketika seorang pelanggan puas dimana ia tidak lagi mencari alternatif

lain selain website yang digunakan saat itu. Saat pelanggan tidak puas, maka ia

akan mencari alternatif lain dan akan menjadi peluang bagi pesaing untuk

memanfaatkan keadaan tersebut.

8. Loyalitas Pelanggan

a. Definisi Loyalitas Pelanggan

Loyalitasdapatdifahamisebagaisebuahkonsepyangmenekankan pada
runtutanpembeliaDay et.al. (1969)
danOlson(1970).Jikapengertianloyalitaspelangganmenekankan pada
runtutanpembelian, proporsipembelian, ataudapatjugaprobabilitas pembelian,
hal ini lebih bersifat operasional,bukannyateoritis. Tentunyadata panel
diperlukan untukmengukurkonsep-konsep
sepertiitu.Untukmemperkuatpemahaman
substansialtentangloyalitasdiperlukantinjauansecarateoritistentangkonsepitu
yang juga ditujukan untuk memperkuat basis pemahaman dalam
penelitian. Pengertian loyalitaspelangganyangdidasarkan
padapendekatankeperilakuan(behaviouralapproach)itumasihbelum memadai
untukmenjelaskanbagaimanadan
mengapaloyalitasmerekdikembangkandan/ataudimodifikasi.

Terdapat beberapa indikator loyalitas pelanggan menurut Griffin, 2005, yakni

 Pembelian Berulang: Pelanggan setia akan membeli kembali produk atau


layanan perusahaan secara konstan.
49

 Pembelian melintasi Lini Produk: Pelanggan yang loyal akan membeli lini
produk lain dari perusahaan.
 Rujuk Orang Lain: Pelanggan setia akan merekomendasikan atau merujuk
orang lain.
 Kekebalan: Konsumen yang loyal akan menolak untuk membeli produk
pesaing.
Loyalitas konsumen adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam

untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa

terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan

usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi penyebabkan perubahan perilaku

Arnould (dalam Ogi Sulistiadi, 2010).

Sedangkan seorang pelanggan yang loyal menurut (Griffin, 1993) adalah “A

customer is loyal if she or he axhibit purchase defined as nonrandom purchased

overtime by some decision making unit, in addition, the term loyaly is a

concondition and requires that the act of purchase occurs no less than two

times”. Artinya bahwa seorang pelanggan dapat dikatakan setia atau loyal apabila

pelanggan tersebut menunjukkan pembelian secara teratur atau terdapat suatu

kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam

selang waktu tertentu.

Dalam konteks ilmu psikologi, loyalitas berkembang mengikuti empat aspek

yang biasanya pelanggan menjadi setia lebih dulu pada aspek kognitifnya,

kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif. Ketiga aspek

tersebut sejalan meskipun tidak semua kasus menbgalami hal yang sama, berikut

aspek-aspek loyalitas (Mardalis, 2005).

1. Loyalitas Kognitif Loyalitas yang mempunyai aspek pertama ini

menggunakan informasi keunggulan suatu produk atas produk lainya.


50

Loyalitas kognitif lebih didasarkan karakteristik fungsional, terutama

biaya, manfaat dan kualitas.

2. Loyalitas Afektif Sikap merupakan fungsi dari kognisi pada periode

pembelian (masa sebelum konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap

sebelumnya ditambahdengan kepuasan di periode sebelumnya (masa

setelah konsumsi). Munculnya Loyalitas afektif ini di dorong oleh faktor

kepuasaan yang menimbulkan kesukaan dan menjadikan objek sebagai

prefensi. Kepuasaan pelanggan berkorelasi tinggi dengan niat pembelian

ulang di waktu mendatang. Pada loyalitas afektif, kerentanan pelanggan

lebih banyak terfokus pada tiga faktor, yaitu ketidakpuasaan dengan merek

yang ada, persuasi dari pelanggan merek lain, dan upaya pada produk lain.

3. Loyalitas Konatif menunjukkan suatu niat komitmen untuk memalukan

sesuatu. Niat merupakan fungsi dari niat sebelumnya (pada masa sebelum

konsumsi) dan sikap pada masa setelah konsumsi. Maka loyalitas konatif

merupakan suatu loyalitas yang mencakup komitmen mendalam untuk

melakukan pembelian.

Dari beberapa teori yang dikemukakan para ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa Loyalitas pelanggan adalah kesetiaan pelanggan atau komitmen pelanggan

untuk berlangganan atau melakukan pembelian ulang minimal dua kali terhadap

suatu merek secara konsisten dimasa yang akan datang.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan

Setelah mengetahui dan memahami penjelasan atas definisi loyalitas

pelanggan dan maka perlu untuk memahami factor-faktor yang mempengaruhi

loyalitas pelanggan Menurut (Tjiptono, 2005) adalah (1) kepuasan, (2) kualitas
51

produk, (3) citra merek (corporate image). Faktor-faktor tersebut dijelaskan

sebagai berikut:

1. Kepuasan konsumen

Kepuasan konsumen merupakan pengukuran antara harapan dengan

kenyataan yang konsumen terima atau rasakan. Jika apa yang diterima oleh

konsumen sesuai dengan harapan atau melebihi harapan, maka pelanggan

akan merasa tidak puas. Jika pelanggan puas, mereka cenderung untuk

kembali bertransaksi dan menjadi lebih loyal.

2. Kualitas Produk

Salah satu faktor penting yang dapat membuat konsumen puas adalah

kualitas produk yang mereka terima. Kualitas produk ini akan berpengaruh

pada kepuasan konsumen. Jika kualitas tinggi, maka loyalitas pelanggan

akan meningkat.

3. Citra merek (brand image)

Citra hanya dapat diperoleh melalui suatu yang memerlukan waktu kadang

cukup lama, namun, citra dapat hilang pula dalam sekejap. Para pakar

pemasaran sepakat bahwa citra merek yang positif akan semakin penting

bagi suatu produk maka loyalitas konsumen mudah diperoleh.

Sedangkan menurut Marconi (dalam Ratri, 1994) keputusan pelanggan

untuk tetap loyal didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan Nilai, Reputasi dan

karakteristik merek, Kenyamanan dan Kemudahan dalam mendapatkan merek,

dan pelayanan. Berikut penjelasanya:

a. Nilai ( harga dan kualitas )

Penurunan standar kualitas akan mengecewakan bahkan pada konsumen


52

yang loyal, begitu juga perubahan harga yang tidak layak. Loyalitas muncul ketika

konsumen beranggapan bahwa harga yang harus dibayar sesuai dengan kualitas

merek tersebut sapanjang pembelian yang dilakukannya.

b. Reputasi dan Karakteristik merek

Merek yang memiliki reputasi yang diakui secara nasional bahkan

internasional, akan lebih dipercaya oleh banyak konsumen melakukan pembelian

hanya didasarkan pada reputasi ini saja. Karakteristik personal yang diadopsi oleh

merek dalam kalimatkalimat iklannya, membentuk kepribadian merek dan

membangun jenis identifikasi konsumen.

c. Kenyamanan dan kemudahan mendapatkan merek

Merupakan faktor penting untuk membangun loyalitas konsumen. Semua

kelebihan merek tertentu tidak akan berarti jika produk dari merek tersebut tidak

mudah didapatkan dan susah diakses, meragukan bagi konsumen untuk membeli

merek tersebut.

d. Pelayanan

Pelayanan pasca jual yang buruk merupakan faktor utama dari

ketidakpuasan konsumen, terutama jika merek atau perusahaan tersebut tidak

dapat memenuhi tingkat pelayanan yang dijanjikannya. Merek yang secara

kualitas tidak lebih baik dari pesaingnya yang menawarkan harga rendah dapat

menikmati keuntungan penjualan karena kualitas pelayanan mereka yang baik.

Menurut Loudon dan Bitta (dalam Lutitary 2008) secara umum loyalitas

dapat di pengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya usia dan tingkat pendidikan.

Faktor-faktor tersebut dijalaskan sebagai berikut:

a. Usia
53

Ditemukan bahwa orang dewasa lebih loyal dan konvensional daripada

remaja karena memiliki pertimbangan yang lebih masak dalam mengambil

keputusan.

b. Tingkat pendidikan

Individu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih loyal

dibangdingkan individu dengan tingkat pendidikan rendah karena tidak mudah

terbujuk.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat di simpulkan bahwa banyak

faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan diantaranya harga dan kualitas

produk, reputasi dan karakteristik merek, kenyamanan dan kemudahan

mendapatkan produk atau merek, kepuasaan konsumen, pelayanan, usia dan

tingkat pendidikan konsumen. Dalam penelitian ini, akan diteliti mengenai

pengelolaan hubungan pelanggan yang dapat menpengaruhi loyalitas pelanggan.

2.7 Pengembangan Hipotesis

2.7.1 PengaruhElectronic Customer Relationship Management padaattitude

Penelitian yang dilakukan oleh Paliouras dan Siakas, (2017) menguji

managemen hubungan sosial pelanggan.


54

Gambar model Paliouras dan Siakas, (2017)


Hasilnya penelitian menunjukkan bahwa customer relation berpengaruh

terhadap Attitude terhadap sosial CRM. Hasil analisa diperoleh dengan

menggunakan alat teknologi media sosial atau aplikasi website. Harrigan dan

Choudhury (2012) dalam Paliouras dan Siakas (2017) menyatakan bahwa hasil

dari implementasi CRM sosial bersama dengan model keterlibatan pelanggan

dan teknologi di media sosial mengarah pada peningkatan keercayaan (trust),

loyalitas merek (brand loyalty), penciptaan bersama (co-creation) dan

pemberdayaan (empowerment).

Eric E. Mang’unyi dkk, (2018) melakukan penelitian terkait pengaruh

virtual e-CRM terhadap loyalitas dan kepuasan pelanggan Bank di Kenya.

Penelitian tersebut bertujuan untuk menginvestigasi peran mediasi kepuasan

pelanggan terhadap e-CRM.


55

Gambar model Eric E. Mang’unyi dkk, (2018)

Studi ini mengungkapkan bahwa interaksi antara fitur-fitur transaksi e-

CRM dan CS secara statistik signifikan dan diprediksi CL namun, interaksi

tersebut tidak menyebabkan perbedaan yang lebih signifikan daripada hanya fitur

e-CRM dan CS. Analisis lain mengungkapkan kurangnya efek mediasi potensial

yang signifikan dari CS pada hubungan antara e-CRM dan CL.

Gagasan tentang kepuasan pra-pembelian(pre-purchase/e-CRM)

tampaknya secara umum didukung dengan baik dalam literatur, yang memandang

kepuasan pra-pembelian sebagai anteseden logis untuk membeli karena jika

pelanggan tidak mengalami perasaan positif terhadap pembelian suatu produk,

kecil kemungkinannya bahwa pembelian akan dilakukan. Oliver dan Linda (1981)

berpendapat bahwa tingkat kepuasan pada tahap pra-pembelian(pre-purchase/e-

CRM) akan berdampak pada perilaku pembelian dan kepuasan konsumen

selanjutnya terhadap pemanfaatan produk atau jasa. Selanjutnya, Gardial et al.

(1994) mengemukakan bahwa pemikiran konsumen dan kriteria evaluatif dalam

tahap pra-pembelian berbeda dari yang ada di tahap pasca-pembelian.Berdasarkan


56

teori yang disebutkan sebelumnya, hipotesis berikut adalah diusulkan:

Ross (2005) menyebutkan bahwa alat komunikasi yang diaktifkan web

antara pelanggan dan penyedia layanan telah membuat proses pemesanan yang

disederhanakan untuk pelanggan. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa pelanggan

diberikan pengalaman membeli yang panjang dengan memberi mereka

kesempatan layanan 24 jam sehari 7 kali dalam seminggu dan 365 hari dalam

setahun. Menurut Anderson dan Kerr (2001), internet digunakan untuk

mengirimkan produk dan layanan kepada pelanggan. Mereka mengungkapkan

bahwa internet dapat memberikan informasi yang berguna tentang produk dan

layanan dari suatu organisasi kepada pelanggan saat ini dan yang potensial.

Mereka percaya bahwa halaman web berbasis informasi akan mempengaruhi

pelanggan dan pelanggan potensial untuk cenderung mengunjungi dan

menemukan informasi dengan mudah dan dapat melakukan transaksi bisnis

dengan perusahaan.Feinberg et al. (2002) menyatakan pembelian online sebagai

fitur di mana pengunjung situs web dapat membeli layanan atau produk online.

Khalifa dan Shen (2005) menambahkan bahwa fitur metode pembayaran

memungkinkan pelanggan untuk memilih metode pembayaran yang disukai,

misalnya, kartu kredit, cash on delivery dan cash elektronik. Dimana fitur

belanja komparatif adalah fasilitas yang diberikan kepada pelanggan di mana ia

dapat membandingkan produk-produk alternatif dengan atribut yang dipilih.

Bearden dan Teel (1983), Oliver dan Swan (1989) berpendapat bahwa

kepuasan pelanggan yang utamadapat digambarkan dari pengalaman pasca-

pembelian. Feinberg et al. (2002) penyediaan kolom keluhan dari situs web, yang

menyediakan area spesifik bagi pelanggan di mana mereka dapat mengajukan


57

keluhan mereka, sementara Feinberg et al. (2002) dan Khalifa dan Shen (2005)

mendukung ketersediaan fitur penyelesaian masalah di mana pengunjung dapat

memecahkan masalah mereka dengan produk atau layanan sendiri dengan

bantuan fungsionalitas self-help online.

Hipotesis 1:Pre-purchase/e-CRM berpengaruh positif pada attitude

Hipotesis 2:At-purchase/e-CRM berpengaruh positif pada attitude

Hipotesis 3:Post-purchase/e-CRM berpengaruh positif pada attitude

2.7.2. Pengaruh Trustpada attitude, trust pada e-zakat yang di moderasi oleh
Religiosity

Banyak penelitian secara teoritis dan empiris menegaskan bahwa sikap

adalah penentu kepatuhan perilaku yang sangat kuat. Sebagai contoh, Saad dan

Haniffa (2014) mengungkapkan bahwa sikap berhubungan positif dengan Zakat

pada perilaku kepatuhan bisnis. Selain itu, wacana dengan mengidentifikasi

variabel paling penting yang berkorelasi dengan konstruk sikap telah berlangsung

lama (Anderson et.al 2011).

Penelitian lain dilakukan oleh Abashah dkk, (2018) yang menunjukkan

bahwa sikap dan norma subjective sangat berpengaruh terhadap perilaku

membayar zakat di Malaysia.

Model Konseptual Abashah dkk, (2018)

Temuan dari hasil tersebut mengklaim bahwa sikap dan norma subjektif
58

berpengaruh secara langsung terhadap perilaku zakat. Selain itu, kurangnya

penegakan dan tingkat kesadaran diantara pembayar zakat berkontribusi pada

hasil penelitian ini. Oleh karena itu, lembaga zakat harus mengambil tindakan dan

mengembangkan rencana tindakan komprehensif pada situasi tertentu untuk

meningkatkan pemahaman dan menciptakan kesadaran di kalangan komunitas

muslim untuk manfaat sosial-ekonomi.

Setudi oleh Khamis et al. (2014), faktor pemujaan(religiusitas / praktik

keagamaan) merupakan salah satu motivasi utama dan penentu niat untuk

menjalankan kewajiban agama seperti zakat.

Model Konseptual Khamis, (2014)

Hasil penelitiannya dengan hipotesis yang dirumuskan untuk menguji

hubungan langsung antara religiusitas dan variabel dependen, niat untuk

mematuhi, sementara dua hipotesis lainnya dikembangkan untuk menguji

hubungan tidak langsung. Semakin tinggi pengaruh religiusitas seseorang

terhadap variabel independen TRA maka semakin kuat niatnya untuk

melaksanakan ZEI sebagai tanggung jawab agama.


59

Noor dan Saad, (2016) menemukan bahwa pembayar zakat akan

memenuhi kewajiban zakat mereka ke lembaga zakat ketika mereka percaya dana

zakat dikelola secara efisien. Selain memenuhi kewajiban mereka, pembayar

zakat juga dapat membantu meningkatkan mata pencaharian penerima zakat dan

menanamkan kebiasaan meminjamkan uluran tangan kepada orang lain dalam

rangka menciptakan masyarakat yang peduli dan toleran.

Gambar model Noor dan Saad, 2016

Sebuah penelitian telah dilakukan oleh Hairunnizam dan Sanep (2014)

dalam memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepercayaan

distribusizakat di Selangor.Sementara itu, Htay dan Salman (2014) menunjukkan

bahwa kepercayaan dari pembayar zakat pada proses pengumpulan dan distribusi

zakat yang dilakukan oleh lembaga zakat adalah penting untuk meningkatkan

pengumpulan zakat. Penelitian ini akan mengambil pendekatan lain dalam

menguji variabel kepercayaan sebagai moderator antara sikap dan kualitas

layanan yang dirasakan dengan perilaku kepatuhan zakat.Karena itu, hipotesis

berikut akan diuji.

Hipotesis 4a:trust berpengaruh signifikan terhadapattitude

Hipotesis 4b:trust berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan membayar

e-zakat yang dimoderasi Religiosity


60

2.7.3 PengaruhAttitudepada e-zakat yang dimodesari oleh Risk Percevied

Women dan Minor (2002)menyatakan, bahwa sikap seseorang akan

dipengaruhi oleh faktor eksternal,hal iniberlakusebagaikerangka

referensidaripenilaian individu. Pendapatyang sama juga disampaikan oleh

Schiffman dan Kanuk (2001),Consumerattitudeis strongly

influencedbypersonalexperience,by familyand friends,directmarketing andby

exposuretothe massmedia.Assael (1998) jugamenambahkan bahwa

sikapberkembang dariwaktukewaktu melalui proses pembelajaran yang

dipengaruhi olehkeluarga,kelompok sebaya,informasi, pengalaman,dan

kepribadian.Greenedkk (1997)

TaylordanGooby (2004)dalam artikel reviewnyamengungkapkanbahwa

sikapyang terkait dengan sensitivitas resiko akan menjelaskansebagian

besarpersepsiterhadap resikonya.Hal itu dimaksudkan bahwa, persepsi seseorang

terhadapresiko tergantungbagaimana sikapseseorangtersebutdalammenilai

resiko. Pennings dan Garcia (2010) menguatkan dalam

penelitiannyabahwasikapseseorang terhadap

resikodapatmempengaruhipersepsiorangtersebut terhadap resiko. Dalam

penelitiannya,Senkondo (2000) menemukan hubunganyang signifikan terhadap

kedua variabel tersebut. Maka hal ini dapatmenjadilandasanhipotesisdalam

penelitian ini.

Hipotesis 5:Attitude berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan membayar e-

zakat yang dimoderasi risk perceived


61

2.7.4 Pengaruh Usage e-zakat pada satisfaction custumer

Untuk mempertahankan kinerja zakat, kepuasan distribusi harus

ditingkatkan untuk mendorong umat Islam untuk membayar zakat melalui

lembaga zakat (Eza Ellany & Mohd Rizal, 2011). Menurut (Kamil & Ahmad

Mahdzan, 2002), ketidakpercayaan terhadap lembaga zakat, terutama dalam hal

transparansi dan ketidakefisienan manajemen distribusi menyebabkan

ketidakpatuhan. Semakin tinggi kepuasan terhadap lembaga zakat, semakin tinggi

kepatuhan zakat. Konsisten dengan argumen di atas, diharapkan bahwa pemangku

kepentingan yang memiliki tingkat kepuasan tinggi pada distribusi zakat akan

berkontribusi pada kepercayaan yang lebih besar pada lembaga zakat dan

sebaliknya.

Wahab dkk, (2017) mengasumsikan bahwa lima dimensi (diukur dengan

atributnya sendiri) dapat mengarah pada kepuasan pemangku kepentingan yang

selanjutnya dapat berkontribusi pada kualitas layanan lembaga zakat.

Gambar model penelitian Wahab dkk, (2017)

Berdasarkan teori dan hasil penelitian, hipotesis berikut diusulkan:

Hipotesis 6: Usage E-zakat berpengaruh positif pada satisfaction


62

customer zakat di Lembaga Amil Zakat

2.7.5 Pengaruh Satisfaction padaloyalitas customer

Kepuasanpelangganmerupakankuncidalammenciptakanloyalitaspelangg

an.Banyakmanfaatyang diterima oleh perusahaan dengan tercapainya tingkat

kepuasan pelanggan yang tinggi, yakni selain dapat meningkatkan loyalitas

pelanggan tapi juga dapat

mencegahterjadinyaperputaranpelanggan,mengurangi sensitivitas pelanggan

terhadap harga, mengurangi biaya kegagalan pemasaran, mengurangi biaya

operasi yangdiakibatkanolehmeningkatnyajumlahpelanggan, meningkatkan

efektivitas iklan, dan meningkatkan reputasibisnis(Fornell,1992).

Menurut Reichheld dan Sasser (1990), loyalitas pelangganmemilikikorelasi

yangpositifdengan performabisnis(Beerli dkk.,2004).MenurutCastrodan Armario

(1999), loyalitas pelanggan tidak hanya meningkatkan nilai dalam bisnis, tetapi

juga dapat menarik pelanggan baru (Beerli dkk., 2004). Pada jangka pendek,

memperbaiki loyalitas pelanggan akan membawaprofit padapenjualan.Profit

merupakan motif utama konsistensi bisnis, karena dengan ke- untungan maka

roda perputaran bisnis dari variasi produk dan jasa yang ditawarkan maupun

perluasan pasar yang dilayani (Soeling, 2007). Dalam jangka panjang,

memperbaiki loyalitas umumnya akan lebih

profitabel,yaknipelangganbersediamembayarharga

lebihtinggi,penyediaanlayananyanglebihmurahdan bersedia

merekomendasikankepelangganyangbaru (“Managing Customer”, 1995).

Menurut Zikmund, loyalitas dipengaruhi oleh lima faktor: 1) Kepuasan, 2)


63

Ikatan Emosional; 3) Kepercayaan; 4) Pengurangan Pilihan; dan 5) Sejarah

dengan Perusahaan. Sangadji, E. M., (2013: 104) menyatakan bahwa “loyalitas

adalah komitmen pelanggan/konsumen yang berpengaruh untuk berlangganan

lagi atau melakukan pembelian kembali produk/ layanan yang dipilih secara

konsisten di masa depan.

Angelova dan Zeqiri, (2011) menemukan bahwa memberikan layanan

berkualitas tinggi adalah kunci untuk keunggulan kompetitif berkelanjutan.

Kepuasan pelanggan memiliki efek positif pada profitabilitas organisasi.

Pelanggan yang puas membentuk dasar dari setiap bisnis yang sukses

karena kepuasan pelanggan mengarah pada pembelian berulang, loyalitas merek,

dan dari mulut ke mulut yang positif. Berdasarkan teori dan hasil penelitian,

hipotesis berikut diusulkan:

Hipotesis 7:satisfaction secara signifikan mempengaruhi loyalty

customer membayar zakat di Lembaga Amil Zakat


64

2.7Desain penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif menggunakan kuesioner

untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian untuk tujuan

memberikan bukti empiris untuk menerima atau menolak hipotesis penelitian.

E-CRM

Risk perceived

Pre Service
H1
At Service H2 Attitude H5 E-Zakat usage H6 Satisfaction H7 Loyalty
H3
Post Service
H4 H4a
Religiosity

Trust

GAMBAR 2.1 Model Penelitian


65

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DesainPenelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan

sifat kausalitas, yaitu penelitian yang didesain untuk menggambarkan karakteristik

dari variabel dan mengungkap tentang penyebab dari satu atau lebih masalah

(Sekaran et.al2010). Berhubungan dengan itu, metode penelitian yang digunakan

adalah survey dengan kuisioner. Metode ini merupakan metode pengumpulan data

dari sebuah sampel yang diambil dari sebuah populasi dan menggunakan

kuisioner sebagai alat (instrument) pengumpulan data. Secara spesifik penelitian

ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian

hipotesis.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna internet internet

yang telah menggunakan layanan e-commerce pada aplikasi e-zakat Usage.

Pemilihan sampel merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah

penelitian. Karena tidak semua data dan informasi akan diproses dan tidak semua

orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel

yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi yang mencerminkan

bagian yang terpilih dari populasi, atau dengan kata lain beberapa elemen dari
66

populasi yang membentuk sampel (Sekaran et.al 2016).Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling, yaitu cara

pengambilan sampel yang tidak berdasarkan probabilitas atau tidak dimana setiap

orang memiliki kesempatan yang sama untuk di pilih sebagai sampel penelitian,

yang didasarkan oleh faktor kebetulan dan kemudahan yang dijumpai pada subjek

tersebut. Dalam semua sampling non-probabilitas, kemungkinan atau peluang

setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel tidak sama atau tidak di

ketahui. Teknik sampling yang dipakai adalah purposive sampling dimana orang-

orang atau peristiwa tertentu dipilih dengan segaja untuk memberikan informasi

penting yang tidak dapat diperoleh dari pihak lain (Maxwell, 1996).

Sampel dalam penelitian ini adalah pengguna internet yang pernah

membayar zakat atau belum pernah membayar zakat dengan menggunakan

aplikasi e-zakat dan memiliki kreteria : 1) tahu aktivitas aplikasi e-zakat; 2)tahu

dan mengenal produk atau jasa perusahaan pelaku aplikasi e-zakat; 3) memiliki

pendidikan minimal SMA. Pemilihan sampel dengan kreteria tersebut dilakukan

karena bersesuaian dengan tujuan penelitian, yaitu untuk menguji efek E-CRM

ternadap Attitude , Trust, Religiosity, Risk Perceived, E-Zakat Usage, Satisfaction,

dan Loyality. Pengukuran e-zakat Usage menjadi factor utama dalam menentukan

populasi dan kreteria sampel berupa calon pembayar zakat.

Ukuran sampel yang digunakan pada riset ini sebesar 400 responden.

Ukuran sampel demikian sudah memenuhi persyaratan kecukupan sampel. Hair

et.al(2010) menyatakan bahwa ukuran kecukupan sampel sangat berkaitan dengan

jumlah variable yang di teliti dan model analisis yang digunakan.

3.3 Pengumpulan Data


67

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

skunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner melalui

google.docs. Dikirimkan ke beberapa mailing list (kelompok diskusi di internet)

atau media social yang bias disebut media daring serta menggunakan media luring

. Data sekunder diperoleh berupa 1) data perusahaan yang menggunakan aplikasi

e-zakat dan telah mengkomunikasikan aktivitas e-commerce 2) data pengguna

internet dan data pembayar zakat yang pernah dan sedang menggunakan e-zakat.

3.4 InstrumenPenelitian

Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu riset

kepustakaan dan riset lapangan . Riset kepustakaan dipergunakan untuk

mengumpulkan data mengenai penelituan terdahulu, teori-teori yang mendukung

penelitian, dan data pendukung lain . Sedangkan riset lapangan dipergunakan

untuk mengumpulkan data dari responden. Pengumpulan data dilapangan

dilakukan dengan survey menggunakan kuesioner. Banyak penelitian yang telah

menggunakan cara ini untuk mengumpulkan data ,diantaranya adalah penelitian

yang dilakukan oleh Tung et.al(2001). Setelah responden mengisi kuesioner

tersebut,responden mengirimkan kembali dengan menekan tombol kirim/send

pada google form.

3.5 VariabelPenelitian

Pada penelitian ini vareabel yang terikat dalam penelitian ini adalah attitude

(Y1) , usage intention e-zakat (Y2), Satisfaction (Y3),dan Loyalty (Y4). Variable

bebas dalam penelitian ini adalah E-CRM (X1), dan trust (X2). Variable moderasi

dalam penelitian ini adalah religiosity dan risk perceived.


68

3.6 Definisi OperasionalVariabel.

Tabel 3.1 Definisi OperasionalVariabel

Variabel /
Instrumen Pengukuran Skala Pengukuran
Sub Dimensi Instrumen Pengukuran Asli
Hasil Translasi
variabel
E-CRM Web desing 1. The mobile phone 1. Situs web e-zakat Skala Interval
Pre-service didefinisikan disini website has an attractive memiliki tampilan (1-7) :
sebagai tampilan appearance. yang menarik. 1. Sangat sangat
2. The mobile phone 2. Situs web e-zakat tidak setuju
gambar, dan
website uses good menggunakan 2. Sangat tidak
informasi yang colour combinations. kombinasi warna yang setuju
disajikan di situs 3. The mobile phone baik. 3. Tidak Setuju
web e-zakat website is easy to use. 3. Situs web e-zakat 4. Cukup setuju
4. The mobile phone mudah digunakan. 5. Setuju
website is always up and 4. Situs web e-zakat 6. Sangat setuju
accessible. selalu siap dan dapat 7. Sangat sangat
5. Web pages load quickly diakses. setuju
on the mobile phone 5. Halaman web e-zakat
website.(Wang and Liao memuat dengan cepat
(2007) Liu et al., (2008) di situs web ponsel.

Search 1. I could search easily for 1. Saya dapat dengan Skala Interval
Capabilities information on the mudah mencari (1-7) :
didefinisikan mobile phone website. informasi di situs e- 1. Sangat sangat
Program yang 2. The website provides webzakat. tidak setuju
memungkinkan sufficient facilities for 2. Situs web e-zakat 2. Sangat tidak
konsumen searching menyediakan fasilitas setuju
mengunjungi situs, products/services. yang memadai untuk 3. Tidak Setuju
dan melakukan 3. It took me little effort to mencari produk / 4. Cukup setuju
transaksi. find the information I layanan 5. Setuju
needed. 3. Butuh sedikit usaha 6. Sangat setuju
4. The information untuk menemukan 7. Sangat sangat
searching system on this informasi yang saya setuju
mobile phone website is butuhkan.
4. Sistem pencarian
fast and
informasi di situs web
convenient.Flavian et al., e-zakat ini cepat dan
(2005) Wang and Liao nyaman
(2007) Liu et al., (2008)

Loyalty 1. The mobile phone website 1. Situs web e-zakat Skala Interval
Programme offers attractive cash menawarkan (1-7) :
program yang rebates for any purchase pembayaran zakat 1. Sangat sangat
memungkinkan (e.g. cash back, cash in tidak setuju
melalui online.
dengan cepat advance …). 2. Sangat tidak
pelanggan 2. The mobile phone website 2. Situs webe-zakat setuju
mendapatkan offers an attractive points menawarkan fitur- 3. Tidak Setuju
informasi yang redemption scheme for fiturpembayaran 4. Cukup setuju
diinginkan any purchase (e.g. free 3. Situs web e-zakat 5. Setuju
minutes, free texts ….). menawarkan 6. Sangat setuju
3. The mobile phone website pembayaran yang Sangat sangat
offers attractive coupons setuju
menarik
for any purchase.
4. The mobile phone website 4. Situs web e-zakat
offers attractive gifts for menawarkan program
any purchase. yang menarik untuk
pembayaran
69

Bhattacherjee (2001)
Loon et al., (2009)

E-CRM Security/Privacy 1. I feel safe completing 1. Saya merasa aman Skala Interval
At-service Didefinisikan transactions on this menyelesaikan transaksi (1-7) :
kemampuannya mobile phone website. di situs web e-zakat ini. 1. Sangat sangat
untuk melindungi 2. My personal information 2. Informasi pribadi saya tidak setuju
informasi pribadi feels safe on this mobile terasa aman di situs web 2. Sangat tidak
pembeli dari phone web- site. e-zakat ini. setuju
penggunaan 3. The mobile phone 3. Situs web e-zakat hanya 3. Tidak Setuju
aplikasi E-zakat website charges only the membebankan biaya 4. Cukup setuju
usage agreed amount of money. sejumlah uang yang 5. Setuju
4. The mobile phone disepakati. 6. Sangat setuju
website demonstrates its 4. Situs web e-zakat 7.Sangat sangat
concern about menunjukkan setuju
consumers’ privacy. Liu keprihatinannya tentang
et al., (2008) ,Kim et al., konsumen
(2008)

Payment Methods 1. The mobile phone 1. Situs web ponsel Skala Interval
Didefinisikan website has various memiliki berbagai opsi (1-7) :
pilihan system payment options (online pembayaran 1. Sangat sangat
pembayaran pada card payment, cash on (pembayaran kartu tidak setuju
delivery, etc) online, pembayaran 2. Sangat tidak
aplikasi E-zakat
2. I accept the payment tunai, dll) setuju
options provided by the 2. Saya menerima opsi 3. Tidak Setuju
mobile phone website. pembayaran yang 4. Cukup setuju
3. The mobile phone disediakan oleh situs 5. Setuju
website offers web e-zakat. 6. Sangat setuju
convenient payment 3. Situs web e-zakat 7. Sangat sangat
procedures. Liu et al., menawarkan prosedur setuju
(2008) Wang and Liao pembayaran yang
(2007. mudah

E-CMR On-Time Delivery 1. The mobile 1. Produk / layanan e- Skala Interval


Pre-service Didefinisikan products/services are zakat dikirimkan (1-7) :
kecepatan delivered promptly after segera setelah pesanan 1. Sangat sangat
pengiriman the online order and online dan ketika tidak setuju
when expected. diharapkan. 2. Sangat tidak
pembayaran
2. I feel confident that the 2. Saya merasa yakin setuju
melalui e-zakat products/services will bahwa produk / 3. Tidak Setuju
usage be delivered at the time layanan akan 4. Cukup setuju
promised by the dikirimkan pada waktu 5. Setuju
company. yang dijanjikan oleh 6. Sangat setuju
3. I am satisfied with the perusahaan. 7. Sangat sangat
delivery mode of the 3. Saya puas dengan setuju
mobile phone website mode pengiriman situs
(post, express delivery, web e-zakat
home delivery, etc) 4. Barang yang dikirim
4. The items sent by the oleh perusahaan ponsel
mobile phone company dikemas dengan baik
are well packaged and dan terdengar
perfectly sound. Liu et sempurna.
al., (2008),Posselt and
Gerstner (2005)

Order Tracking 1. The mobile phone 1. Situs web e-zakat Skala Interval
Didefinisikankema website responds to merespons keluhan / (1-7) :
mpuan system complaints/ enquiries pertanyaan dengan 1. Sangat sangat
quickly. tidak setuju
melacak historical cepat
2. The mobile phone 2. Sangat tidak
transaksi pengguna website provides 2. Situs web e-zakat setuju
aplikasi e-zakat adequate FAQ services. menyediakan layanan 3. Tidak Setuju
3. The mobile phone yang memadai. 4. Cukup setuju
70

website responds to 3. Situs web e-zakat 5. Setuju


requests promptly. merespons permintaan 6. Sangat setuju
4. The mobile phone dengan segera. 7. Sangat sangat
website provides a good setuju
4. Situs web e-zakat
after-sales service.
Simons et al., (2009) menyediakan layanan
Wang and Liao (2007) purna jual yang baik.
Situs web ponsel
merespons keluhan /
pertanyaan dengan
cepat.

Customer Suppor 1. The mobile phone website 1. Situs web ponsel Skala Interval
Didefinisikan responds to complaints/ merespons keluhan / (1-7) :
dukungan enquiries quickly. pertanyaan dengan 1. Sangat sangat
2. The mobile phone website cepat. tidak setuju
pengguna aplikasi
provides adequate FAQ 2. Situs web e-zakat 2. Sangat tidak
E-zakat untuk services. menyediakan layanan setuju
menggunakan 3. The mobile phone website yang memadai. 3. Tidak Setuju
produk pada responds to requests 3. Situs web e-zakat 4. Cukup setuju
aplikasi E-zakat promptly. merespons permintaan 5. Setuju
4. The mobile phone dengan segera. 6. Sangat setuju
website provides a good 4. Situs webe-zakat 7. Sangat sangat
after-sales service Simons menyediakan layanan setuju
et al., (2009) Wang and purna jual yang baik,
Liao (2007) Simons

Attitude Attitude di 1. It is good for me to pay 1. Baik bagi saya untuk Skala Interval
definisikan untuk Zakat. membayar Zakat secara (1-7) :
prilaku yang 2. It is my priority to pay online 1. Sangat sangat
Zakat. 2. Merupakan prioritas tidak setuju
berhubungan
3. I like to pay zakat saya untuk membayar 2. Sangat tidak
dengan zakat pada 4. IamhappytopayZakatwhen Zakat secara online setuju
E-zakat somany others are not 3. Saya suka membayar 3. Tidak Setuju
paying.,Idris & Ayob zakat dengan online 4. Cukup setuju
(2001). 4. Saya senang membayar 5. Setuju
Zakat ketika banyak 6. Sangat setuju
orang lain tidak 7. Sangat sangat
membayar setuju

Trust Trust didefinisikan 1. I trust this brand 1. Kepercayaan kepada Skala Interval
untuk membangun 2. I rely on this brand lembaga (1-7) :
dan 3. This is an honest brand 2. Saya mengandalkan 1. Sangat sangat
4. This brand is safe. tidak setuju
mempertahankan lebaga ini
(Chaudhuri and Holbrook, 2. Sangat tidak
hubungan yang 2001) 3. Kepercayaan pada setuju
kuat antara program-program yang 3. Tidak Setuju
electroniccustomer disediakan lembaga 4. Cukup setuju
relation 4. Kepercayaan pada 5. Setuju
management (e- informasi 6. Sangat setuju
CRM) dan 7. Sangat sangat
setuju
pelanggan.

Re
Religiosity
DidefinisikaRReligiosity 1. Regulartyoffer compulsory 1. Melaksanakan sholat Skala Interval
didefinisikan prayer wajib (1-7) :
2. Fast during the month of 2. Puasa selama bulan 1. Sangat sangat
persepsi orang
Ramadhan Ramadhan tidak setuju
terhadap 3. Pay Zakat as prescribed 3. Membayar zakat sesuai 2. Sangat tidak
agamanya, criteria ketentuan setuju
menunjukkan 4. Always avid sin 4. Selalu menghindari dosa 3. Tidak Setuju
sejauh mana 5. Follow Islamic commands 5. Ikuti perintah Islam 4. Cukup setuju
71

kesetiaan dan in all life affair dalam semua urusan 5. Setuju


komitmen orang 6. Keep away from haram kehidupan 6. Sangat setuju
tersebut terhadap earning 6. Menjauhkan diri dari 7. Sangat sangat
7. Recite the Koran regulary. penghasilan haram setuju
penerimaan aturan
Zainol andKamil(2007) 7. Membaca Alquran
moral dan hukum secara teratur
agama mereka dan
mematuhinya
dalam praktik,dan
pada akhirnya
percaya
menggunakan E-
zakat usege

PerceivedRisk Perceived Risk 1. Iamconcernedaboutexperi 1. Saya khawatir Skala Interval


Didefinisikan encingsomekindoflossifItr mengalami kerugian (1-7) :
interpretasi ansact withthis system. jika saya bertransaksi 1. Sangat sangat
dengan sisteme-zakat tidak setuju
penggunae- 2. Allthings considered, I
2. Saya akan 2. Sangat tidak
zakatterhadap think I would be making a
mempertimbangkan setuju
resiko mistake if I use this dipertimbangkan,kerug 3. Tidak Setuju
pembayaran zakat systemto make a ian saya jika saya 4. Cukup setuju
melalui aplikasi e- transaction. menggunakan sisteme- 5. Setuju
3. Transactingwiththeonline zakat untuk melakukan 6. Sangat setuju
zakat
system transaksi. 7. Sangat sangat
wouldposeproblemsforme 3. Bertransaksi dengan setuju
that Ijust don’t need. sistem e-zakat akan
4. Howwouldyoucharacteris menimbulkan masalah
ethedecision bagi saya.
ofwhethertotransactwitht 4. Bagaimana Anda
his system?(Scale: ‘very mengkarakterisasi
insignificantrisk’to‘very keputusan apakah akan
significantrisk’) bertransaksi dengan
5. Howwouldyoucharacteris sistem ini? (Skala:
ethedecision 'risiko sangat tidak
ofwhethertotransactwitht signifikan' hingga
his system?(Scale: ‘very 'risiko sangat
positive situation’to‘very signifikan')
negative situation’) 5. Bagaimana Anda
6. Howwouldyoucharacteri mengkarakterisasi
sethedecision keputusan apakah akan
ofwhethertotransactwitht bertransaksi dengan
his system? sistem ini? (Skala:
(Scale:‘veryhighpotentia ‘situasi sangat positif’
lforgain’to‘veryhigh hingga ‘situasi sangat
potential for loss’) negatif’)
(Hung Kit Lui,Rodger 6 Bagaimana Anda
Jamieson,2003 menentukan keputusan
apakah akan
bertransaksi dengan
sistem ini? (Skala:
potential potensi
sangat tinggi untuk
memperoleh ’hingga‘
potensi sangat tinggi
untuk kerugian

Usage Intention e- 1. I plan to attend future 1. Saya berniat untuk Skala Interval
Usage zakatdidefinisikan performance at this menyalurkan zakat (1-7) :
Intention E- pelanggan yang theater melalui e-zakat 1. Sangat sangat
2. I pland to subscribe to tidak setuju
72

zakat melakukan this theater in the 2. Saya berniat untuk 2. Sangat tidak
pembayaran zakat future selalu menyalurkan setuju
melalui aplikasi e- 3. I would consider zakat menggunakan e- 3. Tidak Setuju
donating my time or 4. Cukup setuju
zakat zakat
money to this theatre. 3. 5. Setuju
Saya berniat 6. Sangat setuju
(Zeit et al. (1996) mempertimbangkan 7. Sangat sangat
Gabriano and Jonshon menyalurkan zakat setuju
(1999) menggunakan e-zakat

Satisfaction satisfaction 1. Iam satisfied with 1. Saya puas dengan Skala Interval
didefinisikan untuk theexperienceofusing pengalaman (1-7) :
persepsi yang SNSsIam pleased with t menggunakan e-zakat 1. Sangat sangat
2. he experienceofusing 2. Saya senang dengan tidak setuju
menyenangkan
SNSs pengalaman 2. Sangat tidak
dari pelanggan 3. My decisiontouseSNSs menggunakan e-zakat setuju
dalam e-zakat wasawise one 3. Keputusan saya untuk 3. Tidak Setuju
4. My feelingwith using menggunakane-zakat 4. Cukup setuju
SNSs wasgood.( IliasO. adalah keputusan yang 5. Setuju
Pappas 2020) bijaksana 6. Sangat setuju
4. Perasaan saya 7. Sangat sangat
dengan setuju
menggunakan e-
zakat bagus

Loyalty Loyalty 1. Intent to use the 1.Niat untuk menggunakan Skala Interval
didefinisikan institution zakat in the e-zakat di masa depan (1-7) :
kemauan para future 2. Niat untuk 1. Sangat sangat
2. Intent to recommend the merekomendasikan e- tidak setuju
wajib zakat untuk
institution zakat 2. Sangat tidak
membayar zakat 3. want to continue tobe the 3.Ingin terus menggunakan setuju
secara intens client the institution. e-zakat 3. Tidak Setuju
(terus-menerus), (Chaudhuri and 4. Cukup setuju
Holbrook, 2001) 5. Setuju
6. Sangat setuju
7. Sangat sangat
setuju

Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan skala Likert.

Prosedur pengukuran sebagai berikut:

 Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan umum yang

akan dipergunakan sebagai dasar apakah responden masuk dalam kriteria

atau tidak.

 Responden diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap

pernyataan yang diajukan peneliti atas dasar persepsi masing-masing

responden. Jawaban terdiri dari tujuh pilihan, yakni: Sangat Sangat Setuju
73

(SSS), Sangat Setuju (SS), Setuju (S),Cukup Setuju (CS), Tidak Setuju

(TS), Sangat Tidak Setuju (STS), dan Sangat Sangat Tidak Setuju (SSTS).

 Pemberian nilai (scoring). Untuk jawaban Sangat Sangat Setuju (SSS)

diberikan nilai 7, dan seterusnya menurun sampai pada jawaban Sangat

Sangat Tidak Setuju (STS) yang diberikan nilai 1

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengukur kemampuan instrumen penelitian

benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur dari suatu konsep (Hartono,

2008) atau uji validitas berkaitan dengan bagaimana suatu konsepdidefinisikan

dengan baikdan tepat oleh indikator pengukurannya (Hair et al, 2010).

Uji validitas menggunakan uji validitas konstruk yang menunjukkan

kesesuaian antara alat ukur atau instrumen penelitian dengan teori (Malhotra,

2007; Kerlinger dan Lee, 2000; Hartono, 2008).

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengukur konsistensi internal instrumen

penelitian yang menunjukkan stabilitas dan konsistensi suatu alat ukur atau

indikator yang mengukur suatu konsep atau konstruk dan berguna untuk

mengakses kebaikan suatu pengukur (Sekaran, 2003). Uji reliabilitas pada

penelitian ini menggunakan metode Cronbach’s Alpha dan Construct Reliability

berdasarkan CFA-SEM khusus untuk data hasil survei lapangan akhir.

Metode Cronbach’s Alpha merupakan metode paling umum digunakan

khususnya jika instrumen menggunakan skala Likert atau interval dan untuk

menilai konsistensi internal dari suatu instrumen yang memiliki skor dan skala

respon yang berbeda (Klinger et.al, 2000). Hartono (2008) menyatakan bahwa

koefisien Cronbach’s Alpha digunakan karena varian dan kovarian dari masing-
74

masing item atau indikator tidak sama.

Kriteria suatu pengukuran instrumen reliabel dari Cronbach’s Alpha

ditunjukkan dari nilai koefisien Cronbach’s Alpha: yaitu 1) jika nilainya melebihi

0,70, maka dikatakan reliabilitas tinggi, dan 2) nilai antara 0,50 – 0,60

dikategorikan reliabilitas cukup, 3) kurang dari 0,05 kurang reliabel (Hartono,

2008; Hair et al, 2006).

3.8 Model Analisis

Riset ini menerapkan model analisis Structural Equation Modeling (SEM)

berbasis kovarian, dengan aplikasi Lisrel versi 8.80. SEM berbasis kovarian

memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik SEM berbasis varian, dikenal

dengan PLS (Partial Least Square), yaitu terutama ketepatan prediksi model,

berbasis teori, dipertimbangkan menghasilkan akurasi parameter yang optimal,

pengukuran model fit dapat tersedia dengan baik, dan perbedaan antara matriks

kovarian teoritis dan matriks kovarian yang diestimasi dapat diminimumkan

(Ridgon, 1998 dalam Hair et al., 2011).

SEM berbasis kovarian juga dikenal dengan analisis struktur kovarian dan

atau analisis variabel laten, yang menggunakan aplikasi software Lisrel atau

AMOS (Hair et al., 2010). Beberapa perbedaan yang mendasar SEM berbasis

kovarian dan PLS dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.

SEM merupakan model statistik yang digunakan untuk menjelaskan antara

variabel ganda. Dengan kata lain, SEM memeriksa hubungan secara simultan

antar konstruk laten (variabel yang tidak dapat diukur). Masing-masing konstruk

laten diukur oleh satu atau lebih variabel manivestasi atau indikator. Konstruk
75

laten dapat berfungsi sebagai variabel eksogen (independen) dan vaiabel endogen

(dependen). Variabel endogen sangat tergantung pada variabel eksogen. Variabel

endogen yang pertama dapat memengaruhi variabel endogen berikutnya. Model

analisis SEM menerapkan teknik multivariat, dengan mengombinasikan antara

analisis regresi berganda dan analisis faktor (Hair et al, 2010)

Riset ini menggunakan pendekatan SEM berbasis kovarian dua tahap,

yaitu 1) tahap pengukuran model fit atau kecocokan model penelitian dengan data

untuk mendapatkan spesifikasi model pengukuran yang tepat; 2) tahap pengujian

hipotesis berdasarkan model estimasi SEM. Pendekatan dua tahap ini digunakan

untuk menghindari interpretasi atau pemaknaan yang membingungkan akibat ada

perubahan dalam model penelitian yang menghasilkan perubahan pada estimasi

parameter pengukuran konstruk (Anderson dan Gerbing, 1998), termasuk pada

perubahan pada muatan indikator atau dimensi, kesalahan pengukuran, dan varian

konstruk (Bagozzi, 1981; Ping, 2004).

Tabel 3.2 Perbandingan SEM Berbasis Kovarian dan PLS (Diadopsi dari
Chin dan Newsted, 1999)

Kriteria SEM Berbasis Kovarian PLS


Tujuan Berorientasi Parameter Berorientasi Prediksi
Pendekatan Berbasis Kovarian Berbasis Varian
Asumsi Secara khusus, Distribusi Spesifikasi Prediktor
Normal multivariat dan
pengamatan independen
(parameter)
Estimasi Parameter Konsisten Konsisten karena ukuran
sampel dan indikator dapat
meningkat
Skor Variabel Laten Tidak dapat ditentukan Secara eksplisit diestimasi
Hubungan Epistemik antara Secara khusus hanya dengan Dapat dimodelkan dalam
variabel laten dan indikator reflektif. Namun, mode formatif dan reflektif
pengukurannya mode formatif juga dapat
didukung
Implikasi Optimal untuk akurasi Optimal untuk akurasi
76

parameter prediksi
Kompleksitas Model Kompleksitas kecil hingga Kompleksitas Besar (contoh:
moderat (contoh: lebih 100 konstruk dan 1000
rendah dari 100 indikator). indikator)
Ukuran Sampel Secara ideal mendasarkan Kekuatan analisis
pada analisis kekuatan model mendasarkan pada porsi
spesifik. Rekomendasi: model dengan sejumlah besar
minimal berkisar dari 200 prediktor. Rekomendasi:
hingga 800. minimal berkisar 30 hingga
100 kasus
Tipe Optimalisasi Iteraktif secara global Interaktif secara lokal
Test Signifikansi Tersedia Hanya dengan simulasi,
validitas terbatas
Ketersediaan Goodness of GOF model tersedia dengan Sedang dalam diskusi dan
Fit Model (GOF) jelas dikembangkan
Sumber: Urbach dan Ahlemann (2010).

Model penelitian dikatakan fit jika memenuhi indikator indeks model fit,

terdiri dari 3 jenis indeks, yaitu 1) Absolute Fit, 2) Incremental Fit, 3) Parsimony

Fit. Indeks Absolute Fit, merupakan indeks model fit yang paling mendasar, untuk

mengonfirmasi kesesuaian model penelitian dengan data sampel (Hair et al.,

2010). Indeks Absolute Fit secara umum diukur dengan chi-square (X2 atau

CMIN),normed chi-square (X2/df; atau CMIN/DF), GFI (goodness of fit index),

RMR (root mean square residual), dan RMSEA (root mean square of

approximation), Sementara itu, indeks Incremental Fit yang umumnya diukur

dengan NFI (normed fit index) serta CFI (comparative fit index) dan Parsimony

Fit yang menggunakan pengukuran AFGI (adjusted goodness of fit index)

merupakan indeks model tambahan yang digunakan hanya untuk mengukur

kesesuaian atau ketepatan model penelitian terbaik diantara perbandingan

berbagai model alternatif atau modifikasi model penelitian jika ada berdasarkan

model SEM (Hair et al., 2010). Indeks Incremental Fit dikatakan fit jika ada

peningkatan dalam model fit dengan estimasi berbagai indikator pada suatu

konstruk yang saling berkaitan erat (Hair et al., 2010). Indeks Parsimony Fit

mengukur model fit yang lebih baik atau memperbaiki model fit dengan model
77

yang lebih sederhana. Indikator pengukuran indeks model fit dapat dilihat pada

tabel 3.3. chi-square (X2 atau CMIN) merupakan pengukuran kecocokan model

(model fit) statistik fundamental, yang diharapkan nilai ini relatif kecil dan

berlawanan dengan nilai derajat bebas (degrees of freedom/DF) yang diharapkan

bernilai besar (Hair et al., 2010).

Nilai statistik X2 atau CMINrelatif kecil dan derajat bebas relatif besar

berarti secara statistik tidak ada perbedaan signifikan antara dua matriks kovarian,

sehingga teori yang diusulkan dalam hipotesis terdukung bahwa ada kesesuaian

antara model dan data yang sebenarnya digunakan dalam model penelitian.

Indeks normed chi-square (X2/df; atau CMIN/DF) merupakan salah satu

indeks pengukuran model fit, yang juga paling banyak digunakan karena indeks

ini menghitung rasio indeks chi-squareterhadap derajat bebasnya. Hasil indeks ini

dalam model SEM jika menunjukkan nilai ≤ 5,00 dikatakan dalam kategori baik.

(Wheaton et al., 1977 dalam Arbuckle, 2009). Berarti, secara statistik ada

kesesuaian antara model penelitian yang diusulkan berdasarkan pengembangan

hipotesis dan data sampel yang digunakan.

GFI (goodness of fit index) merupakan indeks pengukuran awal untuk

menghasilkan model fit secara statistik yang sensitif terhadap ukuran sampel

karena efek jumlah sampel pada distribusi penyampelan. Jika nilai indeks GFI

berada di atas 0,90, model penelitian dikatakan dalam kategori baik, tetapi

beberapa penelitian lain berpendapat bahwa nilai indeks GFI di atas 0,95

sebaiknya digunakan untuk mendapatkan model penelitian fit, dalam kategori

lebih baik (Hair et al., 2010). Nilai di atas standar demikian menunjukkan bahwa

model penelitian yang diusulkan berdasarkan pengembangan hipotesis


78

bersesuaian dengan data sampel yang digunakan dalam model SEM.

RMR (root mean square residual) meruapakan salah satu pengukuran

indeks model fit absolut, yang mencerminkan nilai rata-rata residu dalam

memprediksi kesalahan pengukuran dipengaruhi oleh skala indikator pengukuran

atau skala kovarian indikator (Hair et al., 2010). Nilai indeks RMR pada

penelitian ini dikatakan dalam kategori baik, jika nilainya berada di bawah 0,05

(Hair et al., 2010). Berarti, model penelitian yang diusulkan berdasarkan

pengembangan hipotesis bersesuaian dengan data sampel yang digunakan dalam

model SEM.

RMSEA (root mean square of approximation) merupakan satu dari indeks

pengukuran model fit yang paling banyak digunakan, yang bertujuan untuk

mengoreksi kecenderungan uji chi-square (X2) statistik untuk menolak model

dengan jumlah variabel atau indikator yang diamati besar. Jika nilai indeks

RMSEA berada ≤ 0,07, maka indeks ini dalam kategori baik, walaupun ada

standar indeks RMSEA berada ≤ 0,08, tergantung dari penggunaan jumlah sampel

dan jumlah indikator yang diukur. Penelitian ini menggunakan standar RMSEA ≤

0,07 karena jumlah sampel yang digunakan dalam model penelitian ini di atas

500 dan jumlah variabel atau indikator yang terukur di atas 30 (Hair et al., 2010).

Jika nilai indeks RMSEA ini sebesar 0,00, berarti indeks ini dalam kategori

sempurna atau exact fit (Arbuckle, 2009).

NFI (normed fit index) merupakan salah satu indeks Incremental Fit asli

yang menggambarkan rasio perbedaan nilai chi-square (X2) model fit dan model

nulldibagi dengan nilai chi-square (X2) untuk model null (Hair et al., 2010). Nilai

indeks ini berada di atas 0,95, dikatakan dalam kategori baik. Berarti, model
79

estimasi parameter pada model SEM ini tepat dalam mengestimasi kesesuaian

antara model penelitian yang dikembangkan berdasarkan hipotesis dan data

sampel yang digunakan.

CFI(comparative fit index) merupakan salah satu indeks incremental fit

yang merupakan versi perbaikan atas indeks NFI. Indeks ini juga paling banyak

digunakan diantara indeks yang paling banyak digunakan. Nilai indeks ini berada

dalam kategori fit sempurna, jika bernilai indeks 1,000, melebihi standar 0,95,

walaupun pendapat lain mengusulkan di atas 0,90 dikatakan baik (Hair et al.,

2010). Jika nilai indeks ini mendekati nilai 1,000, dikatakan dalam kategori sangat

baik (Arbuckle, 2009). Nilai indeks ini mengimplikasikan bahwa model estimasi

parameter pada model SEM ini sangat tepat dalam mengestimasi kesesuaian

antara model penelitian yang dikembangkan berdasarkan hipotesis dan data

sampel yang digunakan.

AFGI (adjusted goodness of fit index) menjelaskan derajat bebas dari

kompleksitas model, dengan menyesuaikan nilai indeks GFI melalui rasio derajat

bebas yang digunakan dalam model terhadap total derajat bebas yang tersedia.

Nilai AFGI seharusnya lebih rendah dari nilai GFI dan sebaiknya mendekati nilai

1,000 atau di atas 0,90, dikatakan dalam kategori baik (Hair et al., 2010). Nilai

indeks ini menunjukkan bahwa model estimasi parameter pada model SEM tepat

dalam mengestimasi kesesuaian antara model penelitian yang dikembangkan

dalam hipotesis dan data sampel yang digunakan.

Tabel 3.3 Indikator indeks Goodness of Fit Model Penelitian

Indeks Model Fit Nilai model Fit yang Referensi


direkomendasikan
Absolute Fit
Chi-square (X2 atau CMIN) Relatif Kecil Hair et al (2010); Anderson dan
80

Gerbing (1998)
Degrees of freedom (DF) Besar Hair et al (2010); Anderson dan
Gerbing (1998)
Normed Chi-square (X2/df; ≤ 5,00 Wheaton et al (1977 dalam
atau CMIN/DF) Arbuckle, 2009)
GFI > 0,90 Hair et al (2010)
RMR < 0,05 Byrne (2001); Browne dan Cudeck
(1993)
RMSEA < 0,07 Hair et al (2010); Arbuckle (2009)
Incremental Fit
NFI > 0,95 Hair et al (2010)
CFI > 0,95 Hair et al (2010)
Parsimony Fit
AGFI > 0,90 Hair et al (2010)

Model Persamaan Struktural yang dibentuk dari variabel-variabel laten

pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 sebagai berikut:

PS RP ζ3
γ3
AS EZU Sfn Lty
γ2 Atd
γ5 γ6 γ7
PS γ1
γ4,1 γ4.2

Trs Rgy

Gambar 3.1 Gambar Persamaan Model Struktural


Berdasarkan gambar 3.1 diatas, maka dapat dinyatakan dalam persamaan

model structural sebagai berikut :

Model Struktural : η1(Atd) =γ1ξ1 +γ2ξ2+ γ3ξ3 +γ4.1ξ4 +ζ1

Model Struktural :η2(EZU) =γ4.2ξ4 + γ5ξ5+γ4.2ξ4z1+ γ5ξ5 z2 + ζ2

Model Stuktural :η3(Sfn) =γ6ξ6+ζ3

Model Struktural :η4(Lty) =γ7ξ7+ζ4

Keterangan :

η = Eta,variabellaten Y(Variabel endogen) Loyalty(η4)


Loyalty(η4)
η
η
81

ξ1 =Ksi, Variabel laten X (Variable eksogen)


γ = Gamma (Koefisien Regresi)
ζ1 =Zeta,pengaruh factor lain pada model
γ1,γ2,γ3,γ4.1,γ4.2,γ5,γ6,γ7 =Gamma,pengaruhvariabeleksogenterhadapendogen
PSξ1 = Konstruklatenteksogen (Pre Servis)
ASξ2 = Konstruklatenteksogen (AT Servis)
PSξ3 = Konstruklatenteksogen (Pos Servis)
Trsξ4 = Konstruklatenteksogen (Trust)
Atdξ5 = Konstruklatenteksogen (Attitude)
EZUξ6 = Konstruklatenteksogen (E-Zakat)
Sfnξ7 = Konstruklatenteksogen (Satisfaction)
Ltyξ8 = Konstruk laten teksogen (Loyalty)
ζ1 =Pengaruh factor lain pada model 1
ζ2 =Pengaruh factor lain pada model 2
ζ1 =Pengaruh factor lain pada model 3
ζ1 = Pengaruh factor lain pada model 4
RgyZ1 = Variabel moderator 1 (Religiuitas)
RPZ2 = Variabel moderator 2 (RiskPreceived )
82

Anda mungkin juga menyukai