Oleh Sulaiman
Executive Summary
Indonesia memiliki potensi besar dalam memperoleh dana
zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Kajian BAZNAS(2017) menyebut-
kan bahwa potensi zakat nasional mencapai Rp 217 trilyun.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukanuntuk meningkatkan
penerimaaan ZIS dengan menerbitkan peraturan perundang-
undangan, antara lain: Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 1968
tentang Pembentukan Badan Amil, Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang
tersebut diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu
Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan
oleh pemerintah. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Re-
publik Indonesia (DPR RI) menyetujui Undang-undang penge-
lolaan zakat pengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999,
yakni UU Nomor 23 Tahun 2011 yang menetapkan bahwa pengel-
olaan zakat bertujuan (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat dan (2) meningkatkan manfaat
zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Meskipun
demikian, realisasi perolehan zakat oleh BAZNAS hanya terkum-
pul Rp 6 triltun (0,2%). Pemerintah atau negara perlu meningkat-
kan perannya dalam menggerakkan kesadaran masyarakat dengan
“gerakan sadar zakat” (Gersakat)demi terwujudnya kesejahteraan
umat.
Isu-Isu Strategis
1. Hasil perolehan dana ZIS yang terkumpul oleh BAZNAS meng-
alami peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun demikian,
hasil perolehan ZIS ini masih tergolong rendah (0,2%) dari tar-
get nasional sebesar Rp 217 trilyun. Salah faktor yang me-
nyebabkan masih rendahnya realisasi penghimpunan ZIS ada-
lah masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengeluar-
kan zakat, infak, dan sedekah.
2. Masih lemahnya koordinasi dan sinergitas antar lembaga zakat,
seperti BAZNAS dan LAZNAS sebagaimana yang diatur oleh
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 bahwa kelembagaan
pengelola zakat harus terintegrasi dengan BAZNAS sebagai
koordinator seluruh pengelola zakat, baik BAZNAS Provinsi,
BAZNAS Kabupaten/Kota maupun LAZ.
3. Pendayagunaan ZIS oleh BAZNAS belum maksimal yang
ditandai dengan masih tingginya angka kemiskinan di Indone-
sia, terutama bagi umat Islam. Sementara itu jumlah umat Islam
yang mayoritas seharusnya dapat menjadi kekuatan untuk
melakukan perubahan di bidang ekonomi terkait dengan kese-
jahteraan umat.
Pengantar/Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu sumber dana potensial yang
dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.
Dalam berbagai diskusi sering dikemukakan, zakat dapat menjadi
salah satu solusi dalam pengentasan kemiskinan. Hidup miskin
bukan berarti hanya hidup dalam kondisi kekurangan sandang,
pangan, dan papan, tetapi juga berarti akses yang rendah terhadap
Implikasi Kebijakan
1. Pertumbuhan zakat yang terkumpul mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat pada hasil perolehan zakat
pada 2013sebanyak Rp 2,3 triliun, pada 2014 sebesar Rp 3,4 tri-
liun, pada 2015 mencapai Rp 5,1 triliun, dan pada 2017 terkum-
pul Rp 6 trilyun.Kendatipun demikian, hasil perolehan tersebut
masih tergolong kecil dibandingkan dengan potensi zakat
secara nasional yang mencapai Rp 217 trilyun.
2. Pemahaman konsep (fikih) zakat mengalami pergeseran, teruta-
ma terkait dengan obyek harta zakat yang semakin beragam.
Pembaharuan konsep zakat tidak hanya terbatas pada zakat
fitrah dan zakat harta secara tekstual (fikih), seperti pertanian,
peternakan, perdagangan, emas dan perak,akan tetapi pema-
hamannya lebih mengarah ke berbagai profesi dan usaha dalam
perekonomian modern, seperti dokter, insinyur, pengusaha dan
perusahaan. Hal ini menyempurnakan perkembangan pema-
haman nilai zakat dalam konteks kekinian (modern) sehingga
pengelolaan zakat menjadi lebih adil karena tidak hanya petani,
nelayan, peternak saja yang menjadi wajib zakat, tetapi berbagai
profesi lain asalkan memenuhi syarat wajib zakat.
3. Pendayagunaan zakat juga mengalami perubahan dari keperlu-
an konsumtif sehari-hari (charity) ke arah pemberian modal
produktif bagi usaha kelompok miskin karena zakat produktif
diyakini dapat menjadi alternatif sumber dana pemberdayaan
ekonomi kaum miskin.Karena itu, zakat, selain digunakan se-
bagai dana sosial untuk kebutuhan konsumsi delapan kelompok
penerima (mustahik), zakat dapat digunakan sebagai percepatan
kesejahteraan masyarakat, terutama dalam membantu pengen-
tasan kemiskinan di Indonesia.