Anda di halaman 1dari 2

Erwin Rommel merupakan jenderal Nazi Jerman dengan pangkat Field Marshal (Panglima Tertinggi) saat

Perang Dunia II berkecamuk.

Dia menjabat sebagai Komandan Divisi Panzer Ketujuh saat Invasi Perancis yang berlangsung pada 1940.
Kemudian dia ditempatkan sebagai komandan Korps Afrika.

Kepemimpinannya saat memimpin pasukan gabungan Jerman dan Italia membuatnya disegani sebagai
komandan tank terbaik, dan mendapat julukan der Wuestenfuchs atau Rubah Gurun.

Karena jasanya, Rommel dijadikan nama pangkalan militer terbesar Jerman, Barak Field Marshal
Rommel di Augustdorf.

Rommel dilahirkan di Heidenheim, sekitar 50 km dari kota Ulm, di negara bagian Württemberg, Jerman
bagian selatan. Anak kedua seorang kepala sekolah menengah di Aalen ini pada usia 14 tahun bersama
teman-teman membuat sebuah pesawat layang (glider) yang berhasil terbang, meski tidak jauh. Rommel
muda ingin belajar teknik, namun ayahnya tidak menyetujuinya dan menyuruhnya bergabung dengan
Resimen Infantri ke-124 Württemberg sebagai kadet pada 1910 dan segera dikirim ke Sekolah Kadet
Militer di Danzig.

Pada 1911, kadet Rommel berkenalan dengan Lucie Maria Mollin, yang kemudian dinikahinya pada
1916. Pada November 1911, Rommel menyelesaikan pendidikannya dan mendapat pangkat Letnan di
Wehrmacht/Angkatan Darat Jerman pada Januari 1912. Ia ditugaskan di Ulm pada Maret 1914 di
Resimen Artileri Lapangan ke-46. Ia kembali ke Resimen Infanteri ke-124 lagi saat Jerman menyatakan
perang.

Pada musim gugur 1938, Hitler menunjuk Rommel memimpin unit Wehrmacht yang bertugas
melindungi kunjungannya ke Cekoslowakia yang baru saja dianeksasi Jerman. Menjelang invasi ke
Polandia. Tahun 1938 itu pula Rommel langsung dipromosikan sebagai Mayor Jenderal. Sebuah kenaikan
pangkat yang luar biasa bagi Rommel mengingat dalam setahunpangkatnya naik sebanyak dua kali.
Rommel ditunjuk menjabat Komandan Führer-Begleitbattalion yang bertanggungjawab atas
pengamanan markas besar bergerak Hitler selama invasi.

Tiga bulan setelah invasi Polandia, Rommel mendapat perintah mengomandoi Divisi Panzer ke-7 yang
menginvasi Prancis pada Operasi Fall Gelb, Mei 1940. Pasukannya bergerak maju lebih cepat dan lebih
jauh dari pasukan-pasukan lain dalam sejarah militer dunia dan mendapat julukan Gespenster-Division
(Divisi Hantu), saking sulitnya dideteksi keberadaannya bahkan oleh markas besar Wehrmacht.
Selama pertempuran di Prancis tersebut, ia tidak henti-hentinya mengalami keberhasilan. Salah satunya
pada pertempuran di Arras. Rommel memang seorang yang tahan banting. Pada fase pertama
pertempuran ini, Divisi Panzer ke-7 berhasil dipukul mundur oleh tentara Sekutu pimpinan Mayjen
Harold Franklyn, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Setelah ia berhasil mengumpulkan kekuatan
kembali, akhirnya ia berhasil mengalahkan tentara sekutu pada fase kedua pertempuran.

Sebagai penghargaan, Rommel dipromosikan menjadi Jenderal dan panglima dari 2 divisi AD Jerman
yaitu Divisi Ringan ke-5 (kemudian direorganisir dan redesain sebagai Divisi Panzer ke-21) dan Divisi
Panzer ke-15, yang dikirim ke Libya pada awal 1941 untuk menolong pasukan Italia yang menderita
kekalahan besar di front Afrika Utara. Pasukannya inilah cikal bakal terbentuknya Deutsches Afrika
Korps. Pasukan barunya ini berhasil memukul mundur Tentara ke-8 Inggris (British 8 th Army) keluar dari
Tobruk di Libya. Pasukannya merangsek terus ke Mesir tapi berhasil dipatahkan di ‘Alamain. Begitu
tentara Amerika Serikat mendarat di Maroko dan Aljazair, pasukannya ditarik mundur meninggalkan
Tunisia. Kiprahnya di medan pertempuran di padang pasir Afrika Utara itu membuatnya dijuluki “Rubah
Padang Pasir”

Rommel yang terserang infeksi saluran pernapasan ditarik pulang ke Jerman. Ada dugaan kekalahannya
di El Alamein dan penarikan mundur pasukannya dari Thubruq membuat Hitler berang. Kembali ke
Jerman, Rommel sempat menganggur. Akan tetapi saat serangan Sekutu makin gencar, Rommel
ditunjuk sebagai Panglima Grup B Wehrmacht, yang bertugas mempertahankan pantai Prancis dari
kemungkinan invasi Sekutu. Di bawah komandonya termasuk barisan pertahanan Benteng Atlantik
(Atlantic Wall) yang akhirnya tidak mampu menahan invasi Sekutu pada 6 Juni 1944.

Pada 17 Juli 1944, dalam perjalanan pulang dari front, mobil Rommel diberondong pesawat Spitfire
Angkatan Udara Kanada. Rommel terluka parah dan harus menjalani perawatan di rumah sakit. Pada
saat yang sama, terbongkarlah konspirasi politik yang ingin menghabisi Hitler (Plot 20 Juli). Keterlibatan
beberapa orang dekatnya menyebabkan Rommel dicurigai terlibat dalam upaya kudeta tersebut.
Mengingat popularitas Rommel di mata rakyat Jerman, Hitler memberinya pilihan: bunuh diri dengan
menenggak sianida atau mengaku di depan pengadilan rakyat (Volksgerichtshof). Rommel memilih
mengakhiri hidupnya dengan sianida pada 14 Oktober 1944 dan dimakamkan secara kebesaran militer.

Setelah usai perang, istrinya menyatakan bahwa Rommel menentang plot tersebut karena ingin
menghindari anggapan generasi penerus Jerman bahwa Jerman kalah di Perang Dunia II karena Hitler
ditikam dari belakang, sebagaimana halnya yang terjadi pasca Perang Dunia ke-1 manakala sebagian
besar anggota Wehrmacht tidak mau menyerah begitu saja kepada Sekutu. Rommel mengusulkan
kepada kelompok Plot 20 Juli untuk menangkap Hitler dan menyeretnya ke pengadilan rakyat.
Sayangnya plot tersebut terbongkar lebih dahulu sebelum dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai